Professional Documents
Culture Documents
APRA
Bekas anggota KNIL yang tetap menginginkan sebagai tentara bagi Negara
Pasundan itu membentuk Angkatan Perang Ratu Adil. Mereka bahkan
memberi ultimatum kepada pemerintah RIS agar tetap diakui sebagai
Tentara Pasukan dan menolak segala upaya pembubaran terhadap negara
bagian tersebut. Tentu, ultimatum ini ditolak pemerintah. Akhirnya, 800
orang bekas KNIL bersenjata lengkap menyerang dan menduduki Kota
Bandung pada tanggal 23 Januari 1950.
Secara umum boleh pasukan Divisi Siliwangi TNI tidak siap karena baru saja
memasuki Kota Bandung setelah perjanjian KMB. Panglima Siliwangi Kolonel
Sadikin dan Gubernur Jawa Barat Sewaka pada saat kejadian sedang
mengadakan peninjauan ke Kota Subang. Sementara di Jakarta pada pukul
11.00 bertempat di kantor Perdana Mentri RIS diadakan perundingan antara
Perdana Mentri RIS dan Komisaris Tinggi Kerajaan Belanda di Indonesia.
Terungkap adanya keterlibatan tentara Belanda (diperkirakan sekitar 300
tentara Belanda berada di antara pasukan APRA) dalam peristiwa di
Bandung itu, maka diputuskan tindakan bersama.
Jendral Engels akhirnya memerintahkan pasukan APRA untuk kembali ke
Batujajar, baik karena diperintah atasannya, maupun ancaman dari Divisi
Siliwangi yang tidak menjamin keselamatan warga Belanda yang berjumlah
ribuan di kota Bandung. Pada hari itu juga pasukan APRA meninggalkan Kota
Bandung. Operasi penumpasan dan pengejaran terhadap gerombolan APRA
yang sedang melakukan gerakan mundur segera dilakukan oleh TNI. Sisa
pasukan Wasterling di bawah pimpinan Van der Meulen yang bukan anggota
KNIL Batujajar dan polisi yang menuju Jakarta, pada 24 Januari 1950
dihancurkan Pasukan Siliwangi dalam pertempuran daerah Cipeuyeum dan
sekitar Hutan Bakong dan dapat disita beberapa truk dan pick up, tiga
pucuk bren, 4 pucuk senjata ukuran 12,7 dan berpuluh karaben.
ten KNIL J.H.W. Nix melaporkan, bahwa kompi Erik yang berada di
Satu pasukan kuat APRA bergerak melalui Jalan Pos Besar menuju
Bandung. Westerling dan anak
buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang mereka temukan di jalan.
94 anggota TNI tewasdalam pembantaian tersebut, termasukLetnan Kolonel
Lembong, sedangkan di pihak APRA, tak adakorban seorang pun. Sementara
Westerling memimpin penyerangan di Bandung, sejumlah anggotapasukan
RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju Jakarta dengan maksud untuk
menangkap PresidenSoekarno dan menduduki gedung-gedung
pemerintahan.
Namun dukungan dari pasukan KNIL lain dan Tentara Islam Indonesia (TII)
yang diharapkanWesterling tidak muncul, sehingga serangan ke Jakarta
gagal dilakukan. Setelah puas melakukanpembantaian di Bandung, seluruh
pasukan RST dan satuan-satuan yang mendukungnya kembali ketangsi
masing-masing. Westerling sendiri berangkat ke Jakarta, dan pada 24 Januari
1950 bertemu lagidengan Sultan Hamid II di Hotel Des Indes. Hamid yang
didampingi oleh sekretarisnya,dr. J. Kiers,melancarkan kritik pedas terhadap
Westerling atas kegagalannya dan menyalahkan Westerling telahmembuat
kesalahan besar di Bandung. Tak ada perdebatan, dan sesaat kemudian
Westerling pergimeninggalkan hotel. Setelah itu terdengar berita bahwa
Westerling merencanakan untuk mengulangtindakannya.Pada 25 Januari,
Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh
RSTdanDarul Islam, akan menyerbu Jakarta.
ANDI AZIS
Latar Belakang Peristiwa Andi Azis
Kapten Andi Aziz adalah seorang perwira KNIL yang baru diterima masuk ke
dalam APRIS. Pada tanggal 30 Maret 1950, ia bersama pasukannya
menggabungkan diri ke dalam APRIS di hadapan Letnan Kolonel A.J.
Mokoginta (Panglima Tentara dan Teritorium Timur). Sementara itu
datangnya pasukan TNI di bawah pimpinan Mayor H.V. Worang ke Makassar,
ternyata menghawatirkan pasukan KNIL yang dipimpin oleh Kapten Andi
Aziz. Pasukan KNIL merasa tersaingi oleh pasukan TNI yang akan datang ke
Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, Andi Aziz menyatakan pasukannya
sebagai pasukan bebas dan kemudian melakukan serangan terhadap
markas-markas TNI di Makassar. Pasukan Andi Aziz berhasil menawan
beberapa orang prajurit TNI, termasuk Letnan Kolonel A.J. Mokoginta.
Andi aziz juga diminta untuk mengembalikan senjata dan melepaskan semua
tawanan. Andi aziz sebenarnya berniat untuk menyerahkan diri, namun
terlambat melaporkan diri ke Jakarta, sehingga ia ditangkap dan dicap
sebagai pemberontak. Dengan ditangkapnya Andi Aziz, kekuatan
pasukannya pun semakin lemah. Akhirnya, pasukannya dapat dilucuti oleh
pasukan APRIS. Selanjutnya keamanan wilayah Sulawesi Selatan dapat
dipulihkan kembali
Tokoh Peristiwa ANDI AZIS
Tokoh utama pada Pemberontakan kali ini adalah Andi Abdoel Azis. Andi
Abdoel Azis atau dikenal dengan sebutan Andi Azis lahir pada tangal 19
September 1924 di Simpangbinal, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pada
tahun 1930-an Andi Azis dibawa ke Belanda oleh seorang pensiunan Asisten
Residen bangsa Belanda, dan pada tahun 1935 Andi memasuki Leger School
dan lulus dari sekolah tersebut tahun 1938.
Tanggal 15 April 1950, Andi Azis pergi ke Jakarta setelah didesak oleh
Sukawati, Presiden dari Negara NIT. Namun karena keterlambatannya untuk
melapor, Andi Azis akhirnya ditangkap dan diadili untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya, sedangkan untuk pasukan TNI
yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melanjutkan pendaratan di
Sulawesi Selatan. Pada tanggal 21 April 1950, pasukan ini berhasil
menguasai Makassar tanpa adanya perlawanan dari pihak pemberontak.
Pada Tanggal 26 April 1950, anggota ekspedisi yang dipimpin oleh A.E
Kawilarang mendarat di daratan Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta
di Sulawesi Selatan-pun tidak berlangsung lama karena keberadaan anggota
KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari
Makassar. Para anggota KL-KNIL memprovokasi dan memancing emosi yang
menimbulkan terjadinya bentrok antara pasukan KL-KNIL dengan pasukan
APRIS.
Kapten Andi Abdoel Azis, ia adalah seorang pemberontak yang tidak pernah
menyakiti dan membunuh orang untuk kepentingan pribadinya. Ia hanyalah
korban propaganda dari Belanda, karena kebutaannya terhadap dunia politik.
Andi Azis adalah seorang militer sejati yang mencoba untuk
mempertahankan kesatuan Negara Republik Indonesia pada masa itu, dan
dalam kesehariannya, seorang Andi Azis cukup dipandang dan dihargai oleh
masyarakat suku Bugis Makassar yang bertempat tinggal di Tanjung Priok,
Jakarta. Disanalah Andi Azis diakui sebagai salah satu sesepuh yang selalu
dimintai nasehat oleh para penduduk tentang bagaimana cara menjadikan
suku Bugis Makassar supaya tetap dalam keadaan rukun dan sejahtera.
Andi Azis dikenal juga sebagai orang yang murah hati dan suka menolong. Ia
selalu berpesan kepada anak-anak angkatnya bahwa Siapapun boleh
dibawa masuk ke dalam rumahnya kecuali 3 jenis manusia yaitu pemabuk,
penjudi, dan pemain perempuan.
Seorang Andi Azis patut kita jadikan sebagai bahan pembelajaran bahwa kita
selama hidup di dunia ini jangan terlalu percaya sama apa yang orang lain katakan,
percayalah kepada hati nurani, jangan terlalu percaya sama orang lain karena orang
itu belum tentu bisa mengajak kita ke jalan yang benar dan mungkin malah
mengajak kita untuk berbuat salah. Maka dari itu, alangkah lebih baiknya
kita harus berwaspada dan berhati-hati dalam mempercayai orang lain.
Andi Aziz merupakan seorang mantan perwira KNIL. Pada tanggal 30 Maret
1950, ia bersama dengan pasukan KNIL di bawah komandonya
menggabungkan diri ke dalam APRIS di hadapan Letnan Kolonel Ahmad
Junus Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur.