You are on page 1of 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut PP. No 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3, Keselamatan dan


Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. K3 adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur
(Rejeki, 2015).

2.1.1 Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja adalah suatu keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan
pekerjaan. Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan
selama bekerja. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan terjadinya
kecelakaan. Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan
lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan (Buntarto, 2015).

Pengertian keselamatan kerja merupakan keselamatan yang berkaitan dengan


mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja,
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan dan di dalam air, maupun di udara.
Tempat-tempat demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti
pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum dan jasa, dan
lain-lain (Buntarto, 2015).

Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah (Buntarto, 2015):


1. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja;

2. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja;

3. Teliti dalam bekerja;

4. Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan


kesehatan kerja;
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

Salah satu aspek penting sasaran keselamatan kerja mengingat risiko bahaya
adalah penerapan teknologi, terutama teknologi yang lebih maju dan mutakhir.
Keselamatan kerja adala tugas semua orang yang bekerja. Keselamatan kerja
adalah dari, oleh, untuk setiap tenaga kerja serta orang lainnya dan juga
masyarakat pada umumnya. Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang
mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa material maupun
non material. Keselamatan kerja mencakup pencegahan kecelakaan kerja dan
perlindungan terhadap tenaga kerja dari kemungkinan terjadinya kecelakaan
sebagai akibat dari kondisi kerja yang tidak aman dan atau tidak sehat (Buntarto,
2015).

Adapun yang menjadi tujuan keselamatan kerja adalah (Buntarto, 2015):


1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
nasional;

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yng berada di tempat kerja;

3. Memelihara sumber produksi dan menggunakan secara aman dan efisien.

Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu perlindungan


terhadap pekerja atau buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Keselamatan kerja tidak hanya memberikan
perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada pengusaha dan pemerintah
(Triwibowo dan Erlisya, 2013):
1. Bagi Pekerja/Buruh

Adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan suasana


kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh akan dapat memusatkan
perhatiannya pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir
sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.

2. Bagi Pengusaha

Adanya pengaturan keselamatan kerja di perusahaannya akan dapat


mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha
harus memberikan jaminan sosial.

Monika Utami Andryas (1310941047) II-2


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

3. Bagi Pemerintah
Dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan kerja, maka apa yang
direncanakan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat akan tercapai
dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun
kuantitasnya.

2.1.1.1 Keadaan Darurat

Menurut Federal Emergency Management Agency (FEMA) dalam Emergency


Management Guide for Business and Industry, keadaan darurat adalah segala
kejadian yang tidak direncanakan yang dapat menyebabkan kematian atau injury
yang signifikan pada para pekerja, pelanggan atau masyarakat umum; atau
kejadian yang dapat mematikan bisnis atau usaha, menghentikan kegiatan
operasional, menyebabkan kerusakan fisik atau lingkungan, atau sesuatu yang
dapat mengancam kerugian fasilitas keuangan atau reputasi perusahaan di mata
masyarakat. Menurut National Fire Protection Association (NFPA) 1600, keadaan
darurat adalah segala kejadian atau peristiwa, alamiah atau akibat ulah manusia
yang memerlukan aksi penyelamatan dan perlindungan terhadap properti,
kesehatan masyarakat, dan keselamatan (Tarwaka, 2008).

2.1.1.2 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada
penyebabnya, kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya
dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya
preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak
berulang kembali (Sumamur, 2009). World Health Organization (WHO)
mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipersiapkan
penanggulangan sebelumnya sehingga menghasilkan cedera yang riil.

Ada tiga penyebab utama kecelakaan kerja yaitu (Triwibowo dan Erlisya, 2013):
1. Peralatan kerja dan perlengkapannya, tidak tersedianya alat pengaman dan
pelindung bagi tenaga kerja;

Monika Utami Andryas (1310941047) II-3


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

2. Keadaan tempat kerja yang tidak memenuhi syarat;

3. Kurangnya pengetahuan pekerja dan pengalaman tentang cara kerja dan


keselamatan kerja serta kondisi fisik dan mental pekerja yang kurang baik.

Teori Frank E. Bird Petersen mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian


yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta
benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumber
energi yang melebihi ambang batas atau struktur. Teori ini memodifikasi teori
Domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima
faktor dalam urutan suatu kecelakaan, antara lain :
1. Manajemen kurang kontrol;
2. Sumber penyebab utama;
3. Gejala penyebab langsung;
4. Kontak peristiwa;

5. Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda).

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional


(ILO) tahun 1962 adalah sebagai berikut (Triwibowo dan Erlisya, 2013):

1. Klasifikasi Menurut Jenis Kecelakaan

a. Terjatuh;

b. Tertimpa benda jatuh;

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda;

d. Terjepit oleh benda;

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan;

f. Pengaruh suhu tinggi;

g. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya/radiasi.

2. Klasifikasi Menurut Penyebab

Monika Utami Andryas (1310941047) II-4


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

a. Mesin;

b. Alat angkut dan angkat;

c. Peralatan lain;

d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi;

e. Lingkungan kerja.

3. Klasifikasi Menurut Letak Kecelakaan

Klasifikasi menurut jenis kecelakaan dan penyebab berguna untuk membantu


dalam usaha pencegahan kecelakaan. Penggolongan menurut sifat dan letak
luka/ kelainan tubuh berguna untuk penelaahan tentang kecelakaan lebih
lanjut dan terperinci.

2.1.2 Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik jasmani, rohani,
maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja
maupun penyakit umum (Triwibowo dan Erlisya, 2013).

Kesehatan kerja diartikan sebagai spesialis ilmu kesehatan yang menganalisis


akibat praktek dan cara kerja terhadap derajat kesehatan pekerja yang
bersangkutan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental, serta menganalisis
alternatif usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
akibat kerja dan lingkungan kerja. Kesehatan kerja bersifat medis dan sasarannya
adalah manusia atau pekerja (Simajuntak, 1994).

2.1.3 Aspek-Aspek dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keselamatan


dan Kesehatan Kerja

Aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja meliputi (Anoraga, 2005):


1. Lingkungan Kerja

Monika Utami Andryas (1310941047) II-5


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan


beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi
kerja, seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.
2. Alat Kerja dan Bahan
Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh
perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alat-
alat kerja sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan
kegiatan proses produksi dan disamping itu adalah bahan-bahan utama yang
akan dijadikan barang.
3. Cara Melakukan Pekerjaan

Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan yang


berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya
dilakukan oleh karyawan dalam melakukan semua aktifitas pekerjaan,
misalnya menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri
secara tepat dan mematuhi peraturan penggunaan peralatan tersebut dan
memahami cara mengoperasionalkan mesin

Kecelakaan akibat kerja pada dasarnya disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor
manusia, pekerjaannya, dan faktor lingkungan di tempat kerja (Triwibowo dan
Erlisya, 2013).
1. Faktor Manusia
a. Umur
Golongan umur tua mempunyai kecendrungan yang lebih tinggi untuk
mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur
muda karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih
tinggi. Namun dari hasil penelitian di Amerika Serikat diungkapkan bahwa
pekerja usia muda lebih banyak mengalami kecelakaan dibandingkan
dengan pekerja yang lebih tua. Pekerja usia muda biasanya kurang
berpengalaman dalam pekerjaannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi
tingginya kejadian kecelakaan akibat kerja pada golongan umur muda
antara lain karena kurang perhatian, kurang disiplin, cenderung menuruti
kata hati, ceroboh dan tergesa-gesa.
b. Tingkat Pendidikan

Monika Utami Andryas (1310941047) II-6


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

Hubungan tingkat pendidikan dengan lapangan yang tersedia bahwa


pekerja dengan tingkat pendidikan rendah, seperti Sekolah Dasar atau
bahkan tidak pernah bersekolah akan bekerja di lapangan yang
mengandalkan fisik. Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan
kerja karena beban fisik yang berat dapat mengakibatkan kelelahan yang
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan
akibat kerja.
c. Pengalaman Kerja
Berdasarkan penelitian dengan meningginya pengalaman dan keterampilan
akan disertai dengan penurunan angka kecelakaan akibat kerja.
Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan
dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang
bersangkutan.
2. Faktor Pekerjaan
a. Giliran Kerja
Terdapat dua masalah utama pada pekerja yang bekerja secara bergiliran,
yaitu ketidakmampuan pekerja untuk beradaptasi dengan sistem shift dan
ketidakmampuan pekerja untuk beradaptasi dengan kerja pada malam hari
dan tidur pada siang hari. Pergeseran waktu kerja dari pagi, siang dan
malam hari dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan akibat
kerja.
b. Jenis Pekerjaan
Jumlah dan macam kecelakaan akibat kerja berbeda-beda di berbagai
kesatuan operasi dalam suatu proses.
3. Faktor Lingkungan
a. Lingkungan Fisik
1) Pencahayaan
Pencahayaan yang tepat dan sesuai dengan pekerjaan akan dapat
menghasilkan produksi yang maksimal dan dapat mengurangi
terjadinya kecelakaan akibat kerja.
2) Kebisingan
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan komunikasi saat bekerja
sehingga dapat berakibat terjadinya kecelakaan kerja. Nilai ambang
kebisingan adalah 8 dBa untuk 8 jam kerja sehari atau 40 jam kerja
dalam seminggu.
b. Lingkungan Kimia

Monika Utami Andryas (1310941047) II-7


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

Dapat berupa bahan baku suatu produksi, hasil suatu produksi dari suatu
proses, proses produksi sendiri ataupun limbah dari suatu produksi.
c. Lingkungan Biologi

Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga atau
binatang lain yang ada di tempat kerja. Berbagai macam penyakit dapat
timbul seperti infeksi, alergi, dan gigitan serangga serta bisa menyebabkan
kematian.

2.1.4 Pencegahan Permasalahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Tujuan utama penerapan SMK3 adalah untuk mengurangi atau mencegah


kecelakaan yang mengakibatkan cidera atau kerugian materi. Pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan kerja dapat dilakukan setelah ditentukan sebab-sebab
terjadinya kecelakaan dalam sistem atau proses produksi, sehingga dapat disusun
rekomendasi cara pengendalian kecelakaan kerja yang tepat (Triwibowo dan
Erlisya,2013).

Pengendalian kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan


antara lain (Triwibowo dan Erlisya,2013).:
1. Pendekatan Energi
Kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir mencapai
penerima. Pendekatan energi yang mengendalikan kecelakaan dilakukan
melalui 3 titik yaitu:
a. Pengendalian pada sumber bahaya. Bahaya sebagai sumber terjadinya
kecelakaan dapat dikendalikan langsung pada sumbernya dengan
melakukan pengendalian secara teknis atau administratif.
b. Pendekatan pada jalan energi. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan
melakukan penetrasi pada jalan energi sehingga intensitas energi yang
mengalir ke penerima dapat dikurangi.
c. Pengendalian pada penerima. Pendekatan ini dilakukan melalui
pengendalian terhadap penerima baik manusia, benda atau material.
Pendekatan ini dapat dilakukan jika pengendalian pada sumber atau
jalannya energi tidak dapat dilakukan secara efektif.
2. Pendekatan Manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa
85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak

Monika Utami Andryas (1310941047) II-8


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

aman. Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3


dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:
a. Pembinaan dan pelatihan;
b. Promosi K3 dan kampanye K3;
c. Pembinaan perilaku aman;
d. Pengawasan dan inspeksi K3;
e. Audit K3;
f. Komunikasi K3;
g. Pengembangan prosedur kerja aman.
3. Pendekatan Teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik peralatan, material, proses
maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang
bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:
a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis
dan standar yang berlaku untuk menjamin kelaikan instalasi atau peralatan
kerja;
b. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan
dalam pengoperasian alat atau instalasi.
4. Pendekatan Administratif
Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain:
a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan
bahaya dapat dikurangi;
b. Penyediaan alat keselamatan kerja;
c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3;
d. Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.
5. Pendekatan Manajemen
Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif
sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan antara lain:
a. Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3);
b. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif;

c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya


untuk manajemen tingkat atas.

Pengendalian kecelakaan kerja pokok ada 5 usaha yaitu (Tarwaka, 2008) :


1. Eliminasi
Suatu upaya atau usaha yang bertujuan untuk menghilangkan bahaya secara
keseluruhan.
2. Substitusi

Monika Utami Andryas (1310941047) II-9


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

Mengganti bahan, material atau proses yang berisiko tinggi terhadap bahan,
material atau proses kerja yang berpotensi risiko rendah.
3. Pengendalian Rekayasa
Mengubah struktural terhadap lingkungan kerja atau proses kerja untuk
menghambat atau menutup jalannya transisi antara pekerja dan bahaya.
4. Pengendalian Administrasi
Mengurangi atau menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi
prosedur atau instruksi. Pengendalian tersebut tergantung pada perilaku
manusia untuk mencapai keberhasilan.
5. Alat Pelindung Diri
Pemakaian alat pelindung diri adalah sebagai upaya pengendalian terakhir
yang berfungsi untuk mengurangi keparahan akibat dari bahaya yang
ditimbulkan.

2.1.5 Alat Pelindung Diri (APD)

APD adalah alat keselamatan yang digunakan pekerja untuk melindungi tubuhnya
dari adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2008).

APD adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan
risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di
sekelilingnya. Peraturan APD dibuat oleh pemerintah sebagai pelaksanaan
ketentuan perundang-undangan tentang keselamatan kerja. Perusahaan atau
pelaku usaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh memiliki kewajiban
menyediakan APD di tempat kerja sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau
standar yang berlaku. Selain itu perusahaan harus mengumumkan secara tertulis
dan memasang rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan APD serta
melaksanakan manajemen APD di tempat kerja (Buntarto, 2015).

Ketentuan pemilihan alat pelindung diri meliputi (Buntarto, 2015):


1. Dapat memberikan pelindung yang cukup terhadap bahaya-bahaya yang
dihadapi oleh pekerja;
2. Harus seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang
berlebihan;

Monika Utami Andryas (1310941047) II-10


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

3. Tidak mudah rusak;


4. Suku cadangnya mudah diperoleh;
5. Harus memenuhi ketentuan standar yang telah ada;
6. Dapat dipakai secara fleksibel;
7. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya, misalnya
karena bentuk dan bahan dari alat pelindung diri yang digunakan tidak tepat;
8. Tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.

Macam-macam APD terdiri dari (Buntarto, 2015):


1. Pakaian Pelindung

Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan
pendek, tidak longgar pada dada atau punggung, tidak terdapat lipatan-
lipatan. Pakaian kerja wanita sebaiknya memakai celana panjang, tutup
kepala dan tidak memakai perhiasan. Pakaian pelindung dapat berbentuk:

a. Apron yang menutupi sebagian tubuh yaitu mulai dari dada sampai lutut.
Apron dapat dibuat dari kain dril, kulit, plastik/PVC/polyethylene, karet,
asbes, atau kain yang dilapisi aluminium;

b. Overalls yang menutupi seluruh bagian tubuh.

2. Pelindung Kepala

Tujuan dari pemakaian alat pelindung kepala adalah untuk mencegah rambut
pekerja terjerat oleh mesin yang berputar, melindungi kepala dari bahaya
terbentur oleh benda tajam atau keras dan dapat menyebabkan luka gores,
potong atau tusuk, bahaya kejatuhan benda-benda atau terpukul oleh benda-
benda yang melayang atau meluncur di udara, panas radiasi, api dan percikan
bahan-bahan kimia korosif. Alat pelindung kepala menurut bentuknya dapat
dibedakan menjadi:

a. Topi Pengaman (Safety Helmet), untuk melindungi kepala dari benturan,


kejatuhan, pukulan benda-benda keras atau tajam. Topi pengaman harus
tahan terhadap pukulan atau benturan, perubahan cuaca dan pengaruh
bahan kimia. Topi pengaman harus terbuat dari bahan yang tidak mudah
terbakar tidak menghantarkan listrik ringan dan mudah dibersihkan.

Monika Utami Andryas (1310941047) II-11


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

Bagian dalam dari topi pengaman dengan anyaman penyangga yang


berfungsi untuk menyerap keringat dan untuk pertukaran udara. Khusus
untuk pekerja tambang dan terowongan, topi pengaman dilengkapi
dengan lampu pada bagian depannya.

b. Hood, berfungsi untuk melindungi kepala dari bahaya-bahaya bahan


kimia, api dan panas radiasi yang tinggi. Hood terbuat dari bahan yang
tidak mempunyai celah atau lobang, biasanya terbuat dari asbes, kulit,
wool, katun yang dicampuri aluminium dan lain-lain.

c. Tutup kepala (Hair Cap), berfungsi untuk melindungi kepala dari kotoran
debu dan melindungi rambut dari bahaya terjerat oleh mesin-mesin yang
berputar. Biasanya terbuat dari bahan katun atau bahan lain yang mudah
dicuci.
3. Pelindung Mata
Pelindung mata berfungsi untuk melindungi mata dari percikan korosif,
radiasi gelombang elektromagnetik, dan benturan atau pukulan benda-benda
keras atau tajam. Alat ini juga untuk mencegah masuknya debu-debu ke
dalam mata serta mencegah iritasi mata akibat pemaparan gas atau uap. Alat
pelindung mata terdiri dari kacamata (spectacles) dengan atau tanpa
pelindung samping (shide shield), googles (cup type/boxtype) dan tameng
muka (face shield). Untuk melindungi mata dari radiasi elektromagnetik yang
tidak mengion (inframerah, ultraviolet) lensa dari kacamata pengaman
dilapisi dengan oksida dari kobalt dan diberi warna biru atau hijau yang selain
untuk melindungi mata dari bahaya radiasi tetapi juga untuk mengurangi
kesilauan. Kemampuan filter untuk menyerap panjang gelombang tertentu
tergantung dari kepadatannya dan jenis bahan kimia yng digunakan untuk
membuat lensa tersebut. Untuk melindungi mata dari bahaya radiasi sinar X
dapat dipakai kacamata pengaman dimana lensa dari kacamata tersebut
dilapisi oleh timah hitam (Pb).

Monika Utami Andryas (1310941047) II-12


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

4. Pelindung Telinga
a. Sumbat Telinga (Ear Plug)
Ear plug dapat dibuat dari kapas, malam (wax), plastik, karet alami dan
sintetik. Ear plug dapat dibedakan (menurut cara pemakaiannya)
menjadi:
1) Semi insert-type ear plug, yang hanya menyumbat liang telinga luar
saja;
2) Insert-type ear plug, yang menutupi seluruh bagian dari saluran
telinga.
Keuntungan ear plug:
1) Mudah dibawa karena ukurannya yang kecil;
2) Relatif lebih nyaman dipakai di tempat kerja yang panas;
3) Tidak membatasi gerak kepala;
4) Harganya relatif murah;

5) Dapat dipakai dengan mudah dan tidak dipengaruhi oleh pemakaian


kacamata, tutup kepala dan anting-anting.
Kerugian ear plug:
1) Untuk pemasangan yang tepat, ear plug memerlukan waktu yang
lebih lama dari ear muff;
2) Tingkat proteksi yang diberikan oleh ear plug lebih kecil dari ear
muff;
3) Sulit dipantau oleh pengawas apakah pekerja memakai ear plug atau
tidak (karena ukurannya yang kecil);
4) Ear plug hanya dipakai oleh pekerja yang telinganya sehat;
5) Bila pekerja menggunakan tangan yang kotor pada saat memasang
ear plug, kemungkinan dapat menyebabkan iritasi pada kulit saluran
telinga.
b. Tutup Telinga ( Ear muff)
Alat pelindung telinga ini terdiri dari 2 buah tutup telinga dan sebuah
headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang
berfungsi untuk menyerap suara dengan frekuensi tinggi. Jika digunakan
dalam jangka waktu yang lama, efektivitasnya dapat menurun karena
bantalannya menjadi keras dan mengerut sebagai akibat reaksi bantalan
dengan minyak dan keringat yang terdapat pada permukan kulit. Peredaan
tutup telinga lebih besar dari sumbat telinga.

Monika Utami Andryas (1310941047) II-13


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

Keuntungan ear muff:


1) Intensitas suara yang direduksi umumnya lebih besar dari ear plug;
2) Ear muff dapat digunakan oleh semua pekerja dengan ukuran telinga
yang berbeda;
3) Penggunaan mudah dipantau oleh pengawas;
4) Dapat dipakai oleh pekerja yang menderita infeksi telinga ringan;

5) Mudah dicari bila hilang karena ukuran ear muff yang relatif besar.
Kerugian ear muff:
1) Tidak nyaman digunakan di tempat kerja yang panas;
2) Efektivitas dari ear muff dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup
kepala, anting-anting dan rambut yang menutupi telinga;
3) Penyimpanan relatif sulit dari ear plug;
4) Dapat membatasi gerakan kepala bila digunakan di tempat kerja yang
sempit atau sangat sempit;
5) Harganya relatif mahal dari ear plug;
6) Pada pemakaian yang terlalu sering atau bila headband yang berpegas
sering ditekuk oleh pemakainya, hal ini akan menyebabkan intensitas
suara yang direduksi ear muff menurun.

5. Pelindung Pernapasan
a. Respirator Pemurni Udara (Air Purifying Respirator)
1) Chemical Respirator
Respirator berfungsi untuk membersihkan udara dengan cara adsorbsi
dan absorbsi. Adsorbsi adalah suatu proses dimana kontaminan
melekat pada permukaan zat padat (adsorben), sedangkan absorbsi
adalah suatu proses dimana gas-gas atau uap-uap mengadakan
penetrasi ke struktur bagian dalam suatu zat (absorber). Respirator ini
tidak boleh digunakan di tempat kerja yang terdapat gas-gas atau uap-
uap yang ekstrim, kadar gas/uap dalam udara tempat kerja cukup
tinggi atau mengalami kekurangan oksigen.
2) Mechanical Filter Respirator
Filter ini digunakan untuk melindungi dari pemaparan aerosol zat
padat dan aerosol zat cair melalui proses filtrasi. Efisiensi filter ini
tergantung pada ukuran dan jenis filter. Semakin kecil diameter dari
pori-pori filter semakin besar tahanan terhadap aliran udara.

Monika Utami Andryas (1310941047) II-14


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

3) Kombinasi Chemical dan Filter Respirator


Respirator ini digunakan pada penyemprotan pestisida dan
pengecatan. Respirator ini dilengkapi oleh filter dan adsorben
sehingga relatif lebih berat dari filter atau cartridge respirator.
b. Respirator Penyedia Udara (Breathing Apparatus)
Cara respirator ini melindungi pemakainya dari zat-zat kimia yang sangat
toksik adalah dengan menyuplai udara atau oksigen kepada pemakainya
melalui silinder, tangki atau kompresor yang dilengkapi dengan alat
pengatur tekanan.
6. Pelindung Tangan
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan alat pelindung
tangan adalah:
a. Bahaya yang mungkin terjadi, apakah berbentuk bahan-bahan kimia
korosif, benda-benda panas, dingin, tajam atau kasar;
b. Daya tahannya terhadap bahan-bahan kimia;
c. Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan pekerjaan;
d. Bagian tangan yang harus dilindungi.
Menurut bentuknya sarung tangan dibedakan menjadi:
a. Sarung tangan biasa (gloves);
b. Sarung tangan yang dilapisi logam (gounlets);
c. Sarung tangan yang keempat jari pemakainya dibungkus jadi satu kecil
ibu jari (mitts mittens).
7. Pelindung Kaki
Sepatu keselamatan kerja (safety shoes) berfungsi untuk melindungi kaki dari
bahaya kejatuhan benda-benda berat, terpercik bahan kimia korosif, dan
tertusuk benda-benda tajam. Menurut jenis pekerjaan yang dilakukan, sepatu
keselamatan dibedakan menjadi:
a. Sepatu pengaman yang digunakan untuk pengecoran baja terbuat dari
bahan kulit yang dilapisi logam krom atau asbes;
b. Sepatu khusus yang digunakan untuk bahaya peledakan. Sepatu ini tidak
boleh ada paku-paku yang dapat menimbulkan percikan bunga api;
c. Sepatu karet anti elektrostatik, untuk melindungi pekerja dari bahaya
listrik;
d. Sepatu pengaman untuk pekerja bangunan. Sepatu ini ujungnya dilapisi
baja untuk melindungi jari kaki.

Monika Utami Andryas (1310941047) II-15


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

8. Tali dan Sabuk Pengaman

Tali dan sabuk pengaman digunakan untuk menolong kecelakaan. Selain itu,
sabuk pengaman juga digunakan pada pekerjaan mendaki dan memanjat
konstruksi bangunan.

2.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses
dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan, kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tenaga kerja yang sehat, aman, efisien, dan produktif. Masalah-masalah
keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari kegiatan secara keseluruhan,
maka pola-pola yang harus dikembangkan di dalam penanganan K3 dan
pengendalian potensi bahaya harus mengikuti pendekatan sistem yaitu dengan
menerapkan SMK3 (ILO, 2013).

PP No. 50 Tahun 2012 pasal 5 menyatakan bahwa setiap perusahaan wajib


menerapkan SMK3 diperusahaannya bagi yang mempekerjakan pekerja/buruh
paling sedikit 100 orang atau mempunyai potensi bahaya tinggi. Adanya
manajemen K3 dapat membantu mencegah dan meminimalkan risiko terjadinya
penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan dan pencahayaan (sinar) yang tidak
memenuhi baku mutu sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada pendengaran
dan penglihatan.

2.2.1 Tujuan SMK3

Adapun tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan
dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga
kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja
yang aman, nyaman, efisien dan produktif (ILO, 2013).

Monika Utami Andryas (1310941047) II-16


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

Berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3, tujuan SMK3


adalah untuk:
1. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat
buruh;

3. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.

Alasan utama suatu perusahaan untuk secara aktif mengatasi keselamatan dan
kesehatan di tempat kerja diantaranya adalah (ILO, 2013) :
1. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
manusia;
2. Meningkatkan komitmen pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga
kerja;
3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi
perdagangan global;
4. Proteksi terhadap industri dalam negeri;
5. Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional;
6. Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor;
7. Meningkatkan pelaksanaan pencegahan kecelakaan melalui pendekatan
sistem;
8. Perlunya upaya pencegahan terhadap masalah sosial dan ekonomi yang tekait
dengan penerapan K3;
9. Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh kecelakaan kerja dan kematian;
10. Agar karyawan peduli tentang keselamatan dan kesehatan mereka;
11. Melindungi investasi pada karyawan melalui perekrutan dan pelatihan;
12. Mengurangi absensi karena sakit dan cedera, kesalahan dan interupsi kerja;
13. Membantu dalam menjaga kualitas produk atau jasa;
14. Menghemat biaya yang berkaitan dengan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja;

Monika Utami Andryas (1310941047) II-17


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

15. Terpantaunya bahaya dan risiko di perusahaan;


16. Pengakuan terhadap kinerja K3 diperusahaan atas pelaksanaan SMK3.

2.2.2 Prinsip Dasar SMK3

Menurut PP No. 50 Tahun 2012 pasal 6 ayat 1, dalam penerapan SMK3


perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Penetapan kebijakan K3;
2. Perencanaan K3;
3. Pelaksanaan rencana K3;
4. Pemantauan dan evaluasi kerja K3;
5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.

Gambar 2.1 Prinsip Dasar SMK3


Sumber : ILO, 2013

Penjelasan secara rinci terhadap kelima prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Kebijakan K3
Kebijakan K3 paling sedikit memuat:
a. Visi;
b. Tujuan perusahaan;
c. Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan;

d. Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara


menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
Penetapan kebijakan K3 harus:
a. Disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan;

b. Tertulis, tertanggal, dan ditanda tangani;

Monika Utami Andryas (1310941047) II-18


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

c. Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;

d. Dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu,


kontraktor, pemasok dan pelanggan;

e. Terdokumentasi dan terpelihara dengan baik;

f. Bersifat dinamik; dan

g. Ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut


masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan
peraturan perundang-undangan.
Pengusaha harus menyebarluaskan kebijakan K3 yang telah ditetapkan
kepada seluruh pekerja/buruh, orang lain selain pekerja/buruh yang berada di
perusahaan, dan pihak lain yang terkait.
2. Perencanaan K3
Dalam menyusun rencana K3 pengusaha harus mempertimbangkan:
a. Hasil penelaahan awal;
b. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
c. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya; dan
d. Sumber daya yang dimiliki meliputi sumber daya manusia yang
berkompeten, sarana dan prasarana serta dana.
Rencana K3 paling sedikit memuat:
a. Tujuan dan Sasaran
Dalam menetapkan tujuan dan sasaran K3, pengusaha arus berkonsultasi
dengan wakil pekerja/buruh, ahli K3, Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (P2K3), dan pihak-pihak lain yang terkait.

b. Skala Prioritas
Merupakan urutan pekerjaan berdasarkan tingkat risiko, dimana pekerjaan
yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi diprioritaskan dalam
perencanaan.
c. Upaya Pengendalian Bahaya
Dilakukan berdasarkan hasil penilaian risiko melalui pengendalian teknis,
administratif dan penggunaan alat pelindung diri.
d. Penetapan Sumber Daya
Dilaksanakan untuk menjamin tersedianya sumber daya manusia yang
kompeten, sarana dan prasarana serta dana yang memadai agar
pelaksanaan K3 dapat berjalan.

Monika Utami Andryas (1310941047) II-19


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

e. Jangka Waktu Pelaksanaan


f. Indikator Pencapaian
Ditentukan dengan parameter yang dapat diukur sebagai dasar penilaian
kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan
pencapaian tujuan penerapan SMK3.
g. Sistem Pertanggungjawaban
Peningkatan K3 akan efektif apabila semua pihak dalam perusahaan
didorong untuk berperan serta dalam penerapan dan pengembangan
SMK3, dan memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan
memberikan kontribusi bagi SMK3.
3. Pelaksanaan Rencana K3
Pelaksanaan rencana K3 harus dilaksanakan oleh pengusaha dan/atau
pengurus perusahaan atau tempat kerja dengan:
a. Penyediaan Sumber Daya Manusia
1) Prosedur Pengadaan Sumber Daya Manusia
Dalam penyediaan sumber daya manusia, perusahaan harus membuat
prosedur pengadaan secara efektif, meliputi:
a) Pengadaan sumber daya manusia sesuai kebutuhan dan memiliki
kompetensi kerja serta kewenangan dibidang K3;
b) Pengidentifikasian kompetensi kerja yang diperlukan pada setiap
tingkatan manajemen perusahaan dan menyelenggarakan setiap
pelatihan yang dibutuhkan;

c) Pembuatan ketentuan untuk mengkomunikasikan informasi K3


secara efektif;

d) Pembuatan peraturan untuk memperoleh pendapat dan saran para


ahli; dan
e) Pembuatan peraturan untuk pelaksanaan konsultasi dan
keterlibatan pekerja/buruh secara aktif.
2) Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran
Dalam melakukan konsultasi, motivasi dan kesadaran SMK3,
pengusaha dan/atau pengurus harus memberi pemahaman kepada
tenaga kerja atau pekerja/buruh tentang bahaya fisik, kimia, ergonomi,
radiasi, biologi, dan psikologi yang mungkin dapat menciderai dan
melukai pada saat bekerja, serta pemahaman sumber bahaya tersebut.
Pemahaman tersebut bertujuan untuk mengenali dan mencegah
tindakan yang mengarah terjadinya insiden.

Monika Utami Andryas (1310941047) II-20


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

3) Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat


Bentuk tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan K3,
harus dilakukan oleh perusahaan dengan cara:

a) menunjuk, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan


tanggung jawab dan tanggung gugat di bidang K3;

b) menunjuk sumber daya manusia yang berwenang untuk bertindak


dan menjelaskan kepada semua tingkatan manajemen,
pekerja/buruh, kontraktor, subkontraktor, dan pengunjung;
c) mempunyai prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan
setiap perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang
berpengaruh terhadap sistem dan program K3;
d) memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang
menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.

4) Pelatihan dan Kompetensi Kerja


Hasil identifikasi kompetensi kerja digunakan sebagai dasar
penentuan program pelatihan yang harus dilakukan, dan menjadi dasar
pertimbangan dalam penerimaan, seleksi dan penilaian kinerja.
b. Menyediakan Prasarana dan sarana yang Memadai
1) Organisasi/Unit yang bertanggungjawab di bidang K3
Perusahaan wajib membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat P2K3 yang bertanggung
jawab di bidang K3. P2K3 adalah badan pembantu di tempat kerja
yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan tenaga kerja
atau pekerja/buruh untuk mengembangkan kerjasama saling
pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja. Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan
tenaga kerja atau pekerja/buruh yang susunannya terdiri dari Ketua,
Sekretaris dan Anggota. P2K3 mempunyai tugas memberikan saran
dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha atau
pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
2) Anggaran

Monika Utami Andryas (1310941047) II-21


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

3) Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta


pendokumentasian
Prosedur/operasi kerja harus disediakan pada setiap jenis pekerjaan
dan dibuat melalui analisis pekerjaan berwawasan K3 (Job Safety
Analysis) oleh personil yang kompeten.
4) Instruksi kerja
Instruksi kerja merupakan perintah tertulis atau tidak tertulis untuk
melaksanakan pekerjaan dengan tujuan untuk memastikan bahwa
setiap pekerjaan dilakukan sesuai persyaratan K3 yang telah
ditetapkan.
4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja
Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaksanakan di perusahaan meliputi:
a. Pemeriksaan, Pengukuran dan Pengujian
Pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran harus ditetapkan dan dipelihara
prosedurnya sesuai dengan tujuan dan sasaran K3 serta frekuensinya
disesuaikan dengan obyek mengacu pada peraturan dan standar yang
berlaku.

b. Audit Internal SMK3


Audit internal SMK3 harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui
keefektifan penerapan SMK3. Audit SMK3 dilaksanakan secara
sistematik dan independen oleh personil yang memiliki kompetensi kerja
dengan menggunakan metodologi yang telah ditetapkan. Frekuensi audit
harus ditentukan berdasarkan tinjauan ulang hasil audit sebelumnya dan
bukti sumber bahaya yang didapatkan di tempat kerja. Hasil audit harus
digunakan oleh pengurus dalam proses tinjauan ulang manajemen.
Hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja serta
audit SMK3 harus didokumentasikan dan digunakan untuk tindakan
perbaikan dan pencegahan. Pemantauan dan evaluasi kinerja serta audit
SMK3 dijamin pelaksanaannya secara sistematik dan efektif oleh pihak
manajemen.
5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3
Untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan guna
pencapaian tujuan SMK3, pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau
tempat kerja harus:
a. Melakukan tinjauan ulang terhadap penerapan SMK3 secara berkala; dan

Monika Utami Andryas (1310941047) II-22


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

b. Tinjauan ulang SMK3 harus dapat mengatasi implikasi K3 terhadap


seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap
kinerja perusahaan.
Tinjauan ulang penerapan SMK3, paling sedikit meliputi:
a. Evaluasi terhadap kebijakan K3;

b. Tujuan, sasaran dan kinerja K3;

c. Hasil temuan audit SMK3; dan

d. Evaluasi efektifitas penerapan SMK3, dan kebutuhan untuk


pengembangan SMK3.

Perbaikan dan peningkatan kinerja dilakukan berdasarkan pertimbangan:


a. Perubahan peraturan perundang-undangan;

b. Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar;

c. Perubahan produk dan kegiatan perusahaan;

d. Perubahan struktur organisasi perusahaan;

e. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemologi;

f. Hasil kajian kecelakaan dan penyakit akibat kerja;

g. Adanya pelaporan; dan/atau

h. Adanya saran dari pekerja/buruh.

2.2.3 Standar Terkait Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (SMK3)

2.2.3.1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012


tentang Penerapan SMK3

Pada 12 April 2012, presiden telah menandatangani PP RI No. 50 Tahun 2012


tentang Penerapan SMK3. Peraturan tersebut merupakan pelaksanaan dari Pasal
87 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tujuan

Monika Utami Andryas (1310941047) II-23


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

penerapan SMK3 adalah untuk meningkatkan efektivitas perlindungan


keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur dan
terintegrasi, sebagaimana juga disebutkan dalam Pasal 2 PP RI No. 50 Tahun 2012
tersebut.

Berdasarkan pasal 5 PP RI No. 50/2012, perusahaan yang wajib menerapkan


SMK3 di perusahaannya adalah perusahaan yang mempekerjakan pekerja buruh
paling sedikit 100 orang atau mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.

SMK3 menurut PP RI No. 50 Tahun 2012 memiliki 5 prinsip, 12 elemen dan 166
kriteria dengan 3 tingkatan yaitu 64 kriteria tingkat awal, 122 kriteria tingkat
transisi dan 166 kriteria tingkat lanjutan. Dalam menerapkan SMK3 tersebut
perusahaan wajib berpedoman pada peraturan ini dan juga ketentuan peraturan
perundangan-undangan lain yang terkait, serta dengan memperhatikan konvensi
atau standar internasional.

2.2.3.2 Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001

Mengingat banyaknya SMK3 yang dikembangkan oleh berbagai institusi, timbul


kebutuhan untuk menstandarisasikan sekaligus memberikan sertifikasi atas
pencapaiannya. Dari sini lahirlah sistem penilaian kinerja K3 yang disebut
Occupational Health and Safety Assessment Series 18001 (OHSAS 18001).
OHSAS 18001 merupakan standar internasioanal untuk sistem manajemen K3
yang memungkinkan 31 organisasi mengendalikan risiko-risiko yang berkaitan
dengan K3 serta meningkatkan kinerja K3. OHSAS 18001 merupakan serial dari
persyaratan dan spesifikasi dalam penerapan SMK3. OHSAS 18001
dikembangkan oleh Project Group, konsorsium 43 organisasi dari 28 negara.

Adapun OHSAS 18001:2007 merupakan pembaharuan dari OHSAS 18001:1999


yang menjelaskan tentang persyaratan dan spesifikasi standar dalam penerapan
SMK3. OHSAS 18001:2007 menitikberatkan pada pencegahan cedera dan sakit
serta kecelakaan. Selain itu juga menutikberatkan pada pengontrolan risiko K3
untuk meningkatkan kinerja K3.

Monika Utami Andryas (1310941047) II-24


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

2.2.3.3 Siklus Plan, Do, Check, Action (PDCA)

PDCA yaitu siklus peningkatan proses yang berkesinambungan atau secara terus
menerus seperti lingkaran yang tidak ada akhirnya. Konsep siklus PDCA ini
pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli manajemen kualitas dari Amerika
Serikat yang bernama Dr. William Edwards Deming.

Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai siklus PDCA (PDCA Cycle) :
1. Plan (Merencanakan)
Tahap plan adalah tahap untuk menetapkan target atau sasaran yang ingin
dicapai dalam peningkatan proses ataupun permasalahan yang ingin
dipecahkan, kemudian menentukan metode yang akan digunakan untuk
mencapai target atau sasaran yang telah ditetapkan tersebut. Dalam tahap plan
ini juga meliputi pembentukan Tim Peningkatan Proses (Process Improvement
Team) dan melakukan pelatihan-pelatihan terhadap sumber daya manusia yang
berada didalam tim tersebut serta batas-batas waktu (jadwal) yang diperlukan
untuk melakukan perencanaan-perencanaan yang telah ditentukan.
Perencanaan terhadap penggunaan sumber daya lainnya seperti biaya dan
mesin juga diperlukan dan dipertimbangkan dalam tahap plan ini.
2. Do (Melaksanakan)
Tahap do adalah tahap penerapan atau melaksanakan semua yang telah
direncanakan di tahap plan termasuk menjalankan prosesnya, memproduksi
serta melakukan pengumpulan data (data collection) yang kemudian akan
digunakan untuk tahap check dan act.
3. Check (Memeriksa)
Tahap check adalah tahap pemeriksaan dan peninjauan ulang serta
mempelajari hasil-hasil dari penerapan di tahap do. Melakukan perbandingan
antara hasil aktual yang telah dicapai dengan target yang ditetapkan dan juga
ketepatan jadwal yang telah ditentukan.
4. Action (Menindak)
Tahap action adalah tahap untuk mengambil tindakan yang seperlunya
terhadap hasil-hasil dari tahap check. Terdapat 2 jenis tindakan yang harus
dilakukan berdasarkan hasil yang dicapainya, antara lain :

Monika Utami Andryas (1310941047) II-25


Febbi Herdiani (1310942021)
Laporan Kerja Praktik (TLI-491)
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Peltar

a. Tindakan Perbaikan (Corrective Action) yang berupa solusi terhadap


masalah yang dihadapi dalam pencapaian target, tindakan perbaikan ini
perlu diambil jika hasilnya tidak mencapai apa yang telah ditargetkan;
b. Tindakan Standarisasi (Standardization Action) yaitu tindakan untuk
menstandarisasikan cara ataupun praktek terbaik yang telah dilakukan,
tindakan standarisasi ini dilakukan jika hasilnya mencapai target.

Siklus tersebut akan kembali lagi ke tahap plan untuk melakukan peningkatan
proses selanjutnya sehingga terjadi siklus peningkatan proses yang terus menerus.

Monika Utami Andryas (1310941047) II-26


Febbi Herdiani (1310942021)

You might also like