You are on page 1of 17

LAPORAN KASUS

SMF PENYAKIT DALAM

SEORANG PENDERITA SIROSIS HEPATIS DENGAN

ASITES

Oleh:

I Putu Gede Prastika Jaya


15710272

Pembimbing:

dr. Judhy Eko S Sp.PD

SMF PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA


SURABAYA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SIDOARJO

1
2017
PENDAHULUAN

Sirosis hepatis atau sirosis hati atau SH merupakan perjalanan akhir dari suatu
kelainan patologi dari berbagai macam penyakit hati. Istilah ini diperkenalkan pertama
kali oleh Laennec yang diambil dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang
bermaksud kuning. Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai
dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif
(benjolan yang terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak)
akibat nekrosis hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi
hati.

Penyakit hati menahun atau sirosis hati ini mengakibatkan terjadinya 35.000
kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat. Penyakit ini merupakan penyebab kematian
utama yang ke 9 di AS. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati secara nasional belum
ada. Namun dari laporan beberapa RSU Pemerintah di Indonesia berdasarkan gejala klinis
dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di Bangsal Penyakit Dalam
mencapai 3,6-8,4% di Pulau Jawa dan Sumatera, sedangkan kurang dari 1%.

Penyebab munculnya sirosis hati di negara barat tersering akibat alkoholik


sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C. Patogenesis
sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya aktivasi dari sel stellate
hati dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses
degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus,
maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Deposit maktriks
ekstraselular di space of Disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan memacu
kapilarisasi pembuluh darah yang akan mengubah pertukaran normal aliran vena porta
dengan hepatosit sehingga dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan hipertensi
porta dan penurunan fungsi hepatoselular.

Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Pada


dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme
dasar yakni transudasi dan eksudasi. Asites yang ada hubungannya dengan sirosis hati dan
hipertensi porta merupakan salah satu contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum
yang terjadi melalui mekanisme transudasi. Asites merupakan tanda prognosis yang

2
kurang baik pada beberapa penyakit. Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit
dasarnya menjadi semakin kompleks.

Dengan data seperti ini, menjelaskan bahwa sirosis hati merupakan penyakit kronik
progresif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas jika tidak ditindak
lanjuti secara profesional. Tindakan yang tepat dapat dilakukan jika para praktisi medis
mengenal dengan baik faktor-faktor risiko, etiologi, patogenesis, serta tanda dan gejala
klinis dari sirosis hati. Oleh karena itu, berikut ini disampaikan laporan kasus dari seorang
penderita sirosis hati dengan asites dengan harapan agar kita mampu mengenal lebih
dalam mengenai penyakit ini, sehingga kita mampu menerapkan penatalaksanaan dan
terapi yang rasional terhadap pasien.

LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien :
Nama : Ny. Salami
Tempat,tanggal lahir : Sidoarjo, 25-01-1971
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Rasem 20/08 Sedati
Tanggal MRS : 21-05-2017
Tanggal pemeriksaan : 26-05-2017

2. Anamnesis
Keluhan utama
Nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang:

Nyeri perut sejak 5 hari yang lalu. Awalnya pasien mengeluh panas sejak 5
hari yang lalu. Perutnya dirasakan semakin hari semakin membesar dan

3
bertambah tegang, sehingga membuat pasien sesak dan kesulitan bernapas. Selain
itu, pasien juga mengeluh adanya bengkak pada kedua kaki sejak 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit namun tidak sampai membuat pasien susah berjalan.
Bengkak dikatakan tidak berkurang ataupun bertambah ketika dipakai berjalan
ataupun diistirahatkan. Bengkak pada kaki juga tidak berkurang saat kedua kaki
ditinggikan. Keluhan kaki bengkak ini tidak disertai rasa nyeri dan kemerahan.
Riwayat trauma pada kaki disangkal oleh pasien. Pasien juga tidak mengeluhkan
gejala kaki terasa berat, dingin dan mati rasa. Keluhan bengkak pada kelopak
mata dan lutut, sesak napas jika beraktivitas atau saat tidur dan nyeri dada kiri
disangkal

Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati sejak 1 bulan namun memberat sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri ulu hati dikatakan seperti ditusuk-tusuk
dan terus-menerus dirasakan oleh pasien sepanjang hari. Keluhan ini dikatakan
tidak membaik ataupun memburuk dengan makanan. Keluhan nyeri juga disertai
keluhan mual yang dirasakan hilang timbul namun dirasakan sepanjang hari, dan
muntah yang biasanya terjadi setelah makan. Muntahan berisi makanan atau
minuman yang dimakan sebelumnya, dengan volume kurang lebih gelas aqua,
tapi tidak ada darah maupun berwarna kecoklatan. Keluhan mual dan muntah ini
membuat pasien menjadi malas makan (tidak nafsu makan). Selain itu pasien juga
mengeluh lemas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemas
dikatakan dirasakan terus menerus dan tidak menghilang walaupun pasien telah
beristirahat. Keluhan ini dikatakan dirasakan di seluruh bagian tubuh dan semakin
memberat dari hari ke hari.

Pasien mengatakan bahwa 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, buang air
besarnya pernah berwarna hitam seperti petis dengan konsistensi cair dengan
frekuensi 3 kali per hari dan volume kira-kira 1 gelas setiap buang air besar.
Namun saat ini buang air besarnya sudah berwarna kuning dengan konsistensi
cair, dengan ampas, namun tidak ada lendir dan darah dengan frekuensi 3 kali per
hari dan volume kurang lebih 1 gelas setiap kali buang air besar. Buang air kecil
dikatakan berwarna seperti teh sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,
dengan frekuensi 4-5 kali per hari dan volumenya kurang lebih gelas tiap kali
kencing. Rasa nyeri ketika buang air kecil disangkal oleh pasien.

4
Pasien juga mengatakan bahwa kedua matanya berwarna kuning sejak 3 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Warna kuning ini muncul perlahan-lahan. Riwayat
kulit tubuh pasien menguning disangkal. Keluhan panas badan, gelisah, sulit tidur
di malam hari, rambut rontok dan gusi berdarah disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit dahulu:


Sebelumnya pernah MRS 1x dengan keluhan badan panas dan sakit kuning
pada tahun 2012
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal

Riwayat Penyakit keluarga :


Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal

Riwayat pengobatan
Pasien tidak ingat obat yang pernah dikonsumsi setelah MRS tahun 2012
Pasien tidak rutin kontrol di Poli Penyakit Dalam
Pasien sering membeli sendiri obat-obatan di warung seperti obat pusing
dan obat pegal linu

Riwayat Sosial-ekonomi :
Pendidikan terahir tamat SMP
Tidak Bekerja (sebelumnya pernah bekerja sebagai tukang las)
Pasien sering minum alkohol saat masih muda dalam jumlah yang banyak,
namun sudah tidak pernah minum alkohol sejak 7 tahun yang lalu.
Riwayat minum jamu dulu saat masih bekerja
Riwayat merokok sehari 5-10 batang rokok sejak usia 17 tahun hingga
sekarang

3. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum : Lemah
B. Kesadaran : Compos mentis
GCS : 456

C. Tanda Vital :
TD : 100/60 mmHg
N : 78x/menit

5
S : 36,7oC
R : 20x/menit

D. Kepala dan leher


Mata: konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (+), pupil isokor, refleks
cahaya (+/+)
Hidung: sekret (-), perdarahan (-)
Telinga: sekret (-), perdarahan (-)
Mulut: sianosis (-), gusi berdarah (-)
Leher: trakea di tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-)
E. Thorax
Jantung
Inspeksi :
Inspeksi: iktus cordis tidak tampak
Palpasi: iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi:
o Batas kanan jantung 2 cm di sebelah lateral sternum pada
ICS IV kanan
o Batas kiri jantung 4 cm di sebelah lateral sternum pada ICS
V kiri
Auskultasi:
o Suara 1: tunggal regular
o Suara 2: tunggal regular
o Murmur (-)
o Gallop (-)
Paru
Inspeksi: simetris kanan kiri, tidak ada pelebaran ICS
Palpasi: gerakan nafas simetris, fremitus vokal tidak ada
lateralisasi
Perkusi: sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi: suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)

F. Abdomen
Inspeksi: cembung (+), spider angioma (-), caput medusa (-)
Auskultasi: bising usus (+) menurun
Perkusi: timpani (+) yang berubah menjadi redup, asites (+) ditemukan
dengan pemeriksaan shifting dullness (+), undulasi (-)
Palpasi: nyeri tekan (+), distended (+), hepar: sulit dievaluasi, lien:
sulit dievaluasi
G. Ektremitas
Superior:
Akral hangat kering merah +/+
Edema -/-

6
Jejas -/-
Clubbing finger -/-
Eritema palmaris -/-
Inferior:
Akral hangat kering merah +/+
Edema +/+
Jejas -/-
Clubbing finger (-)

4. Pemeriksaan penunjang :
A. Darah lengkap tanggal 11 Desember 2016

A. Kimia klinik 11 Desember 2016

Pemeriksaan Hasil

Gula Darah Sewaktu 72 mg/dL


BUN 14,7 mg/dL
Creatinin 0,9 mg/dL
SGOT(AST) 170 U/L
SGPT(ALT) 142 U/L

B. Imunologi (Hepatitis marker) 11 Desember 2016

Pemeriksaan Hasil
HBsAg (rapid) reaktif

7
C. Darah Lengkap 14 Desember 2016

Pemeriksaan Hasil
WBC 12,51 /UI
RBC 3,39/ uL
HB 10,8 g/dL
HCT 31,4 %
PLT 155,000/uL
MCV 92,6 fl
MCH 31,9 pg
MCHC 34,4 g/dL

D. Kimia klinik 14 Desember 2016

Pemeriksaan Hasil
Albumin 2,8 d/dL
E. Globulin 3,7 g/dL Endoscopy
(Gastroscopy) 14
Desember 2016

8
Kesimpulan : - Varises Esofagus Gr II RCS (-)
- Gastropati kongestif
- Gastritis erosiva antral
- Ulkus duodenum

6. Diagnosis :

Utama : Sirosis Hati + Ascites

Komplikasi : Anemia + Varises Esofagus Gr. II

7. Penatalaksaan :

Planning Diagnosis :
USG Abdomen
Bilirubin Direk/Total
Waktu Protrombin/ INR

Planning Terapi :
1. Non medikametosa
Edukasi pasein dan keluarga tentang penyakit yang dialaminya
Diet tinggi kalori tinggi protein
Tirah baring

2. Medikamentosa
Inf. Aminofusin Hepar 14 tpm
Inj. Furosemide 2x1
Inj. Ceftriaxone 2x1
Inj. Ozid/omeprazole 2x1
Sucralfat Syrup 3xC1
Spironolactone 100 mg 1-0-0 PO
Transfusi albumin 20 % 100 cc

PEMBAHASAN KASUS

Secara klinis atau fungsional SH dibagi atas SH kompensata dan SH


dekompensata. Pasien SH dapat tetap berjalan kompensata selama bertahun-tahun,
sebelum berubah menjadi dekompensata. Sebagian besar penderita yang datang biasanya
sudah dalam stadium dekompensata disertai adanya komplikasi seperti perdarahan varises,

9
peritonitis bacterial spontan atau ensefalopati hepatikum. Gejala-gejala awal sirosis
meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis
mengecil dan dada membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut,
(berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan
rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula
disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis
ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental
tersebut. Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada
jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati
sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil
peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem
porta. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan
dinamik.

Gejala Kegagalan Fungsi Hati Gejala Hipertensi Porta


Ikterus Varises esophagus
Spider naevi Splenomegali
Ginekomastisia Pelebaran vena kolateral
Hipoalbumin Ascites
Kerontokan bulu ketiak Hemoroid
Ascites Caput medusa
Eritema Palmaris
While nail

Pada pasien ini, berdasarkan anamnesa yang sudah dilakukan didapatkan gejala
pasien yang mengarah pada keluhan yang sering didapatkan pada sirosis hati seperti mual,
muntah, nafsu makan menurun, dan seluruh badan terasa lemas. Selain itu, ditemukan juga
beberapa keluhan yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, seperti
perut yng membesar dan semakin tegang, bengkak pada kedua kaki, air kencing dengan

10
warna seperti teh, kuning pada kedua mata, nyeri uluhati dan sempat buang air besar hitam
sebelum masuk rumah sakit.

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan sirosis hati dapat ditemukan adanya spider
angioma atau spider naevi, eritema palmaris, ikterus/jaundice, perubahan pada kuku
(Muerchers line, Terrys nails atau clubbing finger), ginekomastia, perubahan ukuran hati,
splenomegali, asites, caput medusa, murmur Cruveilhier-Baungarten (bising daerah
epigastrium), fetor hepatikum, asterixis atau flapping tremor. Pada pasien ini didapatkan
pemeriksaan fisik yang mengarah pada sirosis hati berupa ikterus pada sklera, asites (tanda
yang mengarah pada asites adalah ditemukannnya perkusi abdomen timpani yang berubah
menjadi redup (+), shifting dullness (+), hepatomegali dan splenomegali pada pasien ini
sulit dievaluasi karena asites, bising daerah epigastrium, edema tungkai yang menetap
walaupun saat tidur kedua kaki ditinggikan.

Pada pasien yang dicurigai menderita sirosis hati dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti tes fungsi hati yang meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma
glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat
aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin
aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat
menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan ALT,
namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya
sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal,
bilirubin meningkat, albumin menurun sedangkan globulin meningkat, PT memanjang, Na
menurun, kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia dan leukopenia.

Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung untuk
ditegakkannya diagnosis sirosis hepatis yaitu adanya peningkatan SGOT (170 U/l) SGPT
(142 U/l), SGOT>SGPT, penurunan albumin (2,8 g/dL), dan adanya kelainan hematologi
berupa anemia (7,8 g/Dl), trombositopenia (190.000 menjadi 155.000/uL). Pemeriksaan
serum elektrolit dan bilirubin belum dilakukan. Pemeriksaan marker serologi penanda
virus berupa HBsAg didapatkan hasil reaktif. Pada pemeriksaan
gastroesofagoduodenoscopy didapatkan adanya varises esophagus grade II, gastropati
kongestif, gastritis erosiva antral, ulkus duodenum yang merupakan tanda-tanda dari
terjadinya hipertensi porta. Pemeriksaan radiologi USG abdomen belum dilakukan.

11
Pada pasien Tn A. ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
keluhan dan tanda-tanda yang mengarah pada sirosis hati. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium dan endoskopi juga mendukung diagnosis
sirosis hati dekompensata dengan tanda-tanda hipertensi porta berupa varises esophagus
dan gastropati sebagai komplikasi. Pada pasien ini untuk menegakkan diagnosis sirosis
hati diperlukan suatu tembahan pemeriksaan penunjang yaitu USG abdomen.

Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien sirosis hati antara lain seperti: ikterus,
perdarahan varises esofagus, asites, atau ensefalopati hepatikum. Pada pasien ini sudah
terjadi komplikasi berupa asites dan varises esofagus.

Asites merupakan penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Pada


dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme
dasar yaitu transudasi dan eksudasi. Asites yang berhubungan dengan sirosis hati dan
hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang
terjadi melalui mekanisme transudasi. Saat terjadi sirosis hati, akibat vasokonstriksi dan
fibrotisasi sinusoid akan menyebabkan terjadinya peningkatan resistensi system porta dan
terjadi hipertensi porta. Hipertensi porta akan meningkatan transudasi terutama di sinusoid
dan selanjutnya di kapiler usus. Hipertensi porta juga menyebabkan tingginya resistensi
terhadap aliran darah yang melintasi hati, aliran darah dialihkan ke pembuluh - pembuluh
mesenterika di abdomen. Peningkatan aliran menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
pembuluh pembuluh darah rongga abdomen sehingga terjadi filtrasi cairan keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke rongga peritoneum. Akibat tekanan yang tinggi di hati,
transudat tersebut akan berkumpul di rongga peritoneum yang selanjutnya disebut sebagai
suatu asites.

Sirosis hati sering menimbulkan terjadinya suatu hipertensi porta. Hal ini
disebabkan karena pada sirosis, tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran porta keduanya
sama-sama meningkat. Bila ada obstruksi aliran darah vena porta, apapun penyebabnya,
akan mengakibatkan naiknya tekanan vena porta. Tekanan vena porta yang tinggi
merupakan penyebab dari terbentuknya kolateral portosistemik, Walaupun demikian,
adanya kolateral ini tidak dapat menurunkan hipertensi porta karena adanya tahanan yang
tinggi dan peningkatan aliran vena porta. Kolateral portosistemik ini dibentuk oleh
pembukaan dan dilatasi saluran vaskuler yang menghubungkan sistem vena porta dan
vena kava superior dan inferior. Aliran kolateral melalui pleksus vena-vena esofagus

12
menyebabkan pembentukan varises esofagus yang menghubungkan aliran darah antara
vena porta dan vena kava.

Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis.
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit.
Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis. Terapi yang
diberikan biasanya bersifat simptomatis dan suportif. Pada pasien ini telah terdapat
komplikasi yaitu terjadinya asites dan varises esophagus.
Untuk penatalaksanaan asites, sebaiknya dilaksanakan secara komprehensif. Yang
pertama, pasien dianjurkan untuk tirah baring. Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas
diuretika, pada pasien asites transudat yang berhubungan dnegan hipertensi porta. Tirah
baring akan menyebabkan aktifitas simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron
menurun. Yang dimaksud tirah baring disini bukan istirahat total di tempat tidur sepanjang
hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit diangkat, selama beberapa jam setelah minum
obat diuretika.pasien dianjurkan untuk membatasi asupan garam dan air.
Yang kedua yaitu dengan pengaturan diet. Diet rendah garam ringan sampai sedang
dapat membantu diuresis. Konsumsi garam (NaCl) perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-
60meq/hari. Hiponatremia ringan sampai sedang bukan merupakan kontraindikasi untuk
memberikan diet rendah garam, mengingat hiponatremia pada pasien asites transudat
bersifat relatif.
Yang ketiga dapat dilakukan dengan pemberian diuretika. Diuretika yang
dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron, misalnya spironolakton.
Diuretika ini merupakan diuretika hemat kalium, bekerja di tubulus distal dan menahan
reabsorpsi Na. Pemberian diuretika antialdosteron biasanya dikombinasikan dengan
diuretika loop. Diuretika ini sebenarnya lebih berpotensi daripada diuretika distal. Pada
sirosis hati, karena mekanisme utama reabsorpsi air dan natrium adalah
hiperaldosteronisme, diuretika loop menjadi kurang efektif. Target yang sebaiknya dicapai
dengan terapi tirah baring, diet rendah garam dan terapi diuretika adalah peningkatan
diuresis sehingga berat badan turun 400-800 gram/hari. Pasien yang disertai edema perifer
penurunan berat badan dapat sampai 1500 gram/hari. Sebagian besar pasien berhasil baik
dengan terapi kombinasi tirah baring, diet rendah garam dan diuretika kombinasi.
Yang keempat yaitu dapat dilaksanakan tindakan parasentesis pada asites. Indikasi
pelaksanaan parasintesis asites dilakukan apabila ascites sangat besar yang menyebabkan
terjadinya respiratory distress seperti sesak napas pada pasien. Parasentesis juga dapat

13
dilakukan jika dengan terapi medikamentosa tidak didapatkan perbaikan seperti terjadinya
suatu asites yang refrakter. Untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya
diikuti dengan substitusi albumin parenteral sebanyak 6-8 gram. Parasentesis asites
sebaiknya tidak dilakukan pada pasien sirosis dengan Child-Pugh C, kecuali asites tersebut
refrakter.
Cara kelima yaitu dengan melakukan Transjugular Intrahepatic Portosystemic
Shunt (TIPS). TIPS merupakan sebuah cara untuk membuat sambungan secra subkutan
antara system porta pada hati dengan sirkulasi sistemik. TIPS dapat digunakan untuk
mengurangi tekanan vena porta pada pasien yang telah menunjukkan gejala komplikasi
dari hipertensi porta seperti asites. Prosedur TIPS menurunkan resistensi pembuluh darah
dari hati melalui penciptaan jalur alternatif untuk sirkulasi vena porta melalui vena
jugularis internal di leher. Dengan adanya sebuah shunt dari vena porta ke vena hepatica
maka diharapkan darah pada sirkulasi porta memiliki jalur alternative sehingga akan
menurunkan tekanan dari system porta tersebut. Saat melewati hati hasil bersih dari TIPS
adalah penurunan tekanan pada hati dan tekanan vena porta.
Pada pasien ini asites bersifat tidak permagna namun sudah menimbulkan adanya
keluhan sesak pada pasien sehingga terapi yang diberikan berupa :
1. Spironolacton tablet 100 mg 1-0-0 (PO)
2. Inj. Furosemide 2x1
Pemberian spironolakton yang merupakan diuretik hemat kalium sebagai antialdosetron
yang bekerja di tubulus distal dan menahan reabsorbsi Na yang dapat mengurangi asites.
Pada pasien ini tidak dilakukan parasintesis dikarenakan asitesnya tidak permagna maka
dianggap cukup dengan tirah baring, pengaturan diet, dan pemberian kombinasi diuretik
distal dan diuretic loop. Pada pasien dengan sirosis hati sangat rentan terjadi peritonitis
bacterial spontan (PBS) karena cairan asites merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan kuman, sehingg pada pasien ini diberikan antibiotik golongan sefalosporin
generasi kedua yaitu ceftriaxone untuk mencegah terjadinya SBP pada cairan asites.
Pada kasus sirosis hati, pasien ini diberikan terapi medikamentosa dan non
medikamentosa. Secara non medikamentosa diberikan edukasi untuk tirah baring dan
membatasi aktivitas fisik, konsumsi diet yang seimbang dengan tinggi kalori, tinggi
protein dan rendah garam, hindari konsumsi obat-obatan tanpa resep dokter dan alkohol.
Sedangkan untuk terapi medikamentosa pada pasien ini diberikan antara lain :
1. Inf. Aminofusin Hepar 14 tpm
2. Inj. Omeprazole 2x1
3. Sucralfat Syrup 3xC1

14
Prognosis pada pasien dengan sirosis hati sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
sejumlah faktor, diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit
yang menyertai. Indeks hati dapat dipakai untuk menentukan prognosis pasien dengan
sirosis hati. Pasien yang mengalami kegagalan hati ringan angka kematiannya 0-16%,
sementara yang mempunyai kegagalan hati sedang sampai berat, angka kematian antara
18-40%.

Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada
pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Sistem klasifikasi
Child-Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis
tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan
kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah
45%.

Pada pasien ini didapat Albumin 2,2 g/dL, tidak ada gangguan kesadaran, dan
asites (+), namun belum dilakukan pemeriksaan nilai bilirubin dan protrombin time
sehingga tidak dapat dimasukkan dalam scoring Child-Turcotte-Pugh untuk menentukan
prognosanya.

15
Pada penderita sirosis hati dapat terjadi berbagai komplikasi diantaranya asites,
varises gastruesofagus, peritonitis bacterial spontan, ensefalopati hepatikumdan sindroma
hepatorenal. Pada pasien ini sudah timbul adanya asites dan varises esophagus grade II.
Dimana walaupun varises esophagus tersebut belum pecah dan menimbulkan aanya
perdarahan, namun harus tetap dievaluasi progresivitasnya karena dalam perjalanan
penyakitnya dapat menimbulkan komplikasi lain seperti meningkatnya grade varises
esophagus yang kemudian dapat pecah dan menimbulkan adanya keluhan muntah darah
maupun BAB hitam dan komplikasi dari asites yang dapat menjadi asites permagna
maupun menimbulkan terjadinya peritonitis bakterial spontan.

KESIMPULAN

Sirosis hepatis atau SH merupakan perjalanan akhir dari suatu kelainan patologi
dari berbagai macam penyakit hati. Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati
kronis yang ditandai dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan
nodul regeneratif akibat nekrosis hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga
hilangnya fungsi hati. Penyakit ini merupakan suatu penyakit progresif yang irreversible
sehingga diperlukan penganganan yang tepat untuk mencegah meningkatnya angka
mortalitas dan morbiditas akibat penyakit ini

Prognosis pasien dengan sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.
Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup
pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun

16
untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan
Child-Pugh C adalah 45%. Pada pasien ini prognosanya belum dapat ditentukan nilai dari
bilirubin dan INR, sehingga memerlukan pemeriksaan tambahan untuk dapat menilai
prognosis dari pasien Tn. A ini.

DAFTAR PUSTAKA

Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata MK,
Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta; Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.2009. Page 668-673.
Kusumobroto HO. 2015. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya: Airlangga University Press. Hlm 292-298.
Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi
Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 2007. Page 129-136
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar penyakit dalam:
Sirosis hati. 5th Ed Vol 1. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD, 2010. h. 668.
Adrianto P, Johannes G. Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Jakarta: EGC; 2009.p.224-
229.
Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and
Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007. 102:20862102.
Ala I, Sharara S, Don C, Rockey R. Gastroesophageal variceal hemorrhage. N Engl J Med
2001.

17

You might also like