Professional Documents
Culture Documents
Dokter Spesialis
Informasi Penting
Konsultasi Online
Profesional
Favorit
Klinik Favorit
About Us
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif
adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.
Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala
klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang
azotemia.
Syndroma nefrotik merupakan keadaan klinik di mana terjadi sindroma nefrotik. Syndroma
nefrotik merupakan keadaan klinik dimana terjadi proteinuria massif ( > 3,5 g/hari,
hipoalbuminemia, udema dan hiperlipidemia, biasanya kadar BUN normal.
Menurut Robson dari 1400 kasus, beberapa glomerulonefritis primer merupakan penyebab
dari 78 % sindroma Nefrotik pada orang dewasa da 93 % pada anak-anak. Dari 22 % daRI
orang dewasa keadaan ini disebabkan oleh gangguan sistemik (terutama diabetes, amiloidosis
dan thrombosis vena renalis, gangguan-gangguan sistemik tersebut secara sekunder juga
mempengaruhi ginjal atau mungkin juga akibat respon abnormal terhadap obat-obatan atau
allergen-alergen lainnya. Terdapat keadaan histologist yang ditemukan pada nefrotik
syndrome yang termasuk kategori umum glomerulonefritis, yaitu perubahan minimal,
perubahan membranosa, perubahan proliferates dan campuran perubahan membranosa dan
proliferative glumerulonefritis. Glumerulonefritis fokal lebih jarang menyebabkan
sindromanefrotik.
Glomerulonefritis (GN) perubahan minimal pada lesi yang khas dari nefrotik syndrome pada
anak (69%) dan merupakan penyebab dari 18 % kasus yang dialami orang dewasa.
Glumerulonefritis perubahan minimal ini merupakan bentuk utama dari dari
glumerulonefritis dimana mekanisme patogenetik imun tampaknya tidak ikut berperan.
Kedaan ini biasanya berhasil di obati dengan kortikosteroid. Pada sebagian kecil pasien yang
tidak memberikan respon terhadap terapi steroid, maka kadang-kadang penyakit dapat
ditekan dengan menggunakan obat imunosupresif, seperti siklofosfamida (cytoksin) atau
azatioprin (Imuran). Sebagian kecil pasien yang tidak dapat sembuh biasanya mengalami
relaps yang lama, membaik lalu memburuk lagi yang berakhir dengan uremia.
Kejadian awal dari kebanyakan kasus ini merupakan suatu reaksi antigen-antibodi pada
glomerulus yang meningkatkan permeabilitas Membran Dasar Glomerulus, proteinuria
massif dan hipoalbumia. Pasien-pasien yang menderita sindroma nefrotik biasanya
mengeluarkan 5-15 gr protein per 24 jam. Hipoalbuminemia, dengan menurunkan tekanan
osmotic koloid (COP), cendrung menimbulkan transudasi keluarnya cairan dari ruang
vascular ke ruang interstisium. Ini merupakan mekanisme langsung penyebab terjadinya
udema, hipovolumia akibat penurunan Aliran Plasma Ginjal (RPF) dan Kecepatan Filtrasi
Glomerular (GFR) mengaktifkan reseptor volume antrium kiri. Akibatnya terjadi
peningkatanproduksi ADH. Garam dan air diiretensi oleh ginjal, sehingga memperberat
udema. Berulangnya rangkaian kejadian tersebut mengakibatkan terjadinya udema massif,
tetapi jumlah protein yang dikeluarkan tidak berbanding langsung dengan beratnya udema,
karena setiap orang berbeda kecepatan sintetis proteinnya untuk pengganti yang telah hilang.
Penyebab hiperlipidemia yang sering menyertai sindroma nefrotik tidak jelas. Kolesterol
serum, fosfolipid dan trigliserida biasanya mengalami peningkatan, perhatikan bahwa
mekanisme udema nefrotik berbeda dengan mekanisme Glomerulonefritis poststreptokokus
Akut (APSGN).
Sindrom nefrotik kongenital (Congenital nephrotic syndrome, CNS) adalah sebuah sindrom
kelainan ginjal yang sangat jarang terjadi, biasanya ditandai dengan simtoma proteinuria
berat, hipoproteinemia dan edema yang dapat diamati segera setelah terjadinya persalinan.
Pada umumnya, CNS disebabkan oleh defisiensi komponen penyusun glomerular filtration
barrier, terutama nefrin dan podosin. Terapi CNS dapat berupa infusi albumin untuk
mencegah terjadinya edema yang dapat merenggut jiwa penderita, asupan gizi dengan kalori
sangat tinggi dan hormon tiroksin.
Epeidemiologi
Biopsi studi pada anak dengan sindrom nefrotik telah menunjukkan sejenis histologi di India
dan Turki, dibandingkan dengan apa yang diharapkan di negara Barat. Pada orang dewasa
Pakistan dengan sindrom nefrotik., Spektrum histologis dari biopsi ginjal ditemukan untuk
menjadi serupa dengan yang terlihat di negara-negara barat.
Di sebagian Afrika dan Timur Tengah (misalnya, Mesir), penyakit glomerular dapat
berhubungan dengan infeksi urogenital schistosomal [20] Namun, apa yang disebut sindrom
nefrotik tropis (misalnya, dari penyakit parasit seperti malaria atau schistosomiasis).
Mungkin tidak menjadi entitas yang benar.
Doe dkk melaporkan penyebab sindrom nefrotik pada anak-anak Afrika dan tidak
menemukan bukti untuk peran mendominasi steroid tahan glomerulopathies tropis, melainkan
biopsi ginjal yang paling sering menunjukkan temuan histologis khas (glomerulosklerosis
fokal dan segmental dan penyakit perubahan minimal).
Sambungan dari sindrom nefrotik terhadap malaria quartan tidak mapan. Memang, Pakasa
dan Sumaili meminta perhatian terhadap penurunan nyata dari parasit terkait sindrom nefrotik
di Kongo. Ada kemungkinan bahwa hubungan yang dirasakan antara sindrom nefrotik dan
infeksi parasit adalah kebetulan, karena didukung oleh peningkatan berkelanjutan dan
mungkin terjadinya penyakit ginjal kronis di Kongo.
Karena diabetes adalah penyebab utama sindrom nefrotik, Indian Amerika, Hispanik, dan
Afrika-Amerika memiliki insiden yang lebih tinggi sindrom nefrotik daripada orang kulit
putih. HIV nefropati merupakan komplikasi infeksi HIV yang tidak biasa dalam putih, hal ini
terlihat dengan frekuensi yang lebih besar di Afrika Amerika glomerulosklerosis fokal
tampaknya overrepresented di Afrika-Amerika anak-anak, dibandingkan dengan anak putih,
sebagai penyebab nefrotik. sindrom.
Ada dominasi laki-laki dalam terjadinya sindrom nefrotik, karena ada untuk penyakit ginjal
kronis pada umumnya. Ini overrepresentation pria juga terlihat di membranous nephropathy
paraneoplastic. Namun, nefritis lupus mempengaruhi kebanyakan wanita.
Penyebab
Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa
ular.
Penyebab utama umum dari sindrom nefrotik termasuk penyakit ginjal seperti minimal-
perubahan nefropati, membranous nephropathy, dan glomerulosklerosis fokal. Penyebab
sekunder termasuk penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus, dan
amiloidosis. Glomerulosklerosis fokal kongenital dan herediter mungkin hasil dari mutasi gen
yang kode untuk protein podocyte, termasuk nephrin, podocin, atau saluran kation 6 protein.
Sindrom nefrotik dapat hasil dari penyalahgunaan obat, seperti heroin.
Nefrotik-range proteinuria terjadi pada trimester ketiga kehamilan adalah temuan klasik
preeklamsia. Dalam kondisi itu, juga dikenal sebagai toksemia, hipertensi berkembang juga.
Hal itu dapat terjadi de novo atau dapat ditumpangkan pada lain penyakit ginjal kronis.
Dalam kasus terakhir, akan telah ada sebelumnya proteinuria yang akan memburuk selama
kehamilan.
Obat dapat menyebabkan sindrom nefrotik. Ini termasuk kejadian yang sangat jarang
minimal-perubahan nefropati dengan penggunaan NSAID, dan terjadinya nefropati
membranosa dengan administrasi emas dan penisilamin, obat yang lebih tua yang digunakan
untuk penyakit rematik, ada juga laporan dari glomerulosklerosis fokal dalam hubungan
dengan intravena bifosfonat. Lithium dan interferon terapi juga terlibat dalam
glomerulosklerosis fokal dari jenis runtuh.
Terdapat sekitar 6000 kasus baru membranous nephropathy per tahun di Amerika Serikat, ada
1,5 juta kasus baru kanker nonskin. Oleh karena itu, dari sudut pandang ahli onkologi itu,
masalah membranous nephropathy paraneoplastik adalah sepele.
Meskipun demikian, analisis dilakukan dengan hati-hati dari Perancis menyarankan bahwa
tingkat kanker pada orang dengan nefropati membranosa adalah sekitar 10-kali lipat lebih
tinggi daripada di populasi umum, terutama pada individu di atas usia 65 tahun.Dalam
penelitian tersebut., 50% dari kasus membranous nephropathy didiagnosis sebelum diagnosis
kanker. Dengan demikian, pada beberapa pasien dengan nefropati membranosa, orang harus
mempertimbangkan kemungkinan kanker terdiagnosis.
Glomerulosklerosis (GS):
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe
kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih
sedikit dibandingkan pada anak-anak.
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-
data di luar negeri. Wila Wirya 5 menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer 6 di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi.
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai
akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Patofisiologi
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan
aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase.
Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan
pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.
Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah
sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik
menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan
peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron,
sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal
natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada
stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume
plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan
ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang
meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.
Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin
merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.
Manifestasi klinis
Sembab. Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95%
anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga
keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat
intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab
menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). Sembab berpindah dengan perubahan
posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan
kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak
bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita
dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab
biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS
atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih
hebat pada pasien SNKM.
Proteinuria Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari.
Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien
dengan tipe yang lain.
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya
terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan
kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat
normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal
dengan ekogenisitas yang normal.
Diagnosis
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan
lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang
ditemukan hipertensi.
Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria.
Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin
terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi
ginjal.
urinalisis
serum albumin
ultrasonografi ginjal
biopsi ginjal
Pada bayi dengan sindrom nefrotik, pengujian genetik untuk mutasi NPHS1 dan
NPHS2 mungkin berguna. Ini adalah mutasi nephrin dan podocin, masing-masing.
Pada anak dengan steroid tahan sindrom nefrotik, pengujian untuk mutasi NPHS2
dapat diindikasikan.
Pemeriksaan Urinalisis
Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom nefrotik.
Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick bacaan, atau dengan
pengujian semikuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3 + membaca merupakan
300 mg / dL dari protein urin atau lebih, yaitu 3 g / L atau lebih dan dengan demikian
dalam kisaran nefrotik. Pemeriksaan dipsticks Kimia albumin adalah protein utama
yang diuji.
Adanya lebih dari 2 sel darah merah (sel darah merah) per bidang daya tinggi
merupakan indikasi dari microhematuria. Microhematuria dapat terjadi di
membranous nephropathy tapi tidak di minimal-perubahan nefropati.
Penyakit glomerular dapat memungkinkan sel darah merah untuk melintasi membran
glomerulus ruang bawah tanah yang rusak, dan sel darah merah di sedimen kemudian
dapat berubah bentuk, atau dismorfik. Hal ini menunjukkan penyakit glomerulus
dengan peradangan dan kerusakan struktur normal (yaitu, nefritis, dan dengan
demikian gambar nefritik, dengan hematuria, oliguria, azotemia, dan hipertensi). Ini
bisa terjadi pada, misalnya, sindrom nefrotik berkaitan dengan nefropati IgA atau
glomerulonefritis proliferatif.
Lebih dari 2 granular casts di seluruh sedimen merupakan biomarker untuk penyakit
parenkim ginjal. Variabel kaliber granular gips titik ke fungsi ginjal berkurang.
Pengukuran protein urin Protein urin diukur dengan koleksi tepat atau kumpulan
titik tunggal. Sebuah koleksi yang berjadwal biasanya dilakukan selama 24-jam,
mulai pukul 7 pagi dan finishing pada hari berikutnya pada waktu yang sama. Pada
individu sehat, tidak ada lebih dari 150 mg protein total dalam koleksi urin 24-jam.
Kumpulan titik tunggal urin jauh lebih mudah untuk mendapatkan. Ketika rasio
protein urin untuk kreatinin urin lebih besar dari 2 g / g, ini sesuai dengan 3 g protein
urin per hari atau lebih. Dengan tepat jenis protein urin adalah kepentingan potensial.
Ini dapat diuji dengan elektroforesis protein urin. Proteinuria yang tidak termasuk
albumin dapat menunjukkan proteinuria meluap yang terjadi pada paraproteinemias,
seperti multiple myeloma.
DIAGNOSIS BANDING
Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema
Quincke.
Glomerulonefritis akut
Diabetic Nephropathy
Glomerulonephritis, Chronic
Glomerulonephritis, Membranous
HIV Nephropathy
IgA Nephropathy
Minimal-Change Disease
Nephritis, Radiation
Penyulit
Infeksi
Hambatan pertumbuhan
Gagal ginjal akut atau kronik
Penanganan
Pengobatan spesifik
Pengobatan spesifik dari sindrom nefrotik tergantung pada penyebab penyakit itu.
Pada minimal-perubahan nefropati, glukokortikosteroid, seperti prednison, digunakan.
Anak-anak yang kambuh setelah keberhasilan penggunaan prednison atau yang tidak
menanggapi prednison (yaitu, mereka dengan steroid-tahan penyakit) dapat diobati
dengan rituximab, antibodi terhadap sel-B. Rituximab juga telah digunakan di
membranous nephropathy pada orang dewasa.
Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel berikut :
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
RemisiKambuh Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3
hari berturut-turut.Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam
Kambuh tidak sering selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.
Kambuh sering Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.
Responsif-steroid Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau 4 kali
kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Dependen-steroid
Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.
Resisten-steroid
Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,
Responder lambat atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
Nonresponder awal Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60
mg/m2/hari selama 4 minggu.
Nonresponder lambat
Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
tambahan terapi lain.
PROTOKOL PENGOBATAN
Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi
diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi
ginjal.
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.
Berantas infeksi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada
hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison
diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu,
akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid
dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila
pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi,
terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
Farmakoterapi
Rituximab Rituximab telah efektif pada beberapa kasus sindrom nefrotik yang
kambuh setelah pengobatan prednison atau dalam kasus yang resisten terhadap
pengobatan prednison. Obat ini adalah antibodi murine atau melawan antigen CD20
sel B. Ini mungkin diberikannya manfaatnya oleh produksi antibodi menekan. Efek
negatifnya menyebabkan imunosupresi tidak dapat diabaikan.
Intervensi Diet
Tujuan diet pada penderita sindrom Nefrotik adalah untuk mengganti kehilangan protein
terutama albumin atau mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh
Selain itu juga bertujuan memonitor hiperkolesterolimia dan penumpukan trigliserida serta
mengontrol hipertensi dan engatasi anoreksia
Diet pada pasien dengan sindrom nefrotik harus menyediakan energi yang cukup
(kalori) dan asupan protein yang cukup (1-2 g / kg / hari).
Tambahan protein diet adalah tidak ada nilai terbukti. Diet tanpa garam ditambahkan
akan membantu untuk membatasi kelebihan cairan.
Pengelolaan hiperlipidemia bisa penting beberapa jika negara nefrotik terjadi
berkepanjangan.
Ada pembatasan aktivitas tidak untuk pasien dengan sindrom nefrotik. Kegiatan yang
sedang berlangsung, daripada bedrest, akan mengurangi risiko pembekuan darah.
Syarat Diet
Protein sedang, yaitu 1,0 g/kg BBA, atau 0,8 g/kg BBA ditambah dengan jumlah
protein yang dikeluarkan melalui urine. Utamakan penggunaan protein yang bernilai
biologi tinggi
Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada peningkatan trigliserida
darah.
Karena gejala penyakit bersifat sangat individual, diet disusun secara individual, dengan
menyatakan banyak protein dan natrium yang dibutuhkan didalam diet. Misalnya: Diet
Sindroma Nefrotik, Energi: 1750 kkal, Protein: 50 g, Na: 2 g.
PROGNOSIS
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid. Prognosis
umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
Disertai hipertensi.
Disertai hematuria.
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
Kumar J, Gulati S, Sharma AP, Sharma RK, Gupta RK. Histopathological spectrum of
childhood nephrotic syndrome in Indian children. Pediatr Nephrol. Jul
2003;18(7):657-60.
Doe JY, Funk M, Mengel M, et al. Nephrotic syndrome in African children: lack of
evidence for tropical nephrotic syndrome?. Nephrol Dial Transplant. 2006;21:672-
676.
Pakasa NM, Sumaili EK. The nephrotic syndrome in the Democratic Republic of
Congo. N Engl J Med. Mar 9 2006;354(10):1085-6.
Sumaili EK, Krzesinski JM, Zinga CV, Cohen EP, Delanaye P, Munyanga SM, et al.
Prevalence of chronic kidney disease in Kinshasa: results of a pilot study from the
Democratic Republic of Congo. Nephrol Dial Transplant. Jan 2009;24(1):117-22.
Arneil GC, Lam CN. Long-term assessment of steroid therapy in childhood nephrosis.
Lancet. Oct 15 1966;2(7468):819-21.
Donadio JV Jr, Torres VE, Velosa JA, Wagoner RD, Holley KE, Okamura M.
Idiopathic membranous nephropathy: the natural history of untreated patients. Kidney
Int. Mar 1988;33(3):708-15.
Jude EB, Anderson SG, Cruickshank JK, et al. Natural history and prognostic factors
of diabetic nephropathy in type 2 diabetes. Quart J Med. 2002;95:371-7.
Varghese SA, Powell TB, Budisavljevic MN, et al. Urine biomarkers predict the cause
of glomerular disease. J Am Soc Nephrol. 2007;18:913-22.
Cohen EP, Lemann J. The role of the laboratory in evaluation of kidney function. Clin
Chem. 1991;37:785-796.
Palmer SC, Nand K, Strippoli GF. Interventions for minimal change disease in adults
with nephrotic syndrome. Cochrane Database Syst Rev. Jan 23 2008;CD001537.
Fervenza FC, Abraham RS, Erickson SB, et al. Rituximab therapy in idiopathic
membranous nephropathy: a two year study. Clin J Am Soc Nephrol. 2010;5:2188-
2198.
Gulati A, Sinha A, Jordan SC, Hari P, Dinda AK, Sharma S, et al. Efficacy and safety
of treatment with rituximab for difficult steroid-resistant and -dependent nephrotic
syndrome: multicentric report. Clin J Am Soc Nephrol. Dec 2010;5(12):2207-12.
Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI pp. 381-426.
International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic syndrome in
children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at
time of diagnosis. Kidney Int 13 : 159.
A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981. The primary
nephrotic syndrome in children : Identification of patients with minimal change
nephrotic syndrome from initial response to prednison. J Pediatr 98 : 561.
Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier RW, editor.
Renal and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little, Brown and Company pp.
681-726.
Provided By
DOKTER INDONESIA ONLINE Yudhasmara Foundation Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210, phone
Supported By GRoW UP CLINIC Jakarta Focus and Interest on: *** Allergy Clinic Online *** Picky Eaters and Growup Clinic For
Children, Teen and Adult (Klinik Khusus Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan) *** Children Foot Clinic ***
Physical Medicine and Rehabilitation Clinic *** Oral Motor Disorders and Speech Clinic *** Children Sleep Clinic *** Pain Management
Clinic Jakarta *** Autism Clinic *** Children Behaviour Clinic *** Motoric & Sensory Processing Disorders Clinic *** NICU Premature
Follow up Clinic *** Lactation and Breastfeeding Clinic *** Swimming Spa Baby & Medicine Massage Therapy For Baby, Children and
Teen ***
Dr Narulita Dewi SpKFR, Physical Medicine & Rehabilitation curriculum vitae HP 085777227790 PIN BB 235CF967 Clinical Editor in
Copyright 2014 @ Dokter Indonesia Online Informasi Edukasi Networking. All rights reserved
Iklan
***Kesehatan Tersering
***Penyakit Berbahaya
Populer
Terkini
Konsultasi
Maret 6, 2012
Mei 6, 2012
Desember 5, 2012
Maret 6, 2012
Cari Artikel
Artikel Terekomendasi
Cara Pemilihan Susu Terbaik Bagi Anak, Bukan Yang Terkenal Termahal Disukai
Trending Topic
Cara Pemilihan Susu Terbaik Bagi Anak, Bukan Yang Terkenal Termahal Disukai
Jumlah Takaran dan Jenis Makan, Minum dan MPASI Bayi Usia 0 12 bulan
Indonesia Links