Professional Documents
Culture Documents
pasien TB MDR
1. Azwar, 2007. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Jakarta : PT. Rineka Cipta
4. Niven. 2008. Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional. Jakarta :
EGC
5. Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan Ilmu Dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta
Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Menurut Sacket
dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang
diberikan oleh profesional kesehatan.
II.II.II. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien.
Faktor-fator yang mempengaruhi kepatuhan pasien menurut niven (2000) adalah sebagai beribut:
a. keadaan penyakit
pasien yang menderita penyakit kronis (TB paru) cenderung paling tidak patuh. Ini terutama
karena harus menggunakan obat dalam jangka waktu lama dimana gejala yang terasa dalam
waktu singkat.
b. keadaan pasien
kepatuhan pasien menurun pada usia tinggi yang hidup sendiri (tidak ada yang
mendorong). Tingkat ekonomi lemah, orang-orang dengan pengetahuan dan pendidikan rendah,
dimana faktor budaya atau bahasa menjadi penghalang komunikasi antara petugas kesehatan
dengan pasien.
c. petugas kesehatan .
kepatuhan pasien akan dipengaruhi oleh sikap petugas kesehatan dalam melayani
pasiennya. Petugas yang bersifat merendah, pasien kurang yakin terhadap terapi yang
diputuskaan, ada hambatan dalam komunikasi karena faktor budaya, bahasa dan waktu yang
disediakan.
d. pengobatan.
Kepatuhan pasien akan berkurang apabila obat yang diberikan dalam jangka waktu lama.
Bentuk dan keberhasilan kemasan yang terlalu sederhana dimana obat mudah pecah dan
terkontaminasi oleh kotoran juga dapat menurunkan kepatuhan pasien untuk minum obat.
e. struktur pelayanan
semakin sulit tempat pelayanan kesehatan dicapai, semakin berkurang kepatuhan pasien .
a. Pemahaman tentang instruksi, tidak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham
tentang instruksi yang diberikan padanya.
b. Kualitas interaksi, kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan
bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.
c. Isolasi sosial dan keluarga. Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat
menentukan program pengobatan yang dapat mereka terima.
d. Motivasi dapat diperoleh dari diri sendiri, keluarga, teman, petugas kesehatan dan lingkungan
sekitar
e. Pengetahuan semakin tinggi pengetahuan seseorang semakin besar kemungkinan untuk patuh
pada suatu program pengobatan.
II.II.IV. Cara mengurangi ketidakpatuhan
Dinicola dan Dimatteo yang dikutip olehniven (2000) mengusulkan beberapa rencana
untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien, antara lain:
a. mengembangkan tujuan kepatuhan pasien harus mengembangkan tujuan kepatuhan serta
memiliki keyakinan dan sikap yang positif terhadap suatu penatalaksanaan, dan keluarga serta
teman juga harus mendukung keyakinan tersebut.
b. Perilaku sehat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, maka dari itu perlu dikembangkan suatu
strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga untuk mempertahankan
perubahan tersebut. Perilaku disini membutuhkan pemantau terhadap diri sendiri, evaluasi diri
dan penghargaan terhadap perilaku yang baru tersebut.
c. Pengontrolan terhadap perilaku sering tidak cukup untuk mengubah perilaku itu sendiri. Faktor
kognitif juga berperan penting.
d. Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain, teman
dapat membantu mengurangi ansietas, mereka
Mycobacterium tuberculosis adalah kuman berbentuk batang yang tahan asam karena
mengandung banyak lemak dan mudah mengikat pewarnaan Ziehl-Neelsen . kuman berbentuk
batang ini merupakan bakteri aerob merupakan organisme pathogen, namun bisa bersifat
Bakteri ini sering dijumpai dilokasi yang kering dan lembab, karena balteri ini memiliki
sifat tahan panas dan akan mati pada suhu 60 0C dalam waktu 15-20 menit. Bakteri ini dapat mati
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4
atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Berikut
dijelaskan mengenai resimen pengobatan tuberkulosis saat ini.
Kate-
gori Resimen pengobatan
Pasien TB
Fase awal Fase lanjutan
Kembali ke default
.
Kepatuhan
Kepatuhan adalah istilah yang menggambarkan suatu penggunaan persis sesuai dengan
petunjuk, mencakup penggunaannya pada waktu yang benar dan mengikuti pembatasan yang
berlaku ( Spiritia, 2003 ).
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah aktivitas dari manusia itu sendiri baik
yang dapat diamati secara langsung maupun yang dapat diamati secara tidak langsung.
Perilaku ketaatan berobat seseorang pada dasarnya adalah respon seseorang
atau
organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakitnya, sistem
pelayanan kesehatan dan pengobatan ( Machfoedz, 2006).
Kepatuhan adalah suatu perilaku seseorang untuk bersedia melaksanakan aturan
yang ditetapkan.
Kepatuhan seorang pas
ien didasarkan atas kesadaran akan resiko
kesehatan pribadi dan prosedur kepatuhan, mau dan mampu untuk melaksanakan
kegiatan
-
kegiatan untuk mengurangi bahaya kesehatan.
Perilaku dipandang dari segi
biologis adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme
yang bersangkutan (Notoatmojo,
2003).
Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap
sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional.
Perilaku ini men
y
angkut respon terhadap fasilitas pel
ayanan, cara pelayanan, petugas
kesehatan dan obat
-
obatannya
yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan
penggunaan fasilitas, petugas dan obat
-
obatan (Notoatmojo, 2003)
4.4 Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi
kriteria eksklusi, pada waktu dilakukan penelitian yang memenuhi kriteria penelitian.
a) Besar populasi kurang dari 10.000, penentuan jumlah sampelnya dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
N
n = 1+ N ( d 2)
Keterangan:
n : besar sample
N : besar populasi
d : tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan (0,1)
Dalam penelitian ini besarnya populasi (N) adalah , dengan jumlah
pasien yang tercatat dalam register buku paru . Maka jumlah sampel
perstratanya adalah:
..
n = 1+ (0,12)
n=
n=
2.3.6. Pathogenesis
2.3.6.1.Pathogenesis TB primer
nuclei dalam udara sekitar kita. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat, ia akan
menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar
bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh
neutrophil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
sarang (focus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru.
Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadi efusi pleura. Kuman juga bisa masuk
keseluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis
maka terjadi penjalaran keseluruh bagian paru menjadi TB milier. (Aru W.S. dkk,
2009)
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
kompleks primer (ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
terjadi.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer. (Aru W.S.
dkk, 2009)
gagal ginjal. Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam
3-10 minggu menjaddi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
histosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usisa tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas
keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas
hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh
stellate shaped .
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni: 1) sarang yang
sudah sembuh, 2) sarang aktif eksudatif, 3)sarang yang berada antara aktif dan
sembuh.
Lokasi lesi TB umumnya di apeks parutetapi bisa juga mengenai lobus bawah atau daerah
hilus menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit lesi merupakan sarang-sarang pneumonia,
gambarannya berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas-batas yang tegas. Lesi ini disebut
tuberkuloma. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula dindingnya tipis. Lama-
lama dinding jadi sklerotik dan tebal. Bila terjadi fibrosisada bayangan garis-garis. Pada
kalsifikasi bayangan tampak seperti bercak-bercak padat dengan densitas yang tinggi. Pada
atelectasis terlihat fibrosis yang luas dan penciutan yang terjadi pada sebagian atau satu lobus
maupun satu bagian paru. Gambaran TB milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. (Aru W.S. dkk, 2009)
A. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik. Pada
kasus baru akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. LED mulai meningkat. Hb
turun. (Aru W.S. dkk, 2009)
B. Pemeriksaan Dahak
Pemeriksaan bakteriologis sangat berperan untuk menegakkan diagnosis.
Spesimen dapat berupa dahak, cairan pleura, cairan serebro spinalis, bilasan lambung,
bronkoalveolar lavage, urin, dan jaringan biopsi. Pemeriksaan dapat dilakukan secara
mikroskopik dan biakan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan
dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
C. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada
saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada
hari kedua.
a.
P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Unit Pelayanan
Kesehatan.
b.
S(Sewaktu):
Dahak dikumpulkan di Unit Pelayanan Kesehatan pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
Bila hanya satu spesimen positif, perlu pemeriksaan foto thoraks atau SPS
ulang bila foto thoraks mendukung TB maka didiagnosis sebagai TB paru
BTA (+). Bila foto thoraks tidak mendukung TB maka perlu dilakukan
pemeriksaan SPS ulang. Bila SPS ulang hasilnya negatif berarti bukan
penderita TB. Bila SPS positif berarti penderita TB BTA (+). Bila foto
thoraks mendukung TB tetapi pemeriksaan SPS negatif, maka diagnsis
adalah TB paru BTA negatif rontgen positif. (Aru W.S. dkk, 2009)
2.3.10. Tes tuberculin.
Uji tuberkulin (tuberculin skin test/TST) merupakan alat diagnostik yang sampai saat ini
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi untuk mendiagnosis adanya infeksi
tuberkulosis. Tes ini hanya menyatakan seseorang individu sedang atau pernah mengalami
infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria pathogen lainnya (Aru W.S.
dkk, 2009)
Interpretasi Tes Mantoux: Tes Mantoux dinyatakan negative indurasi 0-5 mm
(diameternya), golongan no sensivity disini peran antibody humoral paling menonjol, Mantoux
hasil meragukan induransi 6-9mm golongan low grade sensitivity disini peran antibody humoral
masih menonjol, Mantoux hasil positif golongan normal sensitivity, disni peran antibody
seimbang, Mantoux positif kuat golongan hypersensitivity peran antibody seluler paling
menonjol . (Aru W.S. dkk, 2009)
2.3.6.3. Klasifikasi TB
Di Indonesia mengadopsi dari WHO 2008 guidelines diatas, saat ini kelompok individu
yang perlu dilakukan DST sebagai pasien suspek MDR-TB adalah kelompok yang berisiko
tinggi yaitu : Individu yang mengalami gagal terapi setelah treatment dan kasus kronik, dimana
kelompok ini memiliki angka tertinggi (80%) menempati kasus MDR-TB. Individu yang gagal
terapi dengan OAT kategori 2 (sputum tetap positif pada bulan ke-3). Individu yang diterapi Oat
tetapi sputum tetap positif pada bulan ke-3 setelah pemberian sisipan pada kategori 1. Individu
yang kembali drop out pada pengobatan kategori 1 atau 2. Memiliki riwayat pengobatan TB
yang tidak adekuat, bukan DOTS atau menejemen yang buruk. Tinggal didaerah yang kasus
MDR-TB tinggi. Kasus TB kambuh (kategori 1 atau 2). Individu yang memiliki keluhan TB dan
kontak erat dengan penderita MDR-TB, termasuk petugas kesehatan yang kontak erat dengan
penderita MDR-TB. Memiliki kondisi ko-morbid dengan MDR-TB, malabsorbsi atau rapid
transit diare. individu dengan infeksi HIV (Jusuf M.W. dkk,2010)
2.3.3. Dasar-dasar pengobatan MDR-TB
Menurut WHO guidelines membagi obat MDR-TB menjadi lima grup berdasarkan
potensi dan efekasinya, sebagai berikut: Kelompok pertama : pirazimnamid dan etambutol
karena paling efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Kelompok kedua : obat injeksi bersifat
bakterisidal, kanamisin atau amikasin, jika alergi diganti kapreomisin, viomisin. Kelompok
ketiga : flourokuinon, obat bakterisidal tinggi, misalnya levofloksasin, Moksifloksasin,
Ofloksasin. Semua pasien sensitive terhadap obat ini harus mendapat kuinolon dalam
regimennya. Kelompok keempat : obat bakteriostatik lini kedua, PAS (para aminosalicylic acid),
etionamid, protinamid, dan sikloserin. Kelompok kelima: obat yang belum jelas efekasinya,
amoksisilin+asam klavunalat, macrolide baru (klaritromisin), dan linezolid.
Saat ini Indonesia sumber daya masih terbatas, pendekatan yang dipakai dalam
mengobati penderita MDR-TB dadalah pendekatan pengobatan dengan regimen standar.
Meskipun demikian seorang klinisi hendaknya mengetahui bagaiman pentahapan dalam mebuat
regimen untuk pengobatan MDR-TB. WHO guidelines 2008 membuat pentahapan tersebut
antara lain:
1. Tahap pertama gunakan obat dari lini pertama yang manapun masih menunjukkan efikasi
2. Tambahkan obat di atas dengan salah satu golongan obat injeksi berdasarkab hasil uji
sensitivitas dan riwayat pengobatan
3. Tambahkan obat-obat di atas dengan salah satu obat golongan flourokuinolon.
4. Tambahkan obat-obat tersebut di atas dengan satu atau lebih dari golongan 4 sampai
sekurang-kurangnya sudah tersedia 4 obat yang mungkin efektif
5. Pertimbangkan menambahkan sekurang-kurangnya 2 obat dari golongan 5 (melalui
proses konsultasi dengan pakar MDR-TB) apanila dirasakan belum ada 4 obat yang
efektif dari golongan 1 sampai 4.
Pengobatan MDR-TB terdiri 2 tahap anatara lain : tahap awal dan tahap lanjutan.
Pengobatan MDR-TB membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan pengobatan pasien TB
bukan MDR., yaitu sekitar 18-24 bulan. Pada tahap awal pasien akan mendapatkan obat lini
kedua minimal 4 jenis (kanamycin, capreomisin, levofloksasin, ethionamide,sikloserin) dimana
salah satunya adalah obat injeksi. Pada tahap lanjutan semua OAT lini kedua yang dipakai pada
tahap awal dilanjutkan kecuali OAT injeksi. (Jusuf M.W. dkk,2010).
Jusuf M.W. dkk,2010)
SYLVIA A,P. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Jakarta EGC
2009. Hlm 852-859.