Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Fungsi untuk menjalankan administrasi dan ketatausahaan Negara termasuk juga
menyelenggarakan perekonomian dan kebijakan masalah-masalah sosial,
merupakan tugas yang diperintahkan konstitusi kepada pemerintah sebagai
pemegang kekuasaan eksekutif dan administrasi Negara.1. Modul kuliah Aspek
Hukum dalam Kebijakan Ekonomi, Anonim, slide 15, hal. 8.
Dalam kegiatan ekonomi inilah justru hukum sangat diperlukan karena sumber-
sumber ekonomi yang terbatas di satu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau
kebutuhan akan sumber ekonomi di lain pihak sehingga konflik antara sesama
warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi.
Peranan hukum tersebut haruslah terukur sehingga tidak mematikan inisiatif dan
daya kreasi manusia yang menjadi daya dorong utama dalam pembangunan
ekonomi. Ukuran dimaksud adalah sejauh mana hukum harus berperan, dengan
cara bagaimana dan kepada siapa hukum itu mendelegasikan peranannya dalam
kegiatan nyata dan peri kehidupan ekonomi warganya.
Sebagai salah satu contoh menarik mengkaji peranan hukum dalam suatu kebijakan
ekonomi adalah UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat yang lebih dikenal sebagai UU Antimonopoli.
Undang-undang ini berlaku efektif pada tanggal 5 Maret 2000. Untuk mengawasi
dan menerapkan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Pengawas
Persaingan Usaha atau disingkat KPPU (berdasar pasal 30 UU No. 5/1995).
Secara umum, isi UU No. 5/1999 telah merangkum ketentuan-ketentuan yang umum
ditemukan dalam undang-undang antimonopoli dan persaingan tidak sehat yang ada
di negara-negara maju, antara lain adanya ketentuan tentang jenis-jenis perjanjian
dan kegiatan yang dilarang undang-undang, penyalahgunaan posisi dominan pelaku
usaha, kegiatan-kegiatan apa yang tidak dianggap melanggar undang-undang, serta
perkecualian atas monopoli yang dilakukan negara.
Sejauh ini KPPU telah sering menjatuhkan keputusan kepada para pelaku usaha di
Indonesia yang melakukan perjanjian-perjanjian atau kegiatan-kegiatan yang
dikategorikan terlarang oleh UU No. 5/1999 serta yang menyalahgunakan posisi
dominan mereka.
Perjanjian yang dilarang oleh UU No. 5/1999 adalah: oligopoli, penetapan harga,
pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, intregasi vertikal, dan
perjanjian tertutup. Sedang kegiatan yang dilarang oleh UU No. 5/1999 adalah:
monopoli, monopsoni, penguasaan pasar dan persengkongkolan.
Pada 5 Maret 2009 yang lalu UU No. 5/1999 genap berusia sepuluh tahun, waktu
yang cukup panjang dan relevan untuk melakukan refleksi dan evaluasi terhadap
pelaksanaan UU Antimonopoli tersebut.
Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku
usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang
dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan
dapat merugikan kepentingan umum. Sementara itu, persaingan usaha tidak sehat
adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.Penjelasan Umum atas UU
No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Setelah laporan itu diklarifikasi, yang ditindaklanjuti berjumlah 179. Dari jumlah
tersebut sebanyak 121 diputuskan, 43 statusnya penetapan, sedangkan 15 lainnya
sedang ditangani.
Dilihat dari jumlah kasus yang dilaporkan, yang sudah diputuskan dan yang sedang
diproses, KPPU dapat dikatakan tergolong aktif melaksanakan tugas dan
wewenangnya. Tetapi yang perlu dievaluasi secara sederhana adalah dampak UU
Antimonopoli tersebut terhadap pelaku usaha, terhadap konsumen dan Pemerintah
sendiri.
Tujuan UU Antimonopoli
Sebelum lebih jauh mengkaji UU Antimonopoli ini, perlu diketahui terlebih dahulu
tujuan UU Antimonopoli. Adapun tujuan UU Antimonopoli sebagaimana ditetapkan di
dalam Pasal 3 adalah untuk:
3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
Misalnya, adanya larangan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% untuk satu
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (Pasal 17), dan penguasaan pangsa
pasar lebih dari 75% untuk dua atau tiga pelaku usaha (Pasal 25 ayat 2 huruf b).
Namun, batasan ini tidak berlaku mutlak.
Artinya tidak setiap pelaku usaha melebihi pangsa pasar tersebut langsung dilarang,
melainkan harus dibuktikan terlebih dahulu, apakah dengan melebihi penguasaan
pangsa pasar yang ditetapkan tersebut mengakibatkan persaingan usaha tidak
sehat. Kalau ya, maka larangan tersebut dikenakan kepada pelaku usaha yang
bersangkutan, kalau tidak, maka pelaku usaha tersebut tidak dikenakan larangan
tersebut.
Konsumen lebih sejahtera, karena dahulu Konsumen tidak mampu membeli tiket
pesawat kalau mau bepergian ke Surabaya misalnya, maka sekarang Konsumen
dapat bepergian dengan pesawat terbang, karena tiket pesawat terjangkau oleh
masyarakat.
Namun di sisi lain, dalam kasus angkutan umum ini, akibat terjadinya persaingan
usaha yang sehat melalui perang tariff ini, perusahaan-perusahaan maskapai
penerbangan tidak lagi memperhatikan keselamatan penumpangnya sehingga
banyak terjadi kecelakaan yang merenggut banyak korban jiwa. Hal ini disebabkan
maskapai penerbangan mencoba meningkatkan keuntungan dengan mengabaikan
prosedur keselamatan penerbangan sebagai akibat harus menekan pendapatan dari
penetapan tariff yang murah.
BUMN yang dikelola dengan manajemen yang baik dan benar tidak akan
mendapatkan kesulitan menghadapi UU Antimonopoli karena jauh sebelum
dibelakukannya UU Antimonopoli ini mereka telah mendapatkan hak-hak istimewa
untuk dapat berkembang dibalik keluhan-keluhan publik terhadap mutu
pelayanannya. Kesempatan yang panjang dapat dipergunakan untuk memperkuat
infrastruktur perusahaan hingga mencapai pelosok daerah di Indonesia. Dibanding
perusahaan-perusahaan milik swasta sudah barang tentu BUMN lebih siap. Apabila
ada permintaan dari BUMN untuk diberi hak ekslusif seperti yang diminta PT. Pos
Indonesia maka perlu dicurigai sebagai ketidak beresan dalam pengelolaan usaha.
Lebih jauh Afifah mengatakan, sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang
dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya
karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku
usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis
perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi
suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50
UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang
oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan lanjutan yang lebih detil
mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut demi
menghindarkan salah tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi pengusaha
maupun bagi KPPU. Sebagaimana dapat dibaca di pasal 50 dan 51, aturan tentang
sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut masing-masingnya diatur
dengan sangat singkat, dalam satu kalimat saja.
Masih banyak yang harus dipahami oleh KPPU dalam menjalankan tugasnya
sebagai pengawal UU Antimonopoli baik dari segi pemahaman prosedur
pengelolaan perusahaan, persaingan usaha, perjanjian-perjanjian dan tindakan-
tindakan ekonomi dari pengusaha yang kental dengan konsep capital untung dan
rugi serta pemahaman terhadap kepentingan Negara yang lebih umum.
Penutup
Terlepas dari kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh UU Antimonopoli dan KPPU
saat ini, UU Antimonopoli telah menjadi ikon penting dalam penataan ekonomi
persaingan usaha yang sehat dan telah menimbulkan harapan baru bagi semua
pihak terutama perusahaan-perusahan kecil menengah yang selama ini tidak
berdaya bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar dan bermodal kuat. UU
Antimonopoli juga memberikan dampak yang positif bagi masyarakat Indonesia
sebagai konsumen produk-produk yang dihasilkan perusahaan-perusahaan
terutama menurunnya harga produk secara drastis dan dapat dijangkau oleh
masyarakat. Kondisi ini jauh berbeda sebelum diberlakukannya UU Antimonopoli
dimana masyarakat tidak dapat menjangkau harga-harga produk yang relative
mahal disbanding dengan tingkat pendapatan rakyat Indonesia yang masih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Martinus Udin Silalahi, Enam Tahun UU Antimonopoli: Refleksi Singkat dan Dampak
bagi Dunia Usaha, dimuat dalam situs Koran Harian Sore Sinar Harapan tgl 9
Maret 2005.
2. Letter of Intent and Memorandum of Economic and Financial Policies yang dibuat
oleh Pemerintah Indonesia kepada IMF tanggal 11 September 1998.
http://www.imf.org/external/np/loi/091198.htm. Diakses pada 29 Maret 2009.
3. KPPU Terima 963 Laporan Monopoli, Berita yang dimuat dalam situs
www.kompas.com, tanggal 12 Maret 2009. Diakses pada 31 Maret 2009.
4. Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
5. Modul Kuliah Aspek Hukum Dalam Kebijakan Ekonomi.