You are on page 1of 24

1.

TRIAGE
belum
2. PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)
- PPGD Serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat

darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian.


- Penderita Gawat Darurat Penderita yang oleh suatu penyebab (penyakit, trauma,

kecelakaan, tindakan anestesi) jika tidak segera ditolong akan mengalami cacat,

kehilangan organ tubuh atau meninggal


- Prinsip Utama PPGD adalah menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat

darurat. Kemudian filosofi dalam PPGD adalah Time Saving is Life Saving, dalam

artian bahwa seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat

haruslah benar- benar efektif dan efisien, karena pada kondisi tersebut pasien dapat

kehilangan nyawa dalam hitungan menit saja ( henti nafas selama 2-3 menit dapat

mengakibatkan kematian)

Penilaian penderita gawat darurat


a. Airway ( + C Spine Controle )

Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji kelancaran

nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

proses ventilasi. Jalan nafas seringkali mengalami obstruksi akibat benda asing,

serpihan tulang akibat fraktur pada wajah, akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke

belakang.
Selama memeriksa jalan nafas harus melakukan kontrol servikal, barangkali

terjadi trauma pada leher. Oleh karena itu langkah awal untuk membebaskan jalan

nafas adalah dengan melakukan manuver head tilt dan chin lift.
Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah :

- sianosis (mencerminkan hipoksemia)


- retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas)
- pernafasan cuping hidung
- bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas)
- tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas atau henti

nafas)
b. Breathing

Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas secara

adekuat. Inspirasi dan eksprasi penting untuk terjadinya pertukaran gas, terutama

masuknya oksigen yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan ekspirasi

merupakan tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi mencerminkan

fungsi paru, dinding dada dan diafragma.


Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi :

- pergerakan dada
- adanya bunyi nafas
- adanya hembusan/aliran udara

c. Circulation

o Sirkulasi yang adekuat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan

pembuangan karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi

tergantung dari fungsi sistem kardiovaskuler.


o Status hemodinamik dapat dilihat dari :

- tingkat kesadaran

- nadi

- warna kulit
o Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada arteri karotis

dan arteri femoral.

Bisa dikatakan tujuan utama PPGD adalah : penyelenggaraan PPGD bukan berarti

mengobati korban, tetapi menyelenggarakan pertolongan pertama sementara sementara

menunggu pertolongan dari ahlinya ( dokter/paramedic)

Menghentikan pendarahan :

1. Menggunakan jari tanganyaitu menekan pembuluh darah antara luka dengan jantung

2. Menggunakan kain bersih/pembalut, sapu tangan pada luka


3. Menggunakan pembalut tekan ( pressure bandage)

4. Menggunakan tournikuet ( Bebat puter) hanya pada pendarahan tertentu yang bersar yang

membahayakan jiwa korban

Catatan orang dewasa mempunyai darah kurang lebih 6,25 liter kehilangan darah sebanyak

1,5 liter saja dapat mengakibatkan Collapse, kehilangan darah hingga 2,25 liter dapat

menyebabkan kematian.

PEMBALUT

Tujuan : mencegah atau menghindari terjadinya cemar/infeksi akibat kuman/racun pada luka

Macam-macam pembalut :

1. Pembalut segi tiga ( Mitela)

2. Perban/pembalut gulung

3. Pembalut cepat (band-aid)

BIDAI

( Spalk Belanda, Splint Inggris )

Bidai adalah alat yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan kedudukan tulang yang

patah ( Fractuura ) atau retak ( fisura).

Pembidaian disebut juga Fiksasi.

Tujuan dari pembidaian adalah : untuk mencegah pergerakan tulang yang patah, agar tidak

menjadi bertambah parah, juga untuk mengurangi rasa sakit.

Syarat-syarat bidai

1. Bidai harus kuat

2. Pemasangan bidai bidai tidak boleh terlalu ketat

Banyak benda yang dapat dipergunakan untuk bidai ( darurat) apabila bidai yang sudah jadi
tidak tersedia antara lain :

1. Anggota badan sendiri ( sangat darurat)

2. Papan bilah bamboo, dahan kayu

3. Karton atau majalah yang agak tebal

4. Bantal, guling atau selimut ( mengurangi rasa sakit)

5. air splint ( bantalan udara )

6. Vacuum matras
PATAH TULANG DAN RETAK TULANG
Patah tulang (fractuura) menurut keadaan patahnya, dibagi menjadi :

1. Patah tulang terbuka;

Apabila patah tulangnya sampai menembus kulit sehingga terjadi pendarahan.

2. Patah tulang tertutup;

Apabila patah tulangnya tidak sampai menembus kulit, tetapi terjadi pembengkakan\memar.

a) Retak tulang (Fisura) disebut juga Greenstick.

b) Patah tulang tertutup (simple), dan

c) Patah tulang terbuka (compound).

Pertolongan pertama bagi orang yang mengalami patah tulang adalah untuk mengusahakan si

korban tidak mengalami kecacatan baik jasmani maupun rohani. Serta mengurangi

kemungkinan terjadinya gangguan umum.

GEJALA PATAH TULANG

1. Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan

2. Bentuk tubuh\anggota yang patah mengalami perubahan (timbul pembengkakan).

3. Membengkak dan warna kulit kebiru-biruan.

4. Berderak-derik

5. Demam dan rasa nyeri yang hebat.


Pertolongan pertama yang dapat dikerjakan:

1. Hentikan pendarahan dengan pembalut\penasat.

2. Tutuplah luka dengan pembalut steril.

3. Kerjakanlah pembidaian yang memenuhi syarat. Lalu anggota badan yang patah

ditinggikan. Segeralah bawa Kerumah Sakit atau ahli penanganan\perawatan tulang patah.

LUKA

Jenis-jenis luka berdasarkan sebabnya,terdiri dari :

1. Luka iris,

2. Luka gigitan binatang,

3. Luka gores\parut,

4. Luka bakar,

5. Luka tusuk,

6. Luka akibat zat kimia, atau penyakit, dsb.

Jenis-jenis luka berdasarkan tempat luka itu, adalah :

1. Luka dalam (jika luka terjadi di dalam tubuh), terdapat darah yang menetes atau mengalir

keluar.

2. Luka luar (pendarahan di dalam tubuh, memar)

Luka adalah peristiwa dimana jaringan tubuh ada yang terputus, tersobek, rusak oleh sesuatu

sebab, missal karena kecelakaan, tertusuk, tertembak, terpukul, jatuh, dsb. Sebagai akibatnya

menimbulkan pendarahan, patah tulang, inpeksi, dan lainnya.

Penanganan Luka

Cara-cara umum pertolongan terhadap luka, yaitu :

1. Hentikan terjadinya pendarahan.


2. Siram\usap dengan obat merah (mercurochrome) atau yodium tinctuur (antiseptic lain).

3. Berilah Sulfatilamide powder (jangan terkena air).

4. Tutuplah dengan kain kasa steril\kain yang bersih.

5. Jangan sekali-kali melekatkan kapas tanpa obat\salep.

Keterangan (catatan tambahan) :

1. Obat merah (yodium) dapat digunakan untuk mematikan hama\kuman.

2. Yodium harus disimpan dalam keadaan tertutup (berbahaya kalau menguap maka yang

tertinggal adalah yodium kental atau yang konsentrasinya besar.


LUKA BAKAR
Yang disebut luka bakar, adalah kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh panas

yang suhunya di atas 60 derajat celcius.

Luka bakar, dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan atau disebut juga stadium :

1. Luka bakar tingkat I ;

Kulit kemerahan, terbakar hanya kulit luar oleh panas sekitar 60 derajat celcius.

2. Luka bakar tingkat II ;

Kulit melepuh, bengkak, merah dan perih, luka pada kulit ari/jaringan, panas sekitar 100

derajat celcius.

3. Luka bakar tingkat III;

Kulit hangus, pembakaran sampai ke bagian dalam tubuh, terjadi banyak kerusakan.

Penyebab luka bakar, antara lain :

1. Api (bara yang menyala)

2. Cairan gas (benda yang menyala).

3. Bahan kimia.

4. Sinar matahari.

5. Listrik, dsb.
Cara-cara pertolongan :

1. Hilangkan penyebabnya terlebih dahulu. Misalkan, memadamkan api dengan cara

menggulingkan badan si korban, dengan kain basah/pasir.

2. Cegahlah gugat dari kemungkinan infeksi.

3. Tutuplah luka dengan kain steril.

4. Pembalut agak longgar (pada luka bakar tingkat III, tidak perlu dibalut).

5. Berilah minum sebanyak-banyaknya dengan air gula hangat (mengembalikan cairan yang

hilang).

6. Tutuplah si korban dengan selimut, agar tidak kedinginan dan mencegah gangguan

serangga.

7. Cepat bawa ke ahlinya/dokter.


LUKA GIGITAN
Gejala-gejala luka gigitan (biasanya gigitan), yaitu :

1. Pada tempat terjadinya gigitan, timbul bengkak dan kulit membiru.

2. Terasa sakit,panas dan terasa kaku.

3. Penderita gelisah dan berkeringat.

4. Timbul pendarahan.

5. Pada luka gigitan ular, ada bekas berupa titik-titik (bekas taring) harus diperhatikan letak

gigitannya.

Pertolongan :

1. Antara luka gigitan dengan jantung harus dipasang bebat putar (penasat/tornikuet).

2. Pada luka hewan biasa (bukan ular/binatang berbisa) luka dibersihkan yodium/air yang

mengalir.

3. Pada luka gigitan binatang berbisa, jangan banyak diganggu, dan jangan dihisap

sembarangan, korban juga jangan banyak bergerak karena dapat mempercepat nadi, sehingga

bisa (racun) dapat semakin cepat menyebar, dan segeralah bawa ke dokter atau ahlinya
4. Pada gigitan anjing, cepat berangkat ke dokter, rumah sakit untuk di vaksin/suntik, dan

anjing yang menggigit harus ditangkap (dikarantina) untuk mengetahui apakah anjing itu

mengidap rabies atau tidak.


SPGDT-S
SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari

unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit.

Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb

saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis,

pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.

SPGDT-S (Sehari-Hari)

SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait yang

dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit di Rumah Sakit antar Rumah Sakit dan terjalin

dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Jadi pada sistem ini tidak

dilakukan proses pemnilahan pasien atau triage dan prosesnya meliputi berbagai rangkaian

kegiatan sebagai berikut :

1. Pra Rumah Sakit


1. Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat
2. Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita gawat

darurat untuk mendapatkan pertolongan medik


3. Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awam khusus

(satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain)


4. Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari tempat

kejadian ke rumah sakit (sistim pelayanan ambulan)


2. Dalam Rumah Sakit
1. Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit
2. Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)
3. Pertolongan di ICU/ICCU
3. Antar Rumah Sakit
1. Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)
2. Organisasi dan komunikasi
3. SPGDT-B

SPGDT-B (Bencana) adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan Rumah

Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya pada terjadinya

korban massal yg memerlukan peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari.

Bertujuan umum untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.


Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem yaitu : sistem

pelayanan pra rumah sakit, sistem pelayanan pelayanan di rumah sakit dan sistem pelayanan

antar rumah sakit. Ketiga sub sistem ini tidak dapat di pisahkan satu sama lain, dan bersifat

saling terkait dalam pelaksanaan sistem.

Prinsip SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat, dimana

tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah kecacatan (time saving is life and

limb saving) terutama ini dilakukan sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju.
SISTEM PELAYANAN MEDIK PRA RUMAH SAKIT

1. Public Safety Center


Didalam penyelenggaraan sistem pelayanan pra rumah sakit harus membentuk atau

mendirikan pusat pelayanan yang bersifat umum dan bersifat emergency dimana bentuknya

adalah suatu unit kerja yang disebut Public Safety Center (PSC), ini merupakan suatu unit

kerja yang memberi pelayanan umum terutama yang bersifat emergency bisa merupakan UPT

Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, yang sehari-harinya secara operasional dipimpin oleh

seorang direktur. Selain itu pelayanan pra rumah sakit bisa dilakukan pula dengan

membentuk satuan khusus yang bertugas dalam penanganan bencana dimana disaat ini sering

disebut dengan Brigade Siaga Bencana (BSB), pelayanan ambulans, dan komunikasi. Dalam

pelaksanaan Public Service Center dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan

masyarakat, dimana pengorganisasiannya dibawah pemerintah daerah, sedangkan sumber

daya manusianya terdiri dari berbagai unsur, seperti unsur kesehatan, unsur pemadam

kebakaran, unsur kepolisian, unsur linmas serta masyarakat sendiri yang bergerak dalam

bidang upaya pertolongan pertama, sehingga memiliki fungsi tanggap cepat dalam

penganggulangan tanggap darurat.


Didirikan masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Pengorganisasian dibawah

Pemda. SDM berbagai unsur tsb. ditambah masyarakat yang bergiat dalam upaya pertolongan

bagi masyarakat. Biaya dari masyarakat. Kegiatan menggunakan perkembangan teknologi,

pembinaan untuk memberdayakan potensi masyarakat, komunikasi untuk keterpaduan

kegiatan. Kegiatan lintas sektor. PSC berfungsi sebagai respons cepat penangggulangan

gadar.
- Unsur Kesehatan
- Unsur PMK
- Unsur Kepolisian
- Unsur Linmas
- Masyarakat sendiri

2. Brigade Siaga Bencana (BSB)


Merupakan suatu unit khusus yang disiapkan dalam penanganan pra rumah sakit khususnya

yang berkaitan dengan pelayana kesehatan dalam penanganan bencana. Pengorganisasian

dibentuk oleh jajaran kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah (depkes, dinkes, rumah

sakit) petugas medis baik dokter maupun perawat juga petugas non medis baik sanitarian gizi,

farmasi dan lain-lain. Pembiayaan didapat dari instansi yang ditunjuk dan dimasukkan

anggaran rutin APBN maupun APBD.


Dibentuk oleh jajaran kesehatan
- Depkes
- Dinkes
- RS
Petugas :
- Dokter
- Perawat
- Sanitasian gizi
- Farmasi
- Dll

3. Pelayanan Ambulans
Kegiatan pelayanan terpadu didalam satu koordinasi yang memberdayakan ambulans milik

puskesmas, klinik swasta, rumah bersalin, rumah sakit pemerintah maupun swasta, institusi

kesehatan swasta maupun pemerintah (PT. Jasa Marga, Jasa Raharja, Polisi, PMI, Yayasan

dan lain-lain). Dari semua komponen ini akan dikoordinasikan melalui pusat pelayanan yang

disepakati bersama antara pemerintah dengan non pemerintah dalam rangka melaksanakan

mobilisasi ambulans terutama bila terjadi korban massal.

4. Komunikasi
Didalam melaksanakan kegiatan pelayanan kasus gawat darurat sehari-hari memerlukan

sebuah sistem komunikasi dimana sifatnya adalah pembentukan jejaring penyampaian

informasi jejaring koordinasi maupun jejaring pelayanan gawat darurat sehingg seluruh

kegiatan dapat berlangsung dalam satu sistem yang terpadu terkoordinasi menjadi satu

kesatuan kegiatan.

PELAYANAN PADA KEADAAN BENCANA


Pelayanan dalam keadaan bencana yang menyebabkan korban massal memerlukan hal-hal

khusus yang harus dilakukan.

Hal-hal yang perlu dilakukan dan diselenggarakan adalah :


1. Koordinasi dan Komando
Dalam keadaan bencana diperlukan pola kegiatan yang melibatkan unit-unit kegiatan lintas

sektoral yang mana kegiatan ini akan menjadi efektif dan efisien bila berada didalam suatu

komandio dan satu koordinasi yang sudah disepakati oleh semua unsur yang terlibat.
2. Eskalasi dan Mobilisasi Sumber Daya
Kegiatan ini merupakan penanganan bencana yang mengakibatkan korban massal yang harus

melakukan eskalasi atau berbagai peningkatan. Ini dapat dilakukan dengan melakukan

mobilisasi sumber daya manusia, mobilisasi fasilitas dan sarana serta mobilisasi semua

pendukung pelayanan kesehatan bagi korban.


3. Simulasi
Diperlukan ketentuan yang harus ada yaitu prosedur tetap (protap), petunjuk pelaksana

(juklak) dan petunjuk tekhnis (juknis) operasional yang harus dilaksanakan oleh petugas yang

merupakan standar pelayanan. Ketentuan tersebut perlu dikaji melalui simulasi agar dapat

diketahui apakah semua sistem dapat diimplementasikan pada kenyataan dilapangan.


4. Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi
Penanganan bencana perlu dilakukan kegiatan pendokumentasian, dalam bentuk pelaporan

baik yang bersifat manual maupun digital dan diakumulasi menjadi satu data yang digunakan

untuk melakukan monitoring maupun evaluasi, apakah yang bersifat keberhasilan ataupun

kegagalan, sehingga kegiatan selanjutnya akan lebih baik.

SISTEM PELAYANAN MEDIK DI RUMAH SAKIT

Harus diperhatian penyediaan saran, prasarana yang harus ada di UGD, ICU,kamar jenazah,

unit-unit pemeriksaan penunjang, seperti radiologi, laboratorium, klinik, farmasi, gizi, ruang

rawat inap, dan lain-lain.


1. HOSPITAL DISASTER PLAN
Rumah sakit harus membuat suatu perencanaan untuk menghadapi kejadian bencana yang

disebut Hospital Disaster Plan baik bersifat yang kejadiannya didalam rumah sakit maupun

eksternal rumah sakit.


2. UNIT GAWAT DARURAT (UGD)
Di dalan UGD harus ada organisasi yang baik dan lengkap baik pembiayaan, SDM yang

terlatih, sarana dengan standar yang baik, sarana medis maupun non medis dan mengikuti

teknologi pelayanan medis. Prinsip utama dalam pelayanan di UGD adalah respone time baik

standar nasional maupun standar internasional.


3. BRIGADE SIAGA BENCANA RS (BSB RS)
Didalam rumah sakit juga harus di bentuk Brigade Siaga Bencana dimana ini merupakan

satuan tugas khusu yang mempunyai tugas memberikan pelayanan medis pada saat-saat

terjadi bencana baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dimana sifat kejadian ini

menyebabkan korban massal.


4. HIGH CARE UNIT (HCU)
Suatu bentuk pelayanan rumah sakit bagi pasien yang sudah stabil baik respirasi

hemodinamik maupun tingkat kesadarannya, tetapi masih memerlukan pengobatan perawatan

dan pengawasan secara ketat dan terus menerus, HCU ini harus ada baik di rumah sakit tipe

C dan tipe B.
5. INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
Merupakan suatu bentuk pelayanan di rumah sakit multi disiplin. Bersifat khusus untuk

menghindari ancaman kematian dan memerlukan berbagai alat bantu untuk memperbaiki

fungsi vital dan memerlukan sarana tekhnologi yang canggih dan pembiyaan yang cukup

besar.
6. KAMAR JENAZAH
Pelayanan bagi pasien yang sudah meninggal dunia, baik yang meninggal di rumah sakit

maupun luar rumah sakit, dalam keadaan normal sehari-hari ataupun bencana. Pada saat

kejadian massal di perlukan pengorganisasian yang bersifat komplek dimana akan di lakukan

pengidentifikasian korban baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal dan memerluikan

SDM yang khusus selain berhubungan dengan hal-hal aspek legalitas.

SISTEM PELAYANAN MEDIK ANTAR RUMAH SAKIT

Berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam

memberikan pelayanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas, untuk menerima pasien dan
ini sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, ketersediaan fasilitas medis didalam

sistem ambulans.
1. Evakuasi
Bentuk layanan transportasi yang ditujukan dari pos komando, rumah sakit lapangan menuju

ke rumah sakit rujukan atau transportasi antar rumah sakit, baik dikarenakan adanya bencana

yang terjadi di rumah sakit, dimana pasien harus di evakuasi ke rumah sakit lain. Pelaksanaan

evakuasi tetap harus menggunakan sarana yan terstandar memenuhi kriteria-kriteria yang

suah ditentukan berdasarkan standar pelayanan rumah sakit.


2. Syarat syarat evakuasi
Korban berada dalam keadaan paling stabil dan memungkinkan untuk di evakuasi
Korban telah disiapkan/diberi peralatan yang memadai untuk transportasi.
Fasilitas kesehatan penerima telah di beritahu dan siap menerima korban.
Kendaraan dan pengawalan yang dipergunakan merupakan yang paling layak tersedia.
3. Beberapa bentuk evakuasi

Evakuasi darat, dimana para korban harus secara cepat dipindahkan, karena lingkungan yang

membahayakan, keadaan yang mengancam jiwa, membutuhkan pertolongan segera, maupun

bila terdapat sejumlah pasien dengan ancaman jiwa yang memerlukan pertolongan.

Evakuasi segera, korban harus segera dilakukan penanganan, karena adanya acaman bagi

jiwanya dan tidak bisa dilakukan dilapangan, misal pasien syok, pasien stres dilingkungan

kejadian dan lain-lain. Juga dilaukan pad pasien-pasien yang berada di linkungan yang

mengakibatkan kondisi pasien cepat menurun akibat hujan, suhu dingin ataupun panas.

Evakuasi biasa, dimana korban biasanya tidak mengalami ancaman jiwa, tetapi masih perlu

pertolongan di rumah sakit, dimana pasien akan di evakuasi bila sudah dalam keadaan baik

atau stabil dan sudah memungkinkan bisa dipindahkan, ini khususnya pada pasien-pasien

patah tulang.

4. Kontrol lalu lintas

Untuk memfasilitasi pengamanan evakuasi, harus dilakukan control lalu lintas oleh

kepolisian, untuk memastikan jalur lalulintas antar rumah sakit dan pos medis maupun pos

komando. Pos medis dapat menyampaikan kepada pos komando agar penderita dapat
dilakukan evakuasi bila sudah dalam keadaan stabil. Maka kontrol lalu lintas harus seiring

dengan proses evakuasi itu sendiri.


SPGDT tergantung pada
1. Demografi (kepadatan penduduk, distribusi populasi)
2. Geografi
3. Community preparedness
4. Transportasi
5. komunikasi (Hard ware & soft ware)
6. fasilitas kesehatan ( Gov/private Hospital, Primary Health care)

SPGDT tiap daerah berbeda

Seperti contohnya, pada kabupaten Jember ada 6 kecamatan yang bersentuhan langsung

dengan garis pantai:

Jumlah
No Kecamatan Desa
Penduduk
(Jiwa)

1 KENCONG PASEBAN 7.051

2 GUMUKMAS MAYANGAN 10.280

KEPANJEN 10.204

3 PUGER MOJOMULYO 8.234

MOJOSARI 9.703

PUGER KULON 14.737

4 WULUHAN LOJEJER 19.273


5 AMBULU SUMBEREJO 23.718

6 TEMPUREJO CURAHNONGKO 6.186

Pada 6 kecamatan yang berbatasan langsung dengan garis pantai ini ada

kemungkinan terkena ombak besar seperti tsunami. Contoh lain, Pada jember bagian utara

yang dekat dengan gunung, sering terkena banjir dan longsor. jadi, geografi dan demografi

mempengaruhi SPGDT-B.
4. ASPEK MEDIKOLEGAL PADA PASIEN GAWAT DARURAT

Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi hubungan hukum

dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan gawat darurat. Karena secara

yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga

kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Menurut The American Hospital

Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah: An emergency is any condition that in

the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the

patient to the hospital-require immediate medical attention. This condition continuesuntil a

determination has been made by a health care professional that the patients life or well-

being is not threatened.Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat

darurat walaupun sebenarnya tidak demikian.Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan

antara false emergency dengan true emergency yang pengertiannya adalah: A true emergency

is any condition clinically determined to require immediate medical care. Such conditions

range from those requiring extensive immediate care and admission to the hospital to those

that are diagnostic problems and may or may not require admission after work-up and

observation.Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang

dihadapi pasien diselenggarakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling

ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat

melalui standing order yang disusun rumah sakit. Selain itu perlu pula dibedakan antara

penanganan kasus gawat darurat fase pra-rumah sakit dengan fase di rumah sakit.4 Pihak

yang terkait pada kedua fase tersebut dapat berbeda, di mana pada fase pra-rumah sakit selain

tenaga kesehatan akan terlibat pula orang awam, sedangkan pada fase rumah sakit umumnya

yang terlibat adalah tenaga kesehatan, khususnya tenaga medis dan perawat. Kewenangan

dan tanggungjawab tenaga kesehatan dan orang awam tersebut telah dibicarakan di atas.
Kecepatan dan ketepatan tindakan pada fase pra-rumah sakit sangat menentukan

survivabilitas pasien.

Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat

Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-undangan

pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam fase pra-

rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang

dalam keadaan gawat darurat.3,5 Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat

dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya. Dua syarat utama

doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah :

1. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan

atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun.

Bila pihak penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut

tidak berlaku.
2. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang

dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan

trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong. Dalam hal

pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena

diduga terdapatkekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka

pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi

penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause).5 Bila tuduhan kelalaian tersebut

dilakukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan

situasi saat peristiwa tersebut terjadi.2 Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga

kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berkualifikasi sama,

pada pada situasi dan kondisi yang sama pula. Setiap tindakan medis harus

mendapatkan persetujuan dari pasien (informed consent). Hal itu telah diatur sebagai
hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan

Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan

gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak

sadar dan tidak didampingi pasien, tidak perlu persetujuan dari siapapun (pasal 11

Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat

diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan

dalam berkas rekam medis.


5. PATIENT SAFETY

Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan (Kohn, Corrigan &

Donaldson, 2000). Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah

sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh

kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan

hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan

belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.

Meliputi:
1) Assessment risiko
2) Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien
3) Pelaporan dan analisis insiden
4) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
5) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom

from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan

suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental

injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil (omission).


Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (KTD

=missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near

miss ini dapat disebabkan karena: keberuntungan (misal: pasien terima suatu obat kontra

indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan

diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau

peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu

diberikan antidotenya).
Tujuan Patient safety:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas RS terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD
(Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)

Tujuan penanganan patient safety menurut (Joint Commission International):


Mengidentifikasi pasien dengan benar, meningkatkan komunikasi secara efektif,

meningkatkan keamanan dari high-alert medications, memastikan benar tempat, benar

prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi resiko infeksi dari pekerja kesehatan,

mengurangi resiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasien.

Pentingnya Patient Safety


Hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi risiko, yaitu:
1. Kesalahan Medis (Medical Error)
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi

mengakibatkan cedera pada pasien. (KKP-RS)

2. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ Adverse Event


Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu

tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommision), dan bukan karena

underlying disease atau kondisi pasien (KKP-RS).

3. Nyaris Cedera (NC)/ Near Miss


Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera

serius tidak terjadi, karena :


1. Keberuntungan, misalnya: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul

reaksi obat
2. Pencegahan, suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui

dan membatalkannya sebelum obat diberikan


3. Peringanan, suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu

diberikan antidotenya.(KKP-RS)

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan

mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event

yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,

tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.


Jenis kesalahan berdasarkan kontribusi manusia pada terjadinya suatu kesalahan :
1. Kesalahan aktif (active errors), terjadi pada level petugas kesehatan atau staf RS yang

bekerja didepan dan efeknya terjadi hampir secara tiba-tiba


2. Kesalahan tersembunyi (letent errors), terjadi dalam level manajemen seperti design yang

kurang baik, instalansi yang tidak tepat, pemeliharaan yang gagal, keputusan manajemen

yang buruk, dan struktur organisasi yang kurang baik. Kesalahan tersembunyi sulit untuk

dicatat sehingga sering kesalahan seperti ini tidak dapat dikenal (Reason, 2000)

Dampak dari medical error sangat beragam, mulai dari yang ringan dan sifatnya

reversible hingga yang berat berupa kecacatan atau bahkan kematian. Sebagian penderita

terpaksa harus dirawat di rumah sakit lebih lama (prolonged hospitalization) yang akhirnya

berdampak pada biaya perawatan yang lebih besar.


Sejak masalah medical error menggema di seluruh belahan bumi melalui berbagai

media baik cetak maupun elektronik hingga ke journal-journal ilmiah ternama, dunia

kesehatan mulai menaruh kepedulian yang tinggi terhadap isu patient safety.

WHO memulai Program Patient Safety pada tahun 2004 :


1. Safety is a fundamental principle of patient care and a critical component

of quality management. (World Alliance for Patient Safety, Forward

Programme WHO,2004)
2. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) dibentuk PERSI, pada

Tgl 1-1-2005
3. Menteri Kesehatan bersama PERSI dan KKP-RS telah mencanangkan

Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit pd Seminar Nasional PERSI

tgl 21 Agustus 2005, di JCC

Langkah Langkah Pelaksanaan Patient Safety


Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2

May 2007), yaitu:


1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
2) Pastikan identifikasi pasien
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

You might also like