You are on page 1of 142

HUBUNGAN PENGETAHUAN, KEBIASAAN DAN KEBERADAAN

BAKTERIOLOGIS E.COLI DALAM AIR MINUM DENGAN KEJADIAN DIARE


PADA KONSUMEN AIR MINUM ISI ULANG YANG BERKUNJUNG
KE PUSKESMAS CIPUTAT TAHUN 2013

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)

Oleh :
YUDHI SUYUDHI JAYADISASTRA
109101000001

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H / 2013 M
CURICULUM VITAE

PERSONAL IDENTITY

Full Name : YUDHI SUYUDHI JAYADISASTRA

Place / Date of Birth : BOGOR / FEBRUARY 1th 1990

Sex : MALE

Religion : MOSLEM
Jl. Jabaru 4 No.42 RT 04/RW 05
Address :
Pasir kuda, Kota Bogor
Post Code : 16119

Citizenship : INDONESIAN

Identity Card Number : 3271040102900013

Height / Weight : 170 cm / 85 kg

Phone Number : Mobile : +628567107002 Home :

Email Address : The_bujal@yahoo.com

Hobies : Music, Football, Travelling

FORMAL EDUCATION (starting from the most recent)

Year
Name of Institution Location Faculty/Majoring Result
In Out
ISLAMIC STATE UNIVERSITY PUBLIC HEALTH /
2009 2013 SYARIF HIDAYATULLAH BANTEN ENVIROMENTHAL
JAKARTA HEALTH

2006 2009 SMA INSAN KAMIL BOGOR - Graduated

2003 2006 SMP INSAN KAMIL BOGOR - Graduated

1997 2003 SD INSAN KAMIL BOGOR - Graduated

SKILLS

Microsoft Windows based operating system, Microsoft office (MS Word, MS Excel, Power Point)
Skills
First Aid

Language
Good communication
Proficiency

iii
ORGANIZATION EXPERIENCES

Year Organization / Events

2012 Participant in environment health safety field study at PT. Chevron Geothermal Garut

2012 Participant in environment health safety field study at PT. Petrocina Bojonegoro

2011 Committee of learning practice field in eastern ciputat clinic

2011 Participant in environment health safety field study at PT. Chevron Balikpapan

2011 Participant in environmenthal healt day at Bali

2011 Committee of seminar earth day at Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta

Member Of Environmenthal health student association Islamic State University Syarif


2011-2012
Hidayatullah Jakarta

2010-2012 Member Of Enviromenthal Health Student Association Indonesia

2010 Committee Of Ceremonial 5th Anniversary Of Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta

Work experience

Position Year Organizer / Instituion

HEALTH, SAFETY AND ENVIRONMENTHAL (HSE) OFFICER 2012 PT. ADI KARYA

PT. YAMA ENGINEERING AND ISLAMIC


COMMITTEE OF CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY 2012 STATE UNIVERSITY SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
DEPARTMENT OF HEALTH SOUTH
SURVEYOR OF Sistem Informasi Kesehatan 2011
TANGGERANG

ASSISTANT SURVEY 2011 AMDAL RTCU UIN JAKARTA

SOUTH TANGERANG ELECTION


ASSISTANT SUPERINTENDENT 2011
COMMISSION

iii
FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Juli 2013

Yudhi Suyudhi Jayadisastra, NIM: 109101000001

Hubungan Pengetahuan, Kebiasaan, dan Keberadaan Bakteriologis E.Coli dalam


Air Minum dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat Tahun 2013

xiv+102 halaman, 13 tabel, 3 bagan, 3 lampiran

ABSTRAK

Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara


berkembang. Pada umumnya penyebab utama kasus diare tersebut karena rendahnya
ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk, dan perilaku hidup tidak bersih. Pada tahun
2012 Puskesmas Ciputat memiliki kasus diare terbesar kedua di Tangerang Selatan
sebesar 1.935 jiwa. Berdasarkan studi pendahuluan 70% dari 30 penderita diare yang
berkunjung ke Puskesmas Ciputat mengonsumsi air minum isi ulang dan ditemukan 23
depot air minum isi ulang yang berada di wilayah Ciputat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui pengetahuan, kebiasaan dan keberadaan
bakteriologis E.coli dalam air minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi
ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan metode cross-
sectional study dengan teknik sampel purposive sampling. Variabel dependen yang
diteliti adalah kejadian diare dan variabel independennya adalah pengetahuan tentang
penyakit diare, kebiasaan memasak air, kebiasaan mencuci tangan pakai sabun, dan
keberadaan bakteriologis E.coli. Populasi adalah seluruh masyarakat di Wilayah Ciputat.
Sampel adalah Masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat dan mengonsumsi air
minum isi ulang pada bulan April 2013 dengan jumlah sampel 50 orang. Data diperoleh
melalui wawancara dan uji laboratorium air minum. Analisis data menggunakan uji chi-
square.
Hasil penelitian menunjukkan 68% konsumen air minum isi ulang menderita
penyakit diare, 56% konsumen air minum isi ulang memiliki pengetahuan tentang
penyakit diare yang buruk, 70% konsumen air minum isi ulang tidak memasak air, 56%
konsumen air minum isi ulang mencuci tangan pakai sabun, 68% konsumen air minum isi
ulang mengonsumsi air minum yang bersyarat. Ada hubungan pengetahuan tentang
penyakit diare dengan kejadian diare (p=0,001), ada hubungan kebiasaan memasak air
dengan kejadian diare (p=0,002), ada hubungan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun
dengan kejadian diare (p=0,000), dan ada hubungan keberadaan bakteriologis E.coli
dalam air minum dengan kejadian diare (p=0.009). Saran bagi Puskesmas Ciputat yaitu
memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang penyakit diare dan cara
pencegahannya.

Kata Kunci: Diare, air minum isi ulang, cross sectional study.

iv
FACULTY OF MEDICINE & HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY
ENVIRONMENTAL HEALTH
Skripsi, July 2013

Yudhi Suyudhi Jayadisastra, NIM: 109101000001


Knowledge Of Relationships, Habits, and The Presence Of E. Coli In Drinking
Water Bacteriological By Genesis Diarrhea In Consumer Drinking Water Refill
Who Visited Clinic In Ciputat 2013

xiv + 102 pages, 13 tables, 3 charts, 3 attachments

ABSTRACT

Diarrheal disease remains a global health problem, especially in developing


countries. In general, the main cause of the diarrhea cases due to the low availability of
clean water, poor sanitation and unclean living behavior. In 2012 ciputat clinic has a case
of diarrhea the second largest in South Tangerang for 1,935 people. Based on preliminary
studies 70% of 30 patients with diarrhea who visited the Ciputat clinic are consuming
drinking water refill and found 23 depot refill drinking water that is in the Ciputa area.
Therefore, it is necessary to investigate the knowledge, habits and bacteriological
presence of E.coli in drinking water with the incidence of diarrhea in consumers of
drinking water refill who visited Ciputat clinic
This research is the method of analytic epidemiologic cross-sectional study with
purposive sampling technique sampling. The dependent variables studied were the
incidence of diarrhea and the independent variable is the knowledge of diarrheal disease,
water cooking habits, habits of hand washing with soap, and the presence of
bacteriological E.coli. The population is all the people in the ciputat area. Samples were
people who visited the ciputat clinic and refill drinking water consumed in April 2013
with a sample of 50 people. Data obtained through interviews and laboratory testing of
drinking water. Data analysis using chi-square test.
The results showed 68% of consumers drinking water refill diarrheal illness, 56%
of consumers refill drinking water have bad knowledge of diarrhea, 70% of consumers
are drinking water refill not boil water, 56% of consumers refill drinking water
handwashing soap, 68% of consumers consume drinking water refill drinking water
conditional. There is a relationship between knowledge about the incidence of diarrheal
disease with diarrhea (p = 0.001), cooking water habit with the incidence of diarrhea (p =
0.002), habit of washing hands with soap with the incidence of diarrhea (p = 0.000), and
there is a relationship where bacteriological E.coli in drinking water with the incidence of
diarrhea (p = 0.009). Advice for ciputat clinic that provide CIE (Communication,
Information, and Education) on diarrheal and how to prevent it.

Keywords: Diarrhea, drinking water refill, cross sectional study.

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu

Berkat rahmat Allah Subhanahu wa Tala yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang serta dorongan yang kuat, akhirnya saya dapat menyelesaikan laporan

skripsi dengan judul Hubungan Pengetahuan, Kebiasaan, dan Kandungan

Bakteriologis E.coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada Konsumen

Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Shalawat serta salam selalu terjunjung kepada Nabi Muhammad Shalallahu

Alaihi wa Sallam yang telah membawa umatnya dari dari zaman kegelapan akan

iman dan pengetahuan ke zaman terang benderang akan ilmu dan pengetahuan.

Kegiatan dan laporan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan

jenjang pendidikan S-1 pada semester VIII Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Isalam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Dibalik rasa syukur,dalam penulisan laporan skripsi ini penulis ingin

mengucapakan terima kasih dengan tulus atas bimbingan serta dukungan kepada:

1. Kedua orang tua, adek dan segenap keluarga yang mendukung,

mendoakan dan mencurahkan kasih sayangnya dari jauh.

2. Bapak Prof. MK. Tajuddin selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.

3. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat yang

mana senantiasa berusaha agar prodi kesmas selalu menjadi yang terbaik.
vi
4. Ibu Minsarnawati, SKM,M.Kes selaku pembimbing skripsi I atas

dukungan dan bimbingannya.

5. Ibu Ela Laelasari SKM,M.Kes selaku pembimbing II atas bimbingannya

dan dukungannya

6. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM, Kes selaku penanggung jawab

Peminatan Kesehatan Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat.

7. Puskesmas Ciputat selaku tempat penelitian skripsi atas ketersediaannya

memberikan ijin untuk melakukan penelitian

8. Heni Sholatya Lubis yang selalu mensuport dalam pelaksanaan kegiatan

skripsi.

9. Untuk saudara seperjuangan, jamaah peminatan kesehatan lingkungan

2009 dan KESMAS 2009 atas dukungan dan masukan penelitian; Rudi,

Tari, Nisa, Ersa, Agung, Yeni, Ratna, Rahmi, Maya, Cita, Aan, Risma,

Dila, Moris, Udin, Nita, Zia dan Reni.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan skripsi

ini. Oleh sebab itu dibutuhkan saran, kritik serta masukan dari semua pihak demi

terciptanya kebaikan bersama.

Ciputat, Juli 2013

Penulis

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN i
LEMBAR PERNYATAAN ii
CURRICULUME VITAE iii
ABSTRAK iv
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR BAGAN xiv

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 6
1.3. Pertanyaan Penelitian 7
1.4. Tujuan 8
1.5. Manfaat 10
1.6. Ruang Lingkup 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Diare 12
2.1.1. Definisi diare 12
2.1.2.Jenis diare 13
2.1.3. Epidemiologi diare 15
2.1.4. Patofisiologi diare 18
2.1.5.Pencegahan diare 21
2.1.6.Penatalaksanaan 23
2.2.Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan 26
2.3.Sumber Penyakit Diare (Simpul1) 29
2.3.1.Bakteriologis E.coli 30
2.3.1.1. Definisi Escherichia coli 30
2.3.1.2. Sumber Escherichia coli 31
viii
2.3.1.3.Karakteristik Escherichia coli 34
2.3.1.4. Mekanisme masuknya Escherichia coli 36
2.3.1.5. Dampak Escherichia coli terhadap kesehatan 37
2.3.1.6.Uji Kualitatif Coliform 39
2.4. Media Transmisi Penyakit Diare (Simpul2) 42
2.4.1.Air Minum 42
2.4.1.1. Definisi air minum 42
2.4.1.2.Syarat syarat air minum 42
2.5. Faktor Kependudukan terkait Diare 45
2.5.1.Perilaku 46
2.4.1.1. Definisi perilaku 46
2.4.1.2. Jenis jenis perilaku 46
2.4.1.3. Perilaku kesehatan 47
2.4.1.5. Klasifikasi perilaku kesehatan 48
2.5.2.Pengetahuan 51
2.5.2.1.Pengertian pengetahuan 51
2.5.2.2. Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan 51
2.5.2.3.Pengukuran Pengetahuan 52
2.6. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Diare 53
2.7. Kerangka Teori 60
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep 61
3.2.Definisi Oprasional 64
3.3.Hipotesis 66
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian 67
4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 67
4.3.Populasi dan Sampel Penelitian 67
4.3.1. Populasi penelitian 67
4.3.2.Sampel penelitian 67
4.3.2.1.Besar sampel 67
ix
4.3.2.2.Teknik sampling 70
4.4. Pengumpulan Data 70
4.4.1. Sumber data 70
4.4.2.Instrumen penelitian 71
4.4.3.Metode Pemeriksaan Bakteriologis E.coli 72
4.5.Pengolahan Data 74
4.5.1. Pengodean 74
4.5. 2.Penyuntingan data 75
4.5.3.Pemasukan data 75
4.5.4.Pengoreksian data 76
4.6.Analisis Data 76
4.6.1.Analisis univariat 76
4.6.2.Analisis bivariat 76
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1.Analisis Univariat 78
5.2.1.Gambaran Distribusi Kejadian Diare pada Konsumen Air
Minum Isi Ulang 78

5.2.2.Gambaran Distribusi Karakteristik Individu (Umur,


Pendidikan,
dan jenis kelamin 79

5.2.3.Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang


Berdasarkan Pengetahuan tentang Penyakit Diare 80

5.2.4.Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang


Berdasarkan Kebiasaan Memasak air 80

5.2.5.Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang


Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun 81

5.2.6.Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang


Berdasarkan Keberadaan Bakteriologis E.coli pada air
minum 82

x
5.3.Analisis Bivariat 83

5.3.1.Hubungan Pengetahuan tentang Diare dengan Kejadian Diare


pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke
Puskesmas Ciputat 83

5.3.2.Hubungan Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare


pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke
Puskesmas Ciputat 84

5.3.3.Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun dengan


Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat 85

5.3.4.Hubungan Keberadaan Bakteriologis E.coli dalam Air Minum


dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang
yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat 86

BAB VI PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian 88


6.2. Gambaran Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang
yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat 89

6.3. Hubungan Pengetahuan Tentang Penyakit Diare dengan Kejadian


Diare Pada Konsumen Air Minum Isi Ulang 90

6.4. Hubungan Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare pada


Konsumen Air Minum Isi Ulang 92

6.5. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun dengan Kejadian


Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang 94

6.6. Hubungan Keberadaan Bakteriologis E.coli dalam Air Minum dengan


Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang 96

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN


7.1.Simpulan 100
7.2.Saran 101
7.2.1.Bagi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 101
7.2.2.Bagi Puskesmas Ciputat 101
7.2.3.Bagi Pengusaha DAMIU 102

xi
7.2.4.Bagi Konsumen Air Minum Isi Ulang 102

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman

3.1. Definisi Oprasional 64

4.1. Perhitungan Populasi Sempel Penelitian Terdahul 69

5.2. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Konsumen 78


Air Minum Isi Ulang
5.3. Karakteristik Individu (Umur, Pendidikan, dan Jenis 79
Kelamin) pada Konsumen Air Minum Isi Ulang
5.4. Distribusi Frekuensi Konsumen Air Minum Isi Ulang 80
Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penyakit Diare

5.5. Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang Berdasarkan 81


Kebiasaan Memasak Air

5.6. Distribusi Frekuensi Konsumen Air Minum Isi Ulang 82


Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan

5.7. Distribusi Frekuensi Keberadaan Bakteriologis E.coli 82


pada Air Minum yang di Konsumsi oleh Konsumen Air
Minum Isi Ulang

5.8. Analisis Hubungan antara Pengetahuan Tentang Diare 84


dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi
Ulang
5.9. Analisis Hubungan antara Kebiasaan Memasak Air 85
dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum
Isi Ulang

5.10. Analisis Hubungan antara Kebiasaan Mencuci 86


Tangan Pakai Sabun Kejadian Diare pada Konsumen
Air Minum Isi Ulang

5.11. Analisis Hubungan antara Keberadaan Bakteriologis 87


E.coli dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air
Minum Isi Ulang

xiii
DAFTAR BAGAN

NomorBagan Halaman

2.1 Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan 27


dan kependudukan

2.2 Kerangka Teori 60

3.1. Kerangka Konsep Penelitian 63

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara

berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan

dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia

pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak

dibawah umur 5 tahun. Diare merupakan kehilangan cairan dan elektrolit secara

berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar

dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Salwan, 2008 dalam Kusumaningrum,

2011).

Penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan

kejadian luar biasa. Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit bersumber

data KLB (STP KLB) tahun 2010, diare menempati urutan ke 6 frekuensi KLB

terbanyak setelah DBD, Chikungunya, Keracunan makanan, Difteri dan Campak.

Keadaan ini tidak berbeda jauh dengan tahun 2009, menurut data STP KLB 2009

, KLB diare penyakit ke 7 terbanyak yang menimbulkan KLB. Jumlah kasus

KLB Diare pada tahun 2010 sebanyak 2.580 dengan kematian sebesar 77 kasus

(CFR 2.98%) (Kemenkes RI, 2011).

Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik

menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan

tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga

1
masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi

KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang

(CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus

5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010

terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan

kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) pada

Tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan

proporsi 3,5%, dengan prevalensi tertinggi diare terjadi pada anak balita (1-4

tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan

penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia. Juga didapatkan

bahwa penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare

(25,2%) (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu program Direktorat Pemberatasan Penyakit Menular Langsung

(Direktorat P2ML-Ditjen PP&PL) adalah pemberantasan penyakit diare dengan

tujuan menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan dari penyakit

menular dan mencegah penyebaran serta mengurangi dampak sosial akibat

penyakit sehingga tidak menjadi masalah kesehatan. Adapun sasaran yang

hendak dicapai dari program tersebut adalah menurunnya angka kematian karena

diare pada golongan balita dari 2,5 menjadi 1,25 per 1.000 balita dan pada semua

golongan umur dari 54 menjadi 28 per 100.000 penduduk serta menurunnya

prevalensi kecacingan menjadi 30% (Direktorat P2ML, 2005).

2
Pada umumnya penyebab utama kasus diare tersebut adalah rendahnya

ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk, dan perilaku hidup tidak bersih. Di

Indonesia, penduduk yang menggunakan air bersih baru mencapai 67,3% dari

angka tersebut hanya separuhnya yaitu 51,4% yang memenuhi syarat

bakteriologis, sehingga menyebabkan terjadinya penyakit diare sebagai salah satu

penyakit yang ditularkan melalui air dan masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat (Depkes, 2004).

Air juga merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan

makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan

oleh senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan

adalah sebagai air minum. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh.

Sekitar 55- 60% berat badan orang dewasa terdiri dari air, untuk anak-anak

sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80% (Notoadmodjo 2003).

Air berperan penting bagi manusia namun demikian air merupakan salah

satu media yang sangat baik untuk penularan berbagai penyakit, misalnya demam

typhoid, cholera, diare, dysentri, amoeba, hepatitis infectious, guinea

wormdisease, dan sebagainya. Standar kualitas air minum menurut Peraturan

Menteri Kesehatan No.492/Menkes/Per/IV/2010 memenuhi syarat dilihat dari

unsur biologis, fisik, maupun kimiawi. Dalam hal ini, indikator unsur biologis

yaitu tidak boleh mengandung bakteri Coliform atau dengan kata lain Coliform =

0 (Permenkes 492, 2010).

3
Ketika sampel air minum yang diambil ternyata tidak sesuai dengan standar

atau syarat diatas (terutama unsur biologinya), maka air tersebut tidak layak

untuk dikonsumsi oleh manusia dan hanya diperbolehkan untuk kegiatan

peternakan dan pertanian atau untuk keperluan rumah tangga lainnya

(Permenkes, 2010).

Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Tri Utami Pertiwi mengatakan, dari

pengujian 20 sampel kandungan air di pemukiman warga dan depot isi ulang

yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2011,

ditemukan dua sampel yang terbukti tercemar oleh bakteri E.coli. Bila bakteri ini

hidup masuk ke mulut dan pencernaan manusia, tubuh akan bereaksi dengan

gejala diare, muntah-muntah sampai dengan demam tinggi (Utami, 2011).

Faktor lain yang dapat menyebabkan penyakit diare pada konsumen air

minum isi ulang adalah pengetahuan yang kurang tentang penyakit diare dan

kebiasaan konsumen yang kurang tepat dalam mengkonsumsi air minum isi

ulang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sandra (2007) bahwa tingkat

pengetahuan konsumen untuk mencegah penyakit diare umumnya rendah

(66,5%) dan ada hubungan pengetahuan konsumen tentang pencegahan diare

dengan penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang di daerah Surabaya.

Selain itu, terdapat juga hubungan kebiasaan konsumen air minum isi ulang

dengan penyakit diare, yaitu kebiasaan kosumen tidak memasak terlebih dahulu

4
air yang dikonsumsi dan kebiasaan konsumen tidak mencuci tangan dengan

sabun setelah buang air besar.

Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Musran (2008) menunjukkan bahwa

ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare. Demikian pula terdapat

hubungan antara kebiasaan memasak air dengan kejadian diare sedangkan

berdasarkan hasil penelitian Yulisa (2008), diketahui bahwa ada pengaruh tingkat

pendidikan, umur, sumber air minum, kualitas fisik air minum, jenis jamban

keluarga, jenis lantai rumah dengan kejadian diare.

Berdasarkan Laporan 30 besar penyakit yang ada di setiap Pukesmas

perawatan Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2012, didapatkan kasus

diare tertinggi berada di wilayah Puskesmas Kranggan sebanyak 2.298 penderita

dan Puskesmas Ciputat sebanyak 1.935 penderita. Namun, dalam penelitian ini

dipilih lokasi Puskesmas Ciputat dikarenakan berdasarkan hasil studi

pendahuluan didapatkan sebesar 70% dari 30 penderita diare yang berkunjung ke

puskesmas mengkonsumsi air minum isi ulang. Sedangkan pada Puskesmas

Kranggan dari 30 penderita diare hanya 10% yang mengonsumsi air minum isi

ulang. Hal ini dikarenakan masyarakat Kranggan masih banyak yang

mengonsumsi air minum yang bersumber dari air tanah/sumur sedangkan

masyarakat Ciputat mayoritas masyarakatnya mengonsumsi air minum isi ulang.

Selain itu, berdasarkan survey depot yang dilakukan ditemukan sebanyak 23

depot yang tersebar di wilayah Ciputat dan 2 depot di wilayah Kranggan.

5
Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melihat hubungan pengetahuan,

kebiasaan dan keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan kejadian

diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas

Ciputat.

1.2. Rumusan Masalah

Keberadaan depot air minum isi ulang terus meningkat sejalan dengan

kebutuhan akan air minum yang praktis dan ekonomis untuk dikonsumsi. Meski

lebih murah, tidak semua depot air minum isi ulang terjamin keamanan

produknya. Dengan tidak adanya jaminan dan pengawasannya terhadap kualitas

air minum dari Depot Air Minum Ulang (DAMIU) sangat memungkinkan air

minum yang dikonsumsi masih mengandung bakteriologis E.coli. Bila bakteri ini

hidup masuk ke mulut dan pencernaan manusia, tubuh akan bereaksi dengan

gejala diare. Berdasarkan hasil laporan tahunan Puskesmas Ciputat diketahui

bahwa Puskesmas Ciputat memiliki angka kejadian diare yang cukup besar yaitu

sebesar 1.935 penderita diare (LB 3 Puskesmas Ciputat, 2012). Menurut data

diatas, konsumsi air minum isi ulang menjadi salah satu indikasi/dugaan faktor

penyebab masyarakat Ciputat terkena diare. Selain itu, faktor pengetahuan dan

kebiasaan masyarakat juga mempunyai hubungan terhadap penyakit diare. Hal

ini menjadi dasar peneliti untuk melihat hubungan pengetahuan, kebiasaan dan

keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum dengan kejadian diare pada

6
masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat yang mengkonsumsi air

minum isi ulang.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang

yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

2. Bagaimana gambaran karakteristik individu (umur, pendidikan, dan jenis

kelamin) pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke

Puskesmas Ciputat ?

3. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang diare pada konsumen air minum

isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

4. Bagaimana gambaran kebiasaan memasak air pada konsumen air minum isi

ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

5. Bagaimana gambaran kebiasaan mencuci tangan dengan sabun pada

konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

6. Bagaimana gambaran keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum yang

dikonsumsi oleh konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke

Puskesmas Ciputat ?

7. Bagaimana hubungan pengetahuan tentang diare dengan kejadian diare pada

konsumen air minum isi ulang isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas

Ciputat ?

7
8. Bagaimana hubungan kebiasaan memasak air terlebih dahulu sebelum

dikonsumsi dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang

berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

9. Bagaimana hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dengan

kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke

Puskesmas Ciputat ?

10. Bagaimana hubungan keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum

dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung

ke Puskesmas Ciputat ?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, kebiasaan dan keberadaan

bakteriologis E.coli dalam air minum dengan kejadian diare pada

konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

1.4.2. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui gambaran kejadian diare pada konsumen air minum

isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

2) Untuk mengetahui gambaran karakteristik individu (umur, pendidikan,

dan jenis kelamin,) konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke

Puskesmas Ciputat.

8
3) Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang diare pada kosumen

air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

4) Untuk mengetahui gambaran kebiasaan memasak air terlebih dahulu

sebelum di konsumsi pada konsumen air minum isi ulang yang

berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

5) Untuk mengetahui gambaran kebiasaan mencuci tangan dengan sabun

pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas

Ciputat.

6) Untuk mengetahui gambaran keberadaan bakteriologis E.coli pada air

minum yang dikonsumsi oleh konsumen air minum isi ulang yang

berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

7) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang diare dengan

kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang isi ulang yang

berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

8) Untuk mengetahui hubungan kebiasaan memasak air dengan kejadian

diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke

Puskesmas Ciputat.

9) Untuk mengetahui hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun

dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang

berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

9
10) Untuk mengetahui hubungan keberadaan bakteriologis E.coli pada air

minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang

yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Puskesmas Ciputat

Memberikan informasi bagi instansi terkait khususnya bagi

Puskesmas Ciputat tentang hubungan kandungan bakteriologis E.coli pada

air minum terhadap penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang

yang berkunjung ke Ciputat.

1.5.2. Bagi Peneliti

Memberi pengalaman dan menambah wawasan dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki khususnya tentang

hubungan pengetahuan, kebiasaan, dan kandungan bakteriologis E.coli

pada air minum dengan kerjadian penyakit diare pada konsumen air minum

isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

1.5.3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi dan pedoman bagi masyarakat dalam memilih

dan mengkomsumsi air minum isi ulang dengan benar.

10
1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta selama bulan Maret-Juli 2013 di Puskesmas Ciputat. Tujuan

penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan, kebiasaan dan

keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan kejadian diare pada

konsumen air minum isi ulang. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi

analitik dengan desain penelitian cross sectional study. Populasi pada penelitian

ini adalah masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat, metode

pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara

terstruktur dan uji laboratorium terkait kandungan bakteriologis air minum isi

ulang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner karakteristik individu (umur,

jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), pengetahuan tentang penyakit diare,

kebiasaan konsumen air minum isi ulang dan media MPN.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Penyakit Diare

2.1.1. Definisi diare

Diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari

tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari

atau lebih (Word Health Organization, 2009). Menurut Depkes (2000)

Diare merupakan buang air besar lembek atau cair dapat berupa air

saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali

atau lebih dalam sehari).

Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal

atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan dengan peningkatan

volume keenceran, serta frekwensi lebih dari tiga kali sehari pada anak

dan pada bayi lebih dari empat kali sehari dengan atau tanpa lendir

darah (Kemenkes RI, 2010).

2.1.2. Jenis diare

Menurut Departemen Kesehatan RI, 2000, berdasarkan jenisnya

diare dibagi menjadi empat yaitu :

a) Diare akut

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari

(umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi,

12
sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi

penderita diare.

b) Disentri

Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat

disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan

kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.

c) Diare persisten

Diare presisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

secara terus menerus. Akibatnya adalah penurunan berat badan dan

gangguan metabolism.

d) Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan

penyakit lain, seperti demam gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Menurut Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral PPM dan

PL tahun 2007, jenis-jenis diare terdiri dari :

a) Diare akut

merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut

Rotavirus yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan

dapat berupa air saja yang frekuensinya bisa tiga kali atau lebih

dalam sehari dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare ini

13
merupakan virus usus pathogen yang menduduki urutan pertama

sebagai penyebab diare akut pada anak-anak.

b) Diare bermasalah

Diare yang disebabkan oleh inveksi, virus, bakteri, parasit,

intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Penularan secara fecal-

oral, kontak dari orang ke orang atau kontak orang dengan alat

rumah tangga. Diare ini umumnya diawali oleh diare cair kemudian

pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan maupun

tanpa lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas

disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah.

c) Diare presisten

Diare akut yang menetap, dimana titik sentral pathogenesis

diare presisten adalah kerusakan mukosa usus. Penyebab diare

presisten sama dengan penyebab diare akut.

Menurut Departemen Kesehatan RI, 2011, jenis diare terdiri dari :

a) Diare akut cair

Buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari biasanya

(pada umumnya tiga kali atau lebih) perhari dengan konsistensi cair

dan berlangsung kurang dari tujuh hari.

b) Diare akut

14
Secara operasional diare akut adalah diare yang pada awalnya

mendadak dan berlangsung dalam beberapa jam sampai dengan 14

hari.

c) Diare kronis

Diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari dua minggu

(14 hari).

d) Diare bermasalah

Diare ini umumnya diawali oleh tinja cair kemudian pada hari

kedua atau ketiga baru muncul darah dengan ataupun tanpa lendir.

adapun macam-macam diare bermasalah sebagai berikut :

1. Diare berdarah

2. Kolera

3. Diare berkepanjangan

4. Diare presisten/diare kronik

5. Diare dengan gizi buruk

6. Diare dengan penyakit penyerta

2.1.3. Epidemiologi Diare

Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), epidemiologi

penyakit diare berdasarkan konsep Host-Agent-Environment adalah

sebagai berikut :

a) Penyebaran kuman yang menyebabkan diare.

15
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui facel oral

antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan

atau kotak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang

dapat menyebabkan penyebaran kuman diare dan meningkatkan

resiko terjadinya diare, antara lain:

1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama

kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh resiko

untuk menderita diare jauh lebih besar daripada yang diberi ASI

secara penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga

lebih besar.

2. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan

disimpan beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar

dan kuman akan berkembang biak.

3. Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah

tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah,

Pencemaran di rumah dapat terjadi apabila tempat penyimpanan

tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada

saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

4. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah

membuang tinja anak atau sebelum makan.

5. Tidak membuang tinja dengan benar.

16
b) Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.

Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden

beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Tidak memberikan ASI sampai dengan umur dua tahun. ASI

mengandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap

berbagai kuman penyebab diare.

2. Kurang gizi, beratnya penyakit, lama dan resiko kematian

karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita

gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.

3. Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat

pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam waktu

empat trakhir, hal ini sebagai akibat penurunan kekebalan tubuh

penderita.

4. Imunodefesiensi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung

sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau

mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderita

HIV/AIDS, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak

pathogen dan mungkin juga berlangsung lama.

c) Faktor lingkungan dan perilaku

penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis

lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan

pembuangan tinja. Kedua faktor tersebut ini akan berintraksi

17
dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat

karena tercemar kuman/bakteri diare serta berakumulasi dengan

perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan

minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

2.1.4. Patofisiologi Diare

Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan

untuk keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dan

pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi

memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk,

aktifitas pencernaan tersebut dapat berupa (Muhadi, 2008):

a) Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.

b) proses pengunyahan : menghaluskan makanan dengan cara

mengunyah dan mencampur dengan enzim-enzim di rongga mulut.

c) Proses penelanan makanan : gerakan makanan dari mulut ke getser.

d) Pencernaan : penghancuran makanan secara mekanik, pencampuran

dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim.

e) Penyerapan makanan : perjalanan molekul makanan melalui selaput

lendir usus kedalam sirkulasi darah dan limfah.

f) Peristaltik : gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang

kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.

g) Buang air besar : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja

18
Dalam keadaan normal dimana seluruh pencernaan berfungsi

efektif dan menghasilkan ampas tinja 50-100 gr sehari mengandung

air sebanyak 60-80%.dalam saluran gastrointestinal cairan

mengikuti sacara pasif gerakan bidireksional transmukosal atau

longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat-zat padat

lainnya yang memiliki sifat aktif osmotic. Cairan yang berada

dalam saluran garstrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara

per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pancreas serta

sekresi usus halus. cairan tersebut diserap usus halus, dan

selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga

tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja. motolitas usus halus

mempunyai fungsi untuk :

a) menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke

sekum

b) mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu

c) mencegah bakteri untuk berkembang biak

Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat

hubungannya satu dengan lainnya. misalnya bertambahnya cairan pada

intraluminal akan menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis,

sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan

mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan

19
memperpendek waktu sentuhan skim dengan selaput lendir usus,

sehingga penyerapan air elektrolit dan zat lain akan mengalami

gangguan.

Berdasarkan gangguan fungsi fisiologi saluran cerna dan macam

penyebab dari daire, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3

kelainan pokok yang seperti (Muhadi, 2008):

1. Daire sekretorik

Disebabkan oleh sekresi air dan elektronik ke dalam usus halus

yang terjadi akibat gangguan absorpsi natrium oleh viluues saluran

cerna, sedangkan sekresi klorida tetep berlangsung atau meningkat.

keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh

sebagai tinja cair. diare sekretorik ditemukan pada diare yang

disebakan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus

oleh toksin, misalnya toksin E.coli atau Vibrio cholera.

2. Diare osmotik

Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat dilalui

oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan

osmotik antara lumen usus dan cairan ekstrasel. Oleh karena itu,

bila di lumen usus terdapat bahan yang secara osmotik aktif dan

sulit diserap akan menyebabkan diare. Bila bahan tersebut adalah

larutan isotonik, air atau bahan yang larut maka akan melewati

mukosa usus halus tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare.

20
3. Diare inflamasi

Diare disebabkan oleh karena inflamasi pada mukosa usus,

sehingga terjadi produksi lendir yang berlebihan dan eksudasi air

dan elektrolit kedalam lumen, gangguan abrsopsi air secara

elektrolit.

2.1.5. Pencegahan Diare

Menurut Kemenkes RI (2011), beberapa hal yang harus dilakukan

untuk mencegah tidak terjangkitnya penyakit diare adalah sebagai

berikut:

1. Memberikan ASI

ASI turut memberikan perlindungan terhadap terjadinya diare

pada balita karena antibody dan zat-zat lain yang terkandung

didalamnya memberikan perlindungan secara imunologi.

2. Memperbaiki makanan pendamping ASI

Perilaku yang salah dalam pemberian makanan pendamping

ASI dapat menyebabkan risiko terjadinya terjadinya diare sehingga

dalam pemberiannya harus memperhatikan waktu dan jenis

makanan yang diberikan. pemberian makanan pendamping ASI

sebaiknya dimulai dengan memberikan makanan lunak ketika anak

berumur 6 bulan dan dapat diteruskan pemberian ASI, setelah anak

berumur 9 bulan atau lebih, tambahkan macam makanan lain dan

frekuensi pemberian makan lebih sering (4 kali sehari). saat anak

21
berumur 11 tahun berikan semua makanan yang dimasak dengan

baik, frekuensi pemberiannya 4-6 kali sehari.

3. Menggunakan air bersih yang cukup

Risiko untuk menderita diare dapat dikurangi dengan

menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari

kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanannya di

rumah. Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:

a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.

b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan,

membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari

sumber yang digunakan serta lebih rendah, dan menggali parit

aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber.

c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan

gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air.

d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan.

4. Mencuci tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan

yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.

Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,

sesudah membuang tinja anak, setelah menceboki bayi/anak,

sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak,

22
sebelum makan dan setelah memegang hewan mempunyai dampak

dalam kejadian diare.

5. Menggunakan jamban

Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar

dalam penurunan risiko penularan diare karena penularan kuman

penyebab diare melalui tinja dapat dihindari.

6. Membuang tinja bayi dengan benar

Membuang tinja bayi ke dalam jamban sesegera mungkin

sehingga penularan kuman penyebab diare melalui tinja bayi dapat

dicegah.

2.1.6. Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare adalah

Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare). Adapun program

Lintas Diare yaitu:

1) Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah

2) Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

3) Teruskan pemberian ASI dan Makanan

4) Antibiotik Selektif

5) Nasihat kepada orang tua/pengasuh

23
Berikut urayan program Lintas Diare :

1. Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai

dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah,

dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin,

kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran

sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat

mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang

terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang.

Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana

kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.

Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI,

2011).

2. Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam

tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric

Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama

diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga

berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami

kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian

Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat

keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,

24
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian

diare pada 3 bulan berikutnya (Kemenkes RI, 2011).

3. Pemberian ASI/makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk

memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap

kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak

yang masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang

minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.

Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah

mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang

mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering.

Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan

selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan

(Kemenkes RI, 2011).

4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena

kecilnya kejadian diare pada seseorang yang disebabkan oleh

bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan

darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera

(Kemenkes RI, 2011). Obat-obatan anti diare juga tidak boleh

diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak

bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah

25
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun

meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar

menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat

fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan

oleh parasit (amuba, giardia) (Kemenkes RI, 2011).

5. Pemberian Nasihat

Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang

berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:

1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah.

2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan

bila :

a) Diare lebih sering

b) Muntah berulang

c) Sangat haus

d) Makan/minum sedikit

e) Timbul demam

f) Tinja berdarah

g) Tidak membaik dalam 3 hari.

2.2.Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan (Achmadi, 2010)

Pathogenesis penyakit berbasis lingkungan dapat digambarkan dalam

suatu model atau paradigma. Paradigma tersebut menggambarkan hubungan

interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit

26
dengan manusia. Hubungan interaktif tersebut sebagaimana digambarkan oleh

Achmadi (2010) yaitu paradigma kesehatan lingkungan.

Dengan mempelajari pathogenesis penyakit, kita dapat menentukan

pada titik mana atau simpul mana kita bias melakukan pencegahan. Tanpa

memahami pathogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan,

sulit melakukan pencegahan.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa kejadian penyakit merupakan hasil

hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen

lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Perilaku penduduk yang

merupakan salah satu representative budaya merupakan salah satu variable

kependudukan, yaitu umur, gender, pendidikan, genetik, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, kejadian penyakit pada hakikatnya dipengaruhi oleh

variable kependudukan dan variable lingkungan. Dengan kata lain pula,

gangguan kesehatan merupakan resultant dari hubungan interaktif antara

lingkungan dan variable kependudukan.

Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan kependudukan

dapat digambarkan dalam teori Simpul (Achmadi, 2010) pada bagan 2.1

dibawah ini:

27
Bagan 2.1
Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan
kependudukan

Simpul 3
Simpul 2
Simpul 1 Faktor Kependudukan
Media Transmisi Simpul 4
Sumber 1. Air 1. Umur
Penyakit 2. Udara 2. Gizi Sakit/Sehat
3. Vektor 3. Pengetahuan
4. Makanan 4. Pendidikan
5. Sosial dan
Ekonomi
6. Perilaku
kesehatan
7. dll

Simpul 5
Variabel Berpengaruh Lainnya:
Kebijakan Pemerintah dan Program Kesehatan

Sumber : (Achmadi, 2010)

Dengan mengacu kepada gambaran skematik tersebut, maka

pathogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan dapat

diuraikan ke dalam 5 simpul, yaitu simpul 1 sebagai sumber penyakit; simpul

2 adalah komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit;

simpul 3 adalah penduduk dengan berbagai variable kependudukan seperti

umur, gizi, pendidikan, dll; sedangkan simpul 4 adalah penduduk yang dalam

keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau exposure dalam

komponen lingkungan yang mengandung agen penyakit. Sedangkan simpul 5

28
adalah semua variabel yang memiliki pengaruh teradap ke-empat simpul

tersebut. Sebagai contoh adalah kebijakan pemerintah dan program kesehatan.

Simpul-simpul tersebut pada dasarnya menuntun kita sebagai simpul

pencegahan atau simpul manajemen untuk mencegah penyakit tertentu agar

tidak perlu menunggu hingga simpul 4 terjadi. Dengan mengendalikan sumber

penyakit, kita dapat mencegah pada proses kejadian hingga simpul 3,4 atau 5.

2.3.Sumber Penyakit Diare (Simpul 1)

Sumber penyakit adalah titik yang mempunyai dan atau mengadakan

agen penyakit serta menemisikan agen penyakit. Agen penyakit adalah

komponen lingkungan yang menimbulkan gangguan penyakit melalui media

perantara (yang juga komponen lingkungan) (Achmadi, 2010).

Menurut Kemenkes RI (2011), sumber penyait diare sebagai berikut :

a. Infeksi virus

Infeksi virus masih merupakan penyebab utama penyakit diare. Pada

penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Rotavirus Survailance Network

(IRSN) dan Litbangkes pada pasien anak di 6 rumah sakit terutama

disebabkan oleh rotavirus dan adenovirus.

b. Bakteri

Infeksi karena bakteri mengakibatkan kerusakan fili usus karena

infeksi rotavirus dan berkurangnya produksi enzim laktase sehingga

29
menyebabkan malabsorbi laktosa. Bakteri tersebut berupa E.coli,

Stapaureus, dll.

2.3.1.Bakteriologis E.coli

2.3.1.1.Definisi E.coli

Escherichia coli adalah bakteri yang biasa ditemukan

dalam usus manusia dan hewan berdarah panas (WHO, 2005).

Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang

menyebabkan diare. Bakteri ini diklasifikasikan oleh ciri khas

sifat-sifat virulensinya dan setiap grup menimbulkan penyakit

melalui mekanisme yang berbeda. Gejalanya yaitu diare yang

merupakan buang air besar yang encer dengan frekuensi 4x atau

lebih dalam sehari, kadang disertai muntah, badan lesu atau

lemah, panas, tidak nafsu makan, bahkan darah dan lender dalam

kotoran. Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan

elektrolit sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan

irama jantung maupun perdarahan otak (Jawetz,1996).

Bakteri Escherichia coli dapat ditemui diusus manusia dan

binatang berdarah panas, sebagian besar strainnya tidaklah

berbahaya, tetapi strain tertentu enterohaemorhagic Escherichia

coli (EHEC) akan menimbulkan penyakit berbahaya dan

mematikan (Kemenkes, 2011).

30
Eschericia coli merupakan bakteri yang tidak berbahaya

dan hidup normal dalam usus halus manusia, tetapi bila tubuh

banyak mengandung Eschericia coli dapat menyebabkan

penyakit seperti saluran kencing dan diare. Di negara

berkembang gastroenteritis pada bayi lebih banyak disebabkan

oleh Eschericia coli dari padafaktor lain ( Duerden, 1987).

Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari

kotoran hewan manusia. bakteri Escherichia coli merupakan

mikroorganisme normal yang terdapat dalam kotoran manusia,

baik sehat maupun sakit. dalam satu gram kotoran manusia

terdapat sekitar seratus juta bakteri Escherichia coli

(Enviromental Sanitations Journal, 2010).

2.3.1.2.Sumber E.coli

Penyakit yang sering ditimbulkan oleh Eschericia coli

adalah diare. Eschericia coli ini diklasifikasikan oleh ciri khas

sifat-sifat virulensinya dan setiap grup menimbulkan penyakit

melalui mekanisme yang berbeda, menurut Duerden (1987)

antara lain:

a) Eschericia coli anteropatogen (EPEC) :

Merupakan penyebab diare terpenting pada bayi,

terutama di Negara berkembang Mekanismenya adalah

dengan cara melekatkan dirinya pada sel mukosa usus kecil

31
dan membentuk filamentous actin pedestalsehingga

menyebabkan diare cair yang biasanya sembuh sendiri tapi

dapat juga menjadi kronis.

b) Eschericia coli enterotoksigenik (ETEC) :

Penyebab yang sering dari diare wisatawan dan sangat

penting menyebabkan diare pada bayi di Negara berkembang.

Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk menimbulkan

pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Lumen usus

terengang oleh cairan dan mengakibatkan hipermortilitas serta

diare, dan berlangsung selama beberapa hari. Beberapa strain

ETEC menghasilkan eksotosin tidak tahan panas. Prokfilaksis

antimikroba dapat efektif tetapi bisa menimbulkan

peningkatan resistensi antibiotic pada bakteri, mungkin

sebaiknya tidak dianjurkan secara umum. Ketika timbul diare,

pemberian antibiotic dapat secara efektif mempersingkat

lamanya penyakit. Diare tanpa disertai demam ini terjadi pada

manusia, babi, domba, kambing, kuda, anjing, dan sapi. ETEC

menggunakan fimbrial adhesi (penonjolan dari dinding sel

bakteri) untuk mengikat sel sel enterocit di usus halus.

ETEC dapat memproduksi 2 proteinous enterotoksin: dua

protein yang lebih besar, LT enterotoksin sama pada struktur

dan fungsi toksin kolera hanya lebih kecil, ST enterotoksin

32
menyebabkan akumulasi cGMP pada sel target dan elektrolit

dan cairan sekresi berikutnya ke lumen usus. ETEC strains

tidak invasive dan tidak tinggal pada lumen usus.

c) Eschericia coli Enterohemoragik (EHEC) :

Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek

sitotoksinya pada sel Vero, suatu sel hijau dari monyet hijau

Afrika. Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenic dari toksin.

EHEC berhubungan dengan holitis hemoragik, bentuk diare

yang berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu

penyakit akibat gagal ginja akut, anemia hemolitik

mikroangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus EHEC

dapat dicegah dengan memasak daging sampai matang. Diare

ini ditemukan pada manusia, sapi, dan kambing.

d) Eschericia coli Enteroinvansif (EIEC) :

Menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan

shigellosis. Penyakit terjadi sangat mirip dengan shigellosis.

Penyakit sering terjadi pada anak anak di Negara

berkrmbang dan para wisatawan yang menuju ke Negara

tersebut. EIEC melakukan fermentasi laktosa dengan lambat

dan tidak bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui

invasinya ke sel epitel mukosa usus. Diare ini ditemukan

hanya pada manusia.

33
e) Eschericia coli Enteroagregatif (EAEC)

Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di

negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas

pelekatannya pada sel manusia. EAEC menproduksi

hemolisin dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC.

2.3.1.3.Karaktristik E.coli

Eschericia coli dari anggota family Enterobacteriaceae.

Ukuran sel dengan panjang 2,0 6,0 m dan lebar 1,1 1,5 m.

Bentuk sel dari bentuk seperti coocal hingga membentuk

sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora pada

Eschericia coli batang gram nehgatif. Selnya bisa terdapat

tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak

berkapsul.bakteri ini aerobic dan dapat juga aerobic fakultatif.

Eschericia coli merupakan penghuni normal usus, seringkali

menyebabkan infeksi (Jawetz,1996).

Kapsula atau mikrokapsula terbuat dari asam asam

polisakarida. Mukoid kadang kadang memproduksi

pembuangan ekstraselular yang tidak lain adalah sebuah

polisakarida dari speksitifitas antigen K tententu atau terdapat

pada asam polisakarida yang dibentuk oleh banyak Eschericia

coli seperti pada Enterobacteriaceae. Selanjutna digambarkan

34
sebagai antigen M dan dikomposisikan oleh asam kolanik

(Jawetz,1996).

Biasanya sel ini bergerak dengan flagella petrichous.

Eschericia coli memproduksi macam macam fimbria atau pili

yang berbeda, banyak macamnya pada struktur dan speksitifitas

antigen, antara lain filamentus, proteinaceus, seperti rambut

appendages di sekeliling sel dalam variasi jumlah. Fimbria

merupakan rangkaian hidrofobik dan mempunyai pengaruh

panas atau organ spesifik yang bersifat adhesi. Hal itu

merupakan faktor virulensi yang penting (Jawetz,1996).

Eschericia coli merupakan bakteri fakultatif anaerob,

kemoorganotropik, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan

respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit banyak di bawah

keadaan anaerob.pertumbuhan yang baik pada suhu optimal

370C pada media yang mengandung 1% peptone sebagai sumber

karbon dan nitrogen. E. Coli memfermentasikan laktosa dan

memproduksi indol yang digunakan untuk mengidentifikasikan

bakteri pada makanan dan air (Jawetz,1996).

35
2.3.1.4.Mekanisme Masuknya E.coli ke Tubuh Mnusia

Perilaku yang tidak higienis terutama setelah buang air

besar (dari toilet), dapat juga menjadi penyebab masuknya

Eschericia coli ke dalam tubuh manusia saat kita makan dan

atau menyuapi anak atau lansia (Sukanda, 2008).

Manusia terinfeksi Eschericia coli didapat dari makanan

dan atau minuman yang terkontaminasi. Untuk bakteri

Eschericia coli hidup di usus sapi yang sehat dan kontaminasi

dapat terjadi ketika penyembelihan. Daging rusa juga dapat

terinfeksi oleh organism ini. Mengkonsumsi daging sapi atau

rusa yang tidak cukup matang adalah penyebab utama manusia

dapat terinfeksi (AAFP, 1999-2006 dalam Sukanda, 2008).

Seseorang yang terinfeksi bakteri Eschericia coli dapat

ditemukan dikotorannya hingga dua minggu setelah gejalanya

berhenti. Orang-orang ini dapat menularkan bakteri Eschericia

coli kepada prang lain jika mereka tidak mencuci tangannya

setelah dari toilet. Anak-anak memiliki resiko autbreaks

karena banyaknya jumlah anak anak yang kurang paham

mencuci tangan setelah dari toilet. Hal ini juga menjadikan

resiko penularan kepada teman-temannya dan keluarga(AAFP,

1999-2006 dalam Sukanda, 2008).

36
Menurut Vries, Garry Cores 2006 dalam Sukanda 2008,

ada beberapa cara manusia dapat terinfeksi oleh Eschericia coli

yaitu melalui :

a) Mengkonsumsi produk daging sapi yang kurang matang.

b) Mengkonsumsi susu, jus buah dan sari apel yang tidak

dipasteurisasi.

c) Meminum atau berenang di air yang terkontaminasi dengan

kotoran hewan atau manusia

Terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor.

Salah satu adalah terinfeksinya makanan dan minum yang

dikonsumsi manusia kemudian masuk kedalam saluran

pencernaan. masuknya E.coli hidup kedalam usus setelah

berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme

tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan

akibat toksin tersebut terjadi hipertensi yang selanjutnya

menimbulkan diare (Kumar et al, 2012).

2.3.1.5.Dampak E.coli terhadap Kesehatan

Penyakit yang sering ditimbulkan oleh Eschericia coli

adalah diare Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan

elektrolit, sehingga terjadi gangguan irama pada jantung maupun

pendarahan pada otak (Mikrobiologi Kedokteran, 1994).

37
Diare sering kali disertai dengan dehidrasi (kekurangan

cairan). Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering.

Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-

ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18

bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal, biasanya

menyebabkan syok.

Selain diare ,Eschericia coli juga dapat menyebabkan

beberapa penyakit yang bisa juga disebabkan oleh beberapa

bakteri lain, diantaranya sebagai berikut :

a) Infeksi saluran kemih

Penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih dan

merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama pada

kira-kira 90% wanita muda.

b) Sepsis

Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E.coli dapat

memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang

baru lahir dapat sangat rentan terhadap sepsis E.coli karena

tidak memiliki antibody lgM. sepsis dapat terjadi akibat

infeksi saluran kemih.

c) Miningitis

E.coli merupakan salah satu penyebab utama meningitis pada

bayi.

38
Selain penyakit diatas, bakteri E. coli dapat menyebabkan

juga penyakit seperti :

1) Gangguan system pencernaan

2) Gangguan system pada ginjal

3) Serangan jantung atau stroke

4) Tekanan darah tinggi

2.3.1.6.Uji Kualitatif Coliform

Uji kualitatif koliform secara lengkap terdiri dari 3 tahap

yaitu: (a) Uji penduga (presumptive test), (b) Uji penguat

(confirmed test) dan Uji pelengkap (completed test)

(Widianti,2004).

1) Uji penduga (presumptive test).

Uji penduga merupakan uji kuantitatif koliform

menggunakan metode MPN. Tes pendahuluan dapat

menunjukkan adanya bakteri koliform berdasarkan dari

terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena

fermentasi laktosa oleh bakteri golongan koli. Tingkat

kekeruhan pada media laktosa menandakan adanya zat asam.

Gelembung udara pada tabung durham menandakan adanya

gas yang dihasilkan bakteri. Tabung dinyatakan positif jika

terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di dalam

39
tabung durham. Kandungan bakteri Escherichia coli dapat

dilihat dengan menghitung tabung yang menunjukkan reaksi

positif terbentuk asam dan gas dan dibandingkan dengan tabel

MPN. Metode MPN dilakukan untuk menghitung jumlah

mikroba di dalam contoh yang berbentuk cair. Inkubasi 1 x 24

jam hasilnya negatif, maka dilanjutkan dengan inkubasi 2 x 24

jam pada suhu 350C. Waktu inkubasi selama 2 x 24 jam tidak

terbentuk gas dalam tabung Durham menunjukkan hasil

negatif. Jumlah tabung yang positif dihitung pada masing-

masing seri. MPN penduga dapat dihitung dengan melihat

tabel MPN.

2) Uji penguat (confirmed test)

Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji

ketetapan. Tabung yang positif terbentuk asam dan gas

terutama pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi ditanamkan

pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) secara aseptik

dengan menggunakan jarum inokulasi. Koloni

bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna merah kehijauan

dengan kilat metalik atau koloni berwarna merah muda

dengan lendir untuk kelompok koliform lainnya.

40
3) Uji pelengkap (completed test)

Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji

kelengkapan untuk menentukan bakteri Escherichia

coli. Koloni yang berwarna pada uji ketetapan diinokulasikan

ke dalam medium kaldu laktosa dan medium agar miring

Nutrient Agar (NA), dengan jarum inokulasi secara

aseptik. Tahapan selanjutnya adalah diinkubasi pada suhu

370C selama 1 x 24 jam. Hasilyang positif akan terbentuk

asam dan gas pada kaldu laktosa, maka sampel positif

mengandung bakteri Escherichia coli. Media agar miring NA

dibuat pewarnaan gram dimana bakter Escherichia

coli menunjukkan gram negatif berbentuk batang

pendek. Cara untuk membedakan bakteri golongan koli dari

bakteri golongan coli fekal (berasal dari tinja hewan berdarah

panas), dilakukan duplo, dimana satu seri diinkubasi pada

suhu 370C (untuk golongan koli) dan satu seri diinkubasi pada

suhu 420C (untuk golongan koli fekal). Bakteri golongan koli

tidak dapat tumbuh dengan baik pada suhu 420C, sedangkan

golongan koli fekal dapat tumbuh dengan baik pada suhu

420C.

41
2.4.Media Transmisi Penyakit Diare (simpul 2)

Media transmisi tidak memiliki potensi penyakit jika didalamnya tidak

mengandung agen penyakit. Mengacu pada gambar skematik komponen

lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit pada hakikatnya ada 5

komponen lingkungan, yaitu udara ambient, air yang dikonsumsi,

tanah/pangan, binatang/vektor penyakit, dan manusia melalui kontak langsung

(Achmadi, 2010).

2.4.1. Air minum

2.4.1.1. Definisi Air Minum

Air minum adalah air yang mengalami proses pengolahan

atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan

dan dapat langsung diminum. Air minum aman bagi kesehatan

apabila memenuhi persyaratan kesehatan baik fisik, kimia,

bakteriologis dan radioaktif yang dimuat dalam parameter

wajib dan parameter tambahan (Permenkes no 492, 2010).

2.4.1.2. Syarat-Syarat Air Minum

Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI, no 492, 2010,

parameter sebagai persyaratan kualitas air minum adalah

sebagai berikut :

42
a. Parameter Mikrobiologi : 1) E.coli

2) Koliform

b. Parameter Fisik : 1) Bau

2) Warna

3) Kekeruhan

4)Total Zat padat Terlarut (TDS)

5) Rasa

6) Suhu

c. Parameter Kimiawi : 1) Alumunium

2) Besi

3) Kesadahan

4) Khlorida

5) Mangan

6) Ph

7) Seng

8) Sulfat

9) Tembaga

10) Amonia

d. Parameter Radioaktivitas : 1) Gross Alpha Activity

2) Gross Beta Activity

43
Menurut Azwar, 1990, untuk menjamin air aman

dikonsumsi, maka air teersebut harus memenuhi syarat yang di

kehendaki, secara umum dibedakan atas tiga hal yakni :

a) Syarat fisik,

Bahwa air yang sebaiknya dipergunakan untuk minum

ialah air yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau,

jernih sebaiknya di suhu udara sedemikian rupa sehingga

menimbulkan rasa nyaman.

b) Syarat bakteriologis,

Bahwa semua air minum hendaknya dapat terhindar

dari kemungkinan terkontaminasi dengan bakteri, terutama

yang bersifat pathogen. E.coli sebagai patokan utama untuk

menentukan apakah air minum sudah memenuhi syarat

bakteriologis atau tidak karena pada umumnya bibit

penyakit ini ditemui pada kotoran manusia.

c) Syarat kimia

Bahwa air minum yang baik adalah air minum yang

tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia ataupun

mineral terutama pada zat-zat atau mineral yang berbahaya

bagi kesehatan.

44
Menurut Notoatmojo, 2003, syarat-syarat air minum yang

sehat adalah :

a) Syarat fisik

Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah air

yang bening (tidak berwarna ), tidak berasa, tidak berbau

dan, suhu dibawah suhu udara diluarnya.

b) Syarat bakteriologis

Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari

segala bakteri, terutama bakteri pathogen. cara untuk

mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri

pathogen adalah dengan memeriksa sampel air tersebut. Dan

bila dari pemeriksaan 100cc air terdapat empat bakteri

E.coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.

c) Syarat kimia

Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat

tertentu didalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau

kelebihan salah satu zat kimia didalam air, akan

menyebabkan gangguan fisiologi pada manusia.

2.5.Faktor Kependudukan terkait Diare (Simpul 3)

Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk

berikut perilakunya dapat diukur dengan konsep yang disebut perilaku

45
pemajanan atau behavior exposure (Achmadi, 1985). Perilaku pemajanan

adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang

mengandung agen penyakit.

Faktor kependudukan yang berhubungan dengan kejadian diare, yaitu

umur, gizi, pengetahuan, perilaku kesehatan, sosial, ekonomi, dan lain-lain

(Kemenkes RI, 2011).

2.5.1.Perilaku

2.5.1.1.Definisi Perilaku

Menurut Skiner (1983) dalam Notoadmojo (2010) perilaku

adalah suatu kegiatan atau aktifitas organism atau makluk hidup

yang bersangkutan. perilaku merupakan respons atau reaksi

seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Perilaku adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia,

baik secara langsung dapat diamati, seperti berjalan, melompat,

menulis, duduk, berbicara, dan sebagainya (Munandar, 2001).

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu

kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku

manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari pada manusia

itu sendiri (Notoatmodjo, 1997).

2.5.1.2.Jenis-Jenis Perilaku

Skiner, 1938 dalam Notoatmodjo, 2010, jenis-jenis perilaku

adalah:

46
a) Respondens respons atau reflesif, yakni respons yang di

timbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang

disebut elicting stimuli, karena menimbulkan respons-respons

yang relative tetap. Misalnya makanan lezat akan menimbulkan

nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi

mata tertutup, dan sebagainya.

b) Operant respons atau instrumental respons yakni respons yang

timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus dan

rangsangan dari luar. Prangsangan ini disebut reinforcing

stimuli kerana berfungsi untuk memperkuat respons. Misalnya,

apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan

baik adalah respons terhadap gaji yang cukup.

2.5.1.3.Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respons

seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan

sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-

sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan

pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Green, 1980, dalam Notoatmodjo, 2010, bahwa

kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor-

faktor, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku,

47
selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3

faktor:

a) Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, dan

sebagainya.

b) Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas-

fasilitas atau sarana.

c) Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas yang merupakan kelompok referensi

dari perilaku masyarakat.

2.5.1.4.Klasifikasi Perilaku

Backer, 1979 dalam Notoatmodjo, 2010, membuat klasifikasi

tentang perilaku kesehatan dan membedakannya menjadi tiga,

yaitu :

a) Perilaku sehat (healty behavior) adalah perilaku-perilaku atau

kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Misalnya

makanan dengan menu seimbang, kegiatan fisik secara teratur,

tidak merokok dan sebagainya.

b) Perilaku sakit (Illnes behavior) adalah berkaitan dengan

tindakan kegiatan seseorang yang sakit dan/atau terkena

48
masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk

mencari penyembuhan atau untuk mengatasi masalah kesehatan

yang lainnya.

c) Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior) adalah orang

yang sedang sakit mempunyai peran yang mencakup hak-

haknya dan kewajiban sebagai orang sakit. Perilaku orang sakit

ini antara lain adalah tindakan untuk memperoleh kesembuhan,

tindakan untuk mengetahui fasilitas kesehatan dan lain

sebagainya.

Menurut Notoatmodjo (1993) cakupan dari perilaku

kesehatan adalah:

a) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana

manusia merespon, baik secara pasif (mengetahui), bersikap dan

mempersepsi tentang penyakit dan rasa sakit yang ada pada

dirinya dan luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang

dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.

b) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon

seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem

pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini

menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara

pelayanan, petugas kesehatan dan obat obatnya, yang terwujud

49
dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas,

petugas dan obat-obatan.

c) Perilaku terhadap makanan, yaitu respon seseorang terhadap

makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini

meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap

makanan serta unsurunsur yang terkandung di dalamnya (zat

gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan

kebutuhan tubuh kita.

d) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon

seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan

manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan

lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup:

1) Perilaku sehubungan dengan air bersih.

2) Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor.

3) Perilaku sehubungan dengan limbah.

4) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang

meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai dan sebagainya.

5) Perilaku sehubungan dengan pembersihan dengan

pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor) dan sebagainya.

50
2.5.2.Pengetahuan

2.5.2.1.Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek

tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia,

yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).

2.5.2.2.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri

maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat

memperluas pengetahuan seseorang.

b.Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan

seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih

tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas

dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya

lebih rendah.

51
c. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan

tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa

mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu

sifatnya positif maupun negatif.

d.Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio,

televisi, majalah, koran, dan buku.

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap

pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan

cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau

membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

f. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang

terhadap sesuatu.

2.5.2.3.Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat di lakukan dengan

wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang

ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman

52
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ketahui atau kita

ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain diatas.

Pengukuran pengetahuan dimaksud untuk mengetahui status

pengetahuan seseorang dan disajikan dalam persentase kemudian

ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitiatif, yaitu

(notoatmodjo, 2003) :

1. Baik : bila subjek mampu menjawab dengan benar 76-100%

dari seluruh pertanyaan

2. Cukup : bila subjek mampu menjawab dengan benar 60-75%

dari seluruh pertanyaan.

3. Buruk : bila subjek mampu menjawab pertanyaan benar <

60% dari seluruh pertanyaan.

2.6.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diare

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2011), Ditjen PPM-PLP (1992), dan

Sunoto (1986) terdapat banyak faktor-faktor yang berhubungan baik secara

langsung maupun tidak langsung dengan kejadian diare, yaitu :

a. Usia

Penyakit diare terutama sering menghinggapi golongan umur balita.

Komposisi penduduk golongan ini masih cukup tinggi. Golongan ini juga

lebih rentan untuk terjadinya dehidrasi berat karena system imun yang

masih belum terbentuk dengan baik.

53
b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan yang baik dapat meningkatkan intelektual seseorang dan

merupakan faktor penting dalam proses penyerapan informasi dan

peningkatan wawasan tentang diare dan pencegahannya. Pendidikan yang

baik juga menentukan cara berfikir seseorang dalam menentukan dampak

terhadap persepsi, nilai nilai dan sikap dalam mengambil keputusan untuk

bertindak atau tidak. Apabila pendidikan rendah dapat menyebabkan

kesulitan dalam menyerap informasi atau gagasan baru dan sebaliknya jika

tingkat pendidikan yang tinggi akan mudah menerima gagasan baru.

Pendidikan yang rendah juga mempengaruhi sikap dan kebiasaan dalam

berperilaku hidup bersih dan sehat, sehingga turut memperngaruhi kejadian

diare. Hasil penelitian Alamsyah (2002) menyatakan, responden yang

berpendidikan rendah memiliki resiko diare sebesar 2,39 kali, dibandingkan

dengan yang berpendidikan tinggi.

c. Sosial Ekonomi

Status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota

keluarga. hal ini Nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk

memenuhi kebutuhan gizi keluarga sehingga mereka cenderung memiliki

status gizi kurang bahkan gizi buruk yang memudahkan seseorang

mengalami diare. keluarga dengan status ekonomi rendah biasanya tinggal

54
di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga mudah terserang

diare.

Menurut Adisasmito (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi

faktor sosial ekonomi yaitu Jumlah anggota keluarga, jenis pekerjaan,

pendidikan orang tua, pendapatan, jumlah anak dalam keluarga dan faktor

ekonomi. Dari berbagai faktor yang diteliti faktor ekonomi dan pendapatan

keluarga lah yang menunjukan hubungan yang signifikan. Hal ini

menunjukan bahwa rendahnya status ekonomi keluarga merupakan salah

satu faktor risiko penyebab terjadinya diare.

d. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

derajat kesehaatan masyarakat, hal ini disebabkan karena pengetahuan yang

rendah di masyarakat mengakibatkan banyaknya sikap dan perilaku yang

mendorng timbulnya penyakit infeksi, terutama penyakit diare.

Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap tingginya kejadian diare

dengan berbagai tingkatan/gradasinya adalah belum optimalnya

pengetahuan tentang diare, tindakan-tindakan pencegahan diare, sehingga

risiko-risiko terjadinya penyakit diare masih belum dapat diminimalisir.

Hasil penelitian Alamsyah (2002) menyatakan, responden yang

berpengetahuan rendah memiliki resiko diare sebesar 2,75 kali,

dibandingkan dengan yang berpengetahuan tinggi.

55
Menurut Notoadmodjo (2003), mengatakan perubahan perilaku

seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan

praktik (practice). Orang yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang

penyakit diare, akan muncul sikap yang baik dan tindakan yang benar.

Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka sikap dan tindakan dilakukan

semakin benar atau tepat sesuai dengan seharusnya dilakukan.

e. Infeksi virus dan bakteri

Infeksi virus masih merupakan penyebab utama diare. Pada penelitian

yang dilakukan oleh Indonesia Rotavirus Surveillance Network (IRSN) dan

Litbangkes pada pasien anak di enam rumah sakit, penyebab infeksi

terutama disebabkan oleh Rotavirus dan Adenovirus (70%) sedangkan

infeksi karena bakteri hanya (8,4%). Kerusakan vili usus karena infeksi

Rotavirus mengakibatkan berkurangnya produksi enzim lactase sehingga

menyebabkan malabsorbsi laktosa.

f. Status Gizi

Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi penderita.

insiden diare pada anak bergizi kurang ternyata sama dengan anak yang

gizinya baik. Namun, anak yang gizinya kurang akan menderita diare lebih

berat dan keluaran tinja lebih banyak sehingga dehidrasi lebih berat. diare

pada anak gizi kurang berlangsung lebih lama, sebagian karena

penyembuhan dan perbaikan kerusakan khusus akibat infeksi lebih lambat

terjadi pada anak yang gizinya kurang (Sunoto, 1990).

56
g. Keracunan makanan

Diare karena keracunan makanan disebabkan karena kontaminasi

makanan oleh mikroba seperti, Clostridium botolinum, Staphilococcus

aureus, E.coli dll.

h. Diare terkait penggunaan antibiotic (DTA)

Terjadi akibat penggunaan antibiotika selama tiga sampai lima hari yang

menyebabkan berkurangnya flora normal usus sehinnga ekosistem flora

usus disominasi oleh kuman patogenkhususnya clostridium difficle. Angka

kejadian DTA berkisae 20-25%.

i. Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun

Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu perilaku wujud

dari personal hygine, dimana manfaatnya untuk menjaga kesehatan kita

serta mencegah timbulnya penyakit, misalnya diare, kecacingan, ispa, dan

flu burung.

mencuci tangan pakai sabun adalah salah satu upaya dalam menjaga

kebersihan pribadi dengan membersihkan tangan dan jari jemari

menggunakan air dan sabun agar menjadi bersih dan memutuskan mata

rantai kuman. Cuci tangan pakai sabun adalah satu-satunya intevensi

kesehatan yang paling murah tetapi efektif (WHO, 2005).

kebiasaan menuci tangan pakai sabun pada lima waktu penting (sesudah

buang air besar, sesudah membuang tinja anak, setelah menceboki

bayi/anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan

57
anak, sebelum makan dan setelah memegang hewan) akan mengurangi

risiko terjadinya penyakit diare dikarenakan kandungan di dalam sabun

dapat membunuh bakteri karena di dalam sabun terdapat kandungan

surfaktan yang dapat membuang mikroorganisme secara mekanis melalui

pencucian.

Menurut penelitian di Depok perilaku cuci tangan ibu/pengasuh bayi

yang buruk dapat menyebabkan diare 1,577 kali dibandingkan dengan

perilaku cuci tangan yang baik (Zakianis, 2003).

j. Lingkungan

Penyediaan sarana air bersih dan jamban yang tidak sehat merupakan

faktor penyebab terkontaminasinya E.coli pada sumber air minum. Artinya

jarak jamban dengan sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat

kesehatan akan mencemari sumber air minum yang di gunakan sebagai air

minum. Selain itu, keadaan sanitasi tempat bangunan dan proses pengolahan

yang kurang memenuhi persyaratan kesehatan Pada depot Air minum isi

ulang juga dapat menjadi sumber keberadaan bakteriologis E.coli pada air

minum.

k. Memasak Air Minum

Air merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk kebutuhan hidup

manusia namun juga menjadi media penularan penyakit perut yang penting.

Jenis bakteri yang sering digunakan sebagai indikator air bersih adalah

58
kandungan E.coli dalam air. Dengan demikian untuk melindungi dari

kesakitan penyakit perut, air yang diminum harus air yang telah dimasak.

Menurut Titik Wahyudjati selaku Kepala Instalasi RSU Dr. Soetomo

menyatakan bahwa mengkonsumsi air minum isi ulang yang berumur lebih

dari 24 jam harus dimasak terlebih dahulu, hal tersebut merupakan salah

satu upaya kewaspadaan terhadap penyakit yang kemungkinan timbul akibat

air yang tidak sehat (Sandra, 2007).

Sebaiknya air dimasak sampai mendidih dengan suhu 1000C. Hal ini

untuk memastikan kuman penyakit yang terdapat didalam air sudah mati.

59
2.7.Kerangka Teori

Bagan 2.2
Kerangka Teori

Faktor
Media transmisi kependudukan
Sumber penyakit 1) Umur
3.
Penyakit 2) Pengetahuan Sakit/Sehat
1) Air
4. 2) Udara 3) Pendidikan
1) Bakteri Penyakit
3) Vektor 4) Sosial dan
2) Virus5. Diare
4) Makanan Ekonomi
5) Tanah 5) Perilaku
6.
Kesehatan

Variable Berpengaruh Lainnya:


Program Kesehatan

Sumber di modifikasi dari Teori Simpul, Achmadi (2010), Kemenkes RI (2011),


Sandra (2007), Sunoto (1986), Kumar et al (2012 ), dan Ditjen PPM-PLP (1992)

60
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Faktor yang berhubungan dengan kejadian diare terdiri dari beberapa

faktor, yaitu usia, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan tentang

peyakit diare, infeksi virus dan bakteri, status gizi, keracunan makanan, diare

terkait penggunaan antibiotik, kebiasaan mencuci tangan pakai sabun, kebiasaan

memasak air, dan lingkungan.

Kerangka konsep penelitian ini hanya ingin mengetahui hubungan

pengetahuan tentang penyakit diare, kebiasaan memasak air, kebiasaan mencuci

tangan pakai sabun dan keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan

kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang. Hal tersebuit berdasarkan

referensi dan penelitian sebelumnya bahwa variabel-varibel tersebut merupakan

variabel yang berkorelasi dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi

ulang.

Faktor umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan tidak diteliti pada

penelitian ini dikarenakan semua umur memiliki peluang yang sama untuk

mengalami kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang, sedangkan pada

faktor jenis kelamin juga tidak ada perbedaan antara jenis kelamin perempuan

dan laki-laki untuk terkena penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang.

Perempuan dan laki-laki memiliki peluang yang sama untuk terkena penyakit

diare. Sedangkan faktor tingkat pendidikan tidak diteliti dikarenakan berdasarkan

61
referensi dan penelitian sebelumnya tingkat pendidikan tidak diteliti dan

keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti hanya meneliti beberapa

variabel saja yang diduga berhubungan dengan kejadian diare.

Berikut penjelasan mekanisme faktor-faktor yang diteliti dengan kejadian

diare :

a. Pengetahuan tentang penyakit diare akan mempengaruhi perilaku seseorang

dalam mencegah kejadian diare. Seseorang yang berpengetahuan tinggi

tentang diare tentu akan lebih menjaga diri terhadap ancaman diare. Oleh

karena itu, seseorang yang kurang pengetahuan tentang penyakit diare akan

lebih mudah terkena diare.

b. Memasak air sebelum dikonsumsi merupakan suatu hal yang sangat penting.

Jika air dimasak sampai mendidih dengan suhu 100C maka bakteriologis yang

terdapat dalam air akan mati.

c. Salah satu upaya atau tindakan sederhana adalah dengan membiasakan

perilaku mencuci tangan dengan sabun. Kandungan di dalam sabun dapat

membunuh bakteri karena di dalam sabun terdapat kandungan surfaktan yang

dapat membuang mikroorganisme secara mekanis melalui pencucian.

d. Keadaan air yang terkontaminasi E.coli menunjukan bahwa air tersebut telah

tercemar oleh kotoran manusia, karena golongan coli terdapat dalam saluran

pencernaan. Bila bakteri ini hidup masuk ke mulut dan pencernaan atas

manusia, tubuh manusia akan bereaksi dengan gejala diare.

62
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

INDEPENDENT DEPENDEN

Tingkat Pengetahuan
Tentang Penyakit Diare

Kebiasaan Memasak KEJADIAN


Air DIARE

Kebiasaan Mencuci
Tangan

Keberadaan
bakteriologis E.coli

63
3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala

Variabel Dependen

1. Kejadian diare Hasil diagnosis dokter pada kuesioner wawancara 1. Diare ordinal
pasien yang mengalami 2. Tidak Diare
kejadian buang air besar dalam
bentuk cair dan lebih dari tiga
kali dalam sehari pada pasien
dalam dua minggu terakhir
sumber : Kemenkes, 2011
Variabel Independen
2. Pengetahuan Jawaban responden terhadap Kuesioner Wawancara 1. Buruk : jika nilai skor Ordinal
Tentang Diare pertanyaan penelitian tentang kuesioner 60%
penyakit diare 2. Baik : jika nilai skor
kuesioner > 60%
Sumber : Notoatmodjo, 2003
3. Kebiasaan Tradisi responden dalam Kuesioner Wawancara 1. Tidak : jika responden Ordinal
memasak air memasak air sebelum tidak memasak air
dikonsumsi minum isi ulang
sumber : Musran, 2008 sebelum dikonsumsi
2. Ya : jika memasak air
minum isi ulang
sebelum dikonsumsi

64
4. Kebiasaan Pernyataan responden tentang Kuesioner Wawancara 1. Tidak : jika responden Ordinal
mencuci tradisi melakukan cuci tangan tidak melakukan lima
tangan dengan pake sabun di lima waktu waktu penting cuci
sabun penting : tangan pakai sabun
Sebelum makan, sebelum 2. Ya : jika responden
menyiapkan makanan, setelah melakukan lima waktu
BAB, setelah memegang penting cuci tangan
unggas atau hewan, dan setelah pakai sabun
menceboki anak atau bayi Sumber : Kemenkes, 2011 dan
Utami, 2010
5. Keberadaan Kandungan bakteri Gram Mikroskop Pemeriksaan 1. Ada E.coli : jika hasil Ordinal
bakteriologis negatif berbentuk batang yang laboratorium lab menyatakan positip
E.coli tidak membentuk spora yang dengan (+) dan E.coli ada
merupakan flora normal di metode MPN dalam 100 ml air
usus yang ditemukan dalam air minuim isi ulang yang
minum konsumen pada dikonsumsi responden.
pemeriksaan laboratorium 2. Tidak ada E.coli : jika
dengan menggunakan metode hasil lab menyatakan
Most Probable Number negatip (-) dan E.coli
(NPM). harus absen dalam 100
ml air minum isi ulang
yang dikonsumsi
Sumber : Peraturan Menteri responden
Kesehatan Sumber: Peraturan Menteri
No.492/Menkes/Per/IV/2010 Kesehatan
No.492/Menkes/Per/IV/2010

65
3.3. Hipotesis

1. Ada hubungan pengetahuan tentang diare dengan kejadian diare pada

konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat

2. Ada hubungan kebiasaan memasak air dengan kejadian diare pada

konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat

3. Ada hubungan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dengan kejadian

diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas

Ciputat .

4. Ada hubungan keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan

kerjadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke

Puskesmas Ciputat.

66
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan disain

cross sectional study. Cross sectional study adalah suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktorfaktor resiko efek dengan cara

pendekatan, observasi dan pengumpulan data sekaligus pada satu saat point

time approach (Notoadmodjo, 2010). Dalam hal ini variabel bebas dan

variabel terikat diamati dan dikumpulkan datanya dalam waktu bersamaan.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.

Penelitian ini dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan juli 2013.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat yang berkunjung ke

Puskesmas Ciputat.

4.3.2. Sampel Penelitian

4.3.2.1.Besar sampel

Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan perhitungan

rumus uji hipotesis beda dua proporsi mengingat bahwa tujuan

penelitian adalah untuk mengiuji hipotesis dengan asumsi dari

penelitian sebelumnya yaitu bahwa proporsi kandungan E.coli

pada air minum yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian

67
diare sebesar 92,3% (0,923) dan untuk proporsi kandungan

E.coli pada air minum yang memenuhi syarat dengan kejadian

diare sebesar 58,4% (0,584) (Tomasia, 2012).

Pada penelitian ini, peneliti menginginkan tingkat

kepercayaan sebesar 95% dengan menggunakan derajat

kemaknaaan 5% dengan kekuatan uji 80% dengan rumus

sebagai berikut :

Keterangan :

n = jumlah sampel

Z 1-/2 = nilai Z dari pada derajat kemaknaan (CI) 95% atau

= 0,05 yaitu 1,96

Z 1-/2 = nilai Z pada kekuatan uji (power) 1- = 80% yaitu

0,84

P1 = proporsi kandungan E.coli pada air minum yang

tidak memenuhi syarat dengan kejadian pada penelitian Tomasia

(2012) sebesar 92,3% (0,923)

68
P2 = proporsi kandungan E.coli pada air minum yang

memenuhi syarat dengan kejadian diare pada penelitian Tomasia

(2012) sebesar 58,4% (0,584)

P = yaitu sebesar 0,753

Tabel 4.1
Perhitungan Populasi Sempel Penelitian Terdahulu

Variabel Indikator P1 P2 Hasil Sumber

Kandungan Tidak 92,3% 58,4% 25 Tomasia,


E.coli Pada memenuhi (2012)
air minum syarat
dengan
kejadian Memenuhi
diare syarat

Kebiasaan Buruk 64,7% 19,3% 18 Kusumaning


mencuci rum, (2011)
tangan Baik
dengan
kejadian
diare

Pengetahuan Rendah 19,8% 16,3% 1895 Sjafudin,


dengan (2008)
kejadian Tinggi
diare

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus

diatas didapatkan jumlah sampel minimal sebanyak 25

responden. karena besar sampel yang digunakan adalah uji

69
hipotesis beda dua proporsi sehingga jumlah sampel dikalikan

dua menjadi 50 orang.

4.3.2.2.Teknik sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan purposive sampling. Pengambilan sampel

didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat

peneliti , berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah

diketahui yaitu.:

a. Kriteria Inklusi

1. Masyarakat yang menjadi konsumen tetap air minum

isi ulang (AMIU).

2. Masyarakat yang bersedia diambil air minumnya untuk

dilakukan uji laboratorium.

b. Kriteria Eksklusi

1. Responden yang tidak bersedia memberikan sampel air

untuk dilakukan uji laboratorium.

4.4. Pengumpulan Data

4.4.1. Sumber Data

Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan primer.

1. Data sekunder berupa data laporan 30 penyakit terbesar di Dinas

Kesehatan Tangerang Selatan tahun 2012 dan data rekam medik

responden yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat pada bulan April

2013.

70
2. Data primer adalah pengumpulan data secara langsung. data yang

dikumpulkan secara primer meliputi data karakterisktik individu

(usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan), pengetahuan

responden, kebiasaan responden memasak air sebelum di konsumsi,

kebiasaan responden mencuci tangan dengan sabun, dan uji

laboratorium terkait keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum

isi ulang yang dikonsumsi responden.

4.4.2. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data menggunakan instrumen sebagai berikut :

1. Kuesioner

kuesioner untuk mengetahui gambaran karakteristik individu ( usia,

jenis kelamin, pendidikan), pengetahuan responden tentang

diare,kebiasaan responden memasak air terlebih dahulu sebelum

dikonsumsi, kebiasaan responden mencuci tangan dengan sabun dan

riwayat responden memiliki penyakit diare

2. Alat dan Bahan Laboratorium

Alat-alat yang digunakan meliputi autoklaf, botol, cawan

petri, erlenmeyer, inkubator,kawat inokulasi, karet gelang, kertas

sampul, jarum ose laminar air flow, mikroskop cahaya, plastik mika,

plastik pembungkus, spuit, tabung reaksi, tabung Durham.

Bahan-bahan yang diperlukan meliputi sampel air, media

ENDO agar, kaldu laktosa, alkohol, dan kapas. Media ENDO agar

merupakan suatu media khusus untuk pembiakan bakteri gram

71
negatif, sehingga merupakan suatu media yang sangat repersentatif

untuk pembiakan bakteri E.coli (Yuli, 2010).

4.4.3. Metode Pemeriksaan Bakteriologis E.coli

Pemeriksaan bakteriologis E.coli digunakan untuk melihat

kandungan bakteriologis E.coli pada air minum isi ulang dengan

menggunakan Uji kualitatif coliform dengan metode MPN. Uji

kualitatif coliform dengan metode MPN merupakan salah satu metode

sederhana karena terdapat beberapa keuntungan diantaranya yaitu

mudah untuk dilakukan, pembiakan dapat dilakukan selama 24-72 jam,

dan hasil positif dan negative dapat dilihat langsung dengan

mudah(Yuli, 2010).

Adapun langkah-langkah pemeriksaan bakteriologis dengan

metode MPN sebagai berikut :

a) Pengambilan Sampel Air

Pengambilan sampel air dilakukan dengan cara mengedukasikan

kepada responden tentang tata cara pengambilan sampel secara

aseptis. Responden diberikan botol steril dan pelastik

pembungkus botol untuk diambil air minumnya dan dibawa

kembali untuk diberikan kepada peneliti. Adapun langkah-

langkah pengambilan sampel sebagai berikut :

1) Bersihkan kran dispenser dan setiap benda yang menempel

yang memungkinkan dapat mengganggu proses pengambilan

sampel dengan kain bersih.

72
2) Air dari kran dispenser dialirkan selama 2 menit, lalu tutup

kembali.

3) Air kemudian dialirkan ke dalam botol sampel sebanyak 2/3

botol.

4) Tutup kembali botol sampel yang telah diisi, dengan memutar

kemudian dimasukan kembali ke dalam plastik steril.

b) Pelaksanaan Pengujian Air Minum Sampel

Pelaksanaan meliputi pengambilan sampel air minum isi ulang ,

dan dilanjutkan dengan menggunakan uji penduga dengan 9

tabung (seri 3-3-3). Media pertumbuhan menggunakan kaldu

laktosa yang masing-masing tabung berisi 9 ml dilengkapi tabung

durham dengan posisi terbalik. Tiga seri tabung pertama diisikan

10 ml air minum sampel, tiga seri tabung kedua diisikan dengan 1

ml air minum sampel, dan tiga seri tabung ketiga diisikan 0,1 ml

air sampel. Tahap selanjutnya inkubasi selama 1-2 X 24 jam

dengan diamati pembentukan gas pada tabung durham dan

berubahnya media menjadi keruh yang menandakan media

menjadi asam karena adanya aktivitas bakteri koliform. Hasil

selanjutnya dianalisis dengan membiakan ke media agar.

73
4.5. Pengolahan data

4.5.1. Pengodean (coding)

Tahap ini dilakukan dengan memberikan kode angka jawaban

responden di dalam kuesioner untuk memudahkan proses pemasukan

dan pengolahan data. tahap coding dilakukan pada jawaban kuesioner

mengenai karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan),

pengetahuan responden, kebiasaan responden memasak air, kebiasaan

mencuci tangan dengan sabun, dan kandungan bakteriologis E.coli pada

air minum isi ulang,. berikut ini langkah pengodean dari masing-masing

variable yang diteliti.

1. Variabel Dependen

a) Penyakit diare : jika memiliki riwayat penyakit diare apabila

kejadian buang air besar dalam bentuk cari dan lebih dari tiga kali

selama 2 minggu terakhir diberi kode 1 dan jika tidak memiliki

riwayat penyakit diare apabila kejadian buang air besar tidak

dalam bentuk cair dan tidak lebih dari tiga kali diberi kode 2

2. Variabel Independen

a) Pengetahuan : Jika pengetahuan kurang dengan nilai skor < 60%

dari seluruh pertanyaan di beri kode 1, dan pengetahuan baik

dengan nilai skor 60%-75% dan diatas 75% dari seluruh

pertanyaan diberi kode 2.

74
b) Kebiasaan memasak air sebelum dikonsumsi : Jika tidak

memasak air sebelum di konsumsi diberi kode 1 namun jika

memasak air sebelum dikonsumsi diberi kode 2.

c) Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun: jika tidak mencuci

tangan dengan sabun di 5 waktu penting diberi kode 1 namun

jika mencuci tangan dengan sabun di lima waktu penting diberi

kode 2.

d) Kandungan Bakteriologis E.coli dalam air minum : jika ada E.coli

jika mengandung E.coli dalam 100 ml air minum isi ulang yang

dikonsumsi responden diberi kode 1 namun tidak ada E.coli

jika tidak mengandung e. coli dalam 100 ml air minum isi ulang

diberi kode 2.

4.5.2. Penyuntingan data (data editing)

Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan akhir apakah masih ada

data yang belum dikode atau salah dalam memberi kode. pemeriksaan

kelengkapan jawaban responden telah dilakukan diakhir tahap

wawancara pengambilan data dalam pelaksanaan penelitian.

4.5.3. Pemasukan data (data entry)

Template kolom entri data dibuat dengan menggunakan program

komputer (software Epidata 2008). data pada lembar entri data akan

dimasukkan kedalam computer berupa hasil coding jawaban kuesioner.

75
4.5.4. Pengoreksian data (cleaning)

pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kembali data yang telah

dimasukkan ke dalam template dan dilihat kelengkapan jawaban serta

kesalahan dalam pemberian kode. tahap ini dilakukan agar tidak

mengganggu proses selanjutnya.

4.6. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer.

analisis yang dilakukan adalah analisis univariat, dan analisis bivariat.

4.6.1. Analisis univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap

variable yang diteliti dan dapat dilihat pada gambaran distribusi

frekuensi dari variable dependen (penyakit diare), variable independen

(keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum, pengetahuan,

kebiasaan memasak air, dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun).

yang disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.

4.6.2. Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen. Analisis bivariat juga

memberikan hasil pembuktian hipotesis yang diajukan. Analisis data

bivariat dilakukan dengan menggunakan program komputer. Untuk

membuktikan adanya hubungan antara dua variabel tersebut di uji Chi-

square (Chi-kuadrat).

a. Uji Statistik Chi-square

76
Penelitian ini menggunakan uji statistik Chi-square karena variabel

dependen dan independen bersifat kategorik. Persamaan (4.1)

merupakan rumus yang digunakan dalam uji statistik Chi-square

(Notoadmodjo, 2010).

( )
(4,1)

Keterangan :

X2 : nilai Chi-square

0 : nilai yang diamati

E : nilai yang diharapkan

Uji Chi-square digunakan untuk melihat kemaknaan hubungan

secara statistik antara dua variabel. Oleh karena itu digunakan batas

kemaknaan () = 0,05 dengan interpretasi sebagai berikut

(Notoadmodjo, 2010). :

1. Dikatakan hubungan bermakna secara statistik, jika p-value <

0,05

2. Dikatakan hubungan tidak bermakna secara statistik, jika p-value

0,05

77
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran

pengetahuan tentang penyakit diare, kebiasaan memasak air, kebiasaan

mencuci tangan pakai sabun dan keberadaan bakteriologis E.Coli dalam

air minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang

yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

5.1.1. Gambaran Distribusi Kejadian Diare pada Konsumen Air


Minum Isi Ulang

Gambaran kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang

dikategorikan menjadi dua, yaitu diare jika hasil diagnosis dokter

mendiagnosa pasien mengalami buang air besar dalam bentuk cair

dan lebih dari tiga kali dalam sehari selama dua minggu terakhir

dan tidak diare jika hasil diagnosa dokter mendiagnosa pasien tidak

mengalami buang air besar dalam bentuk cair dan lebih dari tiga

kali dalam sehari selama dua minggu terakhir. adapun hasilnya

dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini:

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Konsumen Air
Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Penyakit Diare Jumlah %


Diare 34 68
Tidak diare 16 32
Total 50 100

78
berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian

besar (68%) konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke

Puskesmas Ciputat mengalami kejadian penyakit diare.

5.1.2. Gambaran Distribusi Karakteristik Individu (Umur,


Pendidikan, dan Jenis Kelamin) pada Konsumen Air Minum
Isi Ulang

Gambaran karakteristik konsumen air minum isi ulang yang

berkunjung ke Puskesmas Ciputat dilihat dari gambaran umur,

tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Adapun hasil nya dapat

dilihat pada tabel 5.2 dibawah ini :

Tabel 5.2
Karakteristik Individu (Umur, Pendidikan, dan Jenis Kelamin)
pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke
Puskesmas Ciputat

Variabel Mean SD Min-Maks


Umur 15 13 1 tahun 50
tahun
Variabel Kategori Frekuensi Persentase
Pendidikan Kurang dari 30 60%
SMA
Lebih dari 20 40%
SMA
Jenis Kelamin Perempuan 29 58%
Laki-Laki 21 42%

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata

umur konsumen air minum isi ulang adalah 15 tahun, sebagian

besar (60%) konsumen air minum isi ulang memiliki tingkat

pendidikan kurang dari SMA, dan sebagian besar (58%) konsumen

air minum isi ulang berjenis kelamin perempuan.

79
5.1.3. Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penyakit Diare

Gambaran distribusi konsumen air minum isi ulang

berdasarkan tingkat pengetahuan tentang penyakit diare

dikatagorikan menjadi dua, yaitu pengetahuan buruk jika

konsumen air minum isi ulang memiliki pengetahuan dengan nilai

skor < 60 % dari seluruh pertanyaan dan pengetahuan baik jika

konsumen air minum isi ulang memiliki pengetahuan dengan nilai

skor 60-75% dan diatas 75% dari seluruh pertanyaan. Adapun

hasilnya dapat dilihat dapat pada tabel 5.3 dibawah ini:

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penyakit Diare
yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Pengetahuan Jumlah %
Buruk 28 56
Baik 22 44
Total 50 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian

besar (56%) konsumen air minum isi ulang di Puskesmas Ciputat

memiliki pengetahuan tentang penyakit diare yang buruk.

5.1.4. Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang


Berdasarkan Kebiasaan Memasak Air

Gambaran distribusi konsumen air minum isi ulang

berdasarkan kebiasaan memasak air dikatagorikan menjadi dua,

yaitu kebiasaan tidak memasak air jika konsumen air minum isi

ulang tidak memasak air sebelum dikonsumsi dan kebiasaan

80
memasak air jika konsumen air minum isi ulang memasak air

sebelum dikonsumsi. Adapun hasilnya dapat dilihat dapat pada

tabel 5.4 dibawah ini:

Tabel 5.4
Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang Berdasarkan
Kebiasaan Memasak Air yang Berkunjung
ke Puskesmas Ciputat

Kebiasaan Memasak Jumlah %


Air
Tidak 35 70
Ya 15 30
Total 50 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian

besar (70%) konsumen air minum isi ulang tidak memasak air

sebelum dikonsumsi.

5.1.5. Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang


Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun

Gambaran distribusi konsumen air minum isi ulang

berdasarkan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dikatagorikan

menjadi dua, yaitu kebiasaan tidak mencuci tangan pakai sabun

jika konsumen air minum isi ulang tidak melakukan lima waktu

penting cuci tangan pakai sabun dan mencuci tangan pakai sabun

jika konsumen air minum isi ulang melakukan lima waktu penting

cuci tangan pakai sabun. Adapun hasilnya dapat dilihat dapat pada

tabel 5.5 dibawah ini:

81
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Konsumen Air Minum Isi Ulang
Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Kebiasaan Mencuci Jumlah %


Tangan pakai
Sabun
Tidak 22 44
Ya 28 56
Total 50 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian

besar (56%) konsumen air minum isi ulang melakukan lima waktu

penting cuci tangan pakai sabun.

5.1.6. Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang


Berdasarkan Keberadaan Bakteriologis E.coli pada Air Minum

Gambaran distribusi konsumen air minum isi ulang

berdasarkan keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum

dikategorikan menjadi dua, yaitu ada E.coli jika hasil laboratorium

menyatakan hasil positif E.coli pada 100 ml air dan tidak ada

E.coli jika hasil laboratorium menyatakan hasil negatif dalam 100

ml air. Adapun hasilnya dapat dilihat dapat pada tabel 5.6 dibawah

ini.

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Keberadaan Bakteriologis E.coli pada
Air Minum yang di Konsumsi oleh Konsumen Air Minum
Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Keberadaan E.coli Jumlah %


Ada E.coli 16 32
Tidak ada E.coli 34 68
Total 50 100

82
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian

besar (68%) konsumen air minum isi ulang mengkonsumsi air

minum yang tidak ada E.coli.

5.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui uji hipotesis antara

variabel independen dengan variabel dependen dengan uji statistik

berupa chi-square (X2). sehingga dapat diketahui nilai p-value dimana

untuk penelitian cross sectional, nilai p-value menunjukkan hubungan

variabel independen (pengetahuan tentang diare, kebiasaan memasak air,

kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dan keberadaan bakteriologis

E.coli) terhadap variabel dependen (kejadian diare).

5.2.1. Hubungan Pengetahuan Tentang Diare dengan Kejadian Diare


pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke
Puskesmas Ciputat

Analisis hubungan antara pengetahuan tentang diare dengan

kejadian diare diperoleh nilai p-value sebesar 0,001. Adapun

hasilnya dapat dilihat dapat pada tabel 5.7 dibawah ini:

83
Tabel 5.7
Analisis Hubungan antara Pengetahuan Tentang Diare
dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi
Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Kejadian Diare
Pengetahuan P-Value
Tentang Diare Tidak Diare Jumlah
Penyakit n % N % n %
Diare
Buruk 25 73,5 3 18,8 28 56
Baik 9 26,5 13 81,2 22 44
0,001
Total 34 100 16 100 50 100

Pada tabel diatas, diketahui bahwa 81,2% konsumen air

minum isi ulang yang tidak mengalami kejadian diare itu memiliki

pengetahuan tentang diare yang baik. Hasil uji statistik

menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan tentang diare

dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang

berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

5.2.2. Hubungan Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare


pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke
Puskesmas Ciputat

Analisis hubungan antara kebiasaan memasak air dengan

kejadian diare diperoleh nilai p-value 0,002 . Adapun hasilnya

dapat dilihat dapat pada tabel 5.8 dibawah ini:

84
Tabel 5.8
Analisis Hubungan antara Kebiasaan Memasak Air dengan
Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Kejadian Diare
Kebiasaan P-Value
Memasak Diare Tidak Diare Jumlah
Air n % N % n %
Tidak 29 85,3 6 37,5 35 70 0,002
Ya 5 14,7 10 62,5 15 30
Total 34 100 16 100 50 100

Pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa 85,3% konsumen

air minum isi ulang yang mengalami kejadian diare itu tidak

melakukan kebiasaan memasak air. Hasil uji statistik menunjukkan

ada hubungan antara kebiasaan memasak air dengan kejadian diare

pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke

Puskesmas Ciputat.

5.2.3. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun dengan


Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Analisis hubungan antara kebiasaan mencuci tangan pakai

sabun dengan kejadian diare diperoleh nilai p-value sebesar 0,000.

Adapun hasilnya dapat dilihat dapat pada tabel 5.9 dibawah ini:

85
Tabel 5.9
Analisis Hubungan antara Kebiasaan Mencuci Tangan
Pakai Sabun Kejadian Diare pada Konsumen Air
Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas
Ciputat

Kejadian Diare
Kebiasaan P-Value
Mencuci Diare Tidak Diare Jumlah
Tangan n % N % n %
Pakai Sabun
Tidak 21 61,8 1 6,2 22 44
Ya 13 38,2 15 93,8 28 56
Total 34 100 16 100 50 100 0,000

Pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa 93,8% konsumen air

minum isi ulang yang tidak mengalami kejadian diare itu

melakukan kebiasaan cuci tangan pakai sabun. Hasil uji statistik

menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan

pakai sabun dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi

ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

5.2.4. Hubungan Keberadaan Bakteriologis E.coli dalam Air Minum


dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang
yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Analisis hubungan antara keberadaan bakteriologis E.coli

pada air minum isi ulang dengan kejadian diare diperoleh nilai p-

value sebesar 0,009 Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat

pada tabel 5.10 dibawah ini:

86
Tabel 5.10
Analisis Hubungan antara Keberadaan Bakteriologis E.coli
dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi
Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Kejadian Diare
Keberadaan P-Value
E.coli Diare Tidak Jumlah
Diare
n % n % n %
Ada E.coli 15 44,1 1 6,2 16 32
Tidak 19 55,9 15 93,8 34 68
ada E.coli 0,009
Total 34 100 16 100 50 100

Pada tabel diatas, diketahui bahwa 93,8% konsumen air

minum isi ulang yang tidak mengalami kejadian diare itu

mengonsumsi air minum yang tidak ada E.coli. Hasil uji statistik

menunjukkan ada hubungan antara kaberadaan bakteriologis E.coli

air munum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi

ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

87
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1.Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, secara teoritis

terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian diare. Namun,

karena keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti hanya

meneliti beberapa variabel saja yang diduga berhubungan dengan kejadian

diare yaitu antara lain keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum,

pengetahuan tentang diare, kebiasaan memasak air dan kebiasaan mencuci

tangan pakai sabun.

Selain itu, adanya kebiasan terdapat pada saat responden

mengambil sampel air minum karena responden sendiri yang mengambil

sampel airnya yang kemudian di berikan kepada peneliti. Meskipun sudah

diberikan edukasi mengenai tata cara pengambilan sampel secara asepstis,

peneliti perlu memvalidasi ulang tentang tata cara pengambilan sampelnya

agar setiap sampel yang diampil sesuai dengan yang diinginkan.

Adanya kebiasan juga terdapat dalam mengambil sampel air pada

responden penelitian dikarenakan sampel air yang di ambil pada saat

responden berkunjung ke puskesmas, bukan pada saat responden pertama

kali terkena diare. Sehingga, perlu adanya validasi apakah responden

mengonsumsi air minum yang berasal dari depot yang sama pada waktu

awal terkena diare.

88
6.2.Gambaran Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang
yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Penyakit Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak

normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan adanya peningkatan

volume keenceran, serta frekuensi lebih dari tiga kali dalam sehari pada

dan pada bayi lebih dari empat kali dalam sehari dengan atau tanpa lender

darah (Kemenkes RI, 2010).

Pada penelitian ini sebagian besar konsumen air minum isi ulang

mengalami kejadian diare sebanyak 34 orang (68%) dan yang tidak

mengalami diare sebanyak 16 orang (32%). Menurut Achmadi (2010),

penyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Faktor

risiko penyakit diare adalah semua faktor yang berperan dalam timbulnya

suatu kejadian penyakit diare, baik pada individu maupun di masyarakat.

Adanya suatu kejadian penyakit, dipengaruhi oleh interaksi dari media

transmisi penyakit (lingkungan) dengan faktor kependudukan termasuk

didalamnya perilaku hidup sehat.

Dengan kata lain, untuk mencegah tidak terulangnya atau

timbulnya penyakit diare baik di masyarakat yang sama maupun di

masyarakat tempat lain, maka dilakukan pengurangan atau pengendalian

faktor lingkungan dan faktor kependudukan yang diduga berhubungan

(Achmadi, 2010).

89
6.3.Hubungan Pengetahuan Tentang Diare dengan Kejadian Diare pada
Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas
Ciputat

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Secara garis

besar pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yaitu tahu, memahami,

aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pengetahuan atau kognnitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (Notoatmodjo, 2010).

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang dalam kaitannya

dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang di Puskesmas

Ciputat dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang

berkaitan erat dengan apa itu diare, bagaimana gejalanya, bagaimana

mencegahnya dan apa yang harus dilakukan bila salah satu anggota

keluarga terkena diare. Pada penelitian ini tingkat pengetahuan dilihat

berdasarkan hasil jawaban pertanyaan yang diajukan dalam kaitannya

dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang.

Pada penelitian ini menunjukan sebagian besar (81,2%) konsumen

air minum isi ulang yang tidak terkena penyakit diare memiliki

pengetahuan tentang diare yang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-

value = 0,001, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara pengetahuan tentang diare dengan kejadian diare pada konsumen

air minum isi ulang.

90
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Enina (2010), balita dengan

tingkat pengetahuan ibunya kurang baik dan menderita diare 13 (27%)

dari 48 balita dan ibu yang memiliki pengetahuan yang baik dan

menderita diare 13 (8%) dari 162 balita. Dari hasil uji statistik hubungan

ini bermakna dan signifikan yaitu dengan nilai p = 0,001 yang

menunjukkan bahwa pengetahuan ibu berhubungan dengan kejadian diare.

Hasil penelitian ini sejalan juga dengan Alamsyah (2002)

menyatakan, responden yang berpengetahuan rendah memiliki resiko

diare sebesar 2,75 kali, dibandingkan dengan yang berpengetahuan tinggi.

Perubahan perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan

(knowledge), sikap (attitude), praktik (practice). Orang yang mempunyai

pengetahuan yang baik tentang penyakit diare, akan muncul sikap yang

baik dan tindakan yang benar. Semakin tinggi pengetahuan seseorang,

maka sikap dan tindakan dilakukan semakin benar atau tepat sesuai

dengan seharusnya dilakukan (Notoadmodjo 2010).

Seseorang dengan pengetahuan baik tentang diare dan mengetahui

cara pencegahannya tetapi tidak melakukannya, maka kondisi ini dapat

menjadi faktor risiko untuk terjadi penyakit diare.

Untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit diare pada

konsumen air minum isi ulang di Puskesmas Ciputat dengan membuat

program edukasi terkait penyakit diare dan cara pencegahannya. Dengan

adanya program edukasi tersebut maka konsumen air minum isi ulang

yang berkunjung ke puskesmas dapat mengetahui seputar tentang penyakit

91
diare dan tata cara pencegahannya. Selain itu, perlunya peningkatan

promosi dan edukasi mengenai penyakit diare dengan penyediaan leaflet,

poster, ataupun standing banner yang mudah diakses oleh konsumen air

minum isi ulang.

6.4.Hubungan Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare pada


Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas
Ciputat

Air merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk kebutuhan

hidup manusia namun juga menjadi media penurunan penyakit perut yang

penting. Jenis bakteri yang sering digunakan sebagai indikator air bersih

adalah kandungan E.coli dalam air. Dengan demikian untuk melindungi

dari kesakitan penyakit perut, air yang diminum harus air yang telah

dimasak (Musran, 2008).

Pada penelitian ini menunjukan sebagian besar (85,3%) konsumen

air minum isi ulang yang terkena diare tidak melakukan kebiasaan

memasak air. Hasil uji statistik mengatakan bahwa ada hubungan antara

memasak air dengan kejadian diare.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Sandra (2007), yang

mengatakan kebiasaan konsumen dalam mengonsumsi air minum isi

ulang yang memasaknya terdahulu sebanyak 36,3% sedangkan yang tidak

memasaknya terdahulu sebanyak 63,7% sehingga didapatkan hasil bahwa

ada hubungan kebiasaan konsumen memasak terlebih dahulu air yang

92
dikonsumsi dengan penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang (p-

value: 0,031).

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Musran (2008),

mengatakan bahwa ada hubungan antara pengolahan air minum dengan

kejadian diare di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah tahun 2008

(p=<0,000).

Konsumen air minum isi ulang yang terkena diare menganggap

bawha air minum isi ulang merupakan air yang sudah bersih dan terjamin

kualitasnya, namun dengan tidak adanya jaminan dan pengawasannya

terhadap kualitas air minum dari Depot Air Minum Ulang (DAMIU)

sangat memungkinkan air minum yang dikonsumsi masih mengandung

bakteri dan kuman penyakit.

Menurut Titik Wahyudjati selaku Kepala Instalasi RSU Dr.

Soetomo menyatakan bahwa mengkonsumsi air minum isi ulang yang

berumur lebih dari 24 jam harus dimasak terlebih dahulu, hal tersebut

merupakan salah satu upaya kewaspadaan terhadap penyakit yang

kemungkinan timbul akibat air yang tidak sehat (Sandra, 2007).

Memasak air sebelum dikonsumsi merupakan suatu hal yang

sangat penting. Sebaiknya air dimasak sampai mendidih dengan suhu

1000C. Hal ini untuk memastikan kuman penyakit yang terdapat didalam

air sudah mati (Musran, 2008). Sementara jika dilihat dari hasil penelitian

mayoritas konsumen air minum isi ulang yang mengalami diare adalah

konsumen yang tidak memasak air sebelum dikonsumsi.

93
6.5.Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun dengan
Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Cuci tangan adalah langkah awal untuk mencegah terjadinya

penyakit, seperti diare, tifus, dan cacing yang dapat dicegah dengan satu

kebiasaan sederhana yaitu cuci tangan pakai sabun pada lima waktu

penting yaitu sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,

setelah menceboki bayi/anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum

menyuapi makanan anak, sebelum makan dan setelah memegang hewan

(Utami, 2010).

Cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu upaya atau tindakan

sederhana untuk mencegah terjadinya penyakit diare. Kandungan di dalam

sabun dapat membunuh bakteri karena di dalam sabun terdapat kandungan

surfaktan yang dapat membuang atau membunuh mikroorganisme secara

mekanis melalui pencucian (Utami, 2008).

Pada penelitian ini menunjukan sebagian besar (93,8%) konsumen

air minum isi ulang yang tidak terkena diare melakukan kebiasaan

mencuci tangan pakai sabun. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value =

0,000 dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Sukanda

(2008) bahwa proporsi ibu tidak mencuci tangan pada kelompok kasus

diare pada anak dibawah dua tahun lebih besar jika dibandingkan dengan

kelompok yang tidak diare, yaitu pada kelompok diare 70,79% dan pada

94
kelompok tidak diare 34,16%. Masih menurut Sukanda (2008)

menunjukkan bahwa pada anak dibawah kurang dari dua tahun dari ibu

yang tidak mencuci tangan pakai sabun sebelum memberikan

makanan/minuman kepada anaknya mempunyai OR terserang diare

sebesar 4,67 jika dibandingkan dengan anak dari kelompok ibu yang

mencuci tangan pakai sabun sebelum memberi makan kepada anaknya.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Zakianis (2003), yang

mengatakan bahwa perilaku cuci tangan yang buruk dapat menyebabkan

terjadinya diare 1,6 kali dibanding dengan perilaku cuci tangan yang baik.

Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun merupakan salah satu

bagian dari hygiene perorangan yang baik dapat mencegah terjadinya

insiden diare. Penurunan 14-48% angka kesakitan diare dapat diharapkan

sebagai hasil pendidikan tentang kebersihan dan perbaikan kebiasaan

(Sutoto, 1990). Oleh karena itu, kebiasaan mencuci tangan pakai sabun

merupakan variabel penting yang harus diberikan kepada masyarakat

untuk mencegah penyakit diare.

Kebiasaan cuci tangan menjadi perilaku yang penting dalam

penularan penyakit, khususnya penyakit yang ditularkan melalui mulut,

seperti diare. Rendahnya perilaku cuci tangan pakai sabun dapat

menyebabkan timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Upaya

memberikan informasi melalui penyuluhan tentang cuci tangan pakai

sabun pada lima waktu penting merupakan bagian yang sangat penting.

Dengan memberikan penyuluhan yang intensif dan terencana dengan baik

95
dan benar diharapkan masyarakat akan sadar dan mengerti tentang

perilaku hidup bersih dan sehat (Utami, 2010).

6.6.Hubungan Keberadaan Bakteriologis (E.Coli) dalam Air Minum


dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang
Berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Air minum adalah air yang mengalami proses pengolahan atau

tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat

langsung diminum. Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi

persyaratan kesehatan baik fisik, kimia, bakteriologis dan radioaktif yang

dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan (Permenkes no

492, 2010).

Untuk pengambilan sampel air minum isi ulang pada konsumen air

minum isi ulang yang berkunjung ke puskesmas ciputat dilakukan oleh

responden sendiri. Responden diberikan edukasi mengenai tata cara

pengambilan sampel secara aseptis. Namun, sebaiknya pengambilan

sampel air dilakukan oleh peneliti agar sampel yang di inginkan lebih

repersentatif.

Pada penelitian ini menunjukan sebagian besar (93,8%) konsumen

air minum isi ulang yang tidak terkena diare mengonsumsi air yang

memenuhi syarat. Hasil uji statistik dapat membuktikan bahwa ada

hubungan antara keberadaan E.coli dalam air minum dengan kejadian

diare (p=0,009).

96
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhardiman (2007),

didapatkan bahwa proporsi air minum yang positif E.coli sebesar 77,4%.

Hasil uji statistik disimpulkan ada hubungan antara E.coli dalam air

minum dengan kejadian diare pada balita (p=0,001). Kejadian diare

berisiko 2,9 kali terjadi pada balita yang air minumnya positif E.coli

dibandingkan dengan balita yang air minumnya negatif E.coli.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Thomasia (2012)

yang menyatakan ada hubungan antara E.coli pada air minum isi ulang

dengan kejadian diare pada balita (p=0,02).

E.coli dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia,

seperti diare, muntaber dan masalah pencernaan lainnya. Adanya E.coli di

dalam makanan/minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroba

yang bersifat enterpatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi

kesehatan.

. Sebagai agen penyebab diare, bakteri E.coli memproduksi

verotoksin yang dapat melakukan perjalanan ke seluruh tubuh melalui

pembuluh darah, dari usus besar hingga ke organ ginjal. Jika toksin sudah

sampai ke organ ginjal, kondisi penderita dapat bertambah fatal. Sel

endotel pada glomerulus ginjal memiliki reseptor khusus yang mampu

berikatan dengan toksin dari bakteri ini. Kerusakan pada pembuluh darah

akan terjadi akibat adanya ikatan antara toksin dan reseptor yang

dinamakan Globotrialosyl ceramide ini. Akibatnya timbul gejala anemia

97
bahkan bisa menyebabkan disfungsi ginjal (Priti M, 2006 dalam

Suhardiman, 2007).

Selain itu menurut Kumar et all (2012), terjadinya diare disebabkan

oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah terinfeksinya

makanan/minuman yang dikonsumsi manusia kemudian masuk kedalam

saluran pencernaan. Masuknya E.coli hidup ke dalam usus setelah berhasil

melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang

biak kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut

menimbulkan diare.

Menurut Notoadmodjo (2003), salah satu syarat air minum yang

sehat ialah yang memenuhi syarat bakteriologis, dimana air untuk

keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama

bakteri patogen. cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi

oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel air tersebut. Dan

bila dari pemeriksaan 100cc air terdapat empat bakteri E.coli maka air

tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI (2010), syarat air minum

adalah syarat fisik, bakteriologis dan kimia. Syarat bakteriologis E.coli

dalam air minum yaitu 0 CFU/100 ml.

Air minum isi ulang yang tercemar oleh bakteriologis E.coli dalam

jumlah yang telah melampui baku mutu merupakan faktor risiko terjadinya

penyakit diare bagi yang mengkonsumsinya (Kemenkes RI, 2010).

98
Keberadaan E.coli dalam air minum menunjukkan bahwa air

minum pernah terkontaminasi feses manusia dapat mengandung patogen

usus. Sifat E.coli adalah tidak tahan pada pemanasan dan akan mati pada

suhu 100oc, sehingga salah satu cara paling mudah menghilangkan E.coli

dalam air minum adalah dengan memasak air hingga mendidih

(Rahayu,2006).

99
BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

1. Konsumen air minum isi ulang sebagian besar (68%) menderita penyakit

diare.

2. Rata-rata umur konsumen air minum isi ulang adalah 15 tahun, sebagian

besar (60%) memiliki tingkat pendidikan kurang dari SMA, dan sebagian

besar (58%) berjenis kelamin perempuan.

3. Konsumen air minum isi ulang sebagian besar (56%) memiliki

pengetahuan tentang penyakit diare yang buruk.

4. Konsumen air minum isi ulang sebagian besar (70%) tidak melakukan

kebiasaan memasak air.

5. Konsumen air minum isi ulang sebagian besar (56%) melakukan cuci

tangan pakai sabun.

6. Konsumen air minum isi ulang sebagian besar (68%) mengkonsumsi air

minum memenuhi syarat.

7. Ada hubungan pengetahuan tentang diare dengan kejadian diare pada

konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat

dengan p-value sebesar 0,001.

8. Ada hubungan kebiasaan memasak air dengan kejadian diare pada

konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat

dengan p-value sebesar 0,002.

100
9. Ada hubungan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dengan kejadian

diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas

Ciputat dengan p-value sebesar 0,000.

10. Ada hubungan keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan

kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke

Puskesmas Ciputat dengan p-value sebesar 0,009

7.2. Saran

7.2.1. Bagi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan

1. Melakukan pemeriksaan baktreriologis sampel air minum pada

depot air minum isi ulang secara berkala dilaboratorium agar

kualitas air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat harus sesuai

dengan standar yang ditetapkan.

2. Mewajibkan pada semua pemilik DAMIU agar memiliki sertifikat

laik sehat pada setiap depotnya agar mutu dan kualitas produksinya

terjamin.

7.2.2. Bagi Puskesmas Ciputat

1. Memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) ktentang

penyakit diare dan bagaimana cara pencegahannya.

2. Memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang

pentingnya melakukan kebiasaan cuci tangan pakai sabun di lima

waktu penting yaitu sesudah buang air besar, sesudah membuang

tinja anak, setelah menceboki bayi/anak, sebelum menyiapkan

101
makanan, sebelum menyuapi makanan anak, sebelum makan dan

setelah memegang hewan.

3. Memberikan KIE (Komunikasi, Edukasi, dan Informasi) tentang

pentingnya melakukan kebiasaan memasak air sampai mendidih

sebelum dikonsumsi sebagai air minum dan mencuci serta merebus

botol dan tempat makan/minum pada balita.

7.2.3. Bagi Pengusaha DAMIU

1. Melakukan sertifikasi terkait sertifikat laik sehat kepada Dinas

Kesehatan Tangerang Selatan.

2. Melakukan pengecekan alat produksi dan sanitasi tempat produksi

secara berkala agar terjamin kualitas produksinya dan

kebersihannya.

7.2.3. Bagi Konsumen Air Minum Isi Ulang

1. Melakukan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun di lima waktu

penting seperti sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja

anak, setelah menceboki bayi/anak, sebelum menyiapkan makanan,

sebelum menyuapi makanan anak, sebelum makan dan setelah

memegang hewan.

2. Melakukan kebiasaan memasak air sebelum dikonsumsi.

3. Sebaiknya membeli air minum isi ulang pada depot yang memiliki

sertifikat laik sehat dari Dinas Kesehatan Tangerang Selatan.

102
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F., 2010. Manajemen penyakit berbasis wilayah, Jakarta UI Press.

Alamsyah, 2002. Faktor Prilaku Hidup Bersih Yang Mempengaruhi Diare Pada

Balita Di Kecamatan Bangkinan Barat, Bangkinang, Kampar Dan Tambang

Kabupaten Kampar. Tesis FKM UI.

Azwar, A., 1990. Pengantar ilmu kesehatan lingkungan. PT Mutiara sumber.

Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2004, Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.

Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2002. buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.

Jakarta. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan.

Departemen Kesehatan RI, 2000. Visi Indonesia Sehat. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2004. statistic kesejahteraan rakyat survey social

ekonomi nasional 2004. pusat data dan informasi. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2004. pengenalan pemeriksaan kualitas bakteriologis

air dengan metode H2S. Ditjen PPM&PL. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2005. keputusan mentri kesehatan RI no :

1216/mankes/SK/XI/2001. tentang pedoman pemberantasan diare, Edisi 4,

Dirjen PPM&PL. Jakarta.


Departemen Kesehatan RI, 1992. Seminar Nasional Pemberantasan Diare, Ditjen

PPM dan PLP. Jakarta.

Durden, BL et al, 1987. A New Text Book of Microbial & Parasitic Infaction.

Hodder & Stoughaton Press. London.

Direktorat P2ML, 2005, Pemberantasan Penyakit Menular Langsung. Jakarta.

Enviromental Sanitations Journal, 2010. Pemeriksaan kualitas bakteriologis air.

Aksesdifile:///Referensi%20Utk%20Skripsi/E%20Coli%20%C2%AB%20Env

ironmental%20Sanitation%27s%20Journal.htm.

Jawetz, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, 238 240, EGC, Jakarta.

Kumar et al, 2012. Prevalence and Characterization of Diarrheagenic Escherichia

coli Isolated from Adults and Children in Mangalore, India. Journal of

Laboratory Physicians / Jan-Jun 2012 / Vol-4 /.

Kusumaningrum, 2011, Pengaruh PHBS Tatanan Rumah Tangga Terhadap Diare

Balita Di Kelurahan Gandus Palembang, FK UNSRI.

Kementrian Kesehatan RI, 2011, Situasi Diare Di Indonesia, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI, 2011. Buku pedoman pengendalian penyakit diare.

Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan.

Kementerian Kesehatan RI, 2010. Profil Kesehatan Indonesia . Jakarta :

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


Kementrian Kesehatan RI, 2005.Tata laksana penderita diare. Direktorat Jendral

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.

Kementrian Kesehatan RI, 2004. Buku pedoman penyelidikan dan penanggulangan

kejadian luar biasa KLB, Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular

dan Penyehatan Lingkungan.

Karsinah, 1994. Batang Negatif Gram dalam buku Mikrobiologi Kedokteran.

Jakarta. Binarupa Aksara.

Munandar. 2001. Psikologi industry dan organisasi. UI Prees. jakarta .

Muhadi, 2008. Hubungan Kandungan E.coli pada Air Minum dengan Kejadian

Diare pada Balita di Kecamatan Koja Kota Jakarta Utara. (Tesis) FKM UI.

Musran, 2008, Hubungan Perilaku Masyarakat Dalam Mengelola Air Minum

Dengan Kasus Diare Di Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah Tahun

2008.(Tesis) FKM USU.

Notoatmodjo, 1993. Pengantar pendidikan kesehatan dan ilmu prilaku kesehatan.

Andi offset. Yogyakarta.

Notoadmodjo, 1997. Ilmu kesehatan masyarakat. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, 2003. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta Planta,M, dkk.

Notoadmodjo, 2003. Ilmu kesehatan masyarakat. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Notoadmodjo, 2010. Metodologi penelitian kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Notoadmodjo, 2010. Promosi kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Permenkes No. 492 Tahun 2010 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas
Air Minum.

Puskesmas Ciputat, 2012, Laporan Bulanan tiga Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat. Tangerang Selatan.

Rahayu, Kepti. Air Sumur Tercemar Bakteri Coli. Diakses tanggal 2 Juli 2013,

http://www.bernas.com

Rahmawaty, Diah, 2004. hubungan antara kualitas bakteriologis sumber air bersih,

prilaku, dan sarana sanitasi dengan kejadian diare pada pemulung sekitar

tempat pembuangan akhir sampah cipayung depok. (skripsi) FKM UI.

Rehidration Projeck, 1987. Water and Sanitation Health Basics : A Suplement to

Issue No 31. Dialogue on Diarrhea. http://healthlink.org.uk/

Sandra,Christyna. 2007. Hubungan Pengetahuan Dan Kebiasaan Konsumen Air

Minum Isi Ulang Dengan Penyakit Diare, jurnal kesehatan lingkungan, vol.3,

no.2, januari 2007: 119 126.

Staf pengajar FK UI, 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta. Binarupa

Aksara.

Sunoto, 1986. Penatalaksanaan diare secara nasional . Majalah Kesehatan

Masyarakat Indonesia. Th XVII No. 08.

Sukanda, 2008. pengaruh kualitas bakteriologis E.coli air minum depot terhadap

kejadian diare pada bayi di kecamatan cimanggis kota depok. (tesis) FKM

UI.

Suhardiman, 2009. Hubungan E.coli dalam air minum dengan kejadian diare pada

balita di kota tangerang. (tesis) FKM UI


Sutoto, 1990. Kebijaksanaan Pemberantasan Penyakit Diare dalam Repelita V.

Jakarta : Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral PPM dan PLP

Tomasia, 2012. Hubungan E.coli pada depot air minum isi ulang dengan kejadian

diare pada balita di kecamatan dom aleixo kabupaten dili timor-leste.

(skripsi) FKM UI.

Utami, Tri, 2011, Demi Kesehatan, Buatlah Tangki Septik BioteK,

http://serpong.kompas.com/berita/detail/184/demi.kesehatan..buatlah.tangki

diakses tanggal 5 Januari 2013.

Utami, Widya, 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan cuci

tangan dengan sabun pada masyarakat di desa cikoneng kecamatan ganeas

kabupaten sumedang. (tesis) FKM UI.

World Health Organization, 2005. Water-Related Disease. Akses di

http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/diarrhoea/en/index.html.

World Health Organization, 2009. Diarrhoea Disease. Akses di

http://www.who.int/mediacenter/factsheets/fs330/en/index.html.

Yuli, 2010. Buku Ajar Praktikum Mikrobiologi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Yulisa. 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare. Skripsi. FKM

UNDIP.

Zakianis, 2003. Kualitas Bakteriologis Air Bersih Sebagai Faktor Resiko Terjadinya

Diare Pada Bayi Di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Tesis. FKM UI.
LAMPIRAN 1

Naskah Penjelasan untuk Mendapatkan Persetjuan Subjek


(Informed Cosent)
Bapak/ibu, saya Yudhi Suyudhi Jayadisastra, mahasiswa Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang dalam proses penyusunan skripsi,
skripsi saya berjudul HUBUNGAN PENGETAHUAN, KEBIASAAN, DAN KANDUNGAN
BAKTERIOLOGIS E.COLI PADA AIR MINUM DENGAN KEJADIAN DIARE PADA
KONSUMEN AIR MINUM ISI ULANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
CIPUTAT.

Kerahasian
Data-data yang diambil akan dipublikasikan secara terbatas namun tanpa menyebutkan
nama, alamat, nomor telepon, atau identitas penting lainnya yang dianggap rahasia. Oleh karena
itu, kerahasiaan sangat dijaga dalam penelitian ini.

Partisipasi Sukarela
Bapak/Ibu tidak akan dipaksa untuk ikut serta dalam penelitian ini bila tidak
menghendaki. Jika diawal Bapak/Ibu bersedia ikut dalam penelitian ini kemudian tiba-tiba
berubah pikiran untuk tidak mengikuti kelanjutan penelitian maka Bapak/Ibu berhak untuk tidak
berpartisipasi.
Kami berharap Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Formulir Informed Consent
(Ketersedian Mengikuti Penelitian)
Dengan ini saya,
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :

No. Telp/ Hp :

Menyatakan bersedia mengikuti kegiatan penelitian ini dengan ketentuan apabila ada hal-hal
yang tidak berkenan pada Saya, maka Saya berhak mengajukan pengunduran diri dari kegiatan
penelitian ini.
Jakarta, 2013

Peneliti Responden

( Yudhi Suyudhi Jayadisastra ) ( )


KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, KEBIASAAN, DAN KANDUNGAN BAKTERIOLOGI


E.Coli PADA AIR MINUM DENGAN KEJADIAN DIARE PADA KONSUMEN AIR
MINUM ISI ULANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT

Identitas Responden Kode


Nomor [ ]
Alamat
Telp:

Tempat/Tanggal Lahir
Hari/Tanggal wawancara

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Petunjuk : isilah data di bawah ini pada kolom jawaban dan untuk jawaban pilihan lingkari
pada salah satu nomor jawaban yang sesuai

No. Identitas Jawaban Kode


A.1 Nama Lengkap
A.2 Usia Tahun [ ]
A.3 Jenis Kelamin 1. Laki-laki [ ]
2. Perempuan
A.5 pendidikan 1. Tidak tamat [ ]
sekolah/tidak tamat
SD
2. Tamat SD
3. Tamat SLTP
4. Tamat SLTA
5. Tamat Akademi/PT
B. KEJADIAN DIARE
Petunjuk : isilah data di bawah ini pada kolom jawaban dan untuk jawaban pilihan lingkari
pada jawaban yang sesuai

No. Penyakit Ya Tidak Siapa yang Koding


menderita (boleh
lebih dari satu)
B.1 Apakah Bapak/Ibu/Saudara [ ]
pernah mengalami
mencret/diare ? (diare
adalah buang air besar
lebih dari 3x sehari dengan
bentuk kotoran/tinja
lembek/cair
B.2 Apakah dalam dua minggu [ ]
terakhir Bapak/Ibu/Saudara
mengalami mencret/diare ?

C. PENGETAHUAN TENTANG DIARE

Petunjuk : isilah data di bawah ini pada kolom jawaban dan untuk jawaban pilihan lingkari
pada jawaban yang sesuai

No. Pertanyaan dan Jawaban


C.1 Apakah Bapak/Ibu/Sodara pernah mendengar tentang penyakit diare?
1. Ya
2. Tidak
C.2 Jika pernah apakah Bapak/Ibu/Sodara tahu apa yang di maksud dengan
penyakit diare ?
1.Muntah
2.Mencret
3.Muntah dan mencret
4.Tidak tahu

C.3 Apakah Bapak/Ibu/Sodara mengetahui penyebab penyakit diare ?


1.Ya
2.Tidak

C.4 Apa saja yang menyebabka diare ? (jawaban boleh lebih dari satu)
1.Kuman penyakit
2.Tidak cuci tangan sebelum makan
3.Air yang kotor
4.Makanan yang kotor
5.Makanan yang mengandung penyakit
6.Lain-lain/tidak tahu
C.5 Menurut Bapak/Ibu/Sodara, diare dapat menular melalui apa saja ?
(jawaban boleh lebih dari satu)
1. Air
2. Udara
3. Makanan dan minuman
4. Susu sapi
5. Tidak tahu

C.6 Menurut Bapak/Ibu/Sodara berapa kali buang air besar sehari hingga
disebut penderita diare ?
1. 1-3 kali
2. Lebih dari 3 kali
3. Berapa kali asalkan tinjanya encer
4. Tidak tahu
C.7 Bagaimana cara mencegah diare ? (jawaban boleh lebih dari satu)
1. Selalu menjada kebersihan makanan dan minuman
2. Mencuci tangan sebelum makan
3. Mencuci tanga setelah buang air besar
4. Memasak air minum hingga mendidih
5. Lain-lain
6. Tidak tahu

C.8 Apa yang pertama kali harus diberikan kepada penderita diare ?
1. Oralit
2. Pengganti oralit (larutan gula-garam, air tajin)
3. Obat anti diare
4. Lain-lain
D. Kebiasaan Memasak Air sebelum dikonsumsi

Petunjuk : isilah data di bawah ini pada kolom jawaban dan untuk jawaban pilihan lingkari
pada jawaban yang sesuai

No. pertanyaan koding


D.1 Apakah airnya dimasak terlebih dahulu sebelum [ ]
digunakan sebagai air minum ?
1. Ya
2. Tidak

E. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun

Petunjuk : isilah data di bawah ini pada kolom jawaban dan untuk jawaban pilihan lingkari
pada jawaban yang sesuai

No. Pertanyaan Koding


E.1 Apakah Bapak/Ibu/Saudara melakukan Cuci Tangan [ ]
Pakai Sabun pada waktu Sebelum makan?
1. Ya
2. Tidak

E.2 Apakah Bapak/Ibu/Saudara melakukan Cuci Tangan [ ]


Pakai Sabun pada waktu Sebelum menyiapkan
makanan ?
1. Ya
2. Tidak

E.3 Apakah Bapak/Ibu/Saudara melakukan Cuci Tangan [ ]


Pakai Sabun pada waktu Setelah BAB ?
1. Ya
2. Tidak

E.4 Apakah Bapak/Ibu/Saudara melakukan Cuci Tangan [ ]


Pakai Sabun pada waktu Setelah menceboki
bayi/anak ?
1. Ya
2. Tidak
E.5 Apakah Bapak/Ibu/Saudara melakukan Cuci Tangan [ ]
Pakai Sabun pada waktu Setelah memegang hewan
?
1. Ya
2. Tidak
LAMPIRAN 2

A. Analisis Univariat

a. Gambaran Kejadian Diare


diare1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Diare 34 68.0 68.0 68.0

tidak diare 16 32.0 32.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

b. Gambaran Karakteristik Individu berdasarkan Umur

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Umur 50 1.00 50.00 15.3800 13.77352

Valid N (listwise) 50

c. Gambaran Karakteristik Individu berdasarkan Pendidikan

pendidikan1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang dari SMA 30 60.0 60.0 60.0

lebih dari SMA 20 40.0 40.0 100.0

Total 50 100.0 100.0


d. Gambaran Karakteristik Individu berdasarkan Jenis Kelamin

jeniskelamin1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki laki 21 42.0 42.0 42.0

Perempuan 29 58.0 58.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

e. Gambaran Distribusi Konsumen berdasarkan Pengetahuan

pengetahuan1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang 28 56.0 56.0 56.0

baik 22 44.0 44.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

f. Gambaran Distribusi Konsumen berdasarkan Kebiasaan Memasak Air

masakair1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak 35 70.0 70.0 70.0

ya 15 30.0 30.0 100.0

Total 50 100.0 100.0


g. Gambaran Distribusi Konsumen berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai
Sabun
cucitangan1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak 22 44.0 44.0 44.0

ya 28 56.0 56.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

h. Gambaran Distribusi Konsumen berdasarkan Keberadaan Bakteriologis E.coli

ecoli1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak memenuhi syarat 16 32.0 32.0 32.0

memenuhi syarat 34 68.0 68.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

B. Analisis Bivariat
a. Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Diare
pengetahuan1 * diare1 Crosstabulation

diare1

diare tidak diare Total

pengetahuan1 kurang Count 25 3 28

% within pengetahuan1 89.3% 10.7% 100.0%

% within diare1 73.5% 18.8% 56.0%

baik Count 9 13 22

% within pengetahuan1 40.9% 59.1% 100.0%

% within diare1 26.5% 81.2% 44.0%

Total Count 34 16 50

% within pengetahuan1 68.0% 32.0% 100.0%

% within diare1 100.0% 100.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 13.250 1 .000
b
Continuity Correction 11.120 1 .001

Likelihood Ratio 13.852 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .000

Linear-by-Linear Association 12.985 1 .000


b
N of Valid Cases 50

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,04.

b. Computed only for a 2x2 table

b. Hubungan Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare

masakair1 * diare1 Crosstabulation

diare1

diare tidak diare Total

masakair1 tidak Count 29 6 35

% within masakair1 82.9% 17.1% 100.0%

% within diare1 85.3% 37.5% 70.0%

ya Count 5 10 15

% within masakair1 33.3% 66.7% 100.0%

% within diare1 14.7% 62.5% 30.0%

Total Count 34 16 50

% within masakair1 68.0% 32.0% 100.0%

% within diare1 100.0% 100.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 11.835 1 .001
b
Continuity Correction 9.668 1 .002

Likelihood Ratio 11.521 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

Linear-by-Linear Association 11.598 1 .001


b
N of Valid Cases 50

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,80.

b. Computed only for a 2x2 table

c. Hubungan Mencuci Tangan pakai Sabun dengan Kejadian Diare

cucitangan1 * diare1 Crosstabulation

diare1

diare tidak diare Total

cucitangan1 tidak Count 21 1 22

% within cucitangan1 95.5% 4.5% 100.0%

% within diare1 61.8% 6.2% 44.0%

ya Count 13 15 28

% within cucitangan1 46.4% 53.6% 100.0%

% within diare1 38.2% 93.8% 56.0%

Total Count 34 16 50

% within cucitangan1 68.0% 32.0% 100.0%

% within diare1 100.0% 100.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 13.608 1 .000
b
Continuity Correction 11.449 1 .001

Likelihood Ratio 15.878 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 13.336 1 .000


b
N of Valid Cases 50

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,04.

b. Computed only for a 2x2 table

d. Hubungan Keberadaan Bakteriologis E.coli dengan Kejadian Diare

ecoli1 * diare1 Crosstabulation

diare1

diare tidak diare Total

ecoli1 tidak memenuhi syarat Count 15 1 16

% within ecoli1 93.8% 6.2% 100.0%

% within diare1 44.1% 6.2% 32.0%

memenuhi syarat Count 19 15 34

% within ecoli1 55.9% 44.1% 100.0%

% within diare1 55.9% 93.8% 68.0%

Total Count 34 16 50

% within ecoli1 68.0% 32.0% 100.0%

% within diare1 100.0% 100.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7.170 1 .007
b
Continuity Correction 5.535 1 .019

Likelihood Ratio 8.543 1 .003

Fisher's Exact Test .009 .006

Linear-by-Linear Association 7.026 1 .008


b
N of Valid Cases 50

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,12.

b. Computed only for a 2x2 table


LAMPIRAN 3

DOKUMENTASI

You might also like