Professional Documents
Culture Documents
OLEH KELOMPOK
KELAS A 14.2:
S1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN 2014-2015
BENTUK NEGARA
Bentuk negara adalah merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan
peninjauan secara yuridis mengenai negara. Peninjauan secara sosiologis jika negara
dilihat secara keseluruhan (ganzhit) tanpa melihat isinya, sedangkan secara yuridis jika
negara\peninjauan hanya dilihat dari isinya atau strukturnya.
sedangkan secara yuridis jika negara\peninjauan hanya dilihat dari isinya atau
strukturnya.
Machiavelli dalam bukunya II Prinsipe bahwa bentuk negara (hanya ada dua pilihan)
jika tidak republik tentulah Monarkhi. Selanjutnya menjelaskan negara sebagai bentuk
genus sedangkan Monarkhi dan republik sebagai bentuk speciesnya.
Perbedaan dalam kedua bentuk Monarkhi dan republik (Jellinek, dalam bukunya
Allgemene staatslehre) didasarkan atas perbedaan proses terjadinya pembentukan
kemauan negara itu terdapat dua kemungkinan:
a. Apabila cara terjadinya pembentukan kemauan negara secara psikologis atau
secara alamiah, yang terjadi dalam jiwa/badan seseorang dan nampak sebagai
kemauan seseorang/individu maka bentuk negaranya adalah Monarkhi.
b. Apabila cara proses terjadinya pembentukan negara secara yuridis, secara sengaja
dibuat menurut kemauan orang banyak sehingga kemauan itu nampak sebagai
kemauan suatu dewan maka bentuk negaranya adalah republik.
Menurut Plato terdapat lima macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat tertentu dan jiwa
manusia, yaitu sebagai berikut.
Aristokrasi yang berada di puncak. Aristokrasi adalah pemerintahan oleh aristokrat
(cendikiawan) sesuai dengan pikiran keadilan. Keburukan mengubah aristokrasi menjadi:
Timokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyhuran dan
kehormatan. Timokarsi ini berubah menjadi:
Oligarkhi, yaitu pemerintahan oleh para (golongan) hartawan. Keadaan ini melahirkan
milik partikulir maka orang-orang miskin pun bersatulah melawan kaum hartawan dan
lahirlah:
Demokrasi, yaitu pemerintahan oleh rakyat miskin (jelata). Oleh karena salah
mempergunakannya maka keadaan ini berakhir dengan kekacauan atau anarkhi.
Tirani, yaitu pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak dengan sewenang-
wenang.
Menurut Aristoteles terdapat tiga macam bentuk negara yang dibaginya menurut bentuk yang
ideal dan bentuk pemerosotan, yaitu sebagai berikut.
Bentuk ideal Monarkhi bentuk pemerosatan Tirani/Diktator.
Bentuk ideal Aristokrasi bentuk pemrosotanya Oligarkhi/Plutokrasi.
Bentuk ideal Politea bentuk pemerosotannya Demokrasi
2. BENTUK PEMERINTAHAN
Plato mengemukakan lima bentuk pemerintahan negara. Kelima bentuk itu menurut Plato
harus sesuai dengan sifat sifat tertentu manusia. Adapun kelima bentuk itu sebagai berikut.
1. Aristrokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipengang oleh kaum cendikiawan yang
dilaksanakan sesuai dengan pikiran keadilan,
2. Timokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh orang orang yang ingin
mencapai kemashuran dan kehormatan,
5. Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seorang tirani (sewenang
wenang) sehingga jauh dari cita cita keadilan.
Aristoteles membedakan bentuk pemerintahan berdasarkan dua kriteria pokok, yaitu jumlah
orang memegang pucuk pemerintahan dan kualitas pemerintahannya. Berdasarkan dua
kriteria tersebut, perbedaan bentuk pemerintahan adalah sebagai berikut.
1. Monarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dibentuk oleh satu orang demi kepentigan
umum, sifat pemerintahan ini baik dan ideal.
2. Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang dibentuk oleh saru orang demi kepentingan
pribadi, bentuk pemerintahan ini buruk dan kemerosotan.
Ajaran polybios yang dikenal dengan teori Siklus, sebenarnya merupakan pengembangan
lebih lanjut dari Aristoteles dengan sedikit perubahan, yaitu dengan mengganti bentuk
pemerintahan ideal politea dan demokrasi.
Monarki adalah bentuk pemerintahan yang pada mulanya mendirikan kekuasaan atas nama
rakyat dengan baik dan dapat dipercaya. Namun pada perkembangannya, para penguasa
dalam hal ini adalah raja tidak lagi menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum,
bahkan cenderung sewenang wenang dan menindas rakyat. Bentuk pemerintahan monarki
bergeser menjadi tirani.
Dalam situasi pemerintahan tirani yang sewenang wenang, mumcullah kaum bengsawan
yang bersekongkol untuk melawan. Mereka bersatu untuk mengadakan pemberontakan
sehingga kekuasaan beralih kepada mereka. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh
beberapa orang dan memperhatikan kepentingan umum. Pemerintahan pun berubah dari
tirani menjadi aristokrasi.
Aristokrasi yang semula baik dan memperhatikan kepentingan umum, pada perkembangan
tidak lagi menjalankan keadilan dan hanya mementingkan diri sendiri. Keadaan itu
mengakibatkan pemerintahan Aristokrasi bergeser ke Oligarki.
Dalam pemerinyahan Oligarki yang tidak memiliki keadilan rakyat mengambil alih
kekuasaan untuk memperbaiki nasib lewat pemberontakan. Rakyat menjalankan kekuasaan
negara demi kepentingan rakyat. Akibatnya, pemerintahan bergeser menjadi demokrasi.
Namun, pemerintahan demokrasi yang awalnya baik lama kelamaan banyak diwarnai
kekacauan, kebobrokan, dan korupsi sehingga hukum sulit ditegakkan. Akibatnya
pemerintahan berubah menjadi okhlokrasi. Dari pemerintahan okhlokrasi ini kemudian
muncul seorang yang kuat dan berani yang dengan kekerasan dapat memegang pemeritahan.
Dengan demikian, pemerintahan dipengang oleh satu tangan lagi dalam bentuk monarki.
Perjalanan siklus pemerintahan diatas memperlihatkan kepada kita adanya hubungan kausal
(sebab sebab) antara bentuk pemerintahan yang satu dengan yang lain. Itulah sebabnya
polybios beranggapan bahwa lahirnya pemerintahan yang satu dengan yang lain merupakan
akibat dari pemerintahan yang sebelumnya telah ada.
BENTUK PEMERINTAHAN MONARKI (KERAJAAN)
Leon Duguit dalam bukunya Traite de Droit Constitutional membedakan pemerintahan dalam
bentuk monarki dan republik. Perbedaan antara bentuk pemerintahan monarki dan republik
menurut Leon Duguit, adalah ada pada kepala negaranya. Jika ditunjuk berdasarkan hak turun
temurun, maka kita berhadapan dengan Monarki. Kalau kepala negaranya ditunjuk tidak
berdasarkan turun temurun tetapi dipilih, maka kita berhadapan dengan Republik.
Dalam praktik praktik ketatanegaraan, bentuk pemerintahan monarki dan republik dapat
dibedakan atas:
Monarki absolut
Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang
(raja, ratu,, syah, atau kaisar) yang kekuasaan dan wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja
merupakan wewenang yang hrus dipatuhi oleh rakyatnya. Pada diri raja terdapat kekuasaan
eksekutif, yudikatif, dan legislatif yang menyatu dalam ucapan dan perbuatannya. Contoh
Perancis semasa Louis XIV dengan semboyannya yang terkenal Letat Cest Moi (negara adalah
saya).
Monarki konstitusional
Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh
seorang raja yang kekuasaannya dibatasi undang undang dasar (konstitusi). Proses monarki
kontitusional adalah sebagai berikut:
1. Ada kalanya proses monarki konstitusional itu datang dari raja itu sendiri karena takut
dikudeta. Contohnya: negara Jepang dengan hak octroon.
2. Ada kalanya proses monarki konstitusional itu terjadi karena adanya revolusi rakyat
terhadap raja. Contohnya: inggris yang melahirkan Bill of Rights I tahun 1689, Yordania,
Denmark, Aarab Saudi, Brunei Darussalam.
Monarki parlementer
Monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh
seorang raja dengan menempatkan parlemen (DPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
Dalam monarki parlementer, kekuasaan, eksekutif dipegang oleh kabinet (perdanan menteri) dan
bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagain kepala negara (simbol
kekeuasaan) yang kedudukannya ridak dapat diganggu gugat. Bentuk monarki parlementer
sampai sekarang masih tetap dilaksanakan di negara Inggris, Belanda, dan Malaysia.
BENTUK PEMERINTAHAN REPUBLIK
Dalam pelaksaaan bentuk pemerintahan republik dapat dibedakan menjadi republik absolut,
republik kontitusional, dan republik parlementer.
Republik absolut
Dalam sistem republik absolut, pemerintahan bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan.
Penguasa mengakibatkan konstitusi dan untuk melegitimasi kekuasaannya digunakanlah partai
politik. Dalam pemerintahan ini, parlemen memang ada, namun tidak berfungsi.
Republik konstitusional
Dalam sistem republik konstitusional, presiden memegang kekuasaan kepala negara dan kepala
pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden dibatasi oleh konstitusi. Di samping itu, pengawasan
yang efektif dilakukan oleh parlemen.
Republik parlementer
Dalam sistem republik palementer, presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara. Namun,
presiden tidak dapat diganggu gutat. Sedangkan kepala pemerintah berada di tangan perdana
menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen. Dalam sistem ini, kekuasaan legislatif lebih
tinggi dari pada kekuasaan eksekutif.
WARGA NEGARA
Pengertian WNI (Warga Negara Indonesia)
Dalam UU 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, dijelaskan bahwa yang dimaksud WNI
adalah seperti diatur dalam pasal 4.
Bunyi Pasal 4 UU No 12 Th 2006 sbb.:
Syarat
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan seperti
disebut dalam pasal 9, yakni:
telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara
Republik Indonesia paling singkat 5 (lima ) tahun berturut-turut atau paling singkat 10
(sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
sehat jasmani dan rohani;
dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda;
mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap;
dan membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Prosedur berikutnya antara lain permohonan harus ditulis dalam bahasa Indonesia di atas
kertas bermeterai. Keputusan akhir atas permohonan adalah pada Presiden. Bila
dikabulkan oleh Presiden maka status WNI dinyatakan berlaku efektif sejak pemohon
mengucapkan sumpah atau janji setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.