Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
fungsi pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi.
medik dan pelayanan keperawatan. Di Indonesia rumah sakit dibagi menjadi tiga jenis yaitu
rumah sakit berdasarkan kepemilikannya, rumah sakit berdasarkan jenis pelayanannya dan
rumah sakit berdasarkan kelasnya. Rumah sakit berdasarkan kepemilikannya dibedakan menjadi
Menkes/SK/II/1979).
Pelayanan rumah sakit saat ini di indonesia bersifat padat karya, padat modal serta padat
teknologi dalam menghadapi persaingan global. Rumah sakit juga menjadi pusat rujukan medik
untuk pusat-pusat pelayanan kesehatan yang ada diwilayah kerjanya. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan
Rumah Sakit. Rumah Sakit dibagi menjadi empat yaitu rumah sakit umum kelas A, B, C dan D.
Rumah sakit umum kelas A memiliki pelayanan yang paling banyak dan menerima rujukan dari
kelas rumah sakit yang lebih rendah dan fungsi memberikan pengayoman wilayah yang lebih
luas. Pengayoman dilaksanakan melalui dua sistem rujukan yaitu sistem rujukan kesehatan
berkaitan dengan upaya promotif dan preventif seperti bantuan teknologi, bantuan sarana dan
operasionalnya dan rujukan medik yang berkaitan dengan pelayanan yang bersifat kuratif dan
rehabilitatif. Penetapan klasifikansi tersebut didasarkan pada pelayanan rumah sakit, sumber
daya manusia yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut, peralatan serta bangunan dan prasarana
(Permenkes, 2014).
Seluruh rumah sakit termasuk rumah sakit swasta menurut kemenkes (2010) harus
pelayanan keperawatan, rawat inap, pelayanan operasi, pelayanan penunjang medik spesialis
dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medis, pelayanan administrasi dan
diklasifikasikan menjadi 3 yaitu rumah sakit umum swasta pratama adalah rumah sakit yang
memberikan pelayanan medik bersifat umum, rumah sakit umum swasta madya yaitu rumah
sakit swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialis dalam empat
cabang, dan rumah sakit umum swasta utama yaitu rumah sakit yang memberikan rumah sakit
ditjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI 2016 Indonesia telah memiliki 1.091 rumah sakit
swasta dan swasta non profit yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Perkembangan tersebut
menyebabkan persaingan antar rumah sakit swasta semakin ketat, sehingga rumah sakit dituntut
untuk bekerja lebih efektif dan efisien dalam melaksanakan aktifitasnya. Menurut Soeroso
(2003) agar rumah sakit tersebut mampu bersaing dan tetap menjaga mutu pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat, keberhasilan sebuah rumah sakit sangat ditentukan oleh
pengetahuan, keterampilan, kreativitas, motivasi serta kepuasan dari karyawannya. Oleh karena
itu peranan manajemen sumber daya manusia sangat menentukan keberhasilan suatu rumah sakit
organisasi, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan
secara sistematis dalam manajemen SDM (Rivai, 2008). Manajemen SDM merupakan bagian
intergral dari keseluruhan manajemen rumah sakit. Strategi manajemen SDM merupakan bagian
internal dari strategi rumah sakit. SDM adalah aset utama rumah sakit, manajemen SDM yang
strategis memandang semua karyawan pada tingkat apapun baik secara struktural maupun
saat ini keberhasilan sebuah rumah sakit sangat ditentukan oleh pengetahuan, keterampilan,
kreativitas dan motivasi staff dan karyawannya. oleh karena itu peranan manajemen SDM sangat
menentukan keberhasilan rumah sakit untuk mencapai tujuannya. Menurut Hasibuan (2013),
manajemen SDM memiliki 11 fungsi manajemen yang meliputi fungsi perencanaan (Human
resource planning) yaitu merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan
mengorganisasikan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi, integrasi dan
koordinasi. Fungsi pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan kegiatan agar seluruh
karyawan mau bekerjasama dan bekerja dengan efektif dan efisien dalam mencapai tujuan rumah
sakit. Fungsi pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar
menaati peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan tanggung jawab dan rencana yang
sudah ditentukan. Fungsi pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, perjanjian
kerja, penempatan, orientasi, induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan
Fungsi Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa berupa uang maupun barang
kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Fungsi
perusahaan dan kebutuhan karyawan agar tercipta kerjasama yang serasi. Fungsi Pemeliharaan
(maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kondisi fisik, mental dan
loyalitas karyawan agar karyawan tetap mau bekerja sampai pensiun. Fungsi Kedisiplinan adalah
fungsi manajemen SDM untuk membuat karyawan patuh dan sadar terhadap peraturan
peraturan perusahaan dan norma-norma sosial serta karyawan bersedia untuk menaatinya. Fungsi
hubungan kerja karyawan dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini erat hubungannya dengan
turnover (pemberhentian yang disebabkan oleh keinginan karyawan itu sendiri), keinginan
permasalahan yaitu fungsi pemberhentian. Fungsi pemberhentian ini berupa pemberhentian yang
disebabkan oleh keinginan karyawan sendiri atau turnover sehingga kebutuhan perencanaan
karyawan yang banyak melakukan hal itu adalah tenaga keperawatan yang memiliki
Kepuasan kerja merupakan apa yang dirasakan oleh karyawan yang menyangkut tentang
pekerjaannya. Perasaan itu merupakan sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya yang
didasarkan atas penilaiannya terhadap aspek-aspek pekerjaannya (Wibowo, 2012). Salah satu
faktor penyebab timbulnya keinginan untuk turnover adalah ketidakpuasan pada tempat bekerja
sekarang. Sebab-sebab ketidak puasan itu dapat beraneka ragam seperti penghasilan rendah,
kondisi kerja yang kurang memuaskan, hubungan dengan rekan sekerja atau dengan atasan yang
kurang serasi baik, pekerjaan yang tidak sesuai dan faktor lainnya (Siagian, 2009). Munandar
(2001) mengungkapkan semakin banyak aspek-aspek atau nilai-nilai dalam perusahaan sesuai
dengan dirinya maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. Karena pada dasarnya
kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individu. Setiap individu
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada
kerja, kepuasan terhadap promosi, kepuasan terhadap supervisor dan kepuasan terhadap rekan
karyawan. Uang tidak hanya membantu seseorang untuk memperoleh kebutuhan dasar
tetapi juga merupakan alat untuk meningkatkan kepuasan seseorang yang lebih tinggi.
Karyawan melihat gaji tersebut sebagai refleksi dari bagaimana suatu manajemen
perusahaan memandang kontribusi mereka. Jika karywan fleksibel dalam memilih jenis
beneft yang mereka sukai maka akan ada peningkatan secara signifikan terhadap
ini memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja setiap individu karyawan. Hal
ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan merupakan suatu
penghargaan. seperti pada promosi atas dasar senioritas atau kinerja dan promosi kenaikan
gaji. lingkungan kerja yang positif dan kesempatan untuk berkembang secara intelektual
dan memperluas keahlian dasar menjadi lebih penting daripada kesempatan promosi.
Karir didefinisikan oleh Mathis dan Jackson (2006) serangkaian posisi yang berkaitan
dengan kerja yang ditempati seseorang sepanjang hidupnya. Karir dapat ditinjau dari
sejumlah perspektif yang berbeda. Dari satu perspektif karir merupakan serangkaian
posisi yang di duduki oleh seseorang selama hidupnya hal ini merupakan karir yang
objektif. Akan tetapi dari sudut pandang lain karir terdiri atas arah yang harus dituju
seseorang dalam kehidupan kerjanya seperti sikap, nilai dan harapan seseorang hal ini
merupakan karir subjektif. Kedua sudut pandang ini berfokus pada individu. Mereka
memiliki kendali atas nasibnya dan mereka dapat memanfaatkan kesempatan untuk
pada karier karyawan melalui pengaruh pada proses pengrekrutan, seleksi, penempatan,
pelatihan, penilaian, penghargaan, promosi dan pemisahan karyawan. Hal tersebut dapat
kesempatan karir yang lebih besar ditempat lain. Permintaan berhenti itu akan menjadi
suatu cara karyawan untuk mencapai sasaran karir yang diinginkan di rumah sakit
lainnya.
c. Kepuasan terhadap pengawasan (supervisi)
Pengawasan merupakan kepuasan terhadap penyedia untuk memberikan bantuan teknis
dan dukungan prilaku. Luthans menyebutkan dalam pengawasan ini ada dua dimensi gaya
pengawasan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Yang pertama adalah berpusat pada
ketertarikan personal dan peduli terhadap karyawan, komunikasi dengan karyawan dan
menilai seberapa baik kerja karyawan tersebut. yang kedua adalah iklim partisipasi atau
kelompok kerja yang kuat bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat dan
menjadi lebih menyenangkan sehingga berdampak yang sangat positif terhadap kepuasan
kerja tersebut.
e. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri
Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama dari kepuasan kerja.
Pekerjaan tersebut apakah merupakan pekerjaan yang menarik bagi karyawan itu sendiri,
tanggung jawab dan kemajuan untuk karyawan itu sendiri atau tidak.
pekerjaan (job rotation) yaitu sebuah sistem perubahan pekerjaan dari salah satu tugas ke
tugas yang lainnya. Cara kedua yang harus dilakukan adalah dengan pemekaran (job
enlargement) yaitu perluasan pekerjaan sebagai tambahan pekerjaan. Hal ini dapat
bertujuan untuk membuat mereka merasakan bahwa mereka lebih dari sekedar anggota
pembayaran yang dilakukan berdasarkan keahlian dari karyawan tersebut. Kedua, sistem
pembayaran Merit Pay yaitu sistem pembayaran berdasarkan pencapaian finansial pekerja
berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh individu itu sendiri. Pembayaran yang ketiga
mingguan yang dipadatkan. Misalnya, jumlah pekerjaan perhari dikurangi dan jumlah jam
pekerjaannya yang hanya dilakukan misalnya dari hari senin sampai jumatsehingga
karyawannya seperti profit sharing, health center dan employee sponsored child care.
sukarela yang diprakarsai oleh karyawan itu sendiri) dan involuntary turnover (turnover yang
terpaksa yang diprakarsai oleh organisasi) bisa disebabkan oleh kematian atau pengunduran diri
atas desakan. Turnover perawat menurut Benson (1976) dalam Elizabeth (2011) merupakan
perpindahan seorang perawat dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainya. Handoko (2000)
menyatakan turnover merupakan permasalahan yang khusus bagi pengembang sumber daya
manusia karena kejadian-kejadian tersebut tidak dapat diperkirakan. Menurut Elizabeth (2011),
23% keseluruhan tingkat turnover tahunan di industri kesehatan 50% diantaranya adalah
turnover perawat. Tingginya tingkat turnover pada perawat tersebut menjadi tantangan yang
bisa diukur dari tingginya turnover adalah meningkatnya biaya rekrutmen dan relokasi staff yang
baru. Upaya untuk meningkatkan kualitas perawatan sulit terutama karena sangat tergantung
pada tingkat kepuasan dan kapasitas dari staff perawat yang rentan terhadap tingginya turnover
(Puri dan Engberg, 2006). Timbulnya turnover ini diawali dengan adanya turnover intention
dari perawat. Hal tersebut merupakan suatu fenomena penting dalam kehidupan organisasi.
Turnover intention merupakan keinginan karyawan untuk keluar dari satu perusahaan
dengan berbagai alasan guna mendapatkan pekerjaan yang lebih baik (Harnoto, 2002). Turnover
Intention yang biasa disebut sebagai keinginan berpindah merupakan niat berhenti karyawan dari
pekerjaannya itu sendiri secara sukarela, perpindahan ini merupakan salah satu pilihan terakhir
karyawan apabila kondisi pekerjaannya sudah tidak sesuai dengan keinginannya (Petronila,
karyawan secara permanen yang dilakukan karyawan itu sendiri dengan sukarela. Penelitian
yang dilakukan oleh Edwards dan Forbush (2002) dalam Ratri (2008) menunjukkan bahwa
keinginan karyawan untuk melakukan sesuatu turnover merupakan anteseden utama terhadap
perilaku nyata. Hal ini menunjukkan bahwa turnover lebih mengarah kepada hasil akhir suatu
organisasi pada periode tertentu sedangkan turnover intention mengacu pada hasil evaluasi
karyawan mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi tempat kerjanya dan belum
penting dalam suatu organisasi dari sudut pandang individu maupun sosial hal ini dikarenakan
adanya dampak yang cukup signifikan bagi perusahaan dan individu yang bersangkutan tersebut
(Toly, 2001).
Pemberhentian karyawan dengan sukarela adakalanya memiliki dampak yang positif
namun adakala membawa pengaruh yang kurang baik terhadap organisasi. Turnover memberikan
dampak yang positif apabila timbul kesempatan untuk menggantikan karyawan yang memiliki
kinerja tidak optimal dengan karyawan yang memiliki keterampilan, motivasi dan loyalitas yang
tinggi (Agus, 2002). Sedangkan dampak kurang baik yang ditimbulkan adalah kerugian mulai
dari biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan bagi karyawan tersebut sampai pada tingkat
kinerja yang dikorbankan. Selain itu turnover merupakan petunjuk kestabilan karyawan, semakin
tinggi turnover berarti semakin sering terjadi pergantian karyawan kerugian tidak hanya pada
biaya rekrutmen dan seleksi saja tapi juga biaya yang berhubungan degan pencatatan data
karyawan baru di departemen personalia, membuat data gaji di bagian akunting, biaya pelatihan
dan penyediaan peralatan keselamatan bagi karyawan baru. Biaya-biaya tersebut tidak pernah
muncul sebagai biaya dipencatatan untung-rugi peusahaan sehingga tidak diperhatikan oleh
yang semakin meingkat dan tingkat tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaannya
akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika
karena orientasi mereka adalah bekerja ditempat lain yang dipandang lebih mampu
berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan mereka
e. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Karyawan yang berkeinginan untuk turnover dengan karakteristik yang positif biasanya
prilaku karyawan yang positif tersebut akan meningkat jauh dan berbeda dari biasanya.
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intention
Berbagai macam alasan yang diungkapkan karyawan pada saat ditanya mengenai kenapa
berkeinginan keluar dari pekerjaan antara lain karena akan mengurus orang tua, kesehatan yang
kurang baik, melanjutkan pendidikan atau ingin berwiraswasta. Akan tetapi alasan tersebut hanya
dibuat-buat sedangkan alasan sesungguhnya adalah balas jasa yang terlalu rendah, ingin
mendapat pekerjaan yang lebih baik, suasana lingkungan pekerjaan yang kurang cocok,
kesempatan promosi yang tidak ada, perlakuan yang kurang adil dan sebagainya (Hasibuan,
2007). Asad (2003) juga mengungkapkan timbulnya keinginan untuk turnover ini memang
telah menjadi masalah oleh para pengusaha sejak revolusi industri. kondisi lingkungan kerja
yang kurang baik, upah terlalu rendah, jam kerja melampaui batas seta tidak adanya jaminan
sosial merupakan penyebab utama timbulanya turnover pada waktu itu. Menurut Kuswadi (2004)
banyak faktor yang mempengaruhi turnover pegawai namun faktor ketidakpuasan karyawan
merupakan faktor yang paling utama. Hal tersebut juga didukung oleh Robbins (2001) bahwa
ketidakpuasan kerja karyawan akan diungkapkan ke dalam berbagai cara dan salah satunya
mengungkapkan bahwa turnover intention dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a. Kondisi Eksternal Organisasi
Faktor kondisi eksternal organisasi yang dimaksud meliputi tingkat pengangguran
karyawan, komposisi dan bauran angkatan kerja serta laju inflasi. Faktor tersebut
mempengaruhi laju pergantian karyawan dan memiliki hubungan negatif yang kuat dalam
akan menurun dan sebaliknya. Komposisi dan bauran angkatan kerja juga turut
mempengaruhi tingkat laju pergantian karyawan. Efek yang mungkin terjadi bila
komposisi dan bauran angkatan kerja yang berubah-ubah adalah bertambah banyaknya
pergantian karyawan. Selain faktor tingkat pengangguran serta komposisi dan bauran
angkatan kerja laju inflasi atau laju perekonomian juga turut mempengaruhi laju pergantian
karyawan. Namun, hubungan faktor tersebut dengan terjadinya turnover intention pada
pendidikan, status pernikahan dan status kerja merupakan bagian karakteristik individu
antara usia dengan turnover intention yaitu semakin tinggi usia seseorang maka
semakin rendah turnover intention karyawan tersebut. Perawat yang lebih muda
disebabkan oleh karena perawat yang lebih muda mempunyai kesempatan yang
lebih banyak untuk mendapatkan pekerjaan yang baru. Menurut Robbins (2001)
Perawat yang memiliki usia yang lebih tua akan merasa enggan untuk berpindah-
pindah tempat kerja karena berbagai alasan seperti tanggung jawab terhadap
keluarga lebih banyak, mobilitas yang mulai menurun, tidak mau repot pindah dan
memulai pekerjaan di tempat yang baru, energi yang sudah mulai berkurang dan
kesenioritasan yang belum tentu diperoleh di tempat kerja mereka yang baru.
2) Masa kerja
Mobley (1986) menyatakan bahwa pada setiap kelompok tertentu dari orang-
orang yang dipekerjakan, dua pertiga sampai tiga perempat bagian dari mereka
akan keluar dan terjadi pada akhir tiga tahun masa bakti. Hasil penelitian yang
pernah dilakukan oleh Robbin (2001) menunjukkan adanya korelasi negatif antara
masa kerja dengan turnover intention, semakin lama masa kerja akan semakin
pola yang sederhana dan masih diragukan hubungannya terkait dengan turnover
dengan variabel-variabel lain seperti status jabatan dan tanggung jawab terhadap
keluarga.
4) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh pada dorongan untuk melakukan turnover
intelegensi tidak terlalu tinggi akan memandang tugas-tugas yang sulit sebagai
tekanan dan sumber kecemasan. Mereka akan gelisah akan tanggung jawab yang
mereka berikan padanya dan merasa tidak aman. Sebaliknya mereka yang
memiliki tingkat intelegensi yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan
rendah dan lebih puas dengan pekerjaan mereka daripada rekan sekerjanya yang
pekerjaan yang mereka miliki saat ini. Sangat mungkin bahwa perawat yang tekun
dan puas terhadap pekerjaannya diperoleh dari perawat yang sudah menikah
6) Status Kerja
Status kerja mempengaruhi seseorang dalam turnover intention dan mencari
yang merasa puas dengan apa yang didapatkan maka ia akan bertahan diperusahaan itu dan
umumnya ditemukan karena mereka merasa tidak puas dengan manajemen perusahaan,
kualitas dan sifat-sifat dari kondisi kerja, besarnya upah, perasaan diperlakukan secara
tidak adil oleh perusahaan dan mutu perusahaan yang tidak memadai. Kondisi-kondisi
tersebut akan membuat karyawan merasa dikecewakan dan tidak dihargai (Sunarno, 2000).
Mobley (1986) mengungkapkan bahwa perasaan tidak puas dapat menimbulkan pikiran
untuk keluar pada karyawan tersebut, dilanjutkan dengan upaya untuk mencari pekerjaan
lain. Jika kerugian yang ditanggung akibat keluar dari pekerjaan tersebut terlalu tinggi
maka individu akan mengevaluasi kembali pekerjaannya yaitu dengan meninjau perasaan
tidak puasnya terhadap pekerjaanya, mengurangi pikiran untuk keluar, dan melakukan
alternatif lain dari turnover seperti absensi yang mulai meningkat, mangkir dari pekerjaan
atau berprilaku pasif terhadap pekerjaan. Sedangkan jika kerugian yang dialami tidak
terlalu tinggi dan ada pekerjaan lain yang lebih baik, maka akan merangsang individu
untuk keluar yang diikuti dengan keluarnya individu dari perusahaan tersebu. Tetapi jika
pekerjaan lain tidak lebih baik maka akan membuat individu tersebut tetap bertahan pada
pekerjaannya semula.
Bagan 2.1
Langkah-langkah dalam proses meninggalkan pekerjaan
Kepuasan kerja
Model meninggalkan
Berfikir untuk pekerjaanKeinginan
dari Mobley (1986) dalam
mencari
Munandar
Keinginan untuk (2001) yang dapat
keluar pekerjaan lain keluar atau bertahan
dilihat pada bagan 2.1 tersebut menunjukkan bahwa setelah karyawan menjadi tidak puas
akan ada tahap karyawan berfikir untuk turnover intention sebelum keputusan untuk
Kemungkinan menemukan alternatif pekerjaan lain Keluar / Bertahan
turnover diambil. Dari penelitian dengan menggunakan model ini ditemukan bukti yang
menunjukkan bahwa
Sumber: Mobley tingkat
(1986) kepuasan(2001)
dalam Munandar kerja berkorelasi dengan turnover intention dan
tingkat turnover tersebut. Menurut Lingrensing (1997) yang dikutip oleh Frizal (2006) ada
beberapa hal yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan ntuk menanggulangi tingginya tingkat
turnover intention pada perawat antara lain perusahaan dapat mengevaluasi kembali praktek
perekrutan dan seleksi perawat, perusahaan dapat melakukan pengembangan rencana pensiun
atau pembagian keuntungan, perusahaan memastikan kembali telah membuat kesempatan
kesempatan bagi promosi kepada seluruh karyawan dengan adil, membuka saluran komunikasi
melakukan interview bagi perawat yang akan melakukan turnover, menanyakan kepada perawat
tentang apa yang disukai dan apa yang tidak disukai selama bekerja diperusahaan tersebut dan
harus didesain untuk membantu para profesional agar dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan terbaru
6. Diadakan pengayaan pekerjaan atau mendesain ulang pekerjaan sehingga karyawan dapat
dinilai dengan tepat dan tidak hanya berdasarkan senioritas maupun masa kerja.
indikator dimensi. Dimensi kepuasan kerja tersebut memiliki hubungan erat dengan adanya
turnover intention. Salah satu dimensi kepuasan kerja yaitu kepuasan karyawan dengan gaji. Gaji
merupakan kompensasi yang diperoleh karyawan dari satu perusahaan tempat mereka bekerja.
Menurut Kurniadi (2013) Kompensasi merupakan salah satu komponen penting yang
menentukan tingkat kepuasan kerja seorang karyawan. Semakin besar kompensasi yang
diperoleh oleh karyawan maka akan semakin tinggi kepuasan karyawan tersebut. Menurut
Mcbey (2000) juga mengungkapkan kepuasan terhadap kompensasi ini akan mempengaruhi
karyawan termasuk perawat untuk tetap tinggal atau meninggalkan perusahaan tempat dia
bekerja. hal itu dibuktikan bahwa kepuasan kompensasi yang tinggi yang diterima oleh perawat
Kepuasan karir juga termasuk faktor selain kompensasi yang turut mempengaruhi
karyawan yang diberikan keterbatasan jenjang karir akan lebih tinggi turnover intentionnya
dengan rekan kerja dapat mempengaruhi keinginan seorang karyawan termasuk perawat untuk
meninggalkan perusahaan tempat mereka. Rekan kerja merupakan orang-orang yang ada di
dalam lingkungan tempat mereka bekerja. Hal ini berkaitan dengan komunikasi dan hubungan
baik mereka dalam bekerja. Perawat yang memiliki hubungan baik dengan rekan sekerjanya akan
merasakan nyaman, betah dan enggan untuk berhenti dari tempat kerjanya tersebut (Tan, 2008).
Kepuasan terhadap atasan juga dapat mempengaruhi keinginan seorang perawat untuk
meninggalkan suatu organisasi. Menurut Coomber dan Barribal (2006) Ketidakpuasan terhadap
atasan terjadi ketika seorang atasan tidak bisa memberikan penghargaan dan dukungan serta tidak
dapat menghargai dan mengabaikan masalah yang dihadapi oleh bawahannya. Hal ini turut
mempengaruhi turnover intention. Menurut Munandar (2001) Karakteristik pekerjaan yang dapat
pekerjaannya yang diberikan olehnya, tingkat tanggung jawab dan kebebasan, keragaaman dan
tingkat kesulitan dari pekerjaan tersebut. Mobley (1986) juga mengungkapkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara pengulangan tugas dengan pergantian seorang perawat serta
hubungan yang negatif antara otonomi, tanggung jawab dalam pergantian perawat.