Professional Documents
Culture Documents
ISSN: 1412-1107
Copyright 2013 Ikatan Apoteker Indonesia
Gambar cover:
Molekul Iota-Karagenase kompleks dengan fragmen Iota-Karagenan yang diambil dari
Protein Data Bank dengan ID 1KTW. Visualisasi molekul dilakukan menggunakan Python
Molecular Viewer pada program AutodockTools
Harga Berlangganan:
Rp. 100.000,- per tahun (2 Nomor)
Pemimpin Umum/
Penanggung Jawab
Drs. M. Dani Pratomo, MM, Apt
Editor Pelaksana
Dr. Christina Avanti MSi, Apt
Manajer Administrasi
Dra. Chusun Hamli, MKes, Apt
Manajer Sirkulasi
Drs. Azwar Daris, MKes, Apt
Alamat Redaksi/Penerbit
Jl. Wijayakusuma No.17
Tomang - Jakarta Barat
Telepon/Fax 021- 5671800
jfi@ikatanapotekerindonesia.net
jurnalfarmasiindonesia@gmail.com
online submission website:
jfi.iregway.com
Pola Terapi pada Pasien Kanker Servik di RSUD Prof.Dr.Margono 191 - 200
Soekardjo Purwokerto
Hasani Siti Alfiyah, Didik Setiawan, dan Soedarso
Formulasi Nanopartikel Verapamil Hidroklorida dari Kitosan dan Natrium 201 - 210
Tripolifosfat dengan Metode Gelasi Ionik
Raditya Iswandana, Effionora Anwar, dan Mahdi Jufri
Efek Antidiabetes Kombinasi Infus Biji Oyong dengan Metformin dan 211 - 217
Glibenklamid
Rina Herowati, Gunawan P. Widodo, Putri W. Sulistyani, dan Hapsari
Formulasi dan Aktivitas Tablet Kunyah Daun Pepaya dan Buah Mengkudu 218 - 227
sebagai Hepatoprotektor selama Pengobatan Tubercolosis (TBC)
Titik Sunarni, Rini Prastiwi, Ilham Kuncahyo, Mardiyono, dan Yudi Rinanto
Analisis Pengaruh Country of Origin dan Foreign Branding Terhadap 241 -245
Persepsi Kualitas dan Sikap Konsumen pada Produk Kosmetika Pemutih
Elfride Irawati Sianturi
ABSTRACT: The aim of this study was to prepare floating tablet dosage forms us-
ing coprocessed of kappa and iota carrageenan and pregelatinized cassava starch
propionate (PPSP) as excipients. In this study, tablets were made by wet granula-
tion method and using famotidine as a model drug. Several formulations of floating
tablets were prepared using varying composition of the excipients coprossed carra-
genan with a certain ratio. The swelling and buoyancy of the floating tablets were
evaluated. Furthermore, the drug release from the floating tablets were studied and
analyzed using several models of kinetic equations. The results showed that for-
mula A with excipients coprocessed carragenan (1:1) as much as 60% with 10%
HPMC produce the best formula with floating lag time 11.42 1.53 minutes and
total floating time for 22 hours. The formula also revealed a profile of controlled
drug release and approached to Higuchi kinetics model and the non Fickian diffu-
sion mechanism.
Korespondensi:
Junaedi
Email : junaedi.marjanu@gmail.com
haluskan dengan disc mill yang didalamnya ter- Uji daya mengembang (Swelling Test)
dapat pengayak dengan ukuran 60 mesh. Uji ini dilakukan dengan membandingkan bo-
bot tablet sebelum dan setelah dimasukkan ke
Tabel 1. Perbandingan Koproses PPSP dengan
dalam media larutan HCl 0,1 N pH 1,2 pada 37oC
Kappa dan Iota Karagenan
selama 1 jam (7). Pengujian dilakukan triplo. Da
Sampel A B C ya mengembang setelah 1 jam dihitung dengan
rumus berikut :
PSP 1 2 3
Kappa - Iota 1 1 1
2 1
S= 100%
w1
Keterangan :
Formulasi tablet mengapung famotidin S = Daya mengembang (%)
Setelah melalui pre-eliminary study tablet me W1 = berat tablet sebelum mengembang
ngapung yang mengandung famotidin dengan do- W2 = berat tablet setelah mengembang
sis 40 mg dan bobot kurang lebih 500mg, dibuat
dengan menggunakan empat formula seperti ter
lihat pada tabel 2 di bawah, dengan metode gra Uji Keterapungan (Buoyancy Test)
nulasi basah. Sebuah tablet dimasukkan ke dalam gelas
Beaker yang berisi 100 ml asam klorida 0,1 N pH
Evaluasi fisik sediaan tablet mengapung famo 1,2 pada suhu 370 C. Kemudian tablet diamati dan
tidin dicatat waktu yang dibutuhkan tablet tersebut
Sejumlah tablet mengapung dievaluasi sifat untuk mengapung (dihitung sejak tablet tersebut
fisiknya meliputi keseragaman bobot, keseragaman dimasukkan ke dalam gelas Beaker) dan lamanya
ukuran, keregasan dan kekerasannya sesuai dengan tablet tersebut mengapung (dihitung sejak tablet
ketentuan yang tercantum di farmakope (6). tersebut mulai mengapung) (8).
Bahan F1 F2 F3 F4
Famotidin 40 40 40 40
Koposes A (60%) 300 - - -
Koproses B (60%) - 300 - -
Koproses C (60%) - - 300 -
HPMC (10%) 75 75 75 375
PVP (4%) 20 20 20 20
Mg Stearat (1%) 5 5 5 5
Talk (2%) 10 10 10 10
NaHCO3 (10%) 50 50 50 50
Total 500 500 500 500
Keterangan :
F1 : Eksipien koproses karagenan : PPSP (1:1)
F2 : Eksipien koproses karagenan : PPSP (1:2)
F3 : Eksipien koproses karagenan : PPSP (1:3)
F4 : Formula kontrol dengan HPMC
man, yaitu diameter tabletnya tidak kurang dari Profil Pelepasan Obat
1 dan tidak lebih dari 3 kali tebal tablet. Semua Tablet mengapung merupakan sediaan yang
tablet dari tiap formula juga memenuhi persya diharapkan mampu memberikan profil pelepas-
ratan keseragaman bobot tablet. Tidak ada satu- an obat yang terkendali. Untuk melihat profil
pun tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari pelepasan obat, dilakukan uji disolusi selama 10
5 % dari bobot rata-rata tablet. Laju alir granul jam di dalam medium HCL 0,1 N suhu 370,50C
dari masing-masing formula menunjukkan hasil dengan menggunakan alat uji disolusi tipe 2 (tipe
yang baik hal ini menyebabkan tablet dari semua dayung) dengan kecepatan 50 rpm. Sampel di
formula memiliki ukuran dan bobot yang relatif ukur serapannya menggunakan spektrofotometer
seragam. UV pada panjang gelombang 265,0 nm.
Kekerasan tablet untuk ke empat formula ber Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa dalam
kisar antara 5-6 kP. Seperti diketahui laju alir dan waktu 10 jam, pelepasan obat terbesar terdapat
kompresibilitas granul dapat mempengaruhi ke- pada formula 3 (formula dengan Koproses C per-
kerasan tablet yang dihasilkan. Namun selain itu, bandingan karagenan : PPSP 1 : 3) yaitu sebe-
kekerasan tablet juga dipengaruhi oleh polimer sar 94,58%. Kemudian diikuti dengan formula 2
yang dikandungnya. Dapat dilihat pada tabel 3, (formula dengan Koproses B dengan perbanding
ternyata semua formula F1, F2 dan F4 mempunyai an karagenan : PPSP 1 : 2) sebesar 86,21% dan
laju alir dan kompresibiltas yang baik sedang formula 1 (formula dengan Koproses A perban
kan F3 mempunyai kompresibiltas yang sedang. dingan karagenan : PPSP 1 : 1) dengan pelepasan
Semua formula memenuhi syarat keregasan tab- sebesar 56,92 %. Nampak bahwa kekuatan gel
let yakni kurang dari 1%. Keregasan tablet um- eksipien koproses dari formula 2 dan formula 3
umnya berhubungan dengan kekerasannya. For- sangat lemah serta kecepatan awal mengembang
mula 1 mempunyai keregasan yang lebih rendah lebih lama dari formula 1 dan formula 4.
dari ketiga formula lainnya.
Parameter
F1 F2 F3 F4
Waktu awal mengapung (menit) 11.42 1.53 15.45 52 17,18 1.58 8,28 2.54
Lama mengapung (menit) 18,5 jam 12,4 jam 12,8 jam 22,5 jam
100
90
80
70
60
Kadar obat yang dilepas (%)
50 F1
40 F2
F3
30
F4
20
10
0
0 100 200 300 400 500 600 700
Waktu (menit)
F2
r 0.9972 0.9487 0.9819 0.9865
k 0.0014 0.0036 0.0390 0.0140
n 0.6276
F3
r 0.9956 0.9324 0.9794 0.9948
k 0.0014 0.0036 0.0395 0.0138
n 0.6367
F4
r 0.9661 0.8983 0.9952 0.9896
k 0.0005 0.0024 0.0158 0.0022
n 0.4494
Profil pelepasan obat dari sediaan tablet meng fil pelepasan obat yang mengikuti kinetika orde
apung ini dianalisis dengan mencocokkannya ter- satu menunjukkan kecepatan pelepasan obat yang
hadap beberapa persamaan kinetika pelepasan tergantung konsentrasi obat di dalamnya. Kinetika
obat seperti kinetika orde nol, orde satu, Higuchi Higuchi menjelaskan profil pelepasan obat yang
dan Korsmeyer-Peppas. Sediaan yang menunjuk- tergantung oleh akar waktu. Kecepatan pelepasan
kan profil pelepasan obat yang mengikuti persa- obat makin lama makin lambat. Dari tiap persa-
maan orde nol menunjukkan kecepatan pelepasan maan kinetika yang dicocokkan, diperoleh nilai-
yang konstan dari waktu kewaktu tanpa terpe konstanta pelepasan obat (k), koefisien korelasi
ngaruh oleh konsentrasi obat dalam sediaan. Pro- (r), dan nilai eksponen difusiPeppas (n) (9).
Berdasarkan data pada tabel 4 bahwa formula tif disebabkan oleh difusi terkendali. Pelepasan
2 dan dan formula 3 mengikuti kinetika orde nol, obat terjadi karena medium disolusi memasuki
sedangkan formula 1 dan formula 4 mengikuti ki- matriks polimer kemudian melarutkan dan me
netika Higuchi. ngangkut obat yang terlarut tersebut keluar dari
Mekanisme pelepasan obat dapat diketahui dalam matriks melalui pori-pori matriks. Karena
berdasarkan persamaan Korsmeyer-Peppas. mengikuti kinetika Higuchi, pelepasan obat dari
Analisis mekanisme pelepasannya diperhatikan dalam sediaan tidak konstan pada setiap waktu,
berdasarkan nilai n atau eksponen pelepasan. melainkan lebih lambat. Hal itu terjadi karena ja-
Untuk sediaan dengan geometri silindris seperti rak difusi obat dari dalam pori-pori sediaan ma-
tablet, jika nilai n<0,45 maka pelepasan zat aktif kin besar, sehingga membutuhkan waktu yang
mengikuti mekanisme difusi Fickian sedangkan lebih lama untuk membawa obat tersebut keluar
jika nilainya berada dalam rentang 0,45<n<0,89 dari dalam sediaan (9).
maka pelepasan zat aktif mengikuti mekanisme
difusi non-Fickian. Berdasarkan hasil yang di
tampilkan pada Tabel 4 diketahui bahwa me- KESIMPULAN
kanisme pelepasan obat berbeda-beda. Formula
I mempunyai nilai n dalam rentang 0,45<n<0,89 Pembuatan eksipien koproses antara PPSP
yang berarti pelepasan obatnya mengikuti me- dengan campuran karagenan kappa:Iota deng
kanisme difusi non Fickian. Untuk formula 4 an perbandingan 1:1 dapat meningkatkan nilai
mempunyai nilai n<0,45 yang berarti pelepasan fungsionalnya dibanding bentuk tunggalnya se-
obatnya mengikuti mekanisme pelepasan difusi hingga dapat dimanfaatkan sebagai matriks pada
Fickian. Pada mekanisme ini, pelepasan zat ak- sediaan tablet mengapung.
ABSTRACT: The morbidity and mortality of cervical cancer is high in the world. To
improve the outcome of cervical cancer therapy, an appropriate approach should
be given to the patients. The study purpose was to describe the pattern of treat-
ment in cervical cancer patients in Prof. Dr. Margono Soekardjo Public Hospital. A
cross sectional descriptive study was done in 150 patients data which was collected
from patient medical records. The patterns of treatment in cervical cancer patients
of Prof. Dr.Margono Soekardjo Public Hospital was dissection therapy 0.67% in
stadium III-IIIB, radiotherapy 59.32% in stadium II-IVB, chemotherapy 12.0% in
stadium III-IIB and chemoradiation 10.01% in stadium I-IIIB. Many of chemothe
rapy drugs given to cervix cancer were the combination of cisplatin-doksorubisin-
siklofosfamid in 66.6% and attached diseases were anemia 66.29%. Conclussion,
most of cervical cancer patients in Prof. Dr. Margono Soekardjo Public Hospital was
treated with radiotherapy.
Korespondensi:
Didik Setiawan
Email : dics_z@yahoo.com
Dari 150 pasien yang menderita kanker servik diri dan berobat ke RSUD Prof.Dr Margono Soe
dari stadium I hingga IVB sebagai sampel, rata- kardjo sudah dalam keadaan stadium lanjut, hal
rata umur pasien kanker servik adalah 49 tahun, ini dapat dilihat pada banyaknya pasien yang
hasil ini sesuai dengan penelitian lain di Rumah datang kerumah sakit pada stadium IIBIVB se-
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo yang menunjukan banyak 64,6% dimana tumor menyebar ke din
rentang umur yang terbanyak menderita kanker ding pelvis dan menyebabkan hidronefrosis atau
servik yaitu pada rentang umur 3544 tahun dan tidak berfungsinya ginjal.
4554 tahun (3), hal ini mengingat faktor resiko
pada umur tersebut lebih sering terjadi seperti Metode diagnosis
jumlah kehamilan dan partus yang sering, status Beberapa metode yang digunakan untuk men-
pernikahan dan faktor lain yang dapat memicu diagnosa adanya kanker servik di RSUD Prof.Dr.
terjadinya kanker servik. Oleh karena itu, pada Margono Soekardjo adalah Biopsi, USG (Ultraso
wanita yang aktif secara seksual atau mempunyai nograpy), serta CT SCAN (Computed Tomography
resiko menderita kanker servik di rekomendasi- Scanning), dengan metode frekuensi tertinggi yai-
kan untuk melakukan pap smear untuk mende- tu biopsi (68,66%) seperti terlihat pada Tabel 2.
teksi adanya kanker servik sedini mungkin. Biopsi merupakan metode standar yang digu-
Terdapat beberapa tipe hispatologi pada kan nakan untuk mendiagnosa kanker servik inva-
ker servik diantaranya Squamous cell carcinoma, sif maupun prakanker, biopsi dilakukan dengan
adenokarsinoma, dan adenosquamosa carcinoma. pengangkatan sebagian kecil jaringan pada ser-
Pada penelitian ini hampir sebagian besar tipe vik yang kemudian diidentifikasi dengan bantuan
hispatologi kanker servik merupakan tipe squa- kolposkopi (6). Pada penelitian ini, metode yang
mus cell carcinoma (48%). Pada Indian Council digunakan untuk mendiagnosa kanker servik di
of Medical research Guidelines for Management of RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo sudah sesuai
Cervik Cancer, 90 95% tipe hispatologi kanker dengan standar WHO sebanyak 68,66%. Tabel 2
servik merupakan tipe squamous cell carcinoma adalah tabel metode diagnosa berdasarkan sta-
dan adenocarsinoma. dium International Federation of Gynecology and
Pada umumnya pasien datang memeriksakan Obstetrics (FIGO) (7).
Tabel 2. Metode diagnose pasien kanker serviks di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Tabel 3. Jenis terapi pasien kanker servik berdasarkan stadium International Federation of Gynecology
and Obstertrics (FIGO).
Metode lain yang digunakan adalah USG, bel 3, terapi pembedahan berupa histerectomy
berdasarkan penelitan yang dilakukan pada 90 subtotal diberikan sedikitnya pada 0,67% pasien
pasien kanker servik stadium Ia2 hingga IIA, kanker servik dengan stadium IIIB. Menurut
metode USG ini sensitif untuk mendeteksi kan World Health Organization (WHO) dalam Com-
ker servik secara makroskopik dengan sensitivi- prehensive Cervical Cancer Control, terapi pembe-
tas 87,8% dan spesifisitas 63,6% (8) Metode CT dahan berupa histerectomy dapat diberikan pada
SCAN dipergunakan untuk mendiagnosis adanya pasien dengan stadium IA1 hingga IIA dengan
metastasis kanker servik pada organ lain, namun diameter <4 cm baik dengan terapi simple hyste
metode ini masih jarang digunakan di RSUD Prof. rectomy, radical hysterectomy maupun radical
Dr. Margono Soekardjo. hysterectomy plus pelvic lymphadenectomy.
Radioterapi merupakan terapi primer kanker
Jenis Terapi servik setelah pembedahan. Radioterapi ini teru-
Terapi yang digunakan pada pasien kanker ser- tama digunakan pada kasus-kasus tumor bulky
vik di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo adalah yaitu tumor dengan massa atau ukuran yang be-
pembedahan, radioterapi, kemoterapi maupun sar (stadium IB dan IIA hingga IVB) dan untuk
kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi. kanker yang sudah bermetastase pada kelenjar
Berikut dalam Tabel 3 adalah jenis terapi ber- getah bening (6). Berikut dijelaskan tabel jenis
dasarkan stadium International Federation of Gy- terapi radioterapi dan kemoterapi berdasarkan
necology and Obstetrics (FIGO). stadium International Federation of Gynecology
Terapi pembedahan dapat dilakukan pada and Obstertrics (FIGO).
kanker servik stadium awal dan pada lesi yang Radioterapi dapat dilakukan dalam beberapa
masih kecil seperti pada IA dan IB1 (7). Pada Ta- kali siklus, Indian Council of Medical research
Guidelines for Management of Cervik Cancer me Kemoterapi tidak digunakan sebagai terapi
rekomendasikan radiasi dilakukan sebanyak 28- primer dalam pengobatan kanker servik, tetapi
35x radiasi, dari 89 pasien kanker servik lebih digunakan sebagai terapi adjuvant pada pembe-
dari 34,83% mendapatkan lebih dari 28 siklus. dahan dan radioterapi (6). Dalam penelitian ini,
Sebagian besar terapi radioterapi diberikan pada terdapat 11,33% pasien menerima kemoterapi
stadium III-IIIB. Berdasarkan penelitian yang di- dimana stadiumnya tidak diketahui dan hanya
lakukan pada 155 pasien kanker servik stadium 0,67% pasien yang menerima kemoterapi de
IIIB yang menerima radioterapi baik dosis tinggi ngan stadium III-IIIB. Berdasarkan penelitian,
maupun rendah mempunyai progres lima tahun pasien kanker servik yang menerima kemotera-
bebas dari kanker servik yaitu 60% untuk ra- pi sebelum radioterapi memiliki kelangsungan
dioterapi dengan dosis tinggi dan 45% untuk do- hidup 3,5,dan 10 tahun sebesar 90,3%, 75,3%
sis rendah (9). dan 59,0%, sementara pada pasien yang hanya
Pada Tabel 4, terdapat kurang dari 4% pasien menerima radioterapi saja, memiliki kelangsu
stadium IVIVB yang menerima radioterapi, ngan hidup 3,5,dan 10 tahun sebesar 81,1%,
menurut WHO pada stadium IVB pemberian 59,2% dan 40,3%. Dari data tersebut dapat di
radioterapi hanya bersifat sebagai terapi palli simpulkan bahwa pemberian kemoterapi sebagai
ative, hal ini sesuai dengan panelitian lain yang neodjuvant efektif dalam terapi kanker servik
menunujukkan bahwa pemberian radioterapi (11).
pada pasien kanker servik stadium IIIB-IVB dapat Dari 18 pasien yang menerima pengobatan
mengontrol perdarahan, keputihan dan nyeri kemoterapi, lebih dari 66% pasien kanker ser-
panggul sebesar 100%, 49% dan 33%. Pembe- vik menerima kemoterapi kombinasi berupa cis-
rian radioterapi ini secara umum memberikan platin, doksorubisin dan siklofosfamid. Menurut
kelangsungan hidup selama 7 bulan (10). Hoffman, pemberian kombinasi cisplatin-dokso-
Tabel 4. Jenis terapi radioterapi dan kemoterapi berdasarkan stadium International Federation of
Gynecology and Obstertrics (FIGO).
rubisin-siklofosfamid (CDS) pada kanker servik kan stadium International Federation of Gyneco
yang sudah bermetatase dan kanker servik de mmmlogy and Obstertrics (FIGO).
ngan kekambuhan, mempunyai tingkat kelang- Kemoradiasi adalah pengobatan standar un-
sungan hidup rata-rata adalah 26-42 minggu, tuk pasien kanker servik stadium lanjut (14).
efek samping yang sering muncul adalah mual, Pada tabel 5, dari 15 pasien penderita kanker
muntah dan myelosupresi, dan efek samping ini servik yang menerima kemoradiasi, lebih dari
masih dapat ditoleransi (12). Dari data tersebut, 66,5% pasien mendapatkan radiasi lebih dari 28
penggunaan kombinasi CDS efektif digunakan kali penyinaran dan 53,33% pasien mendapat-
pada pengobatan kanker servik yang sudah ber- kan kemoterapi 6 kali siklus. Pemberian kemora-
metastase maupun berulang. diasi efektif digunakan pada terapi kanker servik,
Sebagian besar pengobatan kemoterapi meng- hal ini dibuktikan dengan pemberian kemora-
gunakan kombinasi cisplatin, hal ini disebabkan diasi dengan kemoterapi berbasis cisplatin dan
karena cisplatin dianggap sebagai agen yang paling brachyterapi dengan dosis tinggi pada 174 pasien
aktif pada kanker servik, dengan tingkat respon an- stadium IB1-IVA, memiliki rata-rata kelangsung
tara 18-31% (13). Pada penelitian lain, pemberian an hidup 5 tahun sebesar 91,7% untuk stadium
kemoterapi berbasis cisplatin yang dikombinasi IB1-IIA, 71,5% stadium IIB, 44,9% stadium III
dengan radioterapi selama 3 siklus dengan dosis dan 20,9% pada stadium IVA (15).
75mg/m2 setiap 3 minggu, mempunyai kelangsu
ngan hidup 5 tahun sebesar 88,7% (14). Penyakit penyerta
Kemoradiasi merupakan terapi kombinasi Beberapa pasien kanker servik yang datang
antara radioterapi dengan kemoterapi, dimana berobat ke rumah sakit, tidak hanya mengeluh-
kemoterapi bersifat sebagai adjuvant. Berikut kan mengenai kanker servik saja tetapi terdapat
dalam tabel 5 dijelaskan kemoradiasi berdasar- beberapa pasien yang datang dengan penyakit
Tabel 5. Jenis terapi kemoradiasi berdasarkan stadium International Federation of Gynecology and
Obstertrics (FIGO).
penyerta atau penyakit selain kanker servik. Beri- Beberapa penyakit lain yang sering dialami oleh
kut dalam Tabel 6 dijelaskan penyakit penyerta pasien kanker adalah diare, dan retensi urin. Diare
pasien kanker servik berdasarkan jumlah pasien dapat disebabakan karena infeksi gastointestinal,
terbanyak. parasit maupun efek samping dari radioterapi
Pada Tabel 6, dapat digambarkan bahwa ane- atau kemoterapi, pada penelitian lain 17,8% dari
mia merupakan penyakit penyerta yang paling 158 pasien kanker servik menderita diare di se-
banyak diderita oleh pasien kanker servik yaitu babkan efek samping dari kemoterapi (16).
mencapai lebih dari 66%, hal ini dikarenakan Pada stadium III hingga IVB penyakit penyerta
perdarahan pervaginan yang sering dialami oleh yang dialami biasanya disebabkan karena kanker
pasien kanker servik, sementara itu pada pene- servik yang sudah berinvasif pada alat atau or-
litian lain anemia juga diderita pada pasien yang gan lain, beberapa penyakit di antaranya adalah
diobati dengan radiasi dan kemoterapi pada wak- kanker vagina, kanker ovarium, efusi pleura du-
tu yang bersamaan yaitu mancapai 3,2% dari 158 plek, limfadenopati hepatomegali, hidronefrosis
pasien (16). renal failure serta kanker yang sudah bermetas-
Chronik renal failure merupakan penyakit pe- tase ke rektum.
nyerta dengan angka terbanyak kedua, yaitu pada
stadium III-IIIB, hal ini disebabkan karena pada Golongan obat lain
stadium ini kanker sudah menyebar ke dinding Dalam pengobatan kanker servik, pasien tidak
pelvis yang menyebabkan tidak berfungsinya gin- hanya menerima obat-obat kanker servik saja
jal. Penyakit penyerta lain seperti infeksi saluran tetapi juga diberikan obat lain untuk memban-
kemih juga dialami pada pasien kanker servik, hal tu mengoptimalkan pengobatan kanker servik.
yang sama juga terjadi pada beberapa penelitian Berikut dalam tabel 7 dijelaskan pengguanaan
lain yang dilakukan pada 357 wanita penderita obat lain berdasarkan jumlah terbanyak yang di-
kanker servik 25 (7%) diantaranya menderita in- berikan pada pasien kanker servik.
feksi saluran kemih (17)
Tabel 6. Penyakit penyerta pasien kanker servik berdasarkan jumlah pasien terbanyak
Tabel 7. Daftar golongan obat lain berdasarkan jumlah terbanyak yang di berikan pada pasien kanker
servik.
17. Cheung TH, Lo WK, Yu MY, Yang WT, Ho S. Ex- Surapan Khunamornpong, Kanchana Nimman-
tended experience in the use of laparoscopic ul- haeminda, Sumalee Siriaunkgul. Underlying pa-
trasound to detect pelvic nodal metastasis in pa- thology of women with atypical squamous cells,
tients with cervical carcinoma. J Gynecol Oncol. cannot exclude high-grade squamous intraepithe-
2004; 92(3): 784-8. lial lesion smears, in a region with a high inci-
18. Chumnan Kietpeerakool, Jatupol Srisomboon, dence of cervical cancer. Journal of Obstetrics and
Charuwan Tantipalakorn, Prapaporn Suprasert, Gynaecology Research 2008; 34 (2): 204209.
Fakultas Farmasi, Kata kunci : Kitosan, gelasi ionik, nanopartikel, natrium tripolifosfat, verapa
Universitas Indonesia mil hidroklorida
Korespondensi:
Raditya Iswandana
Email: raditya@farmasi.ui.ac.id
Verapamil Natrium
Formula Kitosan Metode
hidroklorida tripolifosfat
A 3 gr 200 mg/ 100 mL 40 mg/ 40 mL 1a
B 5 gr 200 mg/ 100 mL 40 mg/ 40 mL 1b
C 5 gr 200 mg/ 100 mL 40 mg/ 40 mL 2
D 5 gr 200 mg/ 100 mL 40 mg/ 40 mL 3
rpm selama 30 menit hingga terbentuk suspensi Morfologi permukaan serbuk nanopartikel de
nanopartikel. ngan SEM
Scanning electron microscopy (SEM) diguna
Pengukuran Persen Efisiensi Penjerapan Vera- kan untuk mempelajari morfologi permukaan
pamil Hidroklorida dalam Suspensi Nanopar- serbuk nanopartikel yang mengandung vera-
tikel Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pamil hidroklorida dengan eksipien kitosan-tri
5,0 mL suspensi ditambahkan 5,0 mL dapar polifosfat.
alkali borat pH 9,7. Selanjutnya disentrifugasi
dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit, su- Analisis FT-IR (Fourier Transform Infra Red)
pernatan diambil 1,0 mL dan diencerkan dalam Spektrum FT-IR dari kitosan dan nanopartikel
labu tentukur dengan menggunakan aqua demi kitosan-natrium tripolifosfat dilakukan pada
neralisata hingga 25,0 mL, kemudian 1,0 mL dari daerah 4000-400 cm-1. Spektrum FT-IR diguna
larutan sebelumnya diencerkan kembali dengan kan untuk menentukan keberadaan dari natrium
aqua demineralisata hingga 25,0 mL (6). Serapan tripolifosfat dan kitosan dalam nanopartikel ke
larutan tersebut diukur dengan spektrofotome ring. Serbuk disiapkan menggunakan KBr diben-
ter UV-Vis pada panjang gelombang maksimum tuk pellet (9).
dan dihitung kadarnya dengan menggunakan
persamaan kurva kalibrasi. Percobaan dilakukan
sebanyak 3 kali. Hasil dihitung sebagai verapamil HASIL DAN PEMBAHASAN
hidroklorida bebas.
Pembuatan Nanopartikel (Metode Gelasi Ionik)
% Efisiensi penjerapan = Metode gelasi ionik melibatkan proses sam-
total obat - obat bebas dalam supernatan
x 100% bung silang antara polielektrolit dengan adanya
total obat
pasangan ion multivalennya. Gelasi ionik sering-
kali diikuti dengan kompleksasi polielektrolit
Penetapan Distribusi Ukuran Partikel dan Poten- dengan polielektrolit yang berlawanan. Pem-
sial Zeta bentukan ikatan sambung silang ini akan mem-
Penentuan ukuran partikel, potensial zeta, perkuat kekuatan mekanis dari partikel yang
dan indeks polidispersitas dilakukan dengan cara terbentuk. Dalam penelitian ini digunakan kito-
mendispersikan nanopartikel dengan aquadest san dan tripolifosfat sebagai bahan pembentuk
pada suhu 25OC pada perbandingan 1/100 (v/v). nanopartikel. Kitosan yang merupakan polimer
Ketiga pengukuran tersebut dilakukan dengan kationik dapat bereaksi dengan anion multivalen
menggunakan alat Zetasizer (7). seperti tripolifosfat. Prosedur sederhana terse-
but meliputi pencampuran dua fase cair dimana
Mikroskop Transmisi Elektron fase yang satu mengandung kitosan dan fase yang
Mikroskop transmisi elektron digunakan un- satu mengandung anion multivalen yaitu tripoli-
tuk menguji morfologi nanopartikel dan ukuran fosfat (10).
partikel yang dihasilkan (8). Fase cair pertama adalah larutan kitosan yang
didapatkan dengan melarutkan kitosan sebanyak
Pengeringan Nanopartikel yang Dihasilkan 200 mg dalam 100 mL larutan asam asetat 1%
Nanopartikel yang didapatkan dibekukan de dengan menggunakan pengaduk magnetik. Laru-
ngan nitrogen cair dan diliofilisasi selama 12 jam tan ini memiliki warna sedikit kekuningan, agak
untuk mendapatkan nanopartikel kitosan-natri- kental, dan beraroma khas asam asetat. Fase cair
um tripolifosfat kering dengan menggunakan alat kedua adalah larutan tripolifosfat yang didapat-
freeze dryer. kan dengan melarutkan natrium tripolifosfat se-
Gambar 1. Larutan suspensi nanopartikel: formula A (A), formula B (B), formula C (C) dan formula D (D)
Penetapan Distribusi Ukuran Partikel tambahkan lebih kecil, namun pada pengukuran
Ukuran partikel ketiga formula diukur dengan zeta potensial yang dilakukan terhadap suspensi
menggunakan alat zetasizer. Semua metode pem- nanopartikel dengan formula A tidak mendapat-
buatan sudah menunjukkan hasil ukuran dalam kan hasil. Kemungkinan hal ini terjadi karena
rentang nanopartikel, dapat dilihat pada Tabel konsentrasi zat aktif yang digunakan terlalu kecil.
2 dan Gambar 2. Pada pembuatan nanopartikel Oleh karena itu, variasi zat aktif pada formula B, C,
dengan metode gelasi ionik, ukuran nanopartikel dan D ditingkatkan agar mendapatkan hasil pada
dapat dipengaruhi oleh konsentrasi polimer yang pengukuran zeta potensial. Hasil nanopartikel
digunakan, konsentrasi zat aktif yang digunakan, dengan formula B memiliki ukuran partikel yang
kecepatan tetesan agen penaut silang, dan ke- lebih besar dibandingkan dengan nanopartikel
cepatan putaran pada saat pembuatan (3). dengan formula C dan D, karena pada metode ini
Hasil yang diperoleh menunjukkan formula kecepatan yang digunakan pada saat pembuatan
A memiliki ukuran yang lebih kecil dari formula nanopartikel lebih rendah dari formula C dan D.
B, C, dan D karena konsentrasi zat aktif yang di Pada formula C menunjukkan ukuran yang lebih
Tabel 2. Data distribusi ukuran dan indeks polidispersitas nanopartikel berbagai formula
Distribusi Ukuran
Formula Indeks polidispersitas
Partikel
D (10%) = 10,9 nm;
A D (50%) = 12,4 nm; 0,475
D (90%) = 17,5 nm;
D (10%) = 81,1 nm;
B D (50%) = 96,5 nm; 0,322
D (90%) = 141,6 nm;
D (10%) = 52,0 nm;
C D (50%) = 61,8 nm; 0,279
D (90%) = 90,6 nm;
D (10%) = 46,1 nm;
D D (50%) = 54,9 nm; 0,252
D (90%) = 80,2 nm;
kecil dari formula B, namun lebih besar dari for- Potensial Zeta
mula D, hal ini terjadi karena kemungkinan par- Pada hasil pengujian potensial zeta, suspensi
tikel yang terbentuk akibat proses penetesan nanopartikel dengan metode A tidak dapat te
mengalami pengecilan ukuran kembali akibat r
ukur. Hal ini kemungkinan karena konsen-
putaran homogenizer dengan kecepatan 3000 trasi zat aktif yang ada di dalamnya terlalu ke-
rpm yang digunakan. Pada formula D, pada saat cil sehingga tidak dapat terukur. Potensial zeta
pencampuran langsung di-homogenizer dengan suspensi nanopartikel dengan metode lainnya
kecepatan 3000 rpm sehingga interaksi antara menunjukkan memiliki muatan positif. Hal ini
gugus amin dari kitosan dengan ion negatif tripo- berhubungan dengan tipe mekanisme pemben-
lifosfat membentuk nanopartikel dengan ukuran tukan nanopartikel secara gelasi ionik, dimana
yang lebih kecil namun tidak terlalu signifikan muatan positif dari gugus amin kitosan dinetrali
jika dibandingkan dengan formula C. Penggunaan sasi melalui interaksi dengan muatan negatif
formula D memiliki keunggulan dibandingkan dari polianion natrium tripolifosfat. Residual
dengan formula C, yaitu waktu pembuatan lebih gugus amin dari kitosan yang bermuatan positif
cepat karena larutan natrium tripolifosfat lang- menimbulkan nilai potensial zeta yang positif
sung dituangkan bukan melalui proses penete- (8). Formula B menunjukkan nilai potensial zeta
san. Namun perlu untuk diperhatikan bahwa ke- sebesar +15,73 mV, formula C menunjukkan po-
cepatan putaran dapat menyebabkan terjadinya tensial zeta sebesar +21,82 mV, dan formula D
gelembung udara pada saat pembuatan nanopar- menunjukkan potensial zeta sebesar +25,46 mV.
tikel yang dapat mempengaruhi proses interaksi Nilai tersebut menunjukkan bahwa nanopartikel
antara gugus amin dari kitosan dengan ion nega- dengan formula C dan D sebagai suspensi koloid
tif tripolifosfat sehingga menggangu proses pem- yang mendekati stabil karena sudah mendekati
bentukan nanopartikel. nilai 30 mV (Tabel 3).
Gambar 3. Hasil mikroskop transmisi elektron: (A) formula A, (B) formula B, (C) formula C, (D) formula D
Gambar 5. Hasil SEM serbuk nanopartikel kering; (A) perbesaran 50x, (B) perbesaran 500x, dan (C)
perbesaran 1000x
Gambar 6. Spektrum infra merah: (A) kitosan, (B) natrium tripolifosfat, dan (C) kitosan tripolifosfat
dilihat pada Gambar 3. Adapun serbuk nanopar- baru pada 1645 cm-1 dan 1554 cm-1. Hilangnya
tikel hasil pengeringan dengan freeze dryer dapat bilangan gelombang tersebut kemungkinan di
dilihat pada Gambar 4. Serbuk yang dihasilkan akibatkan terjadinya ikatan antara ion fosfor dan
kemudian diamati dengan SEM dan menunjuk- amonium. Kitosan yang mengalami tautan silang
kan hasil seperti Gambar 5. juga menunjukkan puncak untuk P=O pada bila
ngan gelombang 1155 cm-1.
Analisis FT-IR (Fourier Transform Infra Red)
Hasil analisis FT-IR dapat dilihat pada Gam-
bar 6 untuk kitosan, natrium tripolifosfat, dan KESIMPULAN
kitosan tripolifosfat. Dari gambar, dapat dilihat
bahwa kitosan mempunyai bilangan gelombang Karakter dari formula nanopartikel terpilih
1585 cm-1 menandakan adanya gugus NH un- adalah formula yang memiliki ukuran partikel
tuk amin primer, 1655 cm-1 untuk gugus C=O yang terkecil (berukuran nano), memiliki poten-
amida dan 1421 cm-1 C-N amida. Pada bilangan sial zeta yang terbesar, memiliki efisiensi penje
gelombang 3000 3400 cm-1 terdapat puncak rapan yang tinggi, memiliki morfologi yang baik,
daerah serapan yang menunjukkan adanya gugus dan dapat diterima pada konfirmasi dengan FT-IR.
-OH- pada struktur glukosamin. Puncak-puncak Berdasarkan hasil karakterisasi tersebut
daerah serapan tersebut merupakan karakteris- menunjukkan bahwa formula D adalah yang ter-
tik dari struktur polisakarida pada kitosan. baik dengan hasil ukuran partikel 62,8 nm, po-
Bilangan gelombang pada 3449 cm-1 menun- tensial zeta +25,46 mV, memiliki efisiensi penje
jukkan adanya streching vibrasi dari gugus NH2 rapan sebesar 60,25 1,55%, memiliki morfologi
dan OH. Pada spektrum FT-IR dari kitosan yang yang sferis (baik), serta pada konfirmasi dengan
tertaut silang, puncak pada bilangan gelombang FT-IR menunjukkan terjadinya tautan silang.
1655 cm-1 menghilang dan muncul 2 puncak
9. De Moura M, Auada FA, Bustillos RJA, Mc.Hugh 10. Yu HL, Kiran S, Kurt ML, Jyuhn HJ, Fwu LM, Han
TH, Krochta JM, dan Mattoso LHC. Improves bar- WY, dan Hsing WS. Multi-ion-crosslinked nanopar-
rier and mechanical properties of novel hydroxy- ticles with pH-responsive characteristics for oral
propyl methylcellulose edible film with chitosan/ delivery of protein drugs. Journal of Controlled
tripolyphosphate nanoparticles. Journal of Food Release 2008; 132: 141-149.
Engineering 2009; 92: 448-453.
Korespondensi:
Rina Herowati
Email: rn_herowati@yahoo.co.id
dian dikelompokkan secara acak menjadi 10 bandingan efektivitas biji oyong tunggal maupun
kelompok uji, masing-masing kelompok terdiri kombinasi dengan obat hipoglikemik oral diuji
dari 8 ekor mencit. Kelompok I (kontrol negatif) dengan analisa statistik anava satu jalan pada
diberi suspensi CMC Na 25 mg/kg bb, kelompok aras keberartian 95%.
II (kontrol tunggal obat ke-1) diberi glibenkla-
mid 0,65 mg/kg bb, kelompok III (kontrol tung-
gal obat ke-2) diberi metformin 65 mg/kg bb, HASIL DAN PEMBAHASAN
kelompok IV diberi infus biji oyong 15 mg/kg bb,
kelompok V diberi kombinasi infus biji oyong- Identifikasi kandungan kimia
glibenklamid 0,75:0,25 (11,25 mg:0,1625 mg/ Biji oyong mengandung alkaloid, flavonoid, se-
kg bb), kelompok VI diberi kombinasi infus biji nyawa polifenol dan saponin.
oyong-glibenklamid 0,5:0,5 (7,5 mg:0,325 mg/
kg bb), kelompok VII diberi kombinasi infus biji Efek hipoglikemik pada uji diabetes diinduksi
oyong-glibenklamid 0,25:0,75 (3,75 mg:0,4875 aloksan
mg/kg bb), kelompok VII diberi kombinasi infus Gambar 1 dan 2 menampilkan kurva hubung
biji oyong-metformin 0,75:0,25 (11,25 mg:1,625 an antara waktu dan kadar glukosa darah setelah
mg/kg bb), kelompok IX diberi kombinasi infus pemberian sediaan uji pada metode induksi
biji oyong-metformin 0,5:0,5 (7,5 mg:3,25 mg/ diabetes dengan aloksan. Infus biji oyong dalam
kg bb), kelompok X diberi kombinasi infus biji bentuk tunggal maupun kombinasi dengan gli
oyong-glibenklamid 0,25:0,75 (3,75 mg:4,875 benklamid maupun metformin menunjukkan
mg/kg bb). efek penurunan kadar glukosa darah yang lebih
besar dibanding glibenklamid maupun metfor-
Metode diabetes induksi aloksan min tunggal. Pada Gambar 1, kelompok perlakuan
Hewan coba dibuat diabetes dengan induksi dengan infus biji oyong tunggal, hari ke-8 terjadi
larutan aloksan secara subcutan dengan dosis efek hipoglikemia (kadar gula darah di bawah
100 mg/kg bb selama 7 hari. Pada hari ke 7 di- normal). Namun kombinasi infus biji oyong-gli
lakukan pemeriksaan kadar glukosa darah untuk benklamid pada semua perbandingan dosis tidak
mengamati terjadinya keadaan hiperglikemia menyebabkan efek hipoglikemia.
pada mencit. Setelah itu diberikan sediaan uji Pada Gambar 2 infus biji oyong tunggal mau-
selama 8 hari. Pemeriksaan kadar glukosa darah pun kombinasinya dengan metformin menunjuk-
dilakukan pada hari ke 4 dan ke 8 (9). kan penurunan kadar glukosa darah lebih baik
dari metformin tunggal, tetapi tidak menunjuk-
Metode beban glukosa oral kan efek hipoglikemik. Aloksan merupakan ba
Hewan uji dibuat hiperglikemi dengan pem- han kimia yang digunakan untuk menginduksi di-
berian larutan glukosa 50% dengan dosis 1 g/kg abetes pada binatang percobaan. Efek diabetoge-
bb. Pemberian beban glukosa dilakukan 5 menit niknya bersifat antagonis dengan glutathion yang
setelah pemberian sediaan uji secara oral. Pengu- bereaksi dengan gugus sulfhidrilnya. Mekanisme
kuran kadar glukosa darah dilakukan pada menit aksi dalam menimbulkan perusakan yang selektif
ke-30, 60, 90 dan 180 (10). belum diketahui dengan jelas. Beberapa hipote-
sis tentang mekanisme aksi yang telah diajukan
Analisa Data antara lain: pembentukan khelat terhadap Zn,
Data ditampilkan dalam bentuk grafik hubung interferensi dengan enzim-enzim sel serta de-
an antara dosis respon kadar glukosa darah (mg/ aminasi dan dekarboksilasi asam amino. Peneli-
dl) sebagai fungsi dosis yang diberikan dan wak- tian terhadap mekanisme kerja aloksan secara in
tu pemeriksaan kadar glukosa darah (hari). Per- vitro menunjukkan bahwa aloksan menginduksi
330
300
kadar glukosa darah (mg/dl)
270
240
Kontrol negatif
210
180 Metformin 65
150 Infus biji oyong
120 M : O (0,75:0,25)
90 M : O (0,5:0,5)
60 M : O (0,25:0,75)
30
0
T1 T4 T8
waktu (hari)
pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang sa oral. Infus biji oyong dalam bentuk tunggal dan
mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. kombinasi dengan glibenklamid memberikan
Keluarnya ion kalsium dari mitokhondria ini me efek penurunan kadar glukosa darah yang lebih
ngakibatkan gangguan homeostasis yang meru tinggi dibanding glibenklamid tunggal. Infus biji
pakan awal dari matinya sel (11). oyong dalam bentuk tunggal memberikan efek
Gambar 3 dan 4 menampilkan kurva hubung penurunan kadar glukosa darah yang sebanding
an antara waktu dan kadar gula darah setelah dengan metformin. Namun kombinasi infus biji
pemberian sediaan uji pada metode beban gluko- oyong dengan metformin pada semua perban
360
330
kadar glukosa darah (mg/dl)
300
270
240 Kontrol negatif
210
Glibenclamide 0,65
180
150 Infus biji oyong
120
90 G : T (0,75:0,25)
60 G : T (0,5:0,5)
30
0 G : T (0,25:0,75)
t0 t30 t60 t120 t180
waktu (menit)
390
360
330
kdar glukosa darah (mg/dl)
300
270 Kontrol negatif
240
210 Metformin 65
180
150 Infus biji oyong
120 M : T (0,75:0,25)
90
60 M : T (0,5:0,5)
30 M : T (0,25:0,75)
0
t0 t30 t60 t120 t180
waktu (menit)
dingan tidak menunjukkan efek penurunan kadar pada parameter berat badan, biokimia dan juga
glukosa darah yang bermakna. indeks organ, sehingga dapat disimpulkan bahwa
Hasil penelitian di atas sejalan dengan peneli- ekstrak etanol biji oyong pada dosis yang diin-
tian lain sebelumnya. Adnyana melaporkan bah- dikasikan untuk penanganan diabetes mellitus
wa dalam model mencit diabetes yang diinduksi aman dan ditoleransi dengan baik (6).
aloksan, pemberian ekstrak biji oyong pada dosis Belum banyak penelitian yang mengkaji aktivi-
10,8 atau 21,6 mg/kg bb menurunkan kadar glu- tas hipoglikemik biji oyong, namun Quanico dkk.
kosa serum secara bermakna dibanding kelom- melaporkan daun tanaman oyong tidak menun-
pok kontrol. Nilai dosis letal (LD50) ekstrak etanol jukkan aktivitas antidiabetes yang bermakna
biji oyong adalah 158,125 mg/kg bb. Pemberian pada metode uji beban glukosa oral bila diberi-
ekstrak uji secara berulang selama 28 hari pada kan sesudah pemberian beban glukosa. Aktivitas
dosis efektif tidak menunjukkan gejala toksik penurunan kadar glukosa darah teramati bila se-
diaan uji diberikan sebelum beban glukosa (5). glikemi yang dihasilkan, terutama setelah pe-
Diduga kandungan flavonoid dan polifenol biji makaian jangka panjang. Efek hipoglikemi ini
oyong berperan dalam aktivitas hipoglikemik. tidak nampak pada penggunaan infus biji oyong
Stres oksidatif, dinyatakan sebagai ketidakseim- dalam kombinasi dengan glibenklamid maupun
bangan antara produksi spesi oksigen reaktif metformin.
(reactive oxygen species, ROS) dan pertahanan
antioksidan, merupakan salah satu faktor pato-
gen penting dalam diabetes mellitus dan kom- KESIMPULAN
plikasinya. Hubungan antara potensi antioksidan
tanaman obat dengan aktivitas antidiabetes telah Pemberian kombinasi infus biji oyong dalam
banyak dilaporkan (12). bentuk tunggal dan kombinasi dengan gliben-
Pemberian kombinasi infus biji oyong-obat klamid maupun metformin memberikan efek
antidiabetika oral menunjukkan perbedaan un- hipoglikemik yang lebih tinggi dibanding gliben-
tuk masing-masing obat. Hal ini bisa disebabkan klamid maupun metformin tunggal pada metode
karena perbedaan mekanisme kerja glibenklamid diabetes yang diinduksi aloksan. Sedangkan
dan metformin. Glibenklamid merupakan anti- kombinasi infus biji oyong dengan glibenklamid
diabetes oral golongan sulfonilurea yang bekerja memberikan efek yang lebih kuat. Namun pada
dengan cara merangsang sel beta pankreas un- metode beban glukosa oral hanya infuse daun
tuk melepaskan lebih banyak insulin (sekreta- talok tunggal yang memberikan efek penurunan
gogum insulin), sedangkan metformin meru- kadar gula yang sebanding dengan metformin.
pakan golongan biguanida yang bekerja melalui Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengeta-
stimulasi proses transport glukosa ke dalam sel hui efek penggunaan jangka panjang serta me
dan peningkatan pengikatan insulin pada resep- kanisme interaksi dari kedua kombinasi ini, un-
tornya (13,14). tuk menggali potensi penggunaan infus biji oyong
Salah satu hal yang harus dicermati pada sebagai terapi pendamping pada penderita dia-
penggunaan infus biji oyong adalah efek hipo- betes melitus tipe 2.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Bodhankar SL. Interaction of Aqueous Extract of
9. Vogel HG and Vogel WH (Eds.)., Drug Discovery Pleurotus pulmonarius (Fr.) Quel-Champ. with
and Evaluation : Pharmacological Assays. Berlin: Glyburide in Alloxan Induced Diabetic Mice. eCAM.
Springer-Verlag. 1997 : 537-538. 2008. 5(2): 159164.
10. Muruganandan S, Srinivasan K, Gupta S, Gupta 13. Ibrahim R. Diabetes Mellitus Type II: Review Of
PK, Lala J. Effect of mangiferin on hyperglycemia Oral Treatment Options. International Journal of
and atherogenicity in streptozotocin diabetic rats, Pharmacy and Pharmaceutical Scien
ces. 2010.
Journal of Ethnopharmacology 2005; 97:497501. 2(1): 21-30.
11. Suharmiati. Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes 14. DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG
Mellitus Tumbuhan Obat, Cermin Dunia Kedok- and Posey LM (Eds.). Pharmacotherapy : A Patho-
teran 2000; 8 : 8-13. physiologic Approach, Seventh Edition. New York
12. Badole SL, Patel NM, Prasad A, Thakurdesai and :McGraw-Hill; 2008.
Keywords: Hepatoprotector, Carica papaya L., Morindra citrifolia L., Isoniazid, Rifam-
picin
ABSTRAK: Telah dilakukan formulasi dan uji aktivitas hepatoprotektor dari tablet
kunyah kombinasi ekstrak etanolik buah mengudu (Morinda citrifolia L.) dan daun
pepaya (Carica papaya L.) terhadap kerusakan hati yang disebabkan obat tuberculo-
sis. Tikus dibagi 6 kelompok yaitu kelompok kontrol normal tanpa perlakuan, kontrol
negatif diberi INH 10mg/200g dan RIF 10mg/200g, kontrol positif diberi INH-RIF dan
methicol), sedangkan 3 kelompok perlakuan diberi INH-Rifampisin dengan tablet
kunyah kombinasi ekstrak daun pepaya (EDP) 120mg/200 g BB dan buah mengkudu
(EBM) 20mg/200 g BB tikus dari formula tablet yang menggunakan pengikat PVP 1%,
3% dan 5%. Perlakuan diberikan setiap hari selama 27 hari. Tablet kunyah kombinasi
ekstrak daun pepaya 120 mg/200 g BB dan ekstrak buah mengkudu dosis 20 mg/200
g BB mampu mencegah terjadinya nekrosis hati yang menunjukkan nekrosis hati
19,92% (PVP3%) dan 19,90 (PVP1%) dibandingkan kontrol negatif 41,78%, demiki-
an juga mampu menurunkan nilai ALT, AST dan bilirubin serum. Formula yang dapat
diterima pada uji tanggap rasa dan paling efektif sebagai hepatoprotektor adalah for-
1
Fakultas Farmasi, Universitas mula tablet kunyah dengan pengikat PVP 3%.
Setia Budi
2
Program Biologi, Jurusan MIPA Kata kunci : Hepatoprotektor, Carica papaya L., Morindra citrifolia L., Isoniazid, Rifam-
FKIP Universitas Sebelas Maret pisin
Korespondensi:
Titik Sunarni
Email: titiksunarni@yahoo.co.id
han. Bahan tanaman dicuci dengan air mengalir, telah dikeringkan dengan aerosil dicampur lak-
dilakukan perajangan dan dikeringkan dibawah tosa, manitol dan aspartam hingga homogen.
sinar matahari. Bahan kering selanjutnya di PVP dikembangkan dengan aquadest ditambah
serbuk dan diayak dengan ayakan no.40. Daun essense jeruk kemudian ditambahkan pada cam-
pepaya dan buah mengkudu diekstraksi dengan puran pertama sampai terbentuk massa yang
sokhlet menggunakan etanol 70% kemudian di- siap digranulasi. Massa granul diayak dengan
pekatkan dan selanjutnya disebut ekstrak eta- ayakan no. 16, hasilnya dikeringkan dalam oven
nolik dan dilakukan uji daya rekat. Identifikasi suhu 45oC. Setelah kering, granul diayak dengan
kandungan kimia serbuk dan ekstrak etanolik ayakan no. 18, ditambahkan talk dan magnesium
dilakukan dengan reaksi warna dan kromatografi stearat kemudian dicetak dengan pencetak tablet.
lapis Tipis (KLT) terhadap kandungan flavonoid, Masing-masing formula diperhitungkan untuk
alkaloid, saponin, dan antrakinon menurut cara 100 tablet pada tiap pembuatan. Evaluasi kuali-
yang lazim. tas granul meliputi waktu alir, sudut diam dan su-
sut pengeringan sedangkan evaluasi kualitas tab-
Rancangan formula tablet kunyah let meliputi keseragaman bobot, kekerasan tab-
Dosis sebagai hepatoprotektor kombinasi EDP let, kerapuhan tablet dan evaluasi tanggap rasa,
120mg/200 g BB dan EBM 20 mg/200 g BB tikus yang dilakukan menurut cara yang lazim.
(13). Dosis dikonversi dengan faktor 56 sehingga
diperoleh dosis EDP 6.720 mg dan EBM 1.120 Pengujian Aktivitas Hepatoprotektor Tablet
mg. Tablet dirancang untuk penggunaan se- Kunyah
hari tiga kali 4 tablet maka diperoleh kombinasi
ekstrak dalam 1 tablet adalah untuk pepaya 560 Uji Aktivitas Hepatoprotektor
mg dan mengkudu 93,3 mg. Ekstrak diformulasi- Tikus dibagi menjadi 6 kelompok, tiap kelom-
kan dalam sediaan tablet kunyah dengan bobot pok 5 ekor. Sehari sebelum pengambilan darah
2000 mg tiap tablet menggunakan pengikat PVP tikus dipuasakan. Kelompok K1 (kontrol normal)
konsentrasi 1%, 3% , 5% (Tabel 1). hanya diberi makan dan minum biasa, kelom-
pok K2 (kontrol negatif) diberi suspensi INH 10
Pembuatan Tablet Kunyah mg/200 g BB dan RIF 10 mg/200 g BB, kelompok
Tablet kunyah kombinasi EDP dan EBM dibuat K3 (kontrol positif) diberi suspensi INH-RIF dan
dengan metode granulasi basah. Ekstrak yang methicol 4,5 mg/200g BB. Kelompok Perlakuan
Tabel 1. Formula tablet kunyah kombinasi ekstrak daun papaya dan buah mengkudu
P1, P2 dan P3 masing-masing diberi suspensi tivitas ALT, AST dan gambaran piknotik hati de
tablet kunyah formula I (PVP 1%), formula II ngan anova dilanjutkan Tukey HSD dan Baferroni.
(PVP 3%) dan formula III (PVP 5%) dengan dosis
EDP 120 mg/200 g BB dan EBM 20 mg/200 gram.
Sebelum perlakuan, setiap tikus diambil darah HASIL DAN PEMBAHASAN
nya untuk penetapan kadar bilirubin serum, ni-
lai ALT dan AST pada hari ke-0. Setiap kelompok Penyiapan Bahan Tanaman
diberi perlakuan setiap hari selama 27 hari. Pada Hasil pengeringan bahan didapatkan kadar air
hari ke-14, hari ke-21, dan hari ke -28 diambil da- daun pepaya 7,25% dan buah mengkudu 10,6%
rahnya untuk diukur kadar bilirubin serum, ka- sedangkan randemen ekstrak daun papaya
dar ALT dan AST, dan selanjutnya tikus dimatikan 30,2% dan buah mengkudu 48,8%. Uji daya rekat
untuk pengamatan histologi hati. ekstrak diperoleh hasil rata-rata 37,6 detik untuk
daun pepaya dan 224,28 detik untuk buah meng-
Penentuan aktivitas ALT, AST dan kadar bilirubin kudu. Identifikasi kandungan kimia serbuk dan
Penetapan aktivitas ALT, AST dan kadar bili- ekstrak dari reaksi warna dan KLT menunjukkan
rubin menggunakan reagen dari Dsi Germany. daun pepaya mengandung alkaloid, flavonoid dan
Darah tikus diambil melalui vena mata, disentri- saponin sedangkan buah mengkudu mengandung
fuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 me- alkaloid, flavonoid, antrakuinon dan saponin.
nit. Pengujian aktivitas ALT dan AST dilakukan
dengan mencampur serum darah 100 l dengan Pembuatan Tablet Kunyah
reagen kerja 1000l. Pengujian kadar bilirubin Hasil pemeriksaan sifat fisik tablet
dilakukan dengan mencampur serum darah 25 Hasil pemeriksaan sifat fisik tablet dilaku-
l dan reagen kerja 1000 l diinkubasi 5 menit. kan untuk mengetahui apakah tablet yang sudah
Penetapan dilakukan dengan fotometer StarDust dibuat memenuhi persyaratan, sehingga diharap-
kan dapat menghasilkan mutu tablet yang baik.
pada 546 nm.
Pemeriksaan ini meliputi keseragaman bobot,
kekerasan dan kerapuhan tablet dengan hasil
Pengamatan histologi sel hati
tercantum pada Tabel 2. Pemeriksaan keseraga-
Semua tikus dikorbankan pada hari ke-28,
man bobot tablet kunyah dengan bahan pengikat
organ hati bagian dextra dibuat preparat ber-
PVP 1%, 3% dan 5% menunjukkan hasil yang
dasarkan metode block paraffin dengan penge-
memenuhi persyaratan, baik terhadap penyim-
catan Haematoxillin eosin. Pengamatan preparat
pangan bobot rata-rata tablet maupun terhadap
disekitar vena sentralis dan perifer lobulus hepar
nilai CV, dimana tablet dikatakan memenuhi
yang dipilih secara acak. Tiap preparat diambil 2
syarat jika nilai CV kurang dari 5%.
lobulus untuk dihitung prosentase kerusakan sel
Hasil uji kekerasan tablet menunjukkan bah-
hati (nekrosis) berdasarkan perbandingan jum- wa tablet dengan konsentrasi bahan pengikat
lah inti piknotik dan jumlah total inti sel hati pada PVP 1%, 3% dan 5% berturut-turut mempunyai
perbesaran 1000 kali. kekerasan tablet (4,23 0,2 kg), (4,71 0,2 kg),
dan (5,68 0,6 kg). Persyaratan kekerasan tab-
Analisis Hasil let adalah 4 8 kg (15). Kekerasan tablet kunyah
Data yang diperoleh dilakukan uji normalitas Kol- merupakan parameter yang menggambarkan ke-
mogorov-Smirnov, selanjutnya signifikansi dia- tahanan tablet terhadap goncangan mekanik dan
nalisis secara statistik Kruskal-Wallis yang dilan- pengikisan sehingga kekerasan ini akan mem-
jutkan Mann Whitney dengan taraf kepercayaan pengaruhi kerapuhan fisik tablet. Perbedaan
95% untuk kadar bilirubin serum sedangkan ak- konsentrasi bahan pengikat berpengaruh terha-
dap kekerasan tablet, semakin besar konsentrasi Evaluasi tanggapan rasa merupakan parame
bahan pengikat, maka semakin keras tablet yang ter penting untuk keberhasilan suatu formulasi
dihasilkan. tablet kunyah. Tablet kunyah dengan rasa yang
Kerapuhan tablet merupakan parameter yang tidak enak akan sulit diterima oleh konsumen.
menggambarkan ketahanan tepi tablet atau per- Hasil uji tanggapan rasa dapat dilihat pada Tabel
mukaan yang berbentuk sudut pada tablet dalam 3 menunjukkan formula tablet yang dapat diteri-
melawan tekanan mekanik terutama guncangan ma adalah formula dengan pengikat PVP 3% dan
dan pengikisan. Pesyaratan kerapuhan suatu 5%. Formula I tidak diterima oleh responden
tablet tidak lebih dari 0,8% (14). Hasil pemerik- dimungkinkan karena konsentrasi bahan pengi-
saan kerapuhan tablet dapat dilihat pada Tabel 2, kat yang kecil pada tablet kunyah tersebut maka
yang menunjukkan nilai kerapuhan tablet dengan daya ikat antar serbuk tidak begitu kuat sehing-
konsentrasi bahan pengikat PVP 1%, 3% dan 5% ga kemampuan untuk mengikat zat pahit dalam
berturut-turut (0,290 0,08%), (0,233 0,08%), ekstrak menjadi lemah akibatnya rasa pahit pada
dan (0,226 0,08%). tablet kurang tertutupi.
Kekerasan tablet sangat erat kaitannya dengan
kerapuhan, semakin keras tablet maka kerapu- Pengujian Aktifitas Hepatoprotektor
han semakin kecil. Kadar bahan pengikat yang di- Hasil pemeriksaan bilirubin serum
gunakan juga berpengaruh terhadap kemampuan Pemeriksaan bilirubin serum didapatkan ka-
pengikatan granul agar granul dan tablet yang di- dar rata-rata bilirubin tiap kelompok perlakuan
hasilkan semakin keras, sehingga kerapuhannya dengan histogram seperti pada Gambar 1. Data
akan berkurang. Penggunaan konsentrasi bahan selanjutnya dihitung penurunan kadar bilirubin
pengikat yang besar menyebabkan nilai kerapu- dan dilakukan analisis statistik. Analisis statistik
han semakin kecil. Hal ini disebabkan karena menunjukkan ada beda nyata dari setiap kelom-
kekuatan antar partikel penyusun semakin kuat pok perlakuan dan untuk variabel hari perlakuan
sehingga menghasilkan tablet yang kompak dan menunjukkan tidak ada beda nyata.
mempunyai kerapuhan yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan jika kelompok
K2
Perlakuan
Keterangan :
K1: Kontrol normal (tanpa perlakuan)
K2: Kontrol negatif (INH10 mg/200g dan RIF10 mg/200g )
K3: Kontrol positif (INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g dan Methicol 4,5 mg/200g
P1 : INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g, tablet (PVP 1%) EDP 120 mg/200g EBM 20mg/200g
P2 : INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g, tablet (PVP 3%) EDP 120 mg/200g EBM 20mg/200g
P3 : INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g, tablet (PVP 5%) EDP 120 mg/200g EBM 20mg/200g
PI dan PII, yaitu kelompok yang mendapatkan sampai pada hari ke-21 dan ke-28 adalah kelom-
formula dengan PVP 1% dan 3% paling efektif pok PI dan PII yaitu kelompok yang mendapatkan
dalam menurunkan kadar bilirubin serum pada perlakuan tablet kunyah dengan pengikat PVP
hari ke-21 dan ke-28. Kemampuan formula I dan 1% dan 3%. Kemampuan menurunkan PI lebih
II dalam menurunkan kadar bilirubin disebab- besar dari pada PII, tetapi dari analisis statistik
kan karena zat aktif lebih mudah lepas atau me- menunjukkan jika antara PI dan PII tidak ada per-
larut dalam tubuh dibandingkan zat aktif dalam bedaan yang bermakna.
formula III yang mengandung PVP 5%. Mudah le Hasil uji statistik Anova dua jalan data ALT
pasnya zat aktif yang terkandung dalam ekstrak menunjukkan ada beda antara kelompok per-
dari matrik tablet maka akan menghasilkan efek lakuan dengan waktu pengamatan. Hasil uji
yang lebih cepat. Tukey HSD kelompok P1, P2 dan P3 tidak ber-
beda secara bermakna dengan kontrol positif,
Hasil Penetapan Kadar Enzim AST dan ALT yang berarti menunjukkan efek penurunan kadar
Hasil pemeriksaan aktivitas AST dan ALT tiap ALT. Kelompok yang mampu memberikan penu-
kelompok seperti terlihat pada Gambar 2 dan 3. runan kadar ALT paling besar sampai pada hari
Analisis Anova dua jalan dari data AST menun- ke-28 adalah kelompok PI. Meskipun demikian,
jukkan ada beda antara kelompok perlakuan pada semua kelompok perlakuan pada hari ke-28
dengan waktu pengamatan. Hasil uji Tukey HSD mampu menurunkan kadar ALT. Kelompok PII
kelompok P1 dan P2 tidak berbeda dengan con- mampu memberikan penurunan kadar ALT efek-
trol positif, yang menunjukkan adanya efek penu- tif pada hari ke-14 hingga ke-21, sedangkan ari
runan aktivitas AST. Sedang P3 beda bermakna ke-28 terjadi sedikit kenaikan. Berdasarkan ha-
dengan control positif, yang berarti kelompok P3 sil analisis statistik yang digunakan untuk mem-
kurang dapat menurunkan aktivitas AST. Kelom- bandingkan kemampuan dari perlakuan kelom-
pok yang memberikan penurunan paling efektif pok satu dengan kelompok yang lainnya, kelom-
180
160 K2
P3
140 K2
P2
Aktivitas AST (mg/dL)
120 K3P1 P2 P3
K2
K1 P1 P3 P2
100 K3 K1
K1 P1
K3
80
60
P2P3
40 K1K2K3P1
20
0
hari ke-0 hari ke-14 hari ke-21 hari ke-28
Kelompok perlakuan
Keterangan :
K1: Kontrol normal (tanpa perlakuan)
K2: Kontrol negatif (INH10 mg/200g dan RIF10 mg/200g )
K3: Kontrol positif (INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g dan Methicol 4,5 mg/200g
P1 : INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g, tablet (PVP 1%) EDP 120 mg/200g EBM 20mg/200g
P2 : INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g, tablet (PVP 3%) EDP 120 mg/200g EBM 20mg/200g
P3 : INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g, tablet (PVP 5%) EDP 120 mg/200g EBM 20mg/200g
pok PI dan PII, yaitu kelompok perlakuan dengan Kelompok P sebagai kelompok perlakuan yang
tablet kunyah mengandung pengikat PVP 1% dan diberi tablet kunyah kombinasi EDP dan EBM
3% tidak ada beda bermakna. memiliki persentase nekrosis sel hati yang lebih
kecil dibandingkan dengan kelompok K2 (Kon-
Pemeriksaan Histologi Hati trol negatif). Kelompok P1 memberikan hasil ter-
Pemeriksaan nekrosis hati didasarkan pada jadi nekrosis 19,90% lebih kecil dibandingkan
perhitungan inti piknotik. Sel hati masing- dengan kelompok P2 sebesar 19,92% dan ke-
masing tikus diamati dan dihitung jumlah inti lompok P3 sebesar 26,66%, sedangkan kelompok
piknotiknya, dengan pengamatan dua lapang K2 yang merupakan kontrol positif memiliki ne
pandang. Hasil penghitungan inti piknotik se krosis yang lebih tinggi sebesar 41,78%. Kelom-
perti terlihat pada Gambar 4, yang menunjuk- pok K3 adalah kontrol positif yang mendapatkan
kan bahwa persentase nekrosis tertinggi dimiliki antihepatotoksik Methicol memiliki persentase
oleh kelompok K2 (kontrol negatif) yang hanya rata-rata nekrosis yang lebih kecil yaitu 19,58%
mendapat INH dan RIF, sedangkan kelompok dibandingkan kelompok perlakuan yang diberi
dengan persentase nekrosis paling rendah adalah tablet kunyah, namun hasil statistik menunjuk-
kelompok K1 yang merupakan kontrol normal. kan antara kontrol positif dan kelompok pem-
60
K2
50
kadar ALT (U/L)
40 P3
K3 P1P2 K2
P1 P3
P3
K1 K3 P2 K1 P1
P2
30 P1 P3 K1 K2
K2 K3 P2
K1 K3
20
10
0
ke-0 ke-14 ke-21 ke-28
Kelompok perlakuan
Keterangan :
K1: Kontrol normal (tanpa perlakuan)
K2: Kontrol negatif (INH10 mg/200g dan RIF10 mg/200g )
K3: Kontrol positif (INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g dan Methicol 4,5 mg/200g
P1 : INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g, tablet (PVP 1%) EDP 120 mg/200g, EBM 20mg/200g
P2 : INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g, tablet (PVP 3%) EDP 120 mg/200g, EBM 20mg/200g
P3 : INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g, tablet (PVP 5%) EDP 120 mg/200g, EBM 20mg/200g
41,78%
nekrosis (%)
50%
Rerata-
26,66%
30% 16,92% 19,58% 19,90% 19,92%
10%
K1 K2 K3 P1 P2 P3
Kelompok Perlakuan
Keterangan :
K1: Kontrol normal (tanpa perlakuan)
K2: Kontrol negatif (INH10 mg/200g dan RIF10 mg/200g )
K3: Kontrol positif (INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g dan Methicol 4,5 mg/200g
P1 : INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g, tablet (PVP 1%) EDP 120 mg/200g, EBM 20mg/200g
P2 : INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g, tablet (PVP 3%) EDP 120 mg/200g, EBM 20mg/200g
P3 : INH 10mg/200g, RIF 10mg/200g, tablet (PVP 5%) EDP 120 mg/200g, EBM 20mg/200g
berian tablet kunyah menunjukan tidak adanya serta kelompok perlakuan dengan tablet kunyah
perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan memiliki persen rata-rata nekrosis yang lebih ke-
bahwa dari ketiga formulasi tablet kunyah terse- cil dibandingkan dengan kontrol negatif.
but dapat mengurangi jumlah nekrosis pada hati Peningkatan jumlah konsentrasi bahan peng
tikus putih dibuktikan dengan tidak adanya per- ikat dalam tablet kunyah ini diperkirakan mem-
bedaan signifikan jumlah nekrosis antara kontrol punyai pengaruh terhadap kemampuan pelepas-
positif dan kelompok perlakuan tablet kunyah, an zat aktif dari matrik tablet. Pada tablet ku-
versitas Setia Budi 2006. zid dan Rifampisin [Skripsi]. Surakarta: Fakultas
10. Rendi I. Pengaruh Ekstrak Etanol 70% Buah Farmasi, Universitas Setia Budi 2009.
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Akti- 13. Titik S, Rini P, Mardiyono, Yudi R. 2010. Telaah
vitas Enzim ALT dan AST Pada Tikus Putih Galur Bahan Alami Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia
Wistar yang Diinduksi Isoniazid dan Rifampisin L.) Dan Daun Pepaya (Carica Papaya L.) Sebagai
[Skripsi]. Surakarta: Universitas Setia Budi 2009. Hepatoprotektor Selama Pengobatan Tubercu-
11. Ridwan D.K. Pengaruh Ekstrak Etanol 70% Buah losis (TBC). [Laporan Penelitian Hibah Bersaing].
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Kadar Surakarta: Fakultas Farmasi,Universitas Setia
Bilirubin Serum Pada Tikus yang Diinduksi Isonia- Budi 2010.
zid dan Rifampisin [Skripsi]. Surakarta: Universi- 14. 14.Voigt, R. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Ja-
tas Setia Budi 2009. karta: Universitas Indonesia 1995: 566.
12. Ronny, A.W. Efek Ekstrak Etanol 70% Buah Meng- 15. Parrott EL. Pharmaceutical Technology Funda-
kudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Histologi mental Pharmaceutics. Minneapols: Burgers Pub-
Hati Tikus Putih yang Diinduksi Dengan Isonia- lishing Company 1971; 3: 112-119.
Abdullah Rasyid
ABSTRACT: Sea cucumber Stichopus sp. is one of the marine life that has the
potential to be developed as a source of antibacterial agents. Research on the
antibacterial activity and toxicity test of sea cucumber Stichopus sp. aims to
determine the antibacterial activity and the toxicity level of sea cucumber
Stichopus sp. extract against Artemia salina. The method used for antibacte-
rial activity test was the agar diffusion method, while toxicity tests using the
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). The results showed that the extract of sea
cucumber Stichopus sp. has antibacterial activity against Staphylococcus au-
reus, Bacillus subtilis and Vibrio eltor. Extracts of sea cucumber Stichopus sp.
are active against BSLT test marked with LC50 values of less than 1000 ppm.
ABSTRAK: Teripang Stichopus sp. merupakan salah satu biota laut yang me-
miliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber bahan antibakteri. Pene-
litian uji aktivitas antibakteri dan toksisitas teripang Stichopus sp. bertujuan
untuk mengetahui aktivitas antibakteri dan tingkat toksisitas ekstrak teri-
pang Stichopus sp. terhadap Artemia salina. Metode yang digunakan untuk
uji aktivitas antibakteri adalah metode difusi agar sedangkan uji toksisitas
menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ekstrak metanol teripang Stichopus sp. memiliki aktivi-
tas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Vibrio el-
tor. Ekstrak teripang Stichopus sp. bersifat aktif terhadap uji BSLT yang ditan-
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dai dengan nilai LC50 kurang dari 1000 ppm.
Jl. Pasir Putih 1 Ancol Timur
Jakarta 14320 Kata kunci : Stichopus sp., aktivitas antibakteri, uji toksisitas
Korespondensi:
Abdullah Rasyid
Email: a_rasyid_qf@yahoo.co.id
di
tambahkan dengan pereaksi Meyer. Terben- set. Bakteri diinkubasi selama 24 jam pada suhu
tuknya endapan putih menandakan adanya se- 300C. Diameter zona hambat yang terbentuk di
nyawa alkaloid (3). ukur dengan penggaris. Semua proses di atas di-
lakukan secara aseptis.
Steroid dan Triterpenoid Ketahanan bakteri terhadap ekstrak yang diuji
Sebanyak sebanyak 1 gram ekstrak metanol dapat dilihat dari besarnya zona hambat yang di-
teripang ditambah dengan 2 mL kloroform dalam hasilkan. Sebagai standar pengukuran zona digu-
tabung reaksi, kemudian diteteskan ke dalam nakan standar pengukuran menurut Mukherjee
plat tetes, dan dibiarkan sampai kering. Setelah (5) yaitu :
itu, ditambahkan dengan 1 tetes pereaksi Lieber- 1. Besar zona hambat dengan diameter lebih
mann-Burchard. Terbentuknya warna merah dari 12 mm menunjukkan bahwa sampel sa
menandakan adanya senyawa triterpenoid dan ngat berpotensi sebagai antibakteri.
terbentuknya warna biru atau ungu menandakan 2. Besar zona hambat dengan diameter antara
adanya senyawa steroid (3). 7-12 mm menunjukkan bahwa sampel ber-
potensi sebagai antibakteri.
Saponin 3. Besar zona hambat dengan diameter kurang
Sebanyak 1 gram ekstrak teripang ditambah dari 7 mm menunjukkan bahwa sampel ku
dengan 20 mL akuades, kemudian dipanaskan se- rang berpotensi sebagai antibakteri.
lama 5 menit. Larutan dituang ke dalam tabung
reaksi dalam keadaan panas. Larutan diambil Uji Toksisitas
sebanyak 10 mL, kemudian dikocok kuat secara Uji toksisitas menggunakan metode Brine
vertical selama 10 detik. Adanya saponin ditan- Shrimp Lethality Test (6). Metode ini diguna
dai dengan terbentuknya busa yang stabil setinggi kan untuk mengetahui toksisitas sampel secara
1-10 cm selama 10 menit dan tidak hilang pada umum dengan menggunakan telur udang Arte-
saat ditambahkan dengan satu tetes HCl 2 N (3). mia salina. Adapun prosedurnya sebagai berikut :
(38 gram NaCl dalam 1000 mL akuades) dibagi sebab tidak terbentuk warna merah setelah di-
menjadi dua ruang yaitu ruang terang dan ruang tambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Pada
gelap. Telur Artemia salina (0,2 g/1000 mL air uji identifikasi kandungan steroid menunjukkan
laut) diletakkan dalam ruang gelap. Selama pene- hasil yang positif ditandai dengan terbentuknya
tasan air laut diberi aerator sebagai sirkulasi uda- warna ungu atau biru setelah ditambahkan pere-
ra dalam akuarium. Telur mulai menetas setelah aksi Liebermann-Burchard. Uji identifikasi kan-
24 jam dan bergerak menuju ruang terang. Telur dungan saponin menunjukkan hasil positif yang
menetas dan bergerak aktif pada usia 36-48 jam. ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil
Umur A. salina 48 jam tersebut dikenal sebagai setinggi 1-10 cm selama 10 menit dan tidak hi-
naupili A. salina yang digunakan pada uji BSLT. lang pada saat ditambahkan dengan HCl 2 N.
Tabel 1. Hasil Identifikasi Kandungan Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Teripang Stichopus ocellatus
Tabel 2. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol teripang Stichopus ocellatus
Diameter Zona Hambat (mm)
No Bakteri Uji
Ekstrak Metanol Ampisilin
1. Staphylococcus aureus 8 29
2. Vibrio eltor 8 26
3. Bacillus subtilis 11 21
4. Escherichia coli - 1
10 9 1 22 1 4,35
100 5 5 13 6 31,58
200 4 6 8 12 60 126,0085
500 3 7 4 19 82,21
1000 1 9 1 28 96,55
3.5
y = 0.0201x + 1.0954
3 R2 = 0.9534
2.5
log konsentrasi ekstrak metanol
2
Series1
Linear (Series1)
1.5
0.5
0
0 20 40 60 80 100 120
% kematian Artemia salina
Gambar 1. Grafik hubungan antara persentase kematian Artemia salina dengan log konsentrasi
ekstrak metanol
Gambar 1. Grafik hubungan antara persentase kematian Artemia
salina dengan log konsentrasi ekstrak metanol
tibakteri terhadap E.coli. Besar nilai zona ham- Uji toksisitas
bat E. coli terhadap ampisilin juga lebih rendah Berdasarkan hasil uji toksisitas mengguna-
dibandingBerdasarkan
ketiga bakteri data
uji lainnya.
pada Rendahnya kan bahwa
Tabel 1 terlihat metode BSLT
mortalitas ShrimpA.Lethality Test)
(Brinepada
nilai zona hambat bakteri E. coli tersebut me- menunjukkan bahwa ekstrak metanol teripang
salina semakin besar dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak metanol.
nunjukkan bahwa kemungkinan bakteri E. coli Stichopus sp. memiliki persentase kematian lar-
Hasilmulai
sudah ini sesuai
resisten dengan pernyataan Harborne
terhadap ampisilin. va A.(7) bahwa
salina semakin
sebesar tinggi Pada konsen-
4,35 96,55%.
konsentrasi ekstrak maka sifat toksiknya akan semakin tinggi.
232 Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 4 n Juli 2013
Abdullah Rasyid
trasi 10 ppm persentase kematiannya sebesar pat diketahui jenis senyawa yang terkandung
4,35%, 100 ppm persentase kematiannya sebe- dalam ekstrak metanol teripang Stichopus sp.
sar 31,58%, 200 ppm persentase kematiannya yang memiliki aktivitas antibakteri dan toksik.
sebesar 82,61% dan 100 ppm persentase kemati- Berdasarkan data pada Tabel 3 terlihat
annya sebesar 96,55%. bahwa mortalitas pada A. salina semakin be-
Pada Gambar 1 menunjukkan hubungan anta- sar dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak
ra persen mortalitas sebagai sumbu x terhadap metanol. Hasil ini sesuai dengan pernyataan
log konsentrasi sebagai sumbu y sehingga dipero- Harborne (7) bahwa semakin tinggi konsentra-
leh persamaan regresi linier y = 0,0201x+1,0954. si ekstrak maka sifat toksiknya akan semakin
Untuk menentukan nilai LC50 dilakukan deng- tinggi.
an mensubstitusikan nilai 50 pada x sehingga
diperoleh nilai y sebesar 126,0085 ppm. Hal ini
berarti kematian larva A salina akan mencapai KESIMPULAN
50% pada saat konsentrasi ekstrak metanol te-
ripang Strichopus sp. mencapai 126,0085 ppm. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
Sifat toksik ini diketahui dari nilai LC50 yang le- di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrak meta-
bih kecil dari 1000 ppm. Suatu zat dikatakan nol teripang Stichopus sp. memiliki potensi un-
aktif atau toksik jika nilai LC50 < 1000 ppm. tuk dikembangkan sebagai bahan obat antibak-
Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol teri. Selain menunjukkan aktivitas antibakteri
teripang Stichopus sp. memiliki potensi untuk terhadap bakteri S. aureus, B. subtilis dan V. el-
dikembangkan sebagai sumber bahan obat an- tor, ekstrak metanol teripang Stichopus sp. juga
tibakteri di masa yang akan datang. Untuk itu menunjukan aktivitas terhadap uji toksisitas de
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar da- ngan nilai LC50 sebesar 126,0085 ppm.
ABSTRACT: This study aimed to find out the rational in the use of antibiotic
and antifungal of the patients with sexually transmitted infections at commu-
nity health centers at banyumas district. Type of research was observational
descriptive with cross sectional study and the data was taken retrospectively
from medical records of patients. From all patients who entered the study
population, 112 patiens positive vulvavaginal candidiasis, 57 patients posi-
tive cervicitis and 39 patients positive bacterial vaginosis. Average age of pa-
tients affected by STIs were 24 years, female. Based on patients complaints,
symptoms, and the laboratory results, we have found that candidiasis patients
were treated with nystatin, cervicitis with a combination of azithromycin and
cefixime, whereas patients with bacterial vaginosis were treated with met-
ronidazole. The use of antibiotic and antifungals as the treatment of sexually
transmitted infections at community health centers at Banyumas district is
based on parameters of the right medicine, right dose, proper indications, ap-
propriate patient, and at the lowest cost to them and always available to their
community are 100% rational.
Korespondensi:
Didik Setiawan
Email : dics_z@yahoo.com
tepat dosis, selalu ada dan harganya terjang- satunya ragi patogen yang menunjukan adanya
kau adalah: pseudohifa dalam jumlah banyak, karena spesies
Standar Operasional Penatalaksanaan candida non-albicans tidak membentuk pseu-
Terapi Infeksi Menular Seksual di Pus dohifa dan jarang menimbulkan vaginitis, maka
kesmas. pemeriksaan ini dapat dipakai sebagai standar
[DEPKES RI] Departemen Kesehatan Re- emas (gold standard) (1).
publik Indonesia, 2004, Pedoman Pena- Untuk diagnosa bakterial vaginosis ditemu-
talaksanaan Infeksi Menular Seksual, Ja- kan adanya tanda-tanda pH positif, clue cell dan
karta: Departemen Kesehatan RI. snift test (20). pH vagina umumnya berkisar an-
[WHO] World Health Organization. Guid- tara 5-5,5 (21). Clue cell merupakan sel epitel va-
lienes For The Management Of Sexually gina yang ditutupi oleh bakteri vagina sehingga
Transmitted Infections 2003. memberikan gambaran granular dengan batas
sel yang kabur karena melekatnya bakteri batang
atau kokus yang kecil (22). Sedangkan Snift test
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan bau amis seperti ikan merupakan gejala
dari bakterial vaginosis (20,22).
Kasus IMS hanya ditemukan di Puskesmas II
Baturraden yang sekaligus menjadi Klinik IMS. Penggunaan Obat
Sedangkan 38 puskesmas lain tidak ditemukan. Di Puskesmas Baturraden II pasien servisitis
Hasil penelitian didapatkan dua kasus IMS yang mendapatkan terapi kombinasi antibiotik sefixim
disebabkan oleh bakteri yaitu servisitis (57) dan 2x200mg dan azitromisin 2x500mg sebagai dosis
bakterial vaginosis (39), sedangkan yang dise- tunggal, Pasien Kandidiasis vulvavaginal di tera-
babkan oleh jamur ada satu kasus yaitu kandidia- pi menggunakan obat antijamur tunggal nistatin
sis (112). 100.000 UI (unit internasional) tablet vagina.
Kelompok perilaku resiko tertinggi pada pasien Sedangkan pasien bakteria vaginosis mendapat
kandidiasis, servisitis dan bakterial vaginosis yaitu antibiotik metronodazol 2gram dosis tunggal.
perempuan dewasa dengan rata-rata usia 24 ta- Pengobatan diatas sesuai dengan buku standar
hun. Penelitian lain melaporkan bahwa perilaku Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Sek-
resiko tertinggi yaitu usia 20-24 tahun (14). Pada sual DEPKES RI tahun 2004 dan Guidelines For
perempuan dewasa IMS berhubungan dengan ak- The Management Of Sexually Transmitted Infec-
tifitas seksual dan kondisi postmenopouse (15). tions tahun 2003.
Keluhan dan gejala yang ditemukan berupa
duh tubuh biasanya disebabkan oleh infeksi va- Identifikasi Kriteria Pengobatan Yang Rasional
gina atau radang servik yang muko-pirulen. Se- Tepat Indikasi
bagian besar wanita dengan infeksi vagina dan Berdasarkan diagnosa dari hasil laboratorium
servik umumnya asimtomatik (16,17). penyebab infeksi servisitis dan bakterial vagino-
Servisitis dikatakan positif apabila dijumpai sis adalah bakteri, sehingga intervensi dengan
adanya diplokokus gram negatif dengan bentuk antibiotik memang diperlukan. Sedangkan untuk
morfoliginya yang khas, biasanya teridentifikasi di kandidiasis diperlukan intervensi dengan anti-
dalam sel leukosit polimorfonuklear (intraseluler) jamur.
atau di sekitar sel lekosit (ekstraseluler) (18).
Pada kandidiasis positif ditemukan adanya Tepat Obat
bentuk ragi dari Candida berupa pseudohifa se Pada infeksi servisitis pengobatan antibio-
ba gai sel-sel memanjang tersusun seperti ba- tik seharusnya tidak hanya membunuh patogen
sophil (19). Candida albicans merupakan satu- potensial saja tapi juga endometritis. Kombinasi
sefixim dan azitromisin menunjukan hasil yang dan Guidelines For The Management Of Sexually
baik untuk keduanya (23). Sedangkan metronida- Transmitted Infections tahun 2003.
zol merupakan antibiotik yang digunakan untuk
membunuh bakteri anaerob pada infeksi bakte- Tepat Pasien
rial vaginosis (24). Pada kandidiasis digunakan Berdasarkan keluhan gejala, dan hasil labo-
efek lokal nistatin tablet vagina untuk membunuh ratorium pada Gambar 1,2, dan 3, sebanyak 57
spesies candida penyebab kandidiasis (25). Obat pasien positif servisitis, 39 pasien positif bakte-
tersebut sesuai rekomendasi buku standar yang rial vaginosis dan 112 pasien positif kandidiasis
digunakan yaitu Pedoman Penatalaksanaan In- vulvavagina. Keluhan, gejala, hasil laboratorium
feksi Menular Seksual DEPKES RI tahun 2004 yang mendukung diagnosa penyakit sesuai de
100
Bintil sakit
90
80 Lecet
70
Gatal
53,8
60
48,2
47,4
% keluhan
50 Duh tubuh
40
30,6
29,8
25,6
30
21,2
20
10,5
10,5
10,3
7,7
10
2,6
1,8
0
Servisitis Kandidiasis Bakterial
Vaginosis
Gambar 1. Keluhan Bintil Sakit, Lecet, Gatal, Duh Tubuh, Tanpa Keluhan, Nyeri perut pada 57 pasien
Servisitis, 112 pasien kandidiasis dan 39 pasien Bakterial Vaginosis
100
90
78,6
73,7
71,8
80
70 Duh tubuh vagina
60
% gejala
15,4
10,7
Duh tubuh
10,7
10,2
20
8,8
vagina&servik
10
0
Servisitis Kandidiasis Bakterial
vaginosis
Diagnosa
Gambar 2. Gejala Duh Tubuh Vagina, Duh Tubuh Servik, Duh Tubuh Vagina dan Servik pada 57 Pasien
servisitis dan 39 pasien Bakterial Vaginosis
100
100 (+)Diplokokus,(+)polimorfo
90 nuklear
79,5
80 (+)pH,(+)clue cell
70
% Hasil laboratorium
60 (+)pH,(+clue cell,(+)snift
test
50
40 (+)clue cell
30
15,4
20
5,1
10
0
Servisitis Kandidiasis Bakterial
Diagnosa vaginosis
Gambar 3. Hasil Laboratorium Diplokokus, Polimorfonuklear pada 57 pasien Servisitis dan pH, Clue
Cell, Snift Test pada 39 Pasien Bakterial Vaginosis
DAFTAR PUSTAKA lines 2010, Centers for Disease control and Pre-
vention, MMWR Recomm Rep 2010. 42:SS-3
1. CDC] Centers for Disease control and Prevention, 2. Well, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Hamil-
Sexually transmitted diseases treatment guide- ton, C.W., 2009, Pharmacotherapy Handbook, 5th
(Supp l 1):S16S23 26. Lugo, M.V.I., Green, M., Mazur, L., 1992, Compari-
25. Reef, S.E., Levine, W.C., McNeil, M.M., et al, 1993, son of different metronidazole therapeutic regi-
Treatment options for vulvovaginal Kandidiasis, mens for bacterial vaginosis. A meta-analysis,
Clin Infect Dis 20(Tabletl.1):S80-S90. JAMA. 268:9295.
Korespondensi:
Elfride Irawati Sianturi
Email : ira_sianturi@yahoo.co.id
mengetahui apakah perempuan muda dengan oleh Heslop dan Papadopoulos (1993) yang me
tingkat umur tertentu dan memiliki tingkat pe ngatakan bahwa country of origin yang lebih dike-
ngetahuan lebih tinggi diantara konsumen lain nal dengan made in merupakan suatu tanda dari
dapat memiliki pertimbangan dalam menentu- ekstrinsik produk dari suatu atribut yang sifatnya
kan produk yang akan digunakannya. Metode intangible dan berbeda dari karakter fisik produk
sampling yang digunakan adalah metode conve- atau atribut secara intrinsic (6). Bilkey dan Ness
nience sampling. (1982) menyatakan bahwa efek country of origin
Setiap partisipan akan mendapatkan sebuah bervariasi karena adanya berbagai jenis produk
brosur yang terdiri dari 4 produk dengan merek yang dinilai, artinya bahwa efek ini akan berbeda
dan country of origin yang telah dilakukan ma- sesuai dengan jenis produk yang akan dinilai (7).
nipulasi selanjutnya sehingga diantara produk Heslop dan Papadopoulos (1993) mengatakan
tersebut para partisipan tersebut mampu me- bahwa efek dari country of origin akan berefek
milih produk yang akan dipilihnya bila suatu saat lebih kuat ketika konsumen mencari produk de
mereka ditawarkan oleh penjual kepada mereka. ngan status yang tinggi. Pada penelitian ini, coun-
try of origin dari produk kosmetika dari Perancis
dan Indonesia ternyata mempengaruhi penilaian
HASIL DAN DISKUSI kualitas produk pada konsumen (6). Country of
origin pada produk kosmetika seperti pada pene-
Dengan menggunakan one way analysis of litian Leclerc et al (1994) memberikan penga-
variance (ANOVA) untuk mengukur dampak dari ruh yang signifikan terutama ketika country of
tingkatan merek dan country of origin maka di- origin menjadi sebuah satu-satunya isyarat yang
peroleh hasil yang menunjukkan bahwa secara ada saat itu (3). Penelitian yang telah dilakukan
signifikan persepsi kualitas dan sikap pada nega- oleh Roth dan Romeo (1992) mengatakan bahwa
ra yang dipersepsikan tinggi dalam memproduksi dibutuhkan penjelasan dan kecocokan kategori
kosmetika pemutih ternyata akan diperoleh hasil produk untuk dapat memberikan pengaruh dari
yang lebih tinggi dan banyak dipilih oleh partisi- country of origin pada konsumen (8). Hal ini bisa
pan dibanding dengan negara yang dipersepsi- dilihat pada penelitian Hooley dan Shipley (1988)
kan sangat rendah dalam memproduksi kosmeti- yang lebih menekankan bahwa adanya imej yang
ka pemutih [Mean Indonesia (1) =19,4778; Mean berbeda dari country of origin tergantung pada
Perancis (2) =23,9444 dan =0,000]. Perancis produk yang diteliti (9).
dianggap lebih baik dalam memproduksi kosme- Hasil yang diperolehpun sesuai dengan yang
tika dibanding Indonesia. dikatakan oleh McGuire (1976) seperti yang di-
Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa hubu kutip oleh Leclerc et al (1994) bahwa produk me-
ngan tersebut dapat memberikan informasi miliki isyarat instrinsic dan extrinsic yang dapat
bahwa country of origin memberikan perbedaan mempengaruhi penilaian konsumen terhadap
pada perceived quality dan sikap konsumen dalam produk tersebut. Partisipan pada penelitian ini
melihat produk tersebut ketika akan melaku- hanya menggunakan satu-satunya isyarat ekstrin-
kan pembelian. Hal ini sesuai dengan penelitian sik yang ada yaitu merek untuk menilai produk
yang dilakukan oleh Hong dan Wyer (1990) yang (3) dan ternyata merek dengan menggunakan
mengatakan bahwa country of origin akan mem- bahasa asing mampu memberikan stimulus he-
berikan stimulus terhadap konsumen dalam donic dimension sebagai suatu evaluasi terhadap
mengevaluasi produk dan hal ini sangat berpeng produk hedonic. Leclerc et al (1994) mengatakan
aruh ketika tidak adanya atau minimnya atribut bahwa adanya efek dari foreign branding sebagai
spesifik produk yang tersedia (5). Hal ini bisa satu-satunya isyarat dapat memberikan pengaruh
dimaklumi karena seperti yang telah dikatakan pada persepsi konsumen pada produk-produk
hedonic baik dibawah kondisi dimana konsumen yang menunjukkan bahwa secara signifikan sikap
sudah pernah mencoba ataupun belum pernah konsumen pada merek yang dipersepsikan tinggi
sama sekali mencoba produk tersebut (3). akan lebih tinggi daripada merek yang dipersep-
Steenkamp (1989), seperti yang dikutip oleh sikan rendah [Mean Dewi Bulan (1) =23,6889;
Batra et al (2000) mengatakan bahwa ketika me Mean Crrante (2) = 28,0558, dengan =0,000].
rek sebagai satu-satunya isyarat ekstrinsik yang Diperlukan penelitian lebih lanjut apakah pe
ada maka isyarat ini akan digunakan untuk me ngaruh dari country of origin dan foreign brand-
ngevaluasi produk (4). ing ini akan memberikan pengaruh apabila ada
Steenkamp (1989) membuktikan adanya hu nya informasi produk diikutkan selain itu per-
bungan yang positif antara nama merek dengan timbangan gender serta rentang umur yang lebih
perceived quality sedangkan sikap konsumen panjangpun mungkin mampu memberikan hasil
terhadap foreign branding sa ngat dipengaruhi yang berbeda karena dalam penelitian ini hanya
oleh bahwa tendensi pada negara yang dimaksud dilakukan pada partisipan perempuan dengan
apakah negara tersebut memiliki kesesuaian baik rentang umur yang memang sangat dibatasi se-
secara sosial dan keyakinan yang sama dengan hingga bila partisipan perlu diperlebar dalam
penduduk yang berasal dari negara tersebut (10). rentang usia dan dapat mengikut sertakan parti-
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil pene- sipan pria mungkin akan didapat hasil yang ber-
litian Batra et al (2000) yang mengatakan bahwa beda.
konsumen di negara berkembang melihat fo
reign branding khususnya dari negara barat akan
memberikan prestige yang lebih dan kosmopoli- KESIMPULAN
tan dibanding dengan merek yang menggunakan
bahasa lokal sehingga adanya foreign branding Hasil yang didapat dari penelitian ini bahwa
akan memberikan sikap positif konsumen pada ada perbedaan dari efek country of origin terha-
suatu produk (4). dap persepsi dan sikap konsumen secara signifi-
Dengan menggunakan oneway analysis of vari- kan. Country of origin pada negara yang diper-
ance (ANOVA) untuk mengukur dampak dari sepsikan tinggi akan lebih tinggi baik pada per-
tingkatan foreign branding maka diperoleh ha- sepsi dan sikap konsumen daripada negara yang
sil yang menunjukkan bahwa secara signifikan dipersepsikan rendah. Dari penelitian ini juga
persepsi kualitas pada merek yang dipersep- diketahui bahwa ada perbedaan dari efek foreign
sikan tinggi akan lebih tinggi daripada merek branding terhadap persepsi dan sikap konsumen
yang dipersepsikan rendah [Mean Dewi Bulan secara signifikan. Foreign branding pada merek
(1) =18,4889; Mean Crrante (2) = 23,9667, = yang dipersepsikan tinggi akan lebih tinggi baik
0,000]. Sedangkan untuk mengukur dampak dari pada persepsi dan sikap konsumen daripada
tingkatan foreign branding maka diperoleh hasil merek yang dipersepsikan rendah.
1. Batra R, Ramaswamy V, Dana LA, Jan-Benedict EM, 4. Bilkey WJ, Ness E. Country of Origin Effects on
Steenkamhal, Ramachander S. Effects of Brand Product Evaluation. Journal of International Busi-
Local and Nonlocal Origin on Consumer Attitudes ness Review. Spring-Summer 1982; 13: 89-99.
in Developing Country. Journal of Consumer Psy- 5. Roth MS, Romeo JB. Matching Product Category
chology 2000; 9: 83-95. and Country Image Perception: A Framework for
2. Hong ST, Wyers RS. Effects of Country-of-Origin and Managing Country-of-Origin Effect. Journal of In-
Product-Attribute Information on Product Evalua- ternational Business Studies 1992; 23(3): 477-498.
tion: An Information Processing Perspective. Jour- 6. Hooley GJ, Shipley D. A. Method for Modelling Con-
nal of Consumer Research 1989; 16: 88-175. sumer Perceptions of Country of Origin. Interna-
3. Heslop LA, Papadopoulos N. Product-Country tional Marketing Review 1988; 5(3): 67-76.
Images: Impact and Role in International Market- 7. Rao AR, Monroe KB. The Moderating Effect of Prior
ing. New York, Haworth: International Business Knowledge on Cue Utilization in Product Evaluation.
Press 1993. Journal of Consumer Research 1988; 15: 64-234.
Korespondensi:
Saepudin
Email : saepudin@uii.ac.id
Pada penelitian ini, kuesioner diisi oleh peng dan klinis responden dengan kepatuhan penggu-
umpul data melalui proses wawancara dengan naan antihipertensi. Uji statistik yang digunakan
responden. Wawancara dilakukan setelah res adalah uji Chi-square dengan menggunakan alat
ponden menjalani pemeriksaan oleh dokter dan bantu software SPSS versi 17.
sedang menunggu penyiapan obat oleh bagian
farmasi. Beberapa informasi terkait karakteristik
demografi dan klinis responden juga diperoleh HASIL DAN PEMBAHASAN
melalui wawancara untuk melengkapi informasi
yang terdapat dalam rekam medis. Dari hasil Total responden yang dilibatkan dalam pene-
pengisian kuesioner diperoleh skor yang akan di- litian ini berjumlah 215 orang dengan distribusi
gunakan sebagai dasar untuk mengelompokkan karakteristik seperti yang tersaji dalam tabel 1. Se-
responden ke dalam kategori patuh dan tidak bagian besar responden berusia di atas 50 tahun
patuh. Pada penelitian ini, responden dikategori- (79,9%), dan 65,1% responden adalah perem-
kan patuh menggunakan antihipertensi apabila puan. Sebagai bagian dari penyakit degeneratif,
skor yang diperoleh dari pengisian kuesioner kejadian hipertensi akan mengalami peningkatan
MMAS lebih dari atau sama dengan 6, dan dikate seiring dengan peningkatan usia. Hasil beberapa
gorikan tidak patuh apabila skor yang diperoleh penelitian global juga menunjukkan bahwa ham-
kurang dari 6. Selanjutnya dilakukan uji statistik pir di semua negara kejadian hipertensi lebih
untuk melihat hubungan karakteristik demografi tinggi pada perempuan dibanding laki-laki (1,7).
Dari Tabel 1 juga dapat diketahui bahwa suami dan isteri. Walaupun dari sisi pekerjaan
85,6% responden memiliki pekerjaan nonformal, dan penghasilan responden lebih banyak berada
yang sebagian besarnya adalah ibu rumah tangga, pada kategori pekerjaan nonformal dan peng-
dan 58,1% memiliki penghasilan keluarga perbu- hasilan kurang dari satu juta rupiah, namun dari
lan kurang dari 1 juta rupiah. Dalam penelitian sisi pendidikan lebih dari separuh responden su-
ini, responden yang dikategorikan memiliki pe- dah cukup baik, yaitu 55% menyelesaikan pen-
kerjaan nonformal adalah responden yang pe- didikan dasar setingkat sekolah menengah per-
kerjaannya tidak terikat dengan instansi tertentu tama (SMP). Tingkat pendidikan yang cukup baik
dan jam kerja yang tertentu, dan penghasilan merupakan salah satu modal dasar yang dapat
perbulan yang dihitung adalah penghasilan total digunakan untuk meningkatkan keberhasilan
terapi, yaitu dengan adanya upaya edukasi yang indikasi penyulit, baik sebagai obat tunggal mau-
intensif kepada pasien. pun kombinasi karena efek terapi jangka pan-
Dari sisi karakteristik klinis, 54,9% responden jangnya yang terbukti efektif dalam mencegah
memiliki penyakit kronis lain, seperti diabetes terjadinya komplikasi kardiovaskular (5). Pem-
mellitus dan hiperlipidemia. Adanya penyakit berian antihipertensi tunggal sangat mendukung
kronis lain yang dialami oleh pasien hipertensi tercapainya kepatuhan yang baik dalam penggu-
perlu mendapatkan perhatian terkait dengan naan obat, disamping potensi efek samping obat
obat-obatan yang digunakan pasien, yang ke- yang lebih kecil dibanding regimen kombinasi.
mungkinan memiliki potensi menyebabkan ter- Namun demikian, regimen antihipertensi kom-
jadinya interaksi obat yang dapat menghambat binasi harus segera diresepkan apabila pasien
keberhasilan terapi. Penyakit-penyakit kronis sudah berada pada status hipertensi tingkat dua
yang potensial dapat memperburuk hipertensi (TDS/TDD 160100 mmHg).
harus mendapatkan pengobatan yang optimal Selain HCT, obat lain yang banyak digunakan
untuk mendukung tercapainya pengontrolan adalah captopril, baik dalam bentuk tunggal mau-
tekanan darah pada pasien hipertensi. pun kombinasi. Captopril merupakan alternative
Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa antihipertensi yang direkomendasikan oleh JNC
sebagian besar responden mendapatkan regi- VII, terutama untuk pasien hipertensi dengan
men antihipertensi tunggal, seperti dapat dilihat indikasi penyulit seperti diabetes mellitus dan
pada Tabel 2. Obat antihipertensi yang paling gagal ginjal kronik. Pemberian captopril pada
banyak digunakan oleh responden adalah hi- pasien hipertensi yang memiliki faktor risiko ga-
droklorotiazid (HCT), baik sebagai obat tunggal gal jantung, seperti kedua indikasi penyulit yang
(67,4%) maupun dalam bentuk regimen kombi- sudah disebutkan, terbukti dapat memperlambat
nasi (26,9%). Dalam rekomendasi JNC VII, HCT progres terjadinya gagal jantung.
merupakan antihipertensi pilihan pertama yang Dari hasil pengisian kuesioner MMAS diketa-
direkomendasikan untuk pasien hipertensi tanpa hui 62,3% responden patuh menggunakan anti-
37,70%
Patuh
Tidak p
patuh
62,30%
Gambar 1. Tingkat kepatuhan penggunaan obat pada pasien hipertensi di puskesmas yang diukur
dengan kuesioner MMAS
hipertensi, seperti dapat dilihat pada Gambar 1. dengan penelitian Hashmi dkk (11) yang mene
Tingkat kepatuhan yang diperoleh ini melampaui mukan bahwa usia termasuk variabel karakte
perkiraan WHO tentang tingkat kepatuhan peng- ristik yang memiliki hubungan dengan tingkat
gunaan obat jangka panjang pada pasien-pasien kepatuhan.
di negara berkembang yang diperkirakan kurang Dari data pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa
dari 50% (8). Namun demikian, tingkat kepatu- responden yang memiliki riwayat pendidikan me-
han yang diperoleh ini memang jauh lebih rendah miliki kecenderungan untuk patuh menggunakan
dibanding tingkat kepatuhan yang ditemukan di antihipertensi. Hal ini kemungkinan terkait deng
beberapa negara seperti Pakistan 77% (11), Ku- an pengetahuan dan wawasan yang lebih baik
wait 88,6% (12), Mesir 74,1% (13), namun lebih dibanding responden dengan pendidikan yang
tinggi dari Malaysia, 44,2% (13). Tingkat kepatu- lebih rendah. Dengan diketahui adanya hubung
han awal yang sudah diketahui ini akan sangat an antara riwayat pendidikan dengan tingkat
bermanfaat untuk dijadikan sebagai starting kepatuhan, alangkah baiknya tenaga kesehatan
point dalam menentukan berbagai upaya inter- benar-benar memperhatikan variable ini di
vensi untuk semakin meningkatkannya. dalam pemberian informasi dan edukasi terkait
Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan hipertensi dan pengobatannya. Responden yang
bahwa intervensi dalam bentuk edukasi dan kon- memiliki penghasilan lebih besar juga terlihat me-
seling, baik yang dilakukan oleh Apoteker maupun miliki kecenderungan untuk patuh dalam meng-
tenaga kesehatan lain, terbukti dapat meningkat- gunakan antihipertensi, dengan perbedaan yang
kan kepatuhan pasien hipertensi dalam meng- sangat signifikan dibanding responden dengan
gunakan obat dan juga memperbaiki tingkat ke- pendapatan perbulan yang lebih rendah. Banyak
berhasilan pengontrolan tekanan darah (14,15). alasan yang kemungkinan dapat menjelaskan
Intervensi tersebut penting dilakukan sebagai fenomena ini, salah satunya kemungkinan karena
upaya untuk menurunkan morbiditas dan mor- pasien yang memiliki pendapatan perbulan lebih
talitas akibat hipertensi, karena ketidakpatuhan rendah lebih fokus terhadap masalah perekono-
dalam penggunaan obat pada pasien hipertensi miannya dibanding masalah kesehatan.
sangat potensial mempercepat terjadinya kom- Selain responden dengan pendidikan dan
plikasi kardiovaskular yang dapat meningkatkan pendapatan yang lebih tinggi, responden yang
morbiditas dan mortalitas. Tingkat kepatuhan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk patuh
yang tinggi terbukti sangat efektif mengurangi menggunakan antihipertensi adalah responden
risiko komplikasi kardiovaskular pada pasien yang memiliki penyakit kronis lain dan respon-
hipertensi (16,17). den yang mendapatkan regimen antihipertensi
Pada penelitian ini, juga dilakukan uji statistik tunggal. Pasien yang memiliki penyakit kronis
untuk mengetahui beberapa variabel karakteris- lain kemungkinan lebih peduli terhadap pengo-
tik responden yang memiliki hubungan dengan batan karena adanya risiko yang lebih besar un-
kepatuhan penggunaan antihipertensi. Uji statis- tuk mengalami komplikasi. Selain itu, responden
tik yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan yang memiliki penyakit kronis lain juga kemung-
taraf kepercayaan 95%, dan hasil uji statistik kinan mendapatkan informasi yang lebih banyak
dapat dilihat pada tabel 3. Dari data pada Tabel 3 terkait penyakit, sehingga memiliki kesadaran
terlihat ada beberapa variable karakteristik res yang lebih tinggi untuk selalu menggunakan obat.
ponden yang memiliki hubungan dengan tingkat Adapun kecenderungan yang lebih tinggi respon-
kepatuhan penggunaan antihipertensi, yaitu ri- den yang mendapatkan regimen antihipertensi
wayat pendidikan, pendapatan perbulan, penya- tunggal untuk patuh menggunakan obat kemung-
kit kronis lain, serta regimen antihipertensi yang kinan terkait dengan kemudahan dalam penggu-
digunakan. Hasil penelitian ini sedikit berbeda naan obat dan rendahnya kekhawatiran terhadap
15. Guirado, EA., Ribera, EP., Huergo, VP., Borras, JM., rence to antihypertensive medications and cardio-
2011, Knowledge an adherence to antihyperten- vascular morbidity among newly diagnosed hy-
sive therapy in primary care: results of a random- pertensive patients, Circulation, 120:1598-1605
ized trial, Gac Sanit., 25(1):62-67 17. Simpson, S. H., Dean, T. E., Sumit, R. M., Rajdeep, S.
16. Mazzaglia, G., Ambrosioni, E., Alacqua, M., Filippi, P., Ross, T. T., Janice, V., Jeffrey, A. J., A meta analysis
A., Sessa, E., Immordino, V., Borghi, C., Brignoli, O., of the association between adherence to drug the
Caputi, AP., Criceli, C., Mantovani, LG., 2009, Adhe raphy and mortality, BMJ, 2006, 10: 1-6
1. Jurnal Farmasi Indonesia menerima tulisan ilmiah berupa laporan hasil penelitian atau telaah pustaka yang berkaitan
dengan bidang kefarmasian.
2. Naskah diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik. Jika sudah pernah
disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang jelas mengenai nama, tempat, dan
tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut.
3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia baku atau bahasa Inggris dengan huruf Cambria 11, disusun dengan
sistematika sebagai mana yang disarankan di bawah ini.
4. Judul dalam dua bahasa Indonesia dan Inggris, ditulis dengan huruf kapital diikuti huruf kecil, bold, singkat dan jelas
mencerminkan isi tulisan, tidak lebih dari 14 kata (bahasa Indonesia) atau 10 kata (bahasa Inggris).
5. Nama penulis tanpa gelar, diberi nomor superscript, diikuti alamat instansinya masing-masing dan sebutkan alamat
korespondensi kepada penulis lengkap dengan alamat e-mail.
6. Abstrak dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, masing-masing maksimum 200 kata, dilengkapi dengan kata
kunci (Keywords) 3-5 kata.
7. Isi/Batang Tubuh:
a. Untuk tulisan berupa artikel hasil penelitian (research article), disusun dengan sistematika sebagai berikut:
Pendahuluan, Metodologi Penelitian (meliputi bahan, alat dan cara kerja), Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan
dan Saran, serta ucapan terima kasih.
b. Untuk tulisan bukan berupa laporan hasil penelitian (tinjauan pustaka atau komunikasi singkat), disusun dengan
sistematika sebagai berikut: Pendahuluan, bagian-bagian sesuai topik tulisan, serta Penutup berupa kesimpulan
dan saran, serta ucapan terima kasih.
8. Daftar Pustaka ditulis berurutan dengan nomor arab (1, 2, 3, dst.), sesuai urutan kemunculannya dalam naskah,
ditulis secara konsisten menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for
Manuscripts Submitted to Biomedical Journal (Ann Intern Med 1979; 90: 95-99).
9. Singkatan nama jurnal mengikuti ketentuan dalam Index Medicus; untuk nama jurnal yang tidak tercantum dalam
Index Medicus harap tidak disingkat.
1. Contoh: Cefalu WT, Padridge WM. Restrictive transport of a lipid-soluble peptide (cyclosporin) through the
blood-brain barrier. J Neurochem 1985; 45; 1954-1956.
10. Sitasi/rujukan kepustakaan dilakukan dengan sistem nomor yang diletakkan dalam tanda kurung.
2. Contoh: .........disusun oleh protein-protein membran, antara lain kadherin (5).
11. Cara penulisan:
a. Halaman judul diketik di awal naskah terdiri dari judul, nama penulis dan afiliasinya serta nama dan alamat
lengkap corresponding author.
b. Naskah diketik 1 spasi tidak bolak balik, ukuran kertas A4 dengan margin atas 4 cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan
3 cm, minimum 8 halaman, maksimum 14 halaman tidak termasuk gambar/foto atau tabel.
c. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format tabel pada Microsoft Word diletakkan terpisah pada
halaman setelah daftar pustaka, diberi judul dan nomor tabel dengan angka arab 1, 2, 3... dst.
d. Gambar dibuat dengan format TIFF, JPG, JPEG, atau BMP, atau format Microsoft Excel/scatter plot untuk grafik,
dikirimkan tersendiri dalam file terpisah dengan keterangan yang jelas diberi nama file sesuai dengan nomor
urut gambar.
e. Judul gambar ditulis dalam format MS Word setelah halaman Tabel. Judul gambar dinomori dengan angka arab
(1,2,3,... dst).
12. Naskah dapat dikirim dalam bentuk cetakan (hard copy) dan berkas elektronik (dalam bentuk CD) melalui pos/
kurir atau diantar sendiri ke sekretariat jurnal. Berkas elektronik dapat dikirim melalui email ke alamat jfi@
ikatanapotekerindonesia.net atau jurnalfarmasiindonesia@gmail.com. Naskah dapat juga dikirimkan secara online
melalui jfi.iregway.com.
13. Naskah yang diterima akan disaring oleh Redaksi/Editor, kemudian direview oleh Mitra Bestari. Apabila diperlukan,
naskah akan diberi catatan dan dikembalikan kepada penulis untuk direvisi, untuk selanjutnya dikirimkan kembali
secara utuh kepada redaksi jurnal untuk diterbitkan.
14. Untuk penelitian klinis yang menggunakan subyek manusia, disertakan Ethical clearance.
1. Jurnal Farmasi Indonesia received the scientific papers in the form of research article or literature review related to the
field of pharmacy.
2. Preferred manuscript is that the paper has never been published in other media, both printed and electronic. If it has ever
been presented in a scientific meeting, a clear explanation of the name, place and date of the meeting should be given.
3. Manuscripts are written in standard Indonesian or English with Cambria 11, compiled by systematics as described below.
4. The title is written in a capital letter followed by lowercase letters, bold, not more than 14 words (Indonesian) or 10 words
(English), concise and clearly reflect the content of the manuscript.
5. The authors name should be written without title, given the superscript numbers, followed by the affiliation and specify
complete address of corresponding author by e-mail address.
6. Abstract should be written in English and Indonesian respectively , with a maximum of 200 words, equipped with 3-5 Key
words.
7. Contents / Body:
a. A research article should compile by the systematics as follows: Introduction, Research Methodology (includes
materials, equipment, and methods), Results and Discussion, Conclusions and Recommendations, as well as
acknowledgement.
b. A literature review or short communication) should follow systematics as Introduction, the sections of sub topics,
and Conclusions and/ or Recommendations, as well as acknowledgement.
8. References are written sequentially with Arabic numbers (1, 2, 3, ..), in the order of it appearance in the manuscript. It
should be written consistently in accordance with the Index Medicus Cummulated and / or the Uniform Requirements for
Manuscripts Submitted to Biomedical Journal (Ann Intern Med 1979; 90: 95-99).
9. Journal abbreviations should follow the provisions in Index Medicus; For journal that are not listed in Index Medicus
should not be abbreviated.
Example: Cefalu WT, Padridge WM. Restrictive transport of a lipid-soluble peptide (cyclosporin) through
the blood-brain barrier. J Neurochem 1985; 45; 1954-1956.
10. Citation should be written with Arabic number and placed in brackets.
Example: ......... compiled by membrane proteins, among others kadherin (5).
11. Guidance for writing:
a. Typed the title page at the beginning of the script consists of title, authors name and affiliation as well as the name
and complete address of corresponding author.
b. Typed the manuscript in 1 spacing in A4 paper with a top margin of 4 cm, bottom 3 cm, left 4, and right 3 cm. The
manuscript may consist of minimum of 8 pages and maximum of 14 pages excluding images/pictures or tables.
c. Tables must be intact, clearly legible, in Microsoft Word format, placed separately on the page after the list of
references, given the title and number of tables with Arabic numbers (1, 2, 3 ...).
d. Images/Figures should be made with the format of TIFF, JPG, JPEG, or BMP, or Microsoft Excel format/scatter plot for
graphic, submit ted in a separate file with a clear description of the file named according to the number of Figures.
e. Figure legends should be written in MS Word format after the page of tables. Figure legends are numbered with
Arabic numbers (1,2,3, ... ).
12. Manuscripts can be submitted in hard copy and electronic version (on CD) by post /courier or delivered to the secretariat of
the journal by hand. Electronic files can be sent via email to jfi@ikatanapotekerindonesia.net or jurnalfarmasiindonesia@
gmail.com. Manucripts can also be submitted online through jfi.iregway.com.
13. Manuscript received will be screened by the Editor, and then reviewed, the manuscripts may be returned to the author
and noted to be revised, and be sent back to the editor for decision of acceptance for publication.
14. For clinical research using human subjects should include Ethical clearance.