Professional Documents
Culture Documents
A. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. R
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jua-Jua
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
MRS : 20 Mei 2017
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 160 cm
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37,2oC
Anemia : -/-
Gizi : Sedang
Jantung : HR 80x/m,Bunyi jantung I dan II normal, Reguler,
Murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+) Normal, Wheezing (-), Ronkhi (-)
Hati/limfa : Sulit dinilai
Refleks fisiologis : +/+
Refleks patologis : -/-
BAK : Biasa
BAB : Biasa
Turgor kulit : Biasa
Mata cekung : -/-
Edema pretibial : -/-
D. DIAGNOSIS KERJA
G3P2A0 hamil 32 minggu dengan partus prematurus imminens, janin tunggal hidup
presentasi kepala.
E. PROGNOSIS
Ibu dan janin: dubia ad bonam.
F. PENATALAKSANAAN
1. R/ Konservatif
2. Observasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu.
3. Batasi aktivitas / tirah baring.
4. Tokolitik : MgSO4 40% 4 gram IV bolus pelan-pelan (20-30 menit)
dilanjutkan dengan 10 gram MgSO4 40% dalam D5% 500 cc gtt XXV/menit.
5. Injeksi Cefotaxim 2 x 1 gram IV (skin test) hari ke-1.
6. Nifedipine 3 x 10 mg peroral.
7. Injeksi Dexamethasone 4 x 5 mg IV dengan jarak pemberian 6 jam.
8. Pemeriksaan laboratorium darah rutin, urin rutin.
9. Rencana pemeriksaan USG.
10. Rencana pemeriksaan kultur urin dan bakteriologis vagina.
G. FOLLOW UP
Keluhan Pemeriksaan Fisik & Diagnosis Penatalaksanaan
21 Mei 2017
S : Perut Mulas O: P:
Status present: Terapi:
KU : Baik 1. R/ Konservatif
Sense : CM 2. Observasi HIS, DJJ, TVI
TD : 120/80 mmHg 3. Batasi aktivitas / tirah baring.
N : 80 x/menit 4. IVFD D5% 500cc + MgSO4 40% 10
T : 37,0oC gram gtt XXV/menit.
RR : 20 x/menit 5. Injeksi Cefotaxim 2 x 1 gram IV
Status Obstetrikus hari ke-2.
Pemeriksaan Luar: 6. Nifedipine 3 x 10 mg peroral.
Tinggi fundus uteri 28 cm, detak jantung janin 124
kali/menit teratur, letak janin memanjang, punggung kiri,
terbawah kepala, penurunan 5/5, his 1x/10/30.
Hasil USG :
Tampak JTH preskep
Biometri : BPD ~ AC 32 minggu; FL ~ 33
minggu
Ketuban cukup
Plasenta letak normal
A:
G3P2A0 hamil 32 minggu dengan partus prematurus
imminens, janin tunggal hidup presentasi kepala
22 Mei 2017
S : Perut Mulas O: Terapi:
berkurang Status present: R/ Konservatif
KU : Baik 1. Observasi HIS, DJJ, TVI
Sense : CM 2. Batasi aktivitas / tirah baring.
TD : 110/80 mmHg 3. IVFD D5% 500cc + MgSO4 40% 10
N : 84 x/menit gram gtt XXV/menit.
T : 37,0oC 4. Injeksi Cefotaxim 2 x 1 gram IV
RR : 22 x/menit hari ke-2.
Status Obstetrikus 5. Nifedipine 3 x 10 mg peroral.
Pemeriksaan Luar:
Tinggi fundus uteri 28 cm, detak jantung janin 120
kali/menit teratur, letak janin memanjang, punggung kiri,
terbawah kepala, penurunan 5/5, his 1x/10/30.
Hasil USG :
Tampak JTH preskep
Biometri : BPD ~ AC 32 minggu; FL ~ 33
minggu
Ketuban cukup
Plasenta letak normal
A:
G3P2A0 hamil 32 minggu dengan partus prematurus
imminens, janin tunggal hidup presentasi kepala
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari
37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500 gram. Persalinan prematur merupakan
hal yang berbahaya karena berpotensi meningkatkan kematian perinatal sebesar
70%. Pada persalinan ini, seringkali bayi prematur mengalami gangguan tumbuh
kembang organ-organ vital yang menyebabkan ia masih belum mampu untuk
hidup di luar kandungan, sehingga sering mengalami kegagalan adaptasi yang
dapat menimbulkan morbiditas bahkan mortalitas yang tinggi.1
Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti persalinan prematur tidak diketahui.
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab persalinan
preterm, seperti: solusio plasenta, kehamilan ganda, kelainan uterus,
polihidramnion, kelainan kongenital janin, ketuban pecah dini dan lain-lain.
Penyebab persalinan preterm bukan tunggal tetapi multikompleks, antara lain
karena infeksi. Infeksi pada kehamilan akan menyebabkan suatu respon
imunologik spesifik melalui aktifasi sel limfosit B dan T dengan hasil akhir zat-zat
yang menginisiasi kontraksi uterus. Terdapat makin banyak bukti yang
menunjukkan bahwa mungkin sepertiga kasus persalinan preterm berkaitan
dengan infeksi membran korioamnion. Dari penelitian Lettieri dkk.(1993),
didapati 38% persalinan preterm disebabkan akibat infeksi korioamnion. Knox
dan Hoerner (1950) telah mengetahui hubungan antara infeksi jalan lahir dengan
kelahiran prematur.
Minor
1. Penyakit yang disertai demam
2. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
3. Riwayat pielonefritis
4. Merokok lebih dari 10 batang perhari
5. Riwayat abortus pada trimester II
6. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor;
atau dua atau lebih faktor risiko minor; atau keduanya.
C. Kriteria Diagnosis
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259
hari
2. Sebelum persalinan berlangsung dapat dirasakan tanda sebagai berikut:
nyeri pinggang belakang
rasa tertekan pada perut bagian bawah
terdapat kontraksi irreguler sejak sekitar 24-48 jam
terdapat pembawa tanda seperti bertambahnya cairan vagina atau
terdapat
lendir bercampur darah.
E. Penatalaksanaan
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki risiko persalinan preterm dan yang
mengalami gejala persalinan preterm membakat harus ditangani seksama untuk
meningkatkan keluaran neonatal.
1. Akselerasi pematangan fungsi paru
Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg im. 2 x
selang 24 jam. Atau dexamethasone 5 mg tiap 12 jam (im) sampai 4 dosis.
Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen inositol
juga merupakan pilihan karena inositol merupakan komponen membran
fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
2. Pemberian tokolitik
Indeks tokolitik > 8 menunjukkan kontraindikasi pemberian tokolitik
0 1 2 3 4
Kontraksi Tidak ada Irregular Regular - -
Ketuban Tidak ada - Tinggi/tidak - Rendah/pecah
pecah jelas
Perdarahan Tidak ada Spotting Perdarahan - -
Pembukaan Tidak ada 1 cm 2 cm 3 cm 4 cm
G. Cara persalinan
1. Janin presentasi kepala : pervaginam dengan episiotomi lebar dan
perlindungan forseps terutama pada bayi < 35 minggu.
2. Indikasi seksio sesarea :
Janin sungsang
Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gram (masih kontroversial)
Gawat janin, bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
Infeksi intrapartum dengan takikardi janin, gerakan janin melemah,
ologohidramnion, dan cairan amnion berbau. bila syarat pervaginam
tidak terpenuhi
Kontraindikasi partus pervaginam lain (letak lintang, plasenta previa,
dan sebagainya).
Lindungi bayi dengan handuk hangat, usahakan suhu 36-37 C ( rawat intensif di
bagian NICU ), perlu dibahas dengan dokter bagian anak.
Bila bayi ternyata tidak mempunyai kesulitan (minum, nafas, tanpa cacat) maka
perawatan cara kangguru dapat diberikan agar lama perawatan di rumah sakit
berkurang.
H. Penyulit
1. Sindroma gawat nafas (RDS)
2. Perdarahan intrakranial
3. Trauma persalinan
4. Paten duktus arteriosus
5. Sepsis
6. Gangguan neurologi
I. Komplikasi
1. Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering
terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi.
Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales
(1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita
anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres
pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan
intraventrikuler 3 kali lebih besar.
2. Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa
bernafas dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapat
terisi oleh udara dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar karena
adanya suatu bahan yang disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru
dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan. Bayi prematur seringkali
tidak menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang memadai, sehingga
alveolinya tidak tetap terbuka.
Diantara saat-saat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis, akibatnya
terjadi Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa menyebabkan
kelainan lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat fatal. Kepada bayi
diberikan oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka perlu
ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa
diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang dihubungkan dengan
trakea bayi).
3. Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan
refleks menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak
atau serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang
bayi prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa
menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin
belum matang. Untuk mengurangi mengurangi frekuensi serangan apneu
bisa digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran darahnya
terganggu. otak yang sangat tidak matang sangat rentan terhadap perdarahan
(perdarahan intraventrikuler) atau cedera .
4. Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian
makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan
membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian
susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya,
lambung yang berukuran kecil mungkin akan membatasi jumlah
makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu
banyak dapat menyebabkan bayi muntah.
5. Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)
6. Displasia bronkopulmoner.
7. Penyakit jantung.
8. Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal
untuk membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah
merah) dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir
prematur, memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat
sementara), yang dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice).
Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum matang dan
karena kemampuan makan dan kemampuan mencernanya masih belum
sempurna. Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan akan menghilang
sejalan dengan perbaikan fungsi pencernaan bayi.
9. Infeksi atau septikemia.
10. Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna.
Mereka belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya
melewati plasenta.
Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih
tinggi. Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi
(peradangan pada usus).
11. Anemia .
12. Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah,
bisa tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
13. Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
14. Keterbelakangan mental dan motorik.
DAFTAR PUSTAKA