Radikulopati Yang Disebabkan Penyakit Selain Dari Penyakit Diskus
A.A. Eisen
Berdasarkan definisinya, radikulopati melibatkan radix dorsal dan atau
ventral. Satu atau lebih level segmental dapat terkena tergantung dari penyebab penyakitnya. beberapa penyakit, sebagai contoh, penyakit diskus, dapat melibatkan beberapa radix sekaligus atau beberapa radix. Defisit dari fungsi motorik terbatas pada otot-otot yang memiliki inervasi yang sama yang melewati radix tertentu (miotom). Bagaimanapun juga, dikarenakan kebanyakan otot memperoleh inervasi nya melalui satu atau lebih radix, deficit motoris yang muncul akibat penyakit seringnya bersifat parsial (incomplete) dan bisa menjadi sangat ringan. Defisit sensorik yang dikaitkan dengan penyakit pada radix dorsal biasanya terbatas pada area kulit yang diinervasi oleh radix tersebut (dermatom). Area dari kebanyakan dermatom bertumpangtindih sehingga lesi pada satu radix yang melibatkan area dari deficit sensorik juga biasanya bersifat parsial. Luasnya deficit sensorik yang terkena yang diakibatkan lesi radix sangat tergantung pada penyakit yang menyebabkannya. Lesi kompresi sebagian besar mempengaruhi serabut saraf yang berdiameter besar.; aferen kutaneus tipe Ia dan II. Hal ini mengakibatkan hilangnya reflex segemental, dan gangguan vibrasi serta sentuhan pada dermatom yang terkena. Lengkung eferen dan aferen memasuki reflex monosinaptik dan keluar lalu memasuki korda spinalis melalui radix ventral dan dorsal, berturut-turut. Refleks ini biasanya menurun dan akan hilang pada awal lesi radix. Pemeriksaan pada Radikulopati meliputi elektromiografi, CT-Scanning, dan atau MRI. Mielografi dapat dipertimbangkan setelah prosedur non-invasif lainnya gagal dalam menentukan diagnosis. Walaupun sangat banyak penyebab dari radikulopati, radikulopati kompresif yang dikarenakan degenerasi diskus dan atau spondilosis adalah penyebab yang paling sering. Pada bab ini akan dijelaskan penyebab lainnya dari radikulopati. Radikulopati Diabetik
Radikular-plexopati (poliradikulopati) seringnya merupakan komplikasi dari
diabetes. Pada orang tua dengan DM tipe 2 cenderng lebih rentan terhadap jenis neuropati ini yang lebih sering melibatkan miotom dari paha depan (L2,L3,L4). Walaupun biasanya bersifat unilateral pada saat onser, kebanyakan kasus akan melibatkan sisi kontralateral, tetapi tidak harus simetris. Nyeri yang onset khasnya bersifat akut akan diikuti oleh atrofi otot dan kelemahan, berkurang atau hilangnya reflex dan gangguan sensorik. Lokasi klinik dan elektrofisiologis menunjukkan bahwa mungkin terdapat keterlibatan dari radix, pleksus atau nervus atau biasanya merupakan kombinasi dari ketiganya. Radikular-plexopati diabetic proksimal lebih sering terjadi pada orang-orang dengan polineuropati simetris diabetic. Segmen lumbal bawah, sacral, dan radix servikal terkena lebih jarang dibandingkan pada miotom lumbal atas dan kelainan berat, sebagai contoh, pada radix C5, C6 harusnya dapat mendorong klinisi untuk mencari penyebab alternatif dari radikulopati tersebut. Amiotrofi diabetic, dijelaskan pertama kali oleh Garland (1955), yang merupakan variasi spesifik dari polineuropati diabetic. Diabetes juga dapat melibatkan radix torakal (poliradikulopati torakal, radikulopati torakoabdominal). Gejala yang biasa muncul adalah nyeri dan disestesia pada dinding dada atau abdomen. Ketika nyeri lebih dominan dan terbatas pada bagian abdomen, terutama terbatas pada satu kuadran, penyakit ini bisa salah diartikan sebagai akut abdomen. Pada beberapa kasus dengan pembengkakan abdomen yang disebabkan oleh kelemahan otot-otot abdomen dapat mengacaukan situasi ini. Elektromiografi menunjukkan denervasi aktif (fibrilasi dan gelombang tajam positif) di daerah otot-otot paraspinal yang diinervasikan oleh radix yang mengalami gangguan. Nyeri persisten, yang seringnya melemah, sering berespon terhadap terapi anti-inflamasi dikombinasikan dengan fenitoin, karbamazepine atau amitriptilin. Sekarang telah tersedia obat-obatan yang akan mencegah kekacauan metabolik yang dapat mengakibatkan komplikasi diabetes. Sementara, kontrol hiperglikemia, hipertensi, dan obesitas juga penting. Adanya resiko yang dapat mengancam nyawa dari hipoglikemia, terapi insulin intensif diperlukan mutlak oleh penderita DM tipe 1dan dapat menjadi terapi yang cocok bagi penderita DM tipe 2 yang tidak berespon dengan diet dan sulfonylurea oral. Komplikasi kronik dari diabetes diakibatkan oleh interaksi antara hiperglikemia dan gangguan metabolik lainnya dari defisiensi insulin. Sampai sekarang hal ini masih belum dipahami dengan baik, tetapi hal ini bergantung kepada faktor genetic dan lingkungan. Peningkatan jumlah sorbitol pada jaringan akibat dari aktivasi yang tergantung konsentrasi dari aktivitas jalur polyol oleh glukosa dan menurunya mio-inositol jaringan dan aktivitas dari Na-K-ATPase telah dikaitkan dengan defek metabolik siklik sehingga mengakibatkan konduksi yang lebih lambat dari nervus perifer. Pengobatan yang ditujukan untuk menetralisir kejadian ini adalah pendekatan yang akan dilakuka kedepannya. Transplantasi pancreas telah menunjukkan dapat mencegah perkembangan dari neuropati pada tikus yang diabetic, dan dapat memperbaiki komplikasi neuropati pada manusia.
Neuronopati Sensorik (Ganglinopati)
Neuronopati sensorik dapat dibedakan dengan neuropati sensorik oleh
adanya gangguan sensorik global daripada distal, distribusi dari gangguan sensorik, arefleksia total, dan hilangnya potensial aksi dari nervus sensorik pada kekuatan otot yang normal dan kecepatan konduksi motorik yang normal berdasarkan hasil uji elektromiografi. Gejala elektrofisiologis ini mengarah pada sel-sel ganglion pada radix dorsal sebagai tempat yang pertama kali mengalami kelainan. Penyakit ini biasanya bersifat subakut dan sering dikaitkan dengan limfoma, leukemia limfatik kronik, dan karsinoma (khususnya oat cell carcinoma); penyakit ini lebih sering mengenai wanita disbanding pria dan dapat mendahului proses keganasan yang mendasari selama beberpa bulan. Parestesia, disestesia, nyeri pada tungkai dan adanya ataksia disebabkan oleh tidak seimbangnya antara sensasi getaran dan posisi yang merupakan tanda cardinal penyakit ini. Sensasi kutaneus cenderung aman. Bentuk akut dari penyakit ini jarang terjadi. Hal ini sering dikaitkan dengan terapi antibiotik sistemik terutama penisilin. Terkadang, neuronopati sensorik akut, dilaporkan tidak memiliki faktor terkait. Logikanya, penyakit ini dapat membentuk radikuloneuropati yang lebih berspektrum luas termasuk pan- disautonomia akut dengan deficit sensorik yang melibatkan kedua ganglion radix dorsal dan nervus perifer), dan kemungkinan terjadinya sindroma Guillian Barre dengan predominan sensorik.