You are on page 1of 23

DOKTER INDONESIA ONLINE

Info & Edukasi Kesehatan Terkini Dokter Indonesia


Home

Dokter Spesialis

Informasi Penting

Konsultasi Online

Profesional

Favorit

Klinik Favorit

About Us

Tag Archives: Sindrom Nefrotik


Penanganan Terkini Sindrom Nefrotik, Gangguan Ginjal
Tersering Pada Anak
Posted on Mei 3, 2012 by The Doctor Indonesia One comment
Sindrom nefrotik adalah penyakit ginjal dengan proteinuria, hipoalbuminemia edema,
dan. Nefrotik-range proteinuria adalah 3 gram per hari atau lebih. Pada koleksi urin
spot tunggal, itu adalah 2 g protein per gram kreatinin urin. Ada beberapa penyebab
yang spesifik banyak sindrom nefrotik. Ini termasuk penyakit ginjal seperti minimal-
change nephropathy, focal glomerulosclerosis, and membranous nephropathy. Sindrom
nefrotik juga bisa terjadi akibat penyakit sistemik yang mempengaruhi organ lain
selain ginjal, seperti diabetes, amiloidosis, dan lupus eritematosus. Sindrom nefrotik
dapat mempengaruhi orang dewasa dan anak-anak, dari kedua jenis kelamin dan ras
apapun. Hal itu dapat terjadi dalam bentuk yang khas, atau dalam hubungan dengan
sindrom nefritik. Yang terakhir berkonotasi peradangan glomerulus, dengan hematuria
dan fungsi ginjal terganggu.

Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif
adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.
Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala
klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang
azotemia.

Syndroma nefrotik merupakan keadaan klinik di mana terjadi sindroma nefrotik. Syndroma
nefrotik merupakan keadaan klinik dimana terjadi proteinuria massif ( > 3,5 g/hari,
hipoalbuminemia, udema dan hiperlipidemia, biasanya kadar BUN normal.

Menurut Robson dari 1400 kasus, beberapa glomerulonefritis primer merupakan penyebab
dari 78 % sindroma Nefrotik pada orang dewasa da 93 % pada anak-anak. Dari 22 % daRI
orang dewasa keadaan ini disebabkan oleh gangguan sistemik (terutama diabetes, amiloidosis
dan thrombosis vena renalis, gangguan-gangguan sistemik tersebut secara sekunder juga
mempengaruhi ginjal atau mungkin juga akibat respon abnormal terhadap obat-obatan atau
allergen-alergen lainnya. Terdapat keadaan histologist yang ditemukan pada nefrotik
syndrome yang termasuk kategori umum glomerulonefritis, yaitu perubahan minimal,
perubahan membranosa, perubahan proliferates dan campuran perubahan membranosa dan
proliferative glumerulonefritis. Glumerulonefritis fokal lebih jarang menyebabkan
sindromanefrotik.

Glomerulonefritis (GN) perubahan minimal pada lesi yang khas dari nefrotik syndrome pada
anak (69%) dan merupakan penyebab dari 18 % kasus yang dialami orang dewasa.
Glumerulonefritis perubahan minimal ini merupakan bentuk utama dari dari
glumerulonefritis dimana mekanisme patogenetik imun tampaknya tidak ikut berperan.
Kedaan ini biasanya berhasil di obati dengan kortikosteroid. Pada sebagian kecil pasien yang
tidak memberikan respon terhadap terapi steroid, maka kadang-kadang penyakit dapat
ditekan dengan menggunakan obat imunosupresif, seperti siklofosfamida (cytoksin) atau
azatioprin (Imuran). Sebagian kecil pasien yang tidak dapat sembuh biasanya mengalami
relaps yang lama, membaik lalu memburuk lagi yang berakhir dengan uremia.

Glomerulonefritis (GN) perubahan membranosa merupakan penyebab dari 25 % kasus


nefrotik sindroma pada orang dewasa dan hanya 2 % pada anak-anak. Sekitar 95 % pasien ini
menderita azotemia dan meninggal akibat uremia dalam waktu 10 sampai 20 tahun.
Perubahan histologis yang terutama adalah penebalan membran dasar yang dapat terlihat baik
oleh mikroskop electron maupun mikroskop cahaya.
Glomerulonefritis perubahan proliferative dan membranoproliferatif merupakan penyebab
dari 35 % sisa kasus pada orang dewasa yang menderita nefrotik dindroma dan 22 % pada
anak-anak. GN perubahan proliferative ditrandai oleh hiperselularitas dan sekaligus
penebalan membrane dasar. Respon terhadap terapi pada berbagai jenis glomerulonefritis ini
umumnya tidak baik dan secara progresif terjadi gagal ginjal.

Kejadian awal dari kebanyakan kasus ini merupakan suatu reaksi antigen-antibodi pada
glomerulus yang meningkatkan permeabilitas Membran Dasar Glomerulus, proteinuria
massif dan hipoalbumia. Pasien-pasien yang menderita sindroma nefrotik biasanya
mengeluarkan 5-15 gr protein per 24 jam. Hipoalbuminemia, dengan menurunkan tekanan
osmotic koloid (COP), cendrung menimbulkan transudasi keluarnya cairan dari ruang
vascular ke ruang interstisium. Ini merupakan mekanisme langsung penyebab terjadinya
udema, hipovolumia akibat penurunan Aliran Plasma Ginjal (RPF) dan Kecepatan Filtrasi
Glomerular (GFR) mengaktifkan reseptor volume antrium kiri. Akibatnya terjadi
peningkatanproduksi ADH. Garam dan air diiretensi oleh ginjal, sehingga memperberat
udema. Berulangnya rangkaian kejadian tersebut mengakibatkan terjadinya udema massif,
tetapi jumlah protein yang dikeluarkan tidak berbanding langsung dengan beratnya udema,
karena setiap orang berbeda kecepatan sintetis proteinnya untuk pengganti yang telah hilang.
Penyebab hiperlipidemia yang sering menyertai sindroma nefrotik tidak jelas. Kolesterol
serum, fosfolipid dan trigliserida biasanya mengalami peningkatan, perhatikan bahwa
mekanisme udema nefrotik berbeda dengan mekanisme Glomerulonefritis poststreptokokus
Akut (APSGN).

Sindrom nefrotik kongenital

Sindrom nefrotik kongenital (Congenital nephrotic syndrome, CNS) adalah sebuah sindrom
kelainan ginjal yang sangat jarang terjadi, biasanya ditandai dengan simtoma proteinuria
berat, hipoproteinemia dan edema yang dapat diamati segera setelah terjadinya persalinan.
Pada umumnya, CNS disebabkan oleh defisiensi komponen penyusun glomerular filtration
barrier, terutama nefrin dan podosin. Terapi CNS dapat berupa infusi albumin untuk
mencegah terjadinya edema yang dapat merenggut jiwa penderita, asupan gizi dengan kalori
sangat tinggi dan hormon tiroksin.

Epeidemiologi

Biopsi studi pada anak dengan sindrom nefrotik telah menunjukkan sejenis histologi di India
dan Turki, dibandingkan dengan apa yang diharapkan di negara Barat. Pada orang dewasa
Pakistan dengan sindrom nefrotik., Spektrum histologis dari biopsi ginjal ditemukan untuk
menjadi serupa dengan yang terlihat di negara-negara barat.

Di sebagian Afrika dan Timur Tengah (misalnya, Mesir), penyakit glomerular dapat
berhubungan dengan infeksi urogenital schistosomal [20] Namun, apa yang disebut sindrom
nefrotik tropis (misalnya, dari penyakit parasit seperti malaria atau schistosomiasis).
Mungkin tidak menjadi entitas yang benar.

Doe dkk melaporkan penyebab sindrom nefrotik pada anak-anak Afrika dan tidak
menemukan bukti untuk peran mendominasi steroid tahan glomerulopathies tropis, melainkan
biopsi ginjal yang paling sering menunjukkan temuan histologis khas (glomerulosklerosis
fokal dan segmental dan penyakit perubahan minimal).
Sambungan dari sindrom nefrotik terhadap malaria quartan tidak mapan. Memang, Pakasa
dan Sumaili meminta perhatian terhadap penurunan nyata dari parasit terkait sindrom nefrotik
di Kongo. Ada kemungkinan bahwa hubungan yang dirasakan antara sindrom nefrotik dan
infeksi parasit adalah kebetulan, karena didukung oleh peningkatan berkelanjutan dan
mungkin terjadinya penyakit ginjal kronis di Kongo.

Karena diabetes adalah penyebab utama sindrom nefrotik, Indian Amerika, Hispanik, dan
Afrika-Amerika memiliki insiden yang lebih tinggi sindrom nefrotik daripada orang kulit
putih. HIV nefropati merupakan komplikasi infeksi HIV yang tidak biasa dalam putih, hal ini
terlihat dengan frekuensi yang lebih besar di Afrika Amerika glomerulosklerosis fokal
tampaknya overrepresented di Afrika-Amerika anak-anak, dibandingkan dengan anak putih,
sebagai penyebab nefrotik. sindrom.

Ada dominasi laki-laki dalam terjadinya sindrom nefrotik, karena ada untuk penyakit ginjal
kronis pada umumnya. Ini overrepresentation pria juga terlihat di membranous nephropathy
paraneoplastic. Namun, nefritis lupus mempengaruhi kebanyakan wanita.

Penyebab

Penyebab yang sering dijumpai adalah :

Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,


miksedema.

Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.

Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa
ular.

Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura


Henoch-Schnlein, sarkoidosis.

Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

Penyebab utama umum dari sindrom nefrotik termasuk penyakit ginjal seperti minimal-
perubahan nefropati, membranous nephropathy, dan glomerulosklerosis fokal. Penyebab
sekunder termasuk penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus, dan
amiloidosis. Glomerulosklerosis fokal kongenital dan herediter mungkin hasil dari mutasi gen
yang kode untuk protein podocyte, termasuk nephrin, podocin, atau saluran kation 6 protein.
Sindrom nefrotik dapat hasil dari penyalahgunaan obat, seperti heroin.

Nefrotik-range proteinuria terjadi pada trimester ketiga kehamilan adalah temuan klasik
preeklamsia. Dalam kondisi itu, juga dikenal sebagai toksemia, hipertensi berkembang juga.
Hal itu dapat terjadi de novo atau dapat ditumpangkan pada lain penyakit ginjal kronis.
Dalam kasus terakhir, akan telah ada sebelumnya proteinuria yang akan memburuk selama
kehamilan.

Obat dapat menyebabkan sindrom nefrotik. Ini termasuk kejadian yang sangat jarang
minimal-perubahan nefropati dengan penggunaan NSAID, dan terjadinya nefropati
membranosa dengan administrasi emas dan penisilamin, obat yang lebih tua yang digunakan
untuk penyakit rematik, ada juga laporan dari glomerulosklerosis fokal dalam hubungan
dengan intravena bifosfonat. Lithium dan interferon terapi juga terlibat dalam
glomerulosklerosis fokal dari jenis runtuh.

Nefrotik-range proteinuria dapat terjadi dengan penggunaan agen antikanker, seperti


bevacizumab, yang menghambat faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) [14]. Namun,
gambaran klinis dari komplikasi ini adalah dari microangiopathy trombotik daripada sindrom
nefrotik per se . Katerkaitan membranous nephropathy dengan dengan kanker adalah dilema
klinis. Asosiasi ini mungkin hasil dari cedera kompleks kebal terhadap glomerulus yang
disebabkan oleh antigen kanker.

Terdapat sekitar 6000 kasus baru membranous nephropathy per tahun di Amerika Serikat, ada
1,5 juta kasus baru kanker nonskin. Oleh karena itu, dari sudut pandang ahli onkologi itu,
masalah membranous nephropathy paraneoplastik adalah sepele.
Meskipun demikian, analisis dilakukan dengan hati-hati dari Perancis menyarankan bahwa
tingkat kanker pada orang dengan nefropati membranosa adalah sekitar 10-kali lipat lebih
tinggi daripada di populasi umum, terutama pada individu di atas usia 65 tahun.Dalam
penelitian tersebut., 50% dari kasus membranous nephropathy didiagnosis sebelum diagnosis
kanker. Dengan demikian, pada beberapa pasien dengan nefropati membranosa, orang harus
mempertimbangkan kemungkinan kanker terdiagnosis.

Gejala klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

Sindrom nefrotik primer.

Faktor penyebab Sindrom nefrotik primer, tidak diketahui. Dikatakan sindrom


nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan
pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering
dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik
kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir
atau usia di bawah 1 tahun.

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan


menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in
Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan
mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan
mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan
klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan
terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in
Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).

Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer

Kelainan minimal (KM)

Glomerulosklerosis (GS):

1. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)


2. Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

Glomerulonefritis kresentik (GNK)Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

1. GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

2. GNMP tipe II dengan deposit intramembran

3. GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial

Glomerulopati membranosa (GM)Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe
kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih
sedikit dibandingkan pada anak-anak.

Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-
data di luar negeri. Wila Wirya 5 menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer 6 di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi.

Sindrom nefrotik sekunder

Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai
akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.

Patofisiologi

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik,


namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat
menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel
kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan
albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.
Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul
akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma
dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan
aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase.
Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan
pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler.


Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang
intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau
volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi
natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan
tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran
plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya
mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan


aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga
produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal
dengan teori underfill.

Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah
sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik
menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan
peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron,
sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal
natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada
stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume
plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan
ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang
meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.

Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin
merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.

Manifestasi klinis

Sembab. Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95%
anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga
keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat
intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab
menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). Sembab berpindah dengan perubahan
posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan
kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak
bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita
dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab
biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS
atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih
hebat pada pasien SNKM.

Gangguan gastrointestinal Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam


perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab
masif yang disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis
albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri
perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang
kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan
menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi
berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat
menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya distensi
abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu,
bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian
infus albumin dan diuretik.

Gangguan psikososial Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya


pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap
anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah
merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami
oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama
menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.9 Manifestasi
klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95% penderita.
Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal
(SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai
resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Sembab
bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering
menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan,
dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM
mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.

Proteinuria Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari.
Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien
dengan tipe yang lain.

Hipoalbuminemia Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin


serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik,
dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol
LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid
tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.

Hematuria Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik,


namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom
nefrotik.

Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya
terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.

Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan
kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat
normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal
dengan ekogenisitas yang normal.
Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan
lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.

Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang
ditemukan hipertensi.

Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria.
Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin
terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi
ginjal.

Studi diagnostik untuk sindrom nefrotik di antaranya adalah :

urinalisis

pemeriksaan sedimen Urine

pengukuran protein Urin

serum albumin

Serologi untuk infeksi dan kelainan kekebalan tubuh

ultrasonografi ginjal

biopsi ginjal

Pada bayi dengan sindrom nefrotik, pengujian genetik untuk mutasi NPHS1 dan
NPHS2 mungkin berguna. Ini adalah mutasi nephrin dan podocin, masing-masing.

Pada anak dengan steroid tahan sindrom nefrotik, pengujian untuk mutasi NPHS2
dapat diindikasikan.

Penelitian selanjutnya untuk biomarker kemih dimana penyebab dan keparahan


sindrom nefrotik dapat diidentifikasi.

Pemeriksaan Urinalisis
Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom nefrotik.
Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick bacaan, atau dengan
pengujian semikuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3 + membaca merupakan
300 mg / dL dari protein urin atau lebih, yaitu 3 g / L atau lebih dan dengan demikian
dalam kisaran nefrotik. Pemeriksaan dipsticks Kimia albumin adalah protein utama
yang diuji.

Glukosuria menunjuk diabetes.

Pemeriksaan Sedimen Urine

Waxy casts mark proteinuric renal disease. Dengan menggunakan mikroskop


polarisasi, orang dapat melihat tubuh lemak oval dan juga cast lemak. Pada sindrom
nefrotik, terjadi karena filtrasi glomerular dari lipoprotein, penyerapan ini oleh sel-sel
tubular yang kemudian jatuh ke dalam urin. Dilihat polarizer, mayat lemak oval dan
gips lemak menyebabkan penampilanSalib Malta .

Adanya lebih dari 2 sel darah merah (sel darah merah) per bidang daya tinggi
merupakan indikasi dari microhematuria. Microhematuria dapat terjadi di
membranous nephropathy tapi tidak di minimal-perubahan nefropati.

Penyakit glomerular dapat memungkinkan sel darah merah untuk melintasi membran
glomerulus ruang bawah tanah yang rusak, dan sel darah merah di sedimen kemudian
dapat berubah bentuk, atau dismorfik. Hal ini menunjukkan penyakit glomerulus
dengan peradangan dan kerusakan struktur normal (yaitu, nefritis, dan dengan
demikian gambar nefritik, dengan hematuria, oliguria, azotemia, dan hipertensi). Ini
bisa terjadi pada, misalnya, sindrom nefrotik berkaitan dengan nefropati IgA atau
glomerulonefritis proliferatif.

Lebih dari 2 granular casts di seluruh sedimen merupakan biomarker untuk penyakit
parenkim ginjal. Variabel kaliber granular gips titik ke fungsi ginjal berkurang.

Pengukuran protein urin Protein urin diukur dengan koleksi tepat atau kumpulan
titik tunggal. Sebuah koleksi yang berjadwal biasanya dilakukan selama 24-jam,
mulai pukul 7 pagi dan finishing pada hari berikutnya pada waktu yang sama. Pada
individu sehat, tidak ada lebih dari 150 mg protein total dalam koleksi urin 24-jam.
Kumpulan titik tunggal urin jauh lebih mudah untuk mendapatkan. Ketika rasio
protein urin untuk kreatinin urin lebih besar dari 2 g / g, ini sesuai dengan 3 g protein
urin per hari atau lebih. Dengan tepat jenis protein urin adalah kepentingan potensial.
Ini dapat diuji dengan elektroforesis protein urin. Proteinuria yang tidak termasuk
albumin dapat menunjukkan proteinuria meluap yang terjadi pada paraproteinemias,
seperti multiple myeloma.

Dalam kasus proteinuria selektif, mungkin ada kebocoran muatan-selektif albumin di


seluruh penghalang glomerulus, mungkin karena muatan negatif berkurang pada
penghalang itu, sedangkan proteinurias nonselektif akan menunjuk cedera glomerulus
yang lebih substansial dan mungkin juga untuk respon yang lebih rendah untuk
pengobatan prednison .
Tes serum untuk fungsi ginjal Tes serum untuk fungsi ginjal sangat penting. Serum
kreatinin akan berada dalam kisaran normal pada sindrom nefrotik tidak rumit, seperti
yang terjadi di minimal-perubahan nefropati. Pada anak-anak, tingkat kreatinin serum
akan lebih rendah daripada pada orang dewasa. Tingkat dewasa kreatinin serum
normal adalah sekitar 1 mg / dL, sedangkan untuk anak berusia 5 tahun akan menjadi
sekitar 0,5 mg / dL. Nilai lebih tinggi dari ini mengindikasikan fungsi ginjal
berkurang.

DIAGNOSIS BANDING

Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema
Quincke.

Glomerulonefritis akut

Lupus sistemik eritematosus.

Diabetic Nephropathy

Focal Segmental Glomerulosclerosis

Glomerulonephritis, Chronic

Glomerulonephritis, Membranous

HIV Nephropathy

IgA Nephropathy

Light Chain-Associated Renal Disorders

Minimal-Change Disease

Nephritis, Radiation

Sickle Cell Nephropathy

Penyulit

Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia

Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas

Infeksi

Hambatan pertumbuhan
Gagal ginjal akut atau kronik

Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan


emosi dan perilaku.

Penanganan

Pengobatan spesifik
Pengobatan spesifik dari sindrom nefrotik tergantung pada penyebab penyakit itu.
Pada minimal-perubahan nefropati, glukokortikosteroid, seperti prednison, digunakan.
Anak-anak yang kambuh setelah keberhasilan penggunaan prednison atau yang tidak
menanggapi prednison (yaitu, mereka dengan steroid-tahan penyakit) dapat diobati
dengan rituximab, antibodi terhadap sel-B. Rituximab juga telah digunakan di
membranous nephropathy pada orang dewasa.

Dalam beberapa bentuk nefritis lupus, prednison dan siklofosfamid berguna.


Amiloidosis sekunder dengan sindrom nefrotik dapat menanggapi pengobatan anti-
inflamasi dari penyakit primer.

Dalam membranous nephropathy, manajemen hamil tanpa imunosupresi dapat


digunakan untuk 6 bulan pertama, pada pasien dengan risiko rendah untuk kemajuan
(yaitu, mereka yang memiliki tingkat kreatinin serum <1,5 mg / dL). Pasien dengan
insufisiensi ginjal (kreatinin serum tingkat> 1,5 mg / dL) mempunyai risiko lebih
besar untuk pengembangan stadium akhir penyakit ginjal dan harus menerima terapi
imunosupresif.

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa


memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus.
Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.

Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel berikut :

Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
RemisiKambuh Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3
hari berturut-turut.Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam
Kambuh tidak sering selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh sering Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.

Responsif-steroid Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau 4 kali
kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Dependen-steroid
Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.
Resisten-steroid
Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,
Responder lambat atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
Nonresponder awal Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60
mg/m2/hari selama 4 minggu.
Nonresponder lambat
Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
tambahan terapi lain.

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

PROTOKOL PENGOBATAN

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai


dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80
mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40
mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah
itu pengobatan dihentikan.

Sindrom nefrotik serangan pertama

Perbaiki keadaan umum penderita :

Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi
diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi
ginjal.

Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.

Berantas infeksi.

Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada
hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.

Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah


diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita
mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan,
prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi
pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.

Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse


ditegakkan.
Perbaiki keadaan umum penderita.

Sindrom nefrotik kambuh tidak sering


Adalah sindrom nefrotik yang kambuh 4 kali dalam masa 12 bulan.

1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison
diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu,
akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid
dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila
pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi,
terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.

Farmakoterapi

Kortikosteroid Kortikosteroid (prednison), cyclophosphamide, dan siklosporin


digunakan untuk menginduksi remisi pada sindrom nefrotik. Diuretik digunakan
untuk mengurangi edema. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan
angiotensin II reseptor blocker diberikan untuk mengurangi proteinuria.

Pengobatan harus ditentukan oleh jenis patologi ginjal menyebabkan sindrom


nefrotik.
Minimal-perubahan penyakit memiliki respon yang sangat baik terhadap
kortikosteroid, sedangkan di glomerulosklerosis fokal, hanya 20% pasien merespon
baik terhadap kortikosteroid. Biopsi ginjal sangat membantu untuk membedakan
minimal-perubahan penyakit dan variannya seperti nefropati IgM dan nefropati C1q.
Percobaan acak Sangat sedikit yang tersedia untuk memandu pengobatan untuk
minimal-perubahan penyakit pada orang dewasa. Prednisone dalam kursus singkat
dari durasi 12-20 minggu tetap menjadi andalan pengobatan untuk pasien dengan
minimal-perubahan penyakit.
Obat imunosupresif selain steroid biasanya disediakan untuk pasien resisten
steroid dengan edema persisten, atau untuk steroid tergantung pasien dengan steroid
yang signifikan terkait efek samping.

Cyclophosphamide Cyclophosphamide dapat bermanfaat bagi pasien yang sering


kambuh steroid sensitif sindrom nefrotik. Komplikasi yang terkait termasuk
penekanan sumsum tulang, rambut rontok, azoospermia, sistitis hemoragik,
keganasan, mutasi, dan infertilitas.

Siklosporin Siklosporin diindikasikan bila kambuh terjadi setelah pengobatan


siklofosfamid. Siklosporin mungkin lebih baik dalam laki-laki pubertas yang berisiko
terkena siklofosfamid akibat azoospermia. Siklosporin adalah terapi perawatan yang
sangat efektif untuk pasien dengan steroid-sensitif sindrom nefrotik yang mampu
menghentikan steroid atau mengambil dosis yang lebih rendah, namun, beberapa
bukti menunjukkan bahwa meskipun remisi dipertahankan selama siklosporin
diberikan, kambuh sering terjadi ketika pengobatan dihentikan .
Siklosporin dapat nefrotoksik dan dapat menyebabkan hirsutisme, hipertensi, dan
hipertrofi gingiva.

Untuk glomerulosklerosis fokal, predisone, siklosporin, dan siklofosfamid semuanya


telah digunakan dalam pengobatan. Kortikosteroid harus menjadi agen lini pertama,
dengan siklofosfamid atau siklosporin sebagai cadangan untuk steroid resisten kasus.
Mofetil dan rituximab juga telah digunakan dalam mengobati glomerulosklerosis
fokal. Namun, data tentang penggunaan 2 agen yang terakhir tidak meyakinkan.

Untuk nefropati membranosa idiopatik, prednison bersama dengan klorambusil atau


siklofosfamid tetap penting untuk pengobatan. Obat lain yang telah digunakan untuk
pengobatan adalah siklosporin, kortikotropin sintetis, dan rituximab.

Rituximab Rituximab telah efektif pada beberapa kasus sindrom nefrotik yang
kambuh setelah pengobatan prednison atau dalam kasus yang resisten terhadap
pengobatan prednison. Obat ini adalah antibodi murine atau melawan antigen CD20
sel B. Ini mungkin diberikannya manfaatnya oleh produksi antibodi menekan. Efek
negatifnya menyebabkan imunosupresi tidak dapat diabaikan.

Intervensi Diet

Tujuan diet pada penderita sindrom Nefrotik adalah untuk mengganti kehilangan protein
terutama albumin atau mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh
Selain itu juga bertujuan memonitor hiperkolesterolimia dan penumpukan trigliserida serta
mengontrol hipertensi dan engatasi anoreksia

Diet pada pasien dengan sindrom nefrotik harus menyediakan energi yang cukup
(kalori) dan asupan protein yang cukup (1-2 g / kg / hari).

Tambahan protein diet adalah tidak ada nilai terbukti. Diet tanpa garam ditambahkan
akan membantu untuk membatasi kelebihan cairan.
Pengelolaan hiperlipidemia bisa penting beberapa jika negara nefrotik terjadi
berkepanjangan.

Restriksi cairan per se tidak diperlukan.

Ada pembatasan aktivitas tidak untuk pasien dengan sindrom nefrotik. Kegiatan yang
sedang berlangsung, daripada bedrest, akan mengurangi risiko pembekuan darah.

Syarat Diet

Energi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif, yaitu 35 kkal/kg


BBI/hari

Protein sedang, yaitu 1,0 g/kg BBA, atau 0,8 g/kg BBA ditambah dengan jumlah
protein yang dikeluarkan melalui urine. Utamakan penggunaan protein yang bernilai
biologi tinggi

Lemak sedang, yaitu 15 29 % dari kebutuhan energy total. Perbandingan lemak


jenuh, lemak jenuh tunggal dan lemak jenuh ganda adalah : 1: 1:1.
Karbohidrat sebagai sisa kebutuhan energy. Utamakan penggunaan karbohidrat
kompleks

Natrium dibatasi, yaitu 1- 4 g sehari, tergantung berat ringannya edema.

Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada peningkatan trigliserida
darah.

Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui urine


ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan pernafasan.

Jenis dan Indikasi Pemberian;

Karena gejala penyakit bersifat sangat individual, diet disusun secara individual, dengan
menyatakan banyak protein dan natrium yang dibutuhkan didalam diet. Misalnya: Diet
Sindroma Nefrotik, Energi: 1750 kkal, Protein: 50 g, Na: 2 g.

PROGNOSIS

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid. Prognosis
umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.

Disertai hipertensi.

Disertai hematuria.
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

DAFTAR PUSTAKA

Wong W. Idiopathic nephrotic syndrome in New Zealand children, demographic,


clinical features, initial management and outcome after twelve-month follow-up:
results of a three-year national surveillance study. J Paediatr Child Health. May
2007;43(5):337-41.

Kumar J, Gulati S, Sharma AP, Sharma RK, Gupta RK. Histopathological spectrum of
childhood nephrotic syndrome in Indian children. Pediatr Nephrol. Jul
2003;18(7):657-60.

Ozkaya N, Cakar N, Ekim M, Kara N, Akkk N, Yalinkaya F. Primary nephrotic


syndrome during childhood in Turkey. Pediatr Int. Aug 2004;46(4):436-8.

Kazi JI, Mubarak M. Pattern of glomerulonephritides in adult nephrotic patients


report from SIUT. J Pak Med Assoc. Nov 2007;57(11):574.

Barsoum R. The changing face of schistosomal glomerulopathy. Kidney Int.


2004;66:2472-2484.

Doe JY, Funk M, Mengel M, et al. Nephrotic syndrome in African children: lack of
evidence for tropical nephrotic syndrome?. Nephrol Dial Transplant. 2006;21:672-
676.

Pakasa NM, Sumaili EK. The nephrotic syndrome in the Democratic Republic of
Congo. N Engl J Med. Mar 9 2006;354(10):1085-6.

Sumaili EK, Krzesinski JM, Zinga CV, Cohen EP, Delanaye P, Munyanga SM, et al.
Prevalence of chronic kidney disease in Kinshasa: results of a pilot study from the
Democratic Republic of Congo. Nephrol Dial Transplant. Jan 2009;24(1):117-22.

Kopp JB, Winkler C. HIV-associated nephropathy in African Americans. Kidney Int


Suppl. Feb 2003;S43-9.

Bonilla-Felix M, Parra C, Dajani T, Ferris M, Swinford RD, Portman RJ. Changing


patterns in the histopathology of idiopathic nephrotic syndrome in children. Kidney
Int. May 1999;55(5):1885-90.

Arneil GC, Lam CN. Long-term assessment of steroid therapy in childhood nephrosis.
Lancet. Oct 15 1966;2(7468):819-21.
Donadio JV Jr, Torres VE, Velosa JA, Wagoner RD, Holley KE, Okamura M.
Idiopathic membranous nephropathy: the natural history of untreated patients. Kidney
Int. Mar 1988;33(3):708-15.

Jude EB, Anderson SG, Cruickshank JK, et al. Natural history and prognostic factors
of diabetic nephropathy in type 2 diabetes. Quart J Med. 2002;95:371-7.

Varghese SA, Powell TB, Budisavljevic MN, et al. Urine biomarkers predict the cause
of glomerular disease. J Am Soc Nephrol. 2007;18:913-22.

Cohen EP, Lemann J. The role of the laboratory in evaluation of kidney function. Clin
Chem. 1991;37:785-796.

Gupta K, Iskandar SS, Daeihagh P, et al. Distribution of pathologic findings in


individuals with nephrotic proteinuria according to serum albumin. Nephrol Dial
Transplant. May 2008;23(5):1595-9.

Palmer SC, Nand K, Strippoli GF. Interventions for minimal change disease in adults
with nephrotic syndrome. Cochrane Database Syst Rev. Jan 23 2008;CD001537.

Waldman M, Crew RJ, Valeri A, Busch J, Stokes B, Markowitz G, et al. Adult


minimal-change disease: clinical characteristics, treatment, and outcomes. Clin J Am
Soc Nephrol. May 2007;2(3):445-53.

Fervenza FC, Abraham RS, Erickson SB, et al. Rituximab therapy in idiopathic
membranous nephropathy: a two year study. Clin J Am Soc Nephrol. 2010;5:2188-
2198.

du Buf-Vereijken PW, Branten AJ, Wetzels JF. Idiopathic membranous nephropathy:


outline and rationale of a treatment strategy. Am J Kidney Dis. Dec 2005;46(6):1012-
29.

Gulati A, Sinha A, Jordan SC, Hari P, Dinda AK, Sharma S, et al. Efficacy and safety
of treatment with rituximab for difficult steroid-resistant and -dependent nephrotic
syndrome: multicentric report. Clin J Am Soc Nephrol. Dec 2010;5(12):2207-12.

Chen M, Li H, Li XY, et al. Tacrolimus Combined With Corticosteroids in Treatment


of Nephrotic Idiopathic Membranous Nephropathy: A Multicenter Randomized
Controlled Trial. Am J Med Sci. Mar 2010;339(3):233-8.

Roberti I, Vyas S. Long-term outcome of children with steroid-resistant nephrotic


syndrome treated with tacrolimus. Pediatr Nephrol. Mar 9 2010

Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI pp. 381-426.
International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic syndrome in
children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at
time of diagnosis. Kidney Int 13 : 159.

Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease : Clinical


Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive Clinical
Nephrology. London : Mosby; p. 5 : 21.1-4.

A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981. The primary
nephrotic syndrome in children : Identification of patients with minimal change
nephrotic syndrome from initial response to prednison. J Pediatr 98 : 561.
Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier RW, editor.
Renal and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little, Brown and Company pp.
681-726.

Provided By
DOKTER INDONESIA ONLINE Yudhasmara Foundation Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210, phone

(021) 5703646 44466102 08567805533 email : dokterindonesiaonline@gmail.com http://dokterindonesiaonline.com


http://www.facebook.com/ twitter

Supported By GRoW UP CLINIC Jakarta Focus and Interest on: *** Allergy Clinic Online *** Picky Eaters and Growup Clinic For
Children, Teen and Adult (Klinik Khusus Gangguan Sulit Makan dan Gangguan Kenaikkan Berat Badan) *** Children Foot Clinic ***
Physical Medicine and Rehabilitation Clinic *** Oral Motor Disorders and Speech Clinic *** Children Sleep Clinic *** Pain Management
Clinic Jakarta *** Autism Clinic *** Children Behaviour Clinic *** Motoric & Sensory Processing Disorders Clinic *** NICU Premature
Follow up Clinic *** Lactation and Breastfeeding Clinic *** Swimming Spa Baby & Medicine Massage Therapy For Baby, Children and
Teen ***

Dr Narulita Dewi SpKFR, Physical Medicine & Rehabilitation curriculum vitae HP 085777227790 PIN BB 235CF967 Clinical Editor in

Chief : Dr WIDODO JUDARWANTO, pediatrician email : judarwanto@gmail.com curriculum vitae : @WidoJudarwanto


www.facebook.com/widodo.judarwanto Mobile Phone O8567805533 PIN BB 76211048

Copyright 2014 @ Dokter Indonesia Online Informasi Edukasi Networking. All rights reserved

Iklan

***Kesehatan Tersering

***Penyakit Anak Tersering

***Penyakit Berbahaya
Populer

Terkini

Konsultasi

Cara Pemilihan Susu Terbaik Bagi Anak, Bukan Yang Terkenal


Termahal Disukai

Maret 6, 2012

Penanganan Terkini Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP)

April 28, 2012

Penanganan Terkini Tuberkulosis atau TB (TBC) Pada Anak

Mei 6, 2012

Fistula Preaurikular Kongenital, Lubang Kecil di Dekat Telinga


Juni 26, 2012

Daftar Lengkap Harga Vaksin Imunisasi Anak

Mei 17, 2012

500 Syndrome Disease In Children

Agustus 12, 2012

Menentukan Penyebab Nyeri Perut Berdasarkan Lokasi dan Sifat Nyeri

Desember 5, 2012

Anak Mudah Sakit, Alergi dan Hipersensitif Saluran Cerna

Maret 6, 2012

Deteksi Terlambat Bicara Pada Anak, Normal atau Berbahaya ?

Februari 26, 2012

Curriculum Vitae Dr Ida Narulita Dewi SpKFR

Mei 13, 2012

Cari Artikel

Artikel Terekomendasi
Cara Pemilihan Susu Terbaik Bagi Anak, Bukan Yang Terkenal Termahal Disukai

Penanganan Terkini Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP)

Penanganan Terkini Tuberkulosis atau TB (TBC) Pada Anak

Fistula Preaurikular Kongenital, Lubang Kecil di Dekat Telinga

500 Syndrome Disease In Children

Daftar Lengkap Harga Vaksin Imunisasi Anak

Menentukan Penyebab Nyeri Perut Berdasarkan Lokasi dan Sifat Nyeri

Anak Mudah Sakit, Alergi dan Hipersensitif Saluran Cerna

Deteksi Terlambat Bicara Pada Anak, Normal atau Berbahaya ?

Trending Topic

Inilah Obat dan Vitamin Untuk Anak Sulit Makan

Inilah 25 Tanda Awal Kehamilan

Cara Pemilihan Susu Terbaik Bagi Anak, Bukan Yang Terkenal Termahal Disukai

Inilah Penyebab dan Cara Pengobatan Diare Pada Orang Dewasa

Jumlah Takaran dan Jenis Makan, Minum dan MPASI Bayi Usia 0 12 bulan

Daftar Lengkap Obat Anti Alergi Antihistamin dan Efek Sampingnya

Growing Pains: Nyeri Kaki Pada Anak, Penyebab dan Penanganannya

Cara Pemilihan Obat Batuk Untuk Flu, Alergi dan Asma

Pola Pernapasan Normal dan Tidak Normal Pada Bayi

Bahaya dan Efek Samping Penggunaan Obat Steroid

Topik Masalah kesehatan

Topik Masalah kesehatan

Indonesia Links

Ikatan Dokter Anak Indonesia

Ikatan Dokter Indonesia

Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia

Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Kelamin Indonesia

Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia

Persatuan Obsetri Ginekologi Indonesia

You might also like