You are on page 1of 77

i

TESIS

PENGARUH UMUR PANEN LEGUM PENUTUP


TANAH TROPIS TERHADAP KUALITAS
TANAH DI LAHAN KERING

ANTONIUS ALI

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
TESIS
ii

PENGARUH UMUR PANEN LEGUM PENUTUP


TANAH TROPIS TERHADAP KUALITAS
TANAH DI LAHAN KERING

ANTONIUS ALI
NIM : 1490961004

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
i

Crotalaria juncea L (orok-orok) Mucuna pruriens (Kara / Koro benguk)

Phaseolus lunatus L (Arbila / Koro krotok)


PENGARUH UMUR PANEN LEGUM PENUTUP
TANAH TROPIS TERHADAP KUALITAS
TANAH DI LAHAN KERING

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister


pada Program Magister, Program Studi Agroteknologi,
Program Pascasarjana Universitas Udayana

ANTONIUS ALI
NIM : 1490961004

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

ii
LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL 08 AGUSTUS 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Ir. I GA Mas Sri Agung, M.Rur,Sc, Ph.D Dr. Ir. Gede Wijana, M.S
NIP. 195001261973022001NIP. 196107071986031001

Mengetahui

Ketua Program Studi Direktur


Magister Agroteknologi Program Pascasarjana
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Universitas Udayana

Dr. Ir. Gede Wijana, M.S Prof. Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP.196107071986031001 NIP.195902151985102001

iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI

TESIS INI TELAH DIUJI


PADA TANGGAL 8 AGUSTUS 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,


Nomor : 3911 /UN14.4/HK/2016, Tanggal 5 Agustus 2016

Ketua : Prof. Ir. I Gusti Ayu Mas Sri Agung, M.Rur,Sc.,Ph.D

Anggota :

1. Dr. Ir. Gede Wijana, M.S

2. Prof. Dr. Ir. I Putu Gede Ardhana, M.Agr.Sc

3. Dr. Ir. I Wayan Diara, M.S

4. Dr. Ir. I Ketut Sardiana, M.Si

iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Antonius Ali

NIM : 1490961004

Program Studi : Magister Agroteknologi

Judul Tesis : Pengaruh Umur Panen Legum Penutup Tanah Tropis

Terhadap Kualitas Tanah di Lahan Kering.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan

Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 08 Agustus 2016


Yang membuat pernyataan

Antonius Ali

v
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat, perlindungan dan bimbinganNya maka penulis dapat menyelesaikan

penelitian hingga sampai pada penyusunan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada

Prof. Ir. I GA Mas Sri Agung, M.Rur,Sc, Ph.D selaku pembimbing pertama yang

dengan penuh perhatian, kesabaran, dan arahan telah membimbing dan memberi

arahan selama penelitian hingga penyelesaian tesis ini. Terima kasih juga penulis

sampaikan kepada bapak Dr. Ir. Gede Wijana, M.S, selaku pembimbing kedua dan

juga ketua Program Studi Magister Agroteknologi Program Pascasarjana

Universitas Udayana Bali yang selalu memberikan motivasi dan juga arahan

dalam penelitian hingga penyusunan tesis, serta ketiga dosen penguji yang banyak

memberikan saran perbaikan untuk penulisan tesis ini : Prof. Dr. Ir. I Putu Gede

Ardhana, M.Agr.Sc, Dr. Ir. I Ketut Sardiana, M.Si dan Dr. Ir. I Wayan Diara, M.S.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

Bapak Prof. Dr. Dr. I Ketut Suastika, SpPd KEMD, Rektor Universitas Udayana,

Ibu Prof. Dr. Dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku Direktur Program

Pascasarjana Universitas Udayana Bali. Ucapan terima kasih yang tulus kepada

Dra. Ida Ayu Agung Mas, yang telah bersedia meminjamkan lahan penelitian serta

tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian, juga kepada Pak Karang, Pak

Balon dan Pak Joni yang telah membantu penulis dalam persiapan penelitian.

vi
Terima khusus buat sahabat Ariani Mawarni Bagi, SP yang telah dan

sangat membantu penulis dari awal penelitian sampai selesai, juga kepada Thobias

Tuka, SH dan Alianca Soares, SP yang membantu dalam proses penelitian di

lapangan serta Stepivany Weking, SP dan Arnyl Puai, SP yang telah mengirimkan

benih tanaman dari kupang, Emerensiana Uge SP, Sheyla Tunya Raga, SP terima

kasih untuk doanya.

Teman-teman Magister Agroteknologi angkatan 2014, Ibu Santhi, Pak

Budha, Pak Asep, Ferdy, Ibu Widhia, Ibu Yudha, Ibu Ratna, Pak Celes, Ida, Decio

terima kasih untuk semangat dan dukungannya, juga kepada pegawai Magister

Agroteknologi Program Pascasarjana Universitas Udayana Pak Ketut Mertadana,

Ibu Komang Sukerni, Ibu Made Wirati, terima kasih untuk bantuan dan

keramahannya selama penulis menempuh pendidikan.

Terima kasih dan doa untuk kedua Almarhum orang tua (Bapak Fransiskus

Bou dan Mama Yosefina Fetok dan Almarhum K Alex), serta keluarga yang selalu

mendukung K Alo, K Abel, K Theo, K Mandus, K Avi, Nitha, Rena, K Ian, K

Agnes, Mama dan Bapak di atambua juga Ely Oktama Sijabat, S.Kom, terima

kasih atas semua doa, dukungan baik moril dan materil serta semangatnya.

Semoga Tuhan Yang Maha Murah membalas kebaikan dan ketulusan pada

semua pihak yang telah membantu.

Denpasar, 08 Agustus 2016

Penulis

vii
ABSTRAK

Lahan kering dicirikan oleh ketersediaan air yang terbatas sehingga sangat
tergantung pada curah hujan (jumlah dan distribusinya), dan kualitas tanah yang
rendah. Upaya untuk memperbaiki kualitas tanah tersebut dapat dilakukan melalui
pembenaman biomas legum penutup tanah (LPT). Umur panen (kemudian
dibenamkan) dan jenis LPT menentukan nutrisi dalam biomas, yang akhirnya
mempengaruhi kualitas tanah. Percobaan lapang telah dilakukan untuk meneliti
pengaruh umur panen dan jenis LPT terhadap kualitas tanah di lahan kering di
desa Sengguan, kabupaten Gianyar, provinsi Bali mulai bulan Agustus sampai
Desember 2015. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan tiga
ulangan. Perlakuan terdiri atas umur panen LPT (yang kemudian dibenamkan)
(3,6 dan 9 minggu setelah panen atau MST) yang merupakan faktor pertama, dan
jenis LPT (Mucuna pruriens L. (kara), Crotalaria juncea L.(orok-orok), dan
Phaseolus lunatus L. (kacang arbila) sebagai faktor kedua. Hasil penelitian
menujukkan bahwa pembenaman biomas LPT nyata (P<0,05) meningkatkan
kualitas (fisik, kimia dan biologis) tanah. Mucuna pruriens dan Phaseolus lunatus
yang dipanen kemudian dibenamkan pada umur 3 MST nyata (P<0,05) jika
dipanen pada umur 9 MST pengaruhnya lebih nyata pada peningkatan kualitas
fisik ( berat isi dan porositas) tanah. Kadar air tanah meningkat ketika Phaseolus
lunatus dipanen kemudian dibenamkan pada umur 3 MST sedangkan aktivitas
mikroba (ditunjukkan oleh respirasi tanah) meningkat ketika Mucuna pruriens
dipanen pada umur yang sama.

Kata kunci : Umur panen, jenis legume penutup tanah (LPT), kualitas tanah,
lahan kering.

viii
ABSTRACT

Dryland is characterized by limited water resources, it depends on amount


and disribution of rainfall and its low quality of soil. Effort on impovement of soil
quality have been repoted could be done through incorporating biomas of legume
cover crops (LCC). Time of harvesting (then incorporated) and types of LCC
determine the nutrients in the biomass, which finally affects the soil quality. A
field experiment was conducted to study the effects of time of harvesting and
types of LCC on soil quality in dryland farming area in the village of Sengguan,
Gianyar regency, Bali province from August to December 2015. The experiment
was arranged in a completely randomize block design with three replications. The
treatments were the times of harvesting (or then incoporation) (3, 6 and 9 weeks
after sowing or WAS) was assigned as the first factor while types of LCC
(Mucuna pruriens L. (kara), Crotalaria juncea L.(orok-orok), and Phaseolus
lunatus L. (kacang arbila) as the second treatment factor. Results of experiment
indicated that incorporated LCC biomass signficantly (P<0.05) increased soil
quality (physically, chemically and biologically). Mucuna pruriens and
Phaseolus lunatus harvested and then incorporated at 3 WAS significantly
(P<0.05) increased chemical (organic-C, total-N, available K) quality of the soil,
while when harvested 9 WAS the effects were more significant on physical (bulk
desity and porosity) quality. Soil moisture content increased when Phaseolus
lunatus was harvested and incorporated at 3 WAS, while microbial activities
(indicated by soil respiration) increased when Mucuna pruriens was treated at the
same time.

Key words : Times of harvesting, types of legume cover crops (LCC), soil
quality, dryland.

ix
DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM.......................................................................................... i
PRASYARAT GELAR.................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI................................................................. iv
SURAT PERNYATAAN.................................................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................ vi
ABSTRAK....................................................................................................... viii
ABSTRACT.................................................................................................... ix
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum............................................................ 5
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian............................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Karakteristik Pertanian Lahan Kering................................. 6
2.2 Kualitas Tanah..................................................................... 7
2.3 Tanaman Legum Penutup Tanah......................................... 8
2.4 Umur Panen Legum Penutup Tanah.................................... 13

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS


PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir............................................................... 15
3.2 Konsep Penelitian................................................................ 19

3.3 Hipotesis Penelitian............................................................. 21

x
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian.......................................................... 22

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................... 22


4.3 Bahan dan Alat Penelitian................................................... 23
4.4 Pelaksanaan Percobaan........................................................ 23
4.5 Pengamatan......................................................................... 25
4.5.1 Produksi LPT............................................................. 25
4.5.2 Analisis Kualitas Tanah............................................. 26
4.6 Analisis Data Penelitian...................................................... 29

BAB V HASIL PENELITIAN


5.1 Pengaruh Interaksi Umur Panen dan LPT........................... 30
5.1.1 Berat biomassa LPT................................................... 32
5.1.2 C-organik tanah.......................................................... 33
5.1.3 N-total tanah.............................................................. 34
5.1.4 P-tersedia tanah.......................................................... 34
5.1.5 K-tersedia tanah......................................................... 35
5.1.6 Kadar air tanah........................................................... 36
5.1.7 Berat volume tanah.................................................... 36
5.1.8 Porositas tanah........................................................... 37
5.1.9 Respirasi Tanah.......................................................... 38
5.2 Pengaruh Umur Panen dan Jenis LPT................................. 38
5.3 Perhitungan Indeks Kualitas Tanah..................................... 39
BAB VI PEMBAHASAN........................................................................ 41
BAB VII PENUTUP
7.1 Simpulan.............................................................................. 51
7.2 Saran................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

4.1 Faktor Pembatas dan Pembobotan Relatif Indikator Kualitas Tanah. . . 28

4.2 Kualitas tanah berdasarkan 10 minimum data set (MDS).................... 29

5.1 Signifikansi pengaruh perlakuan umur panen (U) dan jenis legum
penutup tanah (LPT) (C) serta interaksinya (UxC) terhadap variabel
biomas dan kualitas tanah .................................................................... 32

5.2 Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT terhadap berat
biomas segar ha-1................................................................................... 32

5.3 Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT terhadap
C-organik tanah (%).............................................................................. 33

5.4 Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT terhadap
N-total tanah (%)................................................................................... 34

5.5 Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT terhadap
P-tersedia tanah (ppm).......................................................................... 34

5.6 Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT terhadap
K-tersedia tanah (ppm)......................................................................... 35

5.7 Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT terhadap
kadar air tanah (%)................................................................................ 36

5.8 Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT terhadap
Berat volume tanah (g/cm3).................................................................. 36

5.9 Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT terhadap
porositas tanah (%)............................................................................... 37

5.10 Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT terhadap
respirasi tanah (Mg C-CO2).................................................................. 38

5.11 Pengaruh faktor tunggal umur panen dan jenis LPT terhadap
Berat kering biomasa dan pH tanah...................................................... 38

5.12 Perhitungan indeks kualitas tanah, pengaruh umur panen dan jenis
LPT terhadap perbaikan kualitas tanah................................................. 40

xii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Uraian Halaman

2.1 Tanaman LPT M. pruriens(daun, polong, biji dan bintil akar)............ 10

2.2 Tanaman LPT C. juncea (daun, polong, biji dan bintil akar).............. 11

2.3 Tanaman LPT P. lunatus (daun, polong, biji dan bintil akar).............. 12

3.1 Bagan Kerangka Berpikir.................................................................... 18

3.2 Bagan Kerangka Konsep Penelitian.................................................... 20

4.1 Tata Letak Denah Percobaan .............................................................. 24

5.1 LPT Crotalaria juncea pada umur 33 hst............................................ 31

5.2 LPT Mucuna pruriens pada umur 33 hst............................................. 31

5.3 LPT Phaseolus lunatus pada umur 33 hst............................................ 31

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Halaman

1. Hasil Analisis Tanah Sebelum Percobaan................................................. 57

2. Hasil Analisis Kandungan Kimia Beberapa Jenis Legum Penutup Tanah 57

3 Analisis ragam N total tanah, P-tersedia dan K-tersedia tanah................ 58

4 Foto tahapan kegiatan penelitian.............................................................. 59

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan yang tidak pernah

tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau

sepanjang waktu (Hidayat dan Mulyani, 2002). Notohadiprawiro (2003)

menyatakan bahwa ciri utama dari lahan kering adalah rendahnya persediaan

antara curah hujan tahunan dan tingginya evapotranspirasi. Ciri lain dari lahan

kering yaitu ketersediaan bahan organik yang rendah serta kesuburan tanah

yang rendah (Abdurachman et al., 2008). Dariah et al. (2002); Supriyadi

(2008) menjelaskan bahwa rendahnya bahan organik disebabkan oleh erosi

tanah, pembakaran serasah, pengangkutan bahan organik ke luar lahan

pertanian, serta tingginya suhu menyebabkan dekomposisi bahan organik yang

cepat, sehingga kandungan bahan organik dalam tanah sulit mencapai

potensinya (Sanchez, 1992). Disamping itu kemampuan tanah untuk

menyediakan hara turut dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik dalam

tanah (Wijanarko et al., 2012).


Memperhatikan kondisi tersebut, salah satu upaya yang dapat

dilakukan yaitu menambahkan bahan organik ke dalam tanah. Menurut

Supriyadi (2008) bahan organik menjadi salah satu kunci untuk kegiatan

budidaya di lahan kering. Bahan organik turut memberi pengaruh terhadap

perbaikan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi tanah

(Sutanto 2002). Salah satu sumber bahan organik yang potensial digunakan

yaitu dari leguminosa penutup tanah (LPT).

1
2

Leguminosa penutup tanah merupakan jenis leguminosa yang

digunakan secara khusus untuk memperbaiki tanah, pemanfaatan LPT selama

ini hanya terbatas sebagai tanaman konservasi untuk melindungi tanah dari

ancaman erosi (Arsyad, 2010). Disamping itu Rachman et al. (2006)

menjelaskan ternyata LPT juga dapat menjadi sumber bahan organik di lahan

kering dikarenakan kandungan C/N yang rendah sehingga mudah

terdekomposisi dan cepat untuk menyediakan hara. Hasil penelitian di lahan

kering di daerah Kupang NTT menunjukkan bahwa LPT mampu

meningkatkan simpanan C-organik tanah dan hasil tanaman jagung di lahan

kering sehingga menjadi alternatif dalam pengelolaan kesuburan tanah di

lahan kering (Mateus, 2014).


Beberapa jenis LPT yang umumnya ditemukan di daerah tropis seperti

kara (Mucuna pruriens), orok-orok (Crotalaria juncea L), dan kacang arbila

(Phaseolus lunatus L). Jenis LPT ini umumnya terdapat pada lahan kering

yang sedang diberakan, sehingga bila potensi tersebut dimanfaatkan secara

optimal tentunya akan memberikan pengaruh yang baik untuk tujuan

perbaikan kualitas tanah di lahan kering.


Sesuai dengan penelitian Dewi et al. (2014) menunjukkan bahwa

penggunaan bahan organik dari beberapa jenis LPT dapat menggantikan

penggunaan urea dalam penyediaan unsur N oleh Dolichos labab (66%),

Phaseoulus lunatus (33%), dan Mucuna pruriens (28%). Penelitian lain oleh

Basuki et al. (2011) menyatakan bahwa pengembalian biomasa LPT seperti

Mucuna sp berpengaruh positif terhadap perbaikan sifat fisik tanah seperti

berat volume, kalium tanah, dan C-organik tanah. Hasil ini juga diperkuat oleh
3

penelitian Agung et al. (2015) yang menemukan bahwa pemanfaatan LPT

Pueraria javanica, L yang dibenamkan selama 30 hari setelah panen mampu

memperbaiki kualitas tanah di lahan kering.


Pemanfaatan LPT sebagai sumber bahan organik untuk perbaikan

kualitas tanah di lahan kering akan memberikan hasil yang optimal bila umur

panen LPT diperhatikan. Umur panen merupakan aspek yang erat

hubungannya dengan fase pertumbuhan tanaman, yang mempunyai relevansi

yang akurat dengan produksi dan kandungan nutrisi dalam biomasa (Salisbury

dan Ross 1991). Penentuan umur panen yang tepat sangat diperlukan untuk

menjamin banyaknya nutrisi yang ditambat dan dimanfaatkan oleh tanaman

untuk pertumbuhannya (Koten et al., 2013).


Umur panen yang berbeda akan mempengaruhi kandungan nutrisi pada

biomasa tanaman, seperti nitrogen pada tanaman orok-orok, kandungan N

maksimum terjadi saat sebelum awal masa pembungaan (Anonimous 2002).

Sesuai hasil penelitian Noviastuti (2006) bahwa kandungan hara pada biomasa

tanaman berbeda-beda sesuai dengan umur tanaman, pada umur 14 hari

setelah tanam, tanaman orok-orok mengandung 5,25% N dan 69,55% bahan

organik, pada umur 30 hari setelah tanam mengandung 4,29% N dan 66,85%

bahan organik, sedangkan pada saat umur 42 hari setelah tanam mengandung

2,49% N dan 66,78% bahan organik.


Kenyataan di atas menunjukkan bahwa umur tanaman berpengaruh

terhadap kandungan nutrisi dalam biomasa tanaman. Jenis tanaman seperti

kacang kedelai, ercis dan kacang tanah, menunjukkan laju penambatan

nitrogen yang tinggi pada awal pertumbuhan, namun setelah pembungaan


4

ketika permintaan nitrogen dalam buah dan biji yang berkembang meningkat,

kandungan nitrogen pada daun menjadi berkurang (Salisbury dan Ross, 1991).
Keunggulan LPT dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas

tanah di lahan kering. Hasil penelitian penggunaan LPT di lahan kering belum

banyak tersedia, oleh karena itu dilakukan penelitian yang berjudul Pengaruh

Umur Panen Legum Penutup Tanah Tropis Terhadap Kualitas Tanah di Lahan

Kering
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka beberapa masalah yang

akan dijawab dalam penelitian ini adalah :


1. Apakah biomasa LPT Crotalaria juncea, Mucuna pruriens, dan Phaseolus

lunatus berpengaruh terhadap kualitas tanah di lahan kering?


2. Kapan umur panen yang tepat yang memberikan biomasa LPT Crotalaria

juncea, Mucuna pruriens, dan Phaseolus lunatus yang tertinggi dan

memberikan kualitas tanah terbaik?


3. Jenis LPT Crotalaria juncea Mucuna pruriens, dan Phaseolus lunatus pada

umur panen 3, 6, dan 9 minggu setelah tanam (mst) yang memberikan

kualitas tanah terbaik?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan umum untuk meneliti

pengaruh penggunaan LPT dalam pengelolaan lahan kering.


1.3.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan khusus sebagai berikut:
1. Mendapatkan jenis LPT yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kualitas tanah di lahan kering.


2. Mendapatkan umur panen LPT yang tepat untuk meningkatkan

kualitas tanah di lahan kering.


3. Memperoleh jenis LPT dan umur panen yang tepat untuk

meningkatkan kualitas tanah di lahan kering.


5

1.4 Manfaat Penelitian


Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya penggunaan jenis LPT untuk

peningkatan kualitas tanah di lahan kering. Secara praktis diharapkan

bermanfaat bagi peningkatan kesuburan tanah dan peningkatan hasil tanaman

di lahan kering.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Pertanian Lahan Kering


Pengertian lahan kering menurut Notohadiprawiro (2006) merupakan

lahan yang digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara

terbatas hanya mengharapkan curah hujan. Kesepakatan pengertian lahan

kering dalam seminar nasional pengembangan wilayah lahan kering ke III di

Lampung, menyebutkan bahwa lahan kering (upland dan rainfed) adalah

hamparan lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air, baik secara

permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi

(Suwardji, 2003 dalam Femi, 2011).


Secara umum, lahan kering memiliki kesuburan tanah yang rendah,

dipengaruhi oleh rendahnya bahan organik sebagai akibat dari pengelolaan

lahan pertanian tanpa menyertakan penggunaan bahan organik

(Abdurachman et al., 2008). Ditambahkan oleh Notohadiprawiro (2006)

bahwa praktek ladang berpindah dengan membakar serasah, serta budidaya

pada daerah berlereng dengan mengabaikan kaidah konservasi tanah

menyebabkan hilangnya lapisan olah yang berdampak pada penurunan

kesuburan tanah di lahan kering.


Peningkatan kesuburan tanah di lahan kering dapat dilakukan dengan

penggunaan bahan organik. Penggunaan bahan organik yang dilakukan

selain untuk memperbaiki kesuburan tanah juga berperan dalam usaha tani

konservasi dengan memanfaatkan LPT. Sutanto (2002) menyatakan bahwa

penggunaan bahan organik seperti LPT mampu memperbaiki sifat-sifat tanah

6
7

baik secara fisik, kimia dan biologi tanah yang akhirnya berdampak pada

peningkatan produktivitas tanah dan ketahanan tanah terhadap erosi.

Pemanfaatan tanaman LPT diharapkan mampu mencukupi kebutuhan hara

pada ekosistem lahan kering dengan berorientasi pada pertanian lahan kering

yang berkelanjutan (Nulik et al., 2013).


2.2 Kualitas Tanah
Kualitas tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk berfungsi dalam

berbagai ekosistem untuk mendukung produktivitas biologi, mempertahankan

kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan manusia dan hewan (Doran

dan Parkin 1994). Pengertian kualitas tanah mengandung 3 makna yaitu, 1)

produksi berkelanjutan; 2) terciptanya kualitas lingkungan yang baik; dan 3)

kesehatan makhluk hidup.


Paramater yang digunakan untuk menilai kualitas tanah secara fisik

yaitu tekstur, bobot isi tanah, kapasitas infiltrasi, kadar air tanah dan

temperatur tanah. Secara kimia: C-organik tanah, pH, konduktivitas tanah

serta hara makro dan mikro. Secara biologi, biomassa mikroba (C dan N),

potensi N yang dapat dimineralisasi serta respirasi tanah (Doran dan Parkin,

1994).
Goenadi (2014) menyatakan bahwa prinsip dasar dalam penilaian mutu

tanah adalah bahwa indikatornya harus mudah diukur, mampu

mengekspresikan perubahan fungsi tanah, tidak perlu waktu lama dalam

penetapannya, mewakili sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, serta peka

terhadap perubahan iklim dan pengelolaan tanah. Tanah yang memiliki

kualitas yang tidak baik mempunyai faktor penghambat yang banyak dari pada

tanah yang sehat. Peran LPT terhadap perbaikan kualitas tanah yaitu sebagai
8

penyumbang bahan organik, membantu mengurangi erosi tanah dan menekan

pertumbuhan gulma (Arsyad, 2010).


Secara umum di lapangan terdapat banyak sifat-sifat tanah yang

potensial untuk dijadikan indikator kualitas tanah, namun pemilihan sifat-sifat

tanah yang digunakan sebagai indikator kualitas tanah sangat bergantung pada

tujuan evaluasinya. Karlen et al. (1997) dalam Mateus, (2014) menyatakan

bahwa untuk mengimplementasikan penilaian kualitas tanah, perlu dilakukan

identifikasi indikator-indikator yang sensitif terhadap produksi pertanian.


2.3 Tanaman Legum Penutup Tanah
Legum penutup tanah (LPT) merupakan tanaman yang ditanam dengan

tujuan untuk melindungi tanah dari pukulan air hujan serta berfungsi untuk

memperbaiki sifat kimia dan fisika tanah sehingga dapat dijadikan tanaman

pionir untuk merehabilitasi lahan kritis (Arsyad, 2010). Salah satu ciri penting

legum penutup tanah tropis adalah kemampuannya mengubah N dari udara

menjadi bentuk yang tersedia untuk dimanfaatkan oleh tanaman (Nulik et al.,

2013).
Selama ini pemanfaatan LPT umumnya dikembangkan pada areal

perkebunan kelapa sawit dan karet dengan tujuan untuk mempertahankan

lengas tanah, hal ini dikarenakan kemampuannya dalam membentuk tajuk

yang mampu menutup permukaan tanah dengan baik dan melindungi tanah

dari ancaman erosi (Arsyad, 2010). Namun beberapa hasil studi menyebutkan

bahwa peran LPT tidak hanya sebatas pada konservasi namun lebih pada

penyediaan bahan organik yang berperan dalam perbaikan kualitas tanah serta

mendukung pertumbuhan tanaman khsususnya di lahan kering (Mateus,

2014). Dewi et al. (2014) juga menemukan bahwa pemberian bahan organik
9

beberapa jenis LPT dapat menggantikan pupuk urea dalam penyediakan unsur

N sebesar 66% oleh (Dolichos labab), 36% (Phaseolus lunatus), 30%

(Psophocarpous tetragonolubus) dan 28% (Mucuna pruriens).


Ada beberapa kriteria yang diperlukan dalam pemilihan LPT,

diantaranya mempunyai produksi biomassa yang tinggi, sistem perakaran yang

dalam, pertumbuhan awal yang cepat, mampu memfiksasi N, mempunyai

hubungan yang baik dengan mikoriza, memanfaatkan air secara efisien, bukan

sebagai inang tanaman hama, pembentukan biji mudah dan bersifat multiguna

(sebagai penutup tanah, penyubur tanah, dan sebagai pakan ternak) dan harus

memiliki kemampuan beradaptasi di lahan kering dan tahan terhadap

pangkasan (Sutanto, 2002; Arsyad, 2010).


Peranan LPT dalam perbaikan kualitas tanah telah mendapat banyak

perhatian, dikarenakan sumbangan hara seperti nitrogen sebagai unsur hara

makro dan esensial bagi tanaman (Gardner et al., 1991). Hasil penelitian

Ratnawaty dan Riwu Kaho (2011) menemukan bahwa bahwa ada sumbangan

unsur hara seperti N dari LPT yang ditanam sebelumnya terhadap tanaman

jagung pada pertanaman berikutnya.


Berikut karakteristik LPT yang digunakan dalam penelitian adalah

sebagai berikut :
1. Mucuna pruriens (Kacang kara/koro benguk)
Mucuna pruriens dikenal dengan nama lokal kacang koro,

merupakan tanaman yang tumbuh merambat dan melilit termasuk

tanaman semusim. Tanaman ini memiliki daun yang lebar dan tajuk yang

tebal, bunga berwarna ungu dan polongnya berwarna hitam, bijinya

berukuran besar. Spesies ini berasal dari Amerika Selatan serta mempunyai

penyebaran yang sangat luas di daerah tropis. Dapat tumbuh pada tanah
10

masam, beradaptasi baik pada tanah-tanah dengan tingkat kesuburan yang

rendah dan tahan kekeringan (Acosta, 2009). Mucuna pruriens dapat

digunakan sebagai pengisi lahan bera di musim kemarau, karena

kemampuan beradaptasi di lahan kering.


Mucuna pruriens, dikenal di seluruh dunia sebagai tanaman LPT

atau pupuk hijau untuk menjaga kesuburan tanah dan pengendalian gulma

(gambar 2.1). Berbagai keuntungan dari tanaman ini telah menyebabkan

diterapkan secara luas di banyak negara bagian di Amerika Tengah dan

Afrika. Di India Mucuna pruriens merupakan tanaman budidaya yang

dipelihara sebagai tanaman penyubur tanah (Acosta, 2009).

a b c
Gambar 2.1
a) Tanaman LPT Mucuna pruriens L b) polong dan biji;
c) bintil akar pada umur 3 minggu
Pengalaman petani di Honduras utara yang menggunakan Mucuna

pruriens sebagai tanaman penutup tanah bersama dengan tanaman jagung

mendapatkan hasil panen 2,6 3,3 ton/ha, hasil ini dua kali lipat dari

angka rerata nasional di negara itu tanpa menggunakan pupuk kimia, yang

menyebabkan teknik ini menyebar secara cepat di Negara tersebut

(Reijntjes et al.,1999).
2. Crotalaria juncea L. (Krotalaria/Orok-orok)
Tanaman orok-orok sejak dahulu digunakan sebagai pupuk hijau

setelah panen selesai. Tanaman ini memiliki biomassa yang tinggi, serta

mempunyai kandungan N yang tinggi pula yaitu 3,01% serta cukup lunak
11

untuk dimanfaatkan sebagai pupuk hijau. Pada tahun tujuh puluh-an

tanaman orok-orok ditanam setelah tanaman tembakau dipanen, yang

kemudian pemanfaatannya dilakukan dengan pembenaman saat

pengolahan tanah dengan tujuan untuk mengembalikan kesuburan tanah

(Suntoro, 2009).

a b c
Gambar 2.2
a) tanaman LPT Crotalaria juncea L, b) biji; c) bintil akar umur 3 minggu
Penggunaan tanaman orok-orok sebagai penyubur tanah tidak lagi

mendapat perhatian sejak diperkenalkan pupuk dan herbisida yang relatif

murah dan mudah, petani dan perusahaan mulai meninggalkan tanaman ini

dengan alasan petani tidak rela mengorbankan lahannya untuk ditanami

tanaman yang tidak memiliki nilai ekonomis (Rachman et al., 2006).


3. Phaseolus lunatus L. (Arbila/Koro Krotok)
Phaseolus lunatus L. merupakan salah satu LPT yang berasal dari

benua Amerika, yang biasanya hidup pada padang penggembalaan alam.

Di Pulau Timor, LPT ini dikenal dengan nama arbila. Arbila tumbuh

merambat dengan daya adaptasi yang cukup luas terhadap lingkungan

tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran

tinggi, tahan terhadap kekeringan, dapat tumbuh hampir di semua jenis

tanah, toleran terhadap tanah asam (Koten et al., 2013).


12

a b c
Gambar 2.3
a) tanaman LPT Phaseolus lunatus L, b) polong dan biji
c) bintil akar umur 3 minggu;
Hasil penelitian Mateus (2014) menemukan bahwa jenis LPT

Phaseolus lunatus L. dan Crotalaria usaramoensis, L yang dijadikan

sebagai tanaman bera dalam sistem pemberaan lahan budidaya pertanian,

dapat meningkatkan simpanan C-organik tanah (soil organic carbon,

SOC) masing-masing sebesar 63,18% (86,70 t/ha) dan 63,16% (86,69 t/

ha). Peningkatan simpanan C-organik tanah secara nyata meningkatkan

kualitas tanah.
2.4 Umur Panen Legum Penutup Tanah
Pemanfaatan LPT untuk perbaikan kesuburan tanah akan lebih optimal

bila memperhatikan umur panen LPT yang akan dimanfaatkan sebagai

penyubur tanah, hal ini bertujuan agar jumlah nutrisi yang ada dalam biomasa

dapat memberikan manfaat serta secara nyata meningkatan kualitas tanah.

Salisbury dan Ross (1991) meneliti mengenai pengaruh umur tanaman

terhadap penambatan Nitrogen. Dicontohkan pada 3 jenis tanaman kacang

yaitu kedelai, ercis, dan kacang tanah semuanya menunjukkan laju

penambatan N tertinggi, namun setelah pembungaan ketika permintaan akan

nitrogen di dalam biji dan buah meningkat, kandungan nitrogen pada daun

menjadi berkurang. Sehingga bila tujuan pemanfaatan LPT untuk perbaikan


13

kualitas tanah, maka diarahkan untuk memanen tanaman sebelum memasuki

fase pembungaan guna mengoptimalkan nutrisi yang terkandung dalam

biomasa.
Hubungan umur panen dengan nutrisi dalam biomasa tanaman,

Anonymous (2002) menyatakan bahwa kandungan nitrogen maksimum dalam

tanaman orokorok terjadi pada saat sebelum masa pembungaan. Hal ini

diperjelas oleh hasil penelitian Noviastuti (2006) bahwa kandungan hara pada

biomasa tanaman berbeda-beda sesuai dengan umur tanaman, pada umur 2

minggu setelah tanam, tanaman orok-orok mengandung 5.25% N dan 69.55%

bahan organik, pada umur 4 minggu setelah tanam mengandung 4.29% N dan

66.85% bahan organik, sedangkan pada saat umur 6 minggu setelah tanam

mengandung 2.49% N dan 66.78% bahan organik.


Hasil percobaan juga membuktikan bahwa translokasi unsur hara

nitrogen dalam beberapa fase pertumbuan tanaman Vicia faba menunjukkan

perpindahan N yang tinggi pada bunga dan biji dari daun secara besar-besaran

bila tanaman telah memasuki fase generatif (Salisbury dan Ross, 1991).

Penentuan umur panen yang tepat akan menentukan jumlah kandungan hara

yang disumbangkan ke dalam tanah, serta lebih menghemat waktu untuk

memulai menanam tanaman berikutnya. Rachman et al. (2006) menyatakan

bahwa LPT seperti Sesbania rostrata dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau

pada pertanaman padi sawah dengan menanam tanaman ini di sawah dan

dapat dipangkas saat berumur 7 sampai 8 minggu setelah tanam, kira-kira

tanaman sudah berbunga.


BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir


Secara umum lahan kering memiliki kualitas tanah yang rendah.

Menurut Abudurachman et al. (2008) rendahnya bahan organik yang disertai

dengan tingginya erosi tanah menjadi penyebab degradasi tanah pada lahan

kering. Faktor lain berupa praktek pertanian yang mengangkut hasil panen

keluar lahan, tingginya suhu tanah serta pemberaan lahan tanpa tanaman

menjadi faktor yang turut berpengaruh pada rendahnya kualitas tanah di lahan

kering (Sanchez, 1992; Supriyadi, 2008).


Upaya perbaikan dapat dilakukan dengan pemberian bahan organik.

Bahan organik menjadi kunci dalam perbaikan kualitas tanah di lahan kering

(Supriyadi, 2008). Salah satu jenis bahan organik yang potensial untuk

digunakan dalam peningkatan kualitas tanah lahan kering yaitu legum penutup

tanah (LPT). LPT menjadi alternatif karena produksi biomasa yang tinggi,

rasio C/N rendah, mudah dan murah untuk dipelihara serta dapat beradaptasi

di lahan kering (Rachman et al., 2007).


Dekomposisi biomasa LPT yang dibenamkan akan memberikan

pengaruh terhadap fisik tanah seperti perbaikan struktur tanah, penambahan

bahan organik juga akan meningkatkan populasi mikroba tanah seperti jamur

dan actynomicetes yang akan mengikat butir-butir primer tanah sehingga

terbentuk agregat tanah yang mantap dan berpengaruh terhadap kemampuan

tanah dalam menahan air. Dekomposisi bahan organik juga akan menyebabkan

tersediannya hara seperti N melalui proses nitratasi yang hasil akhir berupa

14
15

nitrat yang akan diserap oleh akar tanaman (Suntoro, 2003), disamping itu

terjadi peningkatan kandungan C-organik tanah dan peningkatan P karena

terjadi pelepasan P yang terikat oleh Al dan Fe oleh aksi asam organik hasil

dekomposisi bahan organik (Hairiah et al., 2000)


Beberapa jenis LPT yang dapat dibudidayakan di lahan kering yaitu

seperti Mucuna pruriens (kacang koro), Crotalaria juncea L (orok-orok), dan

Phaseoulus lunatus L (arbila/koro krotok). Pemanfaatan LPT memiliki

keuntungan karena memiliki rasio C/N yang rendah sehingga mudah untuk

terdekomposisi dan lebih cepat menyediakan hara (Sutanto, 2004). Penelitian

Dewi et al. (2014) menemukan bahwa jenis LPT Phaseolus lunatus

memberikan sumbangan N sebesar 33% serta mampu menggantikan

penggunaan pupuk urea.


Kenyataan di atas juga didukung oleh hasil penelitian Mateus (2014)

bahwa penggunaan biomasa LPT seperti Phaseolus lunatus L dan Crotalaria

usaramoensis L yang dibenamkan 10 hari sebelum penanaman jagung di lahan

kering di Kupang NTT ternyata mampu meningkatkan simpanan C-organik

tanah masing-masing sebesar 63,18% (86,70 t ha-1) dan 63,16% (86,69 t ha-1)

dan kualitas tanah serta peningkatan hasil jagung bobot pipilan jagung kering

sebesar 88,17% (7,00 t ha-1) dan 86,29% (6,93 t ha-1)


Untuk mengoptimalkan kandungan nutrisi yang terkandung dalam

biomasa LPT maka umur panen perlu diperhatikan. Penentuan umur panen

yang tepat sangat diperlukan untuk menjamin banyaknya nutrisi yang

dikandung dalam biomasa LPT sebelum dibenamkan ke dalam tanah untuk

perbaikan kualitas tanah. Penentuan umur panen erat hubungannya dengan


16

fase pertumbuhan tanaman, yang mempunyai relevansi yang kuat dengan

produksi dan kandungan nutrisi dalam biomasa (Salisbury dan Ross, 1991).
Kandungan nutrisi dari biomasa yang digunakan yaitu, LPT Crotalaria

juncea L (orok-orok) memiliki kandungan N total yang tinggi, serta C/N dan

lignin yang lebih rendah masing-masing (4,19% ; 9,26 ; 9,64%) dibandingkan

dengan Phaseolus lunatus L, (3,48%; 10,37 ; 11,32%) serta Mucuna pruriens

(3,21% ; 14,35 ;11,52%), kualitas bahan organik akan sangat menentukan

cepat atau lambatnya proses dekomposisi serta jumlah hara yang

disumbangkan ke dalam tanah (Mateus, 2014). Penentuan umur panen yang

tepat sangat diperlukan untuk menjamin banyaknya nutrisi yang ditambat dan

dimanfaatkan oleh tanaman (Koten et al., 2013).


Penelitian Rachman et al. (2007) menunjukkan bahwa LPT seperti

Sesbania rostrata dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau pada pertanaman

padi sawah dengan cara menanam tanaman ini di sawah saat berumur 7

sampai 8 minggu setelah tanam, kira-kira sampai tanaman sudah berbunga

sebelum dibenamkan. Secara skematis kerangka berfikir dalam penelitian ini

dapat disajikan pada Gambar 3.1 di bawah ini.


17

Kualitas tanah di lahan kering yang rendah

Disebabkan oleh :
1. Penggunaan tanah secara terus-menerus tanpa ada upaya
perbaikan.
2. Rendahnya kandungan bahan organik dalam tanah
3. Pengangkutan bahan organik ke luar lahan pertanian

Upaya memperbaiki, salah satunya dilakukan dengan (LPT)


Karena :
Sumber bahan organik (Rachman et al,. 2007); Produksi
biomasa yang tinggi, rasio C/N yang rendah, memperbaiki
sifat fisik, kimia & biologi tanah (Suntoro, 2003) serta
peningkatan hasil jagung di lahan kering (Mateus, 2014).

Jenis LPT yang digunakan: Pengaturan Umur Panen LPT :


1. Crotalaria juncea 1. 3 minggu setelah tanam
2. Mucuna pruriens 2. 6 minggu setelah tanam
3. Phaseolus lunatus 3. 9 minggu setelah tanam

Alasan memilih jenis LPT ini : Perlu diketahui umur panen LPT:
C/N rendah; sumber bahan organik Berkaitan dengan kandungan
(Rachman et al., 2007) Phaseolus nutrisi dalam biomasa LPT. Umur
lunatus, mampu meningkatkan panen LPT dapat dilakukan
sebelum berbunga. (Salisburry &
serapan N (Dewi et al., 2014);
Ross 1991; Koten et al., 2013).
kualitas bahan organik yang tinggi Namun belum diketahui umur
(Mateus, 2014) yang sesuai untuk panen LPT.

Pembenaman biomasa LPT dengan jenis dan umur panen yang


berbeda selama 21 hari mampu memperbaiki kualitas tanah di
lahan kering. Belum banyak penelitian mengenai pengaruh
umur panen LPT sehingga diharapkan ada peningkatan
kualitas tanah di lahan kering dari hasil penelitian ini yang
ditunjukkan dengan :

Sifat Fisik Tanah : Sifat Kimia Tanah : Sifat Biologi Tanah :


Perbaikan kerapatan isi Peningkatan N, P, K dan C- Adanya peningkatan
tanah, porositas, dan organik dalam tanah aktifitas mikroba dalam
kadar air tanah tanah
Gambar 3.1
Kerangka Berpikir
3.2 Kerangka Konsep
18

Penelitian dilakukan di lahan kering yang sebelumnya merupakan

lahan tegalan dan telah digunakan untuk budidaya tanaman rumput gajah pada

beberapa tahun terakhir. Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa lokasi

penelitian memiliki kualitas tanah yang rendah yaitu P tersedia sangat rendah

10,98 (ppm), N total sangat rendah 0,08% dan K tersedia berada dalam

kondisi sedang (195,46 ppm) serta C-organik tanah dalam kondisi sedang juga

(2,39%). Penelitian diawali dengan persiapan lahan yang seluruhnya terdapat

36 petak. Penelitian dirancang dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK)

dengan 2 faktor dan 3 ulangan , faktor pertama umur panen LPT (3, 6, 9 mst);

faktor kedua jenis LPT (C.juncea L, M.pruriens dan P.lunatus). Lahan yang

telah disiapkan kemudian ditanami dengan benih LPT yang terdiri dari C.

juncea, P. lunatus, dan M. pruriens.


Pemanenan LPT yang pertama dilakukan saat LPT berumur 3 mst,

biomasa yang dipanen ditimbang untuk mengetahui berat segar. Selanjutnya

biomasa LPT dipotong dengan ukuran 3-5 cm dan ditimbang lagi 20-50 gram

untuk analisis berat kering tanaman di laboratorium. Sisa potongan biomasa

LPT kemudian dibenamkan ke dalam tanah pada kedalaman 20 cm. Setelah 21

hari pembenaman, sampel tanah diambil untuk dianalisis di laboratorium

untuk mengkaji kualitas tanah setelah perlakuan biomasa LPT, yang terdiri

dari pengamatan sifat fisik tanah (porositas, berat isi dan kadar air tanah); sifat

kimia (N, P, K) dan sifat biologi tanah (respirasi biologi tanah). Panen kedua

dan ketiga dilakukan pada umur (6 dan 9 mst), perlakuan yang sama dilakukan

seperti pada umur panen yang pertama. Secara skematis dapat disajikan seperti

Gambar 3.2.

Perbaikan kualitas tanah


di lahan kering dengan pemanfaatan biomasa LPT
Menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari
jenis LPT dan umur panen LPT, dengan 3 ulangan.
19

Jenis LPT : Umur Panen LPT


1. Tanpa LPT (C0) 1. 3 Minggu Setelah Tanam (MST)
2. Crotalaria juncea L (C1) 2. 6 Minggu Setelah Tanam (MST)
3. Mucuna pruriens (kacang kara) (C2) 3. 9 Minggu Setelah Tanam (MST)
4. Phaseolus lunatus L (kacang Arbila) (C3)

Panen LPT
3 MST, perhitungan produksi, penimbangan,
pencacahan, pembenaman (21 hari)

Analisis Tanah 6 MST, perhitungan produksi, penimbangan,


pencacahan, pembenaman (21 hari)

9 MST, menghitung produksi, penimbangan,


pencacahan, pembenaman (21 hari)

Sifat Fisik Tanah : Sifat Kimia Tanah : Sifat Biologi Tanah :


kerapatan isi tanah, N, P, K dan C-organik Respirasi Tanah
porositas, dan dalam tanah
kadar air tanah

Gambar 3.2
Konsep Penelitian
20

3.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir dan kerangka konsep yang telah

diuraikan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Biomasa LPT Crotalaria juncea, Mucuna pruriens, dan Phaseolus lunatus

berpengaruh terhadap peningkatan kualitas tanah di lahan kering.


2. Umur panen LPT Crotalaria juncea, Mucuna pruriens, dan Phaseolus

lunatus yang berbeda memberikan pengaruh terhadap kualitas tanah dan

produksi biomasa .
3. Jenis LPT Mucuna pruriens pada umur panen 3 minggu setelah tanam

(mst) dapat meningkatkan kualitas tanah di lahan kering.


BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan percobaan lapang. Percobaan dirancang

dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan faktor perlakuan I saat

umur panen LPT [(umur 3, 6 dan 9 MST (minggu setelah tanam)] dan faktor II

adalah jenis LPT [tanpa LPT (C0), orok-orok (Crotalaria juncea, L) (C1),

kara /koro benguk (Mucuna pruriens) (C2), kacang arbila/koro krotok

(Phaseolus lunatus, L)(C3)]. Semua perlakuan diulang tiga kali sehingga

diperoleh 36 unit percobaan.


4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering di lingkungan Sengguan

Kawan, Banjar Sengguan Kawan, Kelurahan Gianyar, Bali. Lahan ini sudah

lama (beberapa tahun) ditanami rumput gajah serta memiliki kesuburan tanah

yang rendah yaitu P tersedia sangat rendah (10,98 ppm), N total sangat rendah

0,08% serta K tersedia berada dalam kondisi sedang (195,46 ppm). (Lampiran

1). Analisis tanah sebelum penelitian dilakukan di laboratorium untuk

mengetahui status nutrisi tanah awal. Analisis sifat fisik, kimia, dan biologi

tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Universitas Udayana.


Penelitian dilakukan dari bulan Agustus-Desember 2015, dengan

tahapan kegiatan sebagai berikut: Percobaan lapang dilakukan dalam dua

tahap, yaitu tahap I untuk meneliti potensi berbagai LPT, kemudian

dilanjutkan dengan tahap II untuk meneliti pengaruh residu biomasa LPT

terhadap kualitas tanah.


4.3 Bahan dan Alat Penelitian

21
22

Bahan tanaman terdiri dari benih LPT : orok-orok (Crotalaria juncea),

kara (Mucuna pruriens), dan kacang arbila (Phaseolus lunatus). Benih LPT

Mucuna pruriens dan Crotalaria juncea diperoleh dari UD. Tani Jaya,

Ambarawa (Semarang) sedangkan benih Phaseolus lunatus diperoleh dari

petani lokal di Kabupaten Belu, NTT. Lahan yang digunakan adalah lahan

kering banjar Sengguan Kawan, Gianyar, Bali. Bahan yang lain adalah tali

rafia, kantong plastik, label percobaan. Alat yang digunakan meliputi: alat

bercocok tanam, termometer tanah untuk mengukur suhu tanah selama

penelitian, ring sampel, timbangan, oven, kamera, meter, mistar, alat tulis

menulis dan komputer serta peralatan analisis sifat fisik, kimia dan biologi

tanah di laboratorium.
4.4 Pelaksanaan percobaan
Setelah lahan dibersihkan kemudian dibagi menjadi tiga blok. Masing-

masing blok di bagi dalam 12 petak (3 saat panen x 3 jenis LPT) sesuai

perlakuan. Ukuran masing-masing petak adalah 1,5 m x 1 m. Jarak antara blok

0.50 m dan jarak antar petak perlakuan 0,30 m. Selanjutnya dilakukan

penanaman benih LPT secara larikan dengan jarak antar larikan/baris 30 cm

dan dalam barisan 20 cm, terdapat 25 tanaman dalam setiap petak. Denah

percobaan secara lengkap disajikan pada Gambar 4.1.

I III II

1,5 0.50
1 U3C2 U1C3 U2C1 U

U2C3 U3C1 U1C1


0,30
U1C1 U1C1 U2C3
23

U1C2 U2C1 U3C1

U3C1 U2C0 U2C0

U3C0 U3C2 U1C3

U2C1 U2C3 U3C0

U1C0 U2C2 U3C2

U2C2 U1C0 U2C2

U1C3 U1C2 U3C3

U2C0 U3C3 U1C2

U3C3 U3C0 U1C0


Keterangan :
U1 = Umur panen LPT 3 minggu setelah tanam (MST)
U2 = Umur panen LPT 6 minggu setelah tanam (MST)
U3 = Umur panen LPT 9 minggu setelah tanam (MST)
C0 = Tanpa LPT
C1 = LPT Crotalaria juncea
C2 = LPT Mucuna pruriens
C3 = LPT Phaseolus lunatus

Gambar 4.1
Denah Tata Letak Petak Percobaan
Umur panen LPT yang pertama dilakukan setelah tanaman berumur

tiga minggu setelah tanam. Potongan biomasa dari masing-masing petak (dari

3x3 ulangan) tersebut kemudian ditimbang berat segarnya, 20-50 g tanaman

diambil untuk analisis berat kering, kemudian sisa biomasa dibenamkan LPT

tersebut ke dalam tanah (setelah dipotong dengan ukuran 3-5 cm). Sampel

tanah diambil pada kedalaman 20 cm setelah 21 hari biomasa dibenamkan,

kemudian dianalisis di laboratorium. Panen kedua dan ketiga dilakukan

setelah LPT berumur masing-masing 6 (enam) dan 9 (sembilan) minggu


24

setelah tanam (MST). Perlakuan yang sama dilakukan seperti pada panen

pertama.
Pemeliharaan yang dilakukan terhadap tanaman dari sejak tanam

sampai panen adalah menjaga agar tanaman tumbuh dengan baik. Penyiraman

dilakukan setiap hari yaitu pada sore hari. Dalam percobaan ini tidak

dilakukan pemupukan dan penggunaan pestisida.


4.5 Pengamatan
4.5.1 Produksi LPT (berat segar dan berat kering ha-1)
Produksi biomasa LPT setelah panen 3, 6 dan 9 minggu MST.

Berat biomasa segar langsung ditimbang di lapangan, sub contoh (sub

sampel) 30 g - 50 g, dimasukkan dalam kantong kertas, dioven pada

suhu 850C hingga beratnya menjadi konstan dan ditimbang berat

keringnya sehingga diperoleh berat kering total biomas (BK) (yang

dapat diestimasi dari g/m-2 atau kg/m-2), yang akan dihitung dengan

rumus Lakitan (1996) :


BK sub contoh (g)
Total BK (g) = x total BB (g)
BB sub contoh (g)

..................................(1)

4.5.2 Analisis Kualitas Tanah, meliputi:


1. Kualitas fisik tanah:
a. Kadar air tanah (%), metode gravimetri
Kadar air tanah diukur pada awal dan akhir percobaan yang

diketahui dari perbedaan bobot contoh tanah sebelum dan

sesudah dikeringkan, dihitung dengan persamaan, Foth (1995)


BA - BK
KA x 100% .............................................................
BK

(2)
Dimana : KA : kadar air (%)
BA : berat tanah awal
25

BK : berat tanah kering mutlak (105 0C)


b. Berat Volume tanah (g cm-3) dilakukan dengan metode

volumetri (Anonim, 2011). Pengukuran berat volume tanah

dilakukan pada akhir percobaan.


Berat tanah kering oven (g)
BV = .................................
Volume tanah dalam ring (cm -3 )

(3)
c. Porositas tanah (%) dapat dihitung dari berat volume tanah dan

berat jenis partikel sering diasumsikan 2,65 g cm-3 (Puja, 2008).

Pengukuran porositas tanah dilakukan pada akhir percobaan.


Berat Volume Tanah
Porositas 1 x 100% ............................
Berat Jenis Partikel

(4)
2. Kualitas kimia tanah
Parameter sifat kimia tanah yang diukur, meliputi: pH (H 2O)

larutan tanah, C-organik (Walkey & Black), N total (metode

Kjeldahl), P tersedia dan K tersedia (metode Bray). Pengukuran

sifat kimia tanah dilakukan pada awal dan akhir percobaan.


3. Kualitas biologi tanah
Sifat biologi yang diamati di laboratorium adalah: respirasi biologis

tanah (metode evolusi CO2) (Alif dan Nannipieri 1995 dalam

Sardiana , 2014). Sifat biologi tanah diamati pada akhir percobaan.

Sampel tanah diambil pada kedalaman 20 cm dari permukaan tanah

pada 5 titik dalam setiap petakan. Selanjutnya sampel tanah

dicampur sehingga diperoleh sampel komposit untuk analisis di

laboratorium.
4. Penilaian kualitas tanah
Penilaian kualitas tanah meliputi pengukuran sifat, fisik, kimia dan

biologi tanah. Indikator kualitas tanah dipilih dari sifat tanah yang

menunjukkan kapasitas fungsi atau faktor pembatas bagi hasil


26

tanaman. Faktor pembatas tersebut berkisar dari ekstrim hingga

tanpa faktor pembatas dengan pembobotan skala 1 sampai 5 (Tabel

4,1). Batas bawah (bobot 1) untuk sifat tanah yang tidak memiliki

pembatas, dan batas atas (5) untuk sifat tanah dengan banyak faktor

pembatas.
27

Tabel 4.1
Faktor Pembatas dan Pembobotan Relatif Indikator Kualitas Tanah

Faktor pembatas dan bobot relatif


No Indikator Tanpa Ringan Sedang Berat Esktrim
1 2 3 4 5
1 Kadar air tanah (%) >30 20-30 8-20 2-8 <2
2 Bobot Isi (g/cm3) <1,3 1,3-1,4 1,4-1,5 1,5-1,6 >1,6
3 Porositas (%) 20< 18-20 15-18 10-15 <10
4 C-organik tanah (%) 5-10 3-5 1-3 0,5-1 <0,5
5 N total tanah (%) >0,75 0,51-0,75 0,21-0,50 0,10-0,20 <0,10
6 P tersedia tanah (%) >35 26-35 16-25 10-15 <10
7 K tersedia tanah (%) >40 25-40 17-24 5-16 <5
5,8-6,0 atau 5,4-5,8 atau 5,0-5,4 atau <5,0 atau
8 pH >7,0
7,0-7,4 7,4-7,8 7,8-8,2 >8,2
Sumber : (Lal 1994 dalam Sardiana, 2014)

Status kualitas tanah ditentukan dengan menghitung nilai Soil Quality

Rating, yaitu kelas kualitas tanah dihitung berdasarkan penjumlahan bobot nilai

tiap indikator kualitas tanah (Lal, 1994 dalam Sardiana, 2014), dengan

persamaan:

SQR = OM + TP + ER .....................................................................................(5)

Keterangan :

SQR : soil quality rating (rating kualitas tanah)

OM : organic matter (bahan organik)

TP : faktor yang berhubungan dengan sifat kimia dan hara tanah

ER : faktor yang berhubungan dengan penurunan kualitas tanah akibat erosi

Nilai SQR selanjutnya dibandingkan dengan kriteria status kualitas tanah

terkait dengan keberlanjutan sistem pertanian menurut (Lal 1994 dalam Sardiana,

2014), seperti disajikan pada Tabel 4.2 :


28

Tabel 4.2
Kualitas tanah berdasarkan 10 minimum data set (MDS)

Kualitas Tanah Pembobotan relatif Bobot kumulatif


Sangat baik 1 <20
Baik 2 20-25
Sedang (input tinggi) 3 25-30
Buruk (penggunaan lahan lain) 4 30-40
Sangat buruk 5 >40
Sumber : (Lal,1994 dalam Sardiana,2014)
4.6 Analisis Data Penelitian
Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam

(anova) sesuai dengan model dari rancangan yang digunakan, bila perlakuan

berpengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf uji

5% untuk membandingkan rata-rata antar perlakuan yang dicoba (Gomez dan

Gomez, 2007).
BAB V

HASIL PENELITIAN

Secara umum penelitian berlangsung dengan baik. Selama kegiatan

percobaan berlangsung, kendala utama yang dihadapi adalah ketersediaan air

karena penelitian dilakukan pada musim kemarau. Kendala ini dapat teratasi

dengan dilakukan alternatif penyiraman menggunakan air yang diambil dari

rumah di sekitar lokasi penelitian (Lampiran 4). Kondisi ini dapat terlihat dari

keadaan lokasi penelitiaan serta pertumbuhan LPT Clotaria juncea L, Mucuna

pruriens L, dan Phaseolus lunatus L, pada umur 33 HST yang masih mampu

menunjukkan toleransi pada kondisi air yang terbatas (Gambar 5.1, 5.2 dan 5.3).

Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa interaksi perlakuan umur panen

(U) dan jenis LPT (C) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat biomassa segar

ha-1, dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) kualitas sifat fisik tanah yaitu kadar

air, berat volume, dan porositas. Perlakuan umur panen (U) dan jenis LPT (C)

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap N-total tanah dan K-tersedia serta

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap C-organik dan P-tersedia tanah. Interaksi

perlakuan umur panen dan jenis LPT berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap

sifat biologi tanah (respirasi tanah). Perlakuan umur panen secara tunggal

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat biomassa kering oven ha-1, serta

pH tanah, sedangkan perlakuan tunggal jenis LPT berpengaruh nyata (P<0,05)

terhadap pH tanah (Tabel 5.1).

29
30

Gambar 5.1
Perlakuan U2C1 (umur panen 6 MST/jenis LPT Crotalaria juncea)
pada umur 33 hari setelah tanam

Gambar 5.2
Perlakuan U2C2 (umur panen 6 MST/jenis LPT Mucuna pruriens)
pada umur 33 hari setelah tanam

Gambar 5.3
Perlakuan U2C3 (umur panen 6 MST/jenis LPT Phaseolus lunatus)
pada umur 33 hari setelah tanam
31

Tabel 5.1
Signifikansi pengaruh perlakuan umur panen (U) dan jenis legum penutup tanah
(LPT) (C) serta interaksinya (UxC) terhadap variabel biomas dan kualitas tanah

Perlakuan
No. Variabel
U C UxC

1 Berat biomas segar ha-1 ** ** *


2 Berat biomas kering oven ha-1 ** ** TN
3 Kualitas fisik tanah:
Kadar air ** ** **
Berat volume ** ** **
Porositas ** ** **
4 Kualitas kimia tanah:
Kandungan C-organik ** ** *
Kadar N-total ** ** **
Kadar P-tersedia * ** *
** ** **
Kadar K-tersedia
** * TN
pH
5 Kualitas biologis tanah:
Respirasi tanah ** ** **

Keterangan: berpengaruh nyata (P<0,05); ** = berpengaruh sangat nyata (P<0,01); TN =


berpengaruh tidak nyata (P0,05).

5.1 Pengaruh Interaksi antara umur panen dan jenis legum penutup tanah
(LPT)
5.1.1 Berat biomassa segar

Pada umur panen 3 mst berat biomassa M.pruriens tidak berbeda nyata

dengan P. lunatus tetapi 90,21 % lebih berat dari pada C.juncea (Tabel 5.2). Pada

umur 6 mst biomassa M.pruriens tetap lebih berat dibandingkan ke dua jenis yang

lainnya. Pada umur 9 mst biomassa M.pruriens tetap lebih berat dari pada

C.juncea tetapi tidak berbeda nyata dengan P. lunatus.

Tabel 5.2
32

Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT


terhadap berat biomas segar ha-1
Umur panen (mst)
Perlakuan
3 6 9
Jenis LPT

Crotalaria juncea 1,52 e 24,32 c 37,90 b


Mucuna pruriens 15,52 cd 51,37 a 50,47 a
Phaseolus lunatus 8,89 de 18,94 cd 39,93 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%.

5.1.2 C-organik tanah

Pembenaman pada umur panen 3 mst ketiga jenis LPT memberikan kadar

C-organik tanah 0,63-1,18% lebih tinggi dibandingkan tanpa LPT (Tabel 5.3).

Semakin meningkatnya umur panen (6-9 mst), kadar C-organik tanah tidak

berbeda antara tanpa LPT dan dengan LPT. Biomassa jenis LPT memberikan

kadar C-Organik tanah yang berbeda pada pembenaman masing-masing umur

panen kecuali pada umur 9 mst C.juncea memberikan kadar C-Organik tanah

yang lebih tinggi dibandingkan P. lunatus.

Tabel 5.3
Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT
terhadap C-organik tanah (%)

Umur panen (mst)


Perlakuan
3 6 9
Jenis LPT
Tanpa LPT 2,39 d 2,39 d 2,52 cd
Crotalaria juncea 3,19 ab 2,80 bcd 3,06 abc
Mucuna pruriens 3,57 a 2,89 bcd 2,76 bcd
Phaseolus lunatus 3,55 a 2,72 bcd 2,45 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%.
33

5.1.3 N-total tanah

Pada umur panen 3 mst biomassa jenis LPT M. Pruriens dan P. lunatus

memberikan kadar N-tanah lebih tinggi dibandingkan biomassa LPT C. Juncea

ataupun tanpa LPT (Tabel 5.4). Semakin meningkatnya umur panen (6-9 mst),

kadar N-total tanah tidak berbeda antara ketiga jenis perlakuan namun lebih tinggi

bila dibandingkan dengan tanpa LPT.

Tabel 5.4
Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT
terhadap N-total tanah (%)

Umur panen (mst)


Perlakuan
3 6 9
Jenis LPT
Tanpa LPT 0,08 d 0,08 d 0,08 d
Crotalaria juncea 0,21 b 0,20 bc 0,18 bc
Mucuna pruriens 0,26 a 0,18 bc 0,17 bc
Phaseolus lunatus 0,26 a 0,18 bc 0,16 c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%.

5.1.4 P-tersedia tanah

Biomassa LPT jenis C. Juncea yang dibenamkan pada umur panen 3 mst

memberikan kadar P-tersedia tanah yang lebih tinggi dibandingkan kedua LPT

lainnya yaitu M. pruriens dan P. lunatus (Tabel 5.5). Semakin meningkatnya umur

panen (6-9 mst), kadar P-tersedia tanah tidak berbeda antara ketiga jenis LPT.

Pembenaman biomassa LPT masih memberikan kadar P-tersedia tanah yang lebih

tinggi dibandingkan tanpa LPT.


34

Tabel 5.5
Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT
terhadap P-tersedia tanah (ppm)

Umur panen (mst)


Perlakuan
3 6 9
Jenis LPT
Tanpa LPT 10,98 d 10,98 d 10,98 d
Crotalaria juncea 48,04 a 36,52 b 28,63 bc
Mucuna pruriens 31,88 bc 25,62 c 27,33 bc
Phaseolus lunatus 26,01 c 25,22 c 27,47 bc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%.

5.1.5 K-tersedia tanah

Pada umur panen LPT 3 mst pembenaman biomassa ketiga jenis LPT

C.juncea M.Pruriens dan P.lunatus memberikan kadar P-tersedia tanah yang lebih

tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa LPT (Tabel 5.6). Semakin

meningkatnya umur panen (6-9 mst), kadar K-tersedia tanah tidak berbeda antara

ketiga jenis LPT dan tanpa LPT.

Tabel 5.6
Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT
terhadap K-tersedia tanah (ppm)

Umur panen (mst)


Perlakuan
3 6 9
Jenis LPT
Tanpa LPT 195,46 b 165,39 cd 195,46 b
Crotalaria juncea 294,37 a 145,81 de 124,49 e
Mucuna pruriens 295,00 a 165,24 cd 142,60 de
Phaseolus lunatus 293,84 a 160,17 cd 186,50 bc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%.
35

5.1.6 Kadar air tanah

Pembenaman biomassa LPT P.lunatus pada umur 3 mst memberikan kadar

air tanah lebih tinggi dibandingkan kedua jenis LPT (Tabel 5.7). Peningkatan

umur panen (6-9 mst), kadar air tanah tidak berbeda antara perlakuan tanpa LPT

dan dengan LPT.

Tabel 5.7
Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT
terhadap kadar air tanah (%)

Umur panen (mst)


Perlakuan
3 6 9
Jenis LPT
Tanpa LPT 9,56 defg 9,93 cdefg 8,62 g
Crotalaria juncea 10,91 bcd 10,55 bcde 9,51 defg
Mucuna pruriens 11,46 b 11,09 bc 8,88 fg
Phaseolus lunatus 13,80 a 10,15 cdef 9,15 efg
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%.

5.1.7 Berat volume tanah

Interaksi perlakuan umur panen dan jenis LPT berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap berat volume tanah (g cm-3) (Tabel 5.1). Tanpa LPT berat

volume tanah tetap lebih tinggi dibandingkan dengan LPT baik pada pembenaman

saat umur panen 3, 6 maupun 9 mst. (Tabel 5.8). Pembenaman ketiga jenis LPT

mengakibatkan penurunan berat volume tanah pada umur panen 9 mst. LPT

M.pruriens dan P. lunatus lebih menurunkan berat volume tanah dibandingkan C.

juncea.
36

Tabel 5.8
Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT
terhadap berat volume tanah (g cm-3)
Umur panen (mst)
Perlakuan
3 6 9
Jenis LPT
Tanpa LPT 1,11 ab 1,11 ab 1,11 ab
Crotalaria juncea 1,08 c 1,10 b 0,96 d
Mucuna pruriens 1,12 a 1,12 a 0,93 e
Phaseolus lunatus 1,10 b 1,11 ab 0,93 e
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%.

5.1.8 Porositas tanah

Porositas tanah (%) sangat nyata dipengaruhi oleh interaksi perlakuan

umur panen dan jenis LPT (Tabel 5.1). Pembenaman LPT nyata meningkatkan

porositas tanah dibandingkan tanpa LPT pada ketiga umur panen LPT. Umur

panen LPT 9 mst nyata meningkatkan porositas tanah dibandingkan umur panen

3 dan 6 mst (Tabel 5.9). Peningkatan porositas tersebut akibat pembenaman LPT

pada umur panen 9 mst berkisar antara 13,28-16,12% dibandingkan pada umur

panen 6 mst. LPT M. pruriens dan P.lunatus meningkatkan porositas tanah 5,07%

dan 3,90% lebih tinggi dibandingkan C.juncea.

Tabel 5.9
Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT
terhadap porositas tanah (%)

Umur panen (mst)


Perlakuan
3 6 9
Jenis LPT
Tanpa LPT 41,58 g 40,66 g 40,25 g
Crotalaria juncea 52,40 ef 53,93 cde 62,55 b
Mucuna pruriens 50,76 f 55,27 c 65,89 a
Phaseolus lunatus 53,16 de 54,62 cd 65,09 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%.
37

5.1.9 Respirasi tanah

Interaksi perlakuan umur panen dan jenis LPT berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap respirasi biologi tanah (Mg C-CO2) (Tabel 5.1). Pembenaman

LPT nyata meningkatkan respirasi tanah baik pada umur panen 3,6 maupun 9 mst

(Tabel 5.10). Respirasi tanah lebih tinggi pada pembenaman LPT umur 3 mst

dibandingkan umur 6 dan 9 mst. LPT M. pruriens menyebabkan respirasi tanah

tertinggi (masing-masing 21,93% dan 13,01%) dibandingkan C.juncea dan P.

lunatus.(Tabel 5.11).

Tabel 5.10
Pengaruh interaksi antara umur panen dan jenis LPT
terhadap respirasi tanah (Mg C-CO2)

Umur panen (mst)


Perlakuan
3 6 9
Jenis LPT
Tanpa LPT 5,53 e 5,49 e 5,31 e
Crotalaria juncea 7,44 bc 8,24 b 7,16 cd
Mucuna pruriens 9,53 a 7,90 bc 7,35 bc
Phaseolus lunatus 8,29 b 6,38 d 7,57 bc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji
jarak berganda Duncan 5%.

5.2 Pengaruh Faktor Tunggal Umur Panen dan Jenis LPT

Umur panen dan jenis LPT masing-masing berpengaruh sangat nyata

(P<0,01%) terhadap berat biomasa kering oven dan pH tanah. Pada umur panen

6 dan 9 mst berat biomas kering oven LPT masing-masing 75,54% dan 92,22%

lebih tinggi dari umur panen 3 mst (Tabel 5.11). LPT M. pruriens mempunyai

berat kering oven tertinggi ( 38,96-39,61% lebih tinggi) dibandingkan kedua jenis

lainnya.

Pembenaman LPT pada umur panen 6 san 9 mst nyata mengakibatkan pH

tanah lebih tinggi dibandingkan pada umur 3 mst (Tabel 5.11). LPT tidak
38

mengakibatkan pH tanah berbeda nyata dengan tanpa LPT hanya M. pruriens

mengakibatkan pH lebih tinggi dibandingkan kedua jenis LPT lainnya.

Tabel 5.11
Pengaruh faktor tunggal umur panen dan jenis LPT terhadap
berat biomas kering oven dan pH tanah

Perlakuan Berat biomas kering


pH tanah
oven (ton ha-1)

Umur panen (mst)


3 1,71 c 6,54 b
6 6,99 b 6,74 a
9 21,98 b 6,77 a
BNT 5% 3,181 0,078
Jenis LPT
Tanpa LPT - 6,68 ab
Crotalaria juncea 8,37 b 6,65 b
Mucuna pruriens 13,86 a 6,76 a
Phaseolus lunatus 8,46 b 6,62 b
BNT 5% 3,181 0,090
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%.

5.3 Perhitungan Indeks Kualitas Tanah

Perhitungan indikator kualitas tanah merujuk pada Tabel 4.1 yaitu faktor

pembatas dan pembobotan relatif indikator kualitas tanah. Nilai yang didapatkan

dari hasil penelitian ini kemudian diberi bobot sesuai dengan indikator kualitas

tanah, yang dapat dilihat pada Tabel 5.12 :


39

Tabel 5.12
Perhitungan indeks kualitas tanah pengaruh LPT Mucuna pruriens
pada umur panen 3 mst terhadap perbaikan kualitas tanah

Skor pembobotan
No Indikator Hasil penelitian
relatif
1 Kadar air tanah (%) 13 3
2 Bobot Isi (g/cm3) 1,12 2
3 Porositas (%) 50,76 1
4 Kedalaman efektif (cm) 100 1
5 C-organik tanah (%) 3,57 2
6 N total tanah (%) 0,26 3
7 P tersedia tanah (%) 31,88 2
8 K tersedia tanah (%) 295 1
9 pH 6,57 1
Respirasi tanah (Mg-C-
9,53 2
10 CO2)
Total 18

Selanjutnya penentuan status kualitas tanah ditentukan dengan menghitung

nilai Soil Quality Rating, yaitu kelas kualitas tanah dihitung berdasarkan

penjumlahan bobot nilai tiap indikator kualitas tanah (Lal, 1994 dalam Sardiana,

2014), dengan persamaan:

SQR = OM + TP + ER .....................................................................................(5)

Keterangan :
SQR : soil quality rating (rating kualitas tanah)
OM : organic matter (bahan organik)
TP : faktor yang berhubungan dengan sifat kimia dan hara tanah
ER : faktor yang berhubungan dengan penurunan kualitas tanah akibat erosi

SQR = 2 + (3+2+1+1+1+2) + (3+1+1+1+1) = 18

Nilai SQR di atas selanjutnya dibandingkan dengan kriteria status kualitas

tanah terkait dengan keberlanjutan sistem pertanian menurut (Lal 1994 dalam

Sardiana, 2014), pada Tabel 4.2. Hasil perbandingan didapatkan bahwa penelitian

ini mampu meningkatkan kualitas tanah, karena nilai yang didapatkan <20 yaitu

18, dan angka tersebut berada dalam kategori sangat baik.


BAB VI

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan biomassa LPT yang

dibenamkan pada umur panen yang tepat berpengaruh terhadap perbaikan kualitas

tanah secara fisik, kimia dan biologi tanah di lahan kering. Ini dibuktikan oleh

hasil penelitian pengaruh interaksi antar umur panen dan jenis LPT terhadap sifat

fisik, kimia dan biologis tanah (Tabel 5.1).

Jenis LPT dan umur panen menentukan berat biomassa segar ha -1 (Tabel

5.2). Mucuna pruriens pada umur panen 6 mst sudah menghasilkan biomasa yang

tinggi (51,37) yang tidak berbeda nyata dengan panen pada umur 9 mst dan

Phaseolus lunatus pada umur panen yang sama. LPT Mucuna pruriens

merupakan tanaman yang sangat adaptif pada kondisi kekurangan hara ataupun air

sehingga pemanfaatannya menjadi luas. Hal ini juga dibuktikan Mucuna pruriens

memiliki daya tumbuh yang cepat dibandingkan LPT lainnya (Lampiran 4).

Secara tunggal Mucuna pruriens memiliki biomassa berat kering tertinggi, yang

terlihat waktu pengamatan di lapangan LPT Mucuna pruriens memiliki

pertumbuhan yang cepat serta biomasa yang lebih berat, melebihi kedua jenis LPT

yang digunakan (Gambar 5.2) serta berat segar biomasa pun Mucuna pruriens

masih tetap tinggi jika dibandingkan dengan kedua jenis LPT Phaseolus lunatus

dan Crotalaria juncea (Lampiran 4). Hairiah et al. (1991) menyatakan bahwa

Mucuna pruriens sebagai tanaman LPT mampu tumbuh cepat di daerah tropis,

baik pada tanah masam dengan membentuk perakaran yang dangkal untuk

beradaptasi.

40
41

Mathews (1998) menyatakan LPT Mucuna selain memiliki sifat toleran

terhadap naungan, juga memiliki sifat toleran terhadap kekeringan, pertumbuhan

vegetatif cepat dibandingkan dengan LPT konvensional. Dengan keunggulan

karakteristik tersebut Mucuna pruriens dikembangkan secara luas di Afrika dan

Amerika Tengah, bahkan di India Mucuna pruriens dibudidayakan sebagai

tanaman penyubur tanah (Acosta, 2009).

Pertumbuhan ukuran secara keseluruhan merupakan pertambahan ukuran

bagian-bagian organ tanaman akibat dari pertambahan jaringan sel oleh

pertambahan ukuran sel. Sejalan dengan terjadinya peningkatan jumlah sel yang

dihasilkan maka jumlah rangkaian rangka karbon pembentuk dinding sel juga

meningkat yang merupakan hasil dari sintesa senyawa organik, air dan

karbondioksida yang akan meningkatkan total berat kering tanaman (Salisbury

dan Ross, 1992). Menurut Gardner et al. (1991) berat kering tanaman

mencerminkan akumulasi senyawa organik dan merupakan hasil sintesa tanaman

dari senyawa organik, air dan karbondioksida akan memberikan konstribusi

terhadap berat kering tanaman.

LPT Mucuna pruriens dengan sumbangan bahan organik yang tinggi

mampu secara nyata meningkatkan pH tanah dibandingkan dengan kedua jenis

LPT lainnya, hal ini mungkin juga dipengaruhi oleh sumbangan bahan organik

dari biomassa yang secara keseluruhan lebih tinggi dibandingkan dengan kedua

jenis LPT lainnya. Sumbangan bahan organik yang tinggi akan meningkatkan

jumlah aktivitas mikroba dalam tanah, yang juga ditemukan dalam penelitian ini

pada biomassa Mucuna pruriens sehingga hasil dekomposisi ini akan mampu

melepaskan asam-asam organik yang mampu meningkatkan pH tanah (Tabel


42

5.11). Selama dekomposisi bahan organik unsur hara Na, Ca, Mg, dan K terus

dilepaskan sebagai kation-bebas, tetapi Fe dan Al banyak dalam ikatan sehingga

terjadi perbaikan pH tanah, dan N banyak diasimilasi dalam sel mikroba

(Coleman and Crossley, 1995 dalam Subowo, 2010)

Selain Mucuna pruriens, Phaseolus lunatus memberikan produksi yang

tertinggi pada umur panen 9 mst (39,93) walaupun tidak berbeda nyata dengan

produksi LPT Crotalaria juncea (37,90) pada 9 mst (Lampiran 4). Hasil penelitian

sebelumnya yang telah dilakukan membuktikan bahwa Phaseolus lunatus dan

Crotalaria usaramoensis telah dijadikan salah satu alternatif pengelolaan

kesuburan tanah di lahan kering (Mateus, 2014).

Umur panen LPT yang lebih awal turut memberikan pengaruh terhadap

proses dekomposisi. Suntoro (2003) menyatakan umur suatu tanaman yang

dimanfaatkan sebagai pupuk hijau berkaitan dengan kandungan lignin yang akan

terbentuk dengan bertambahnya umur tanaman, yang akan menentukan cepat atau

lambatnya proses dekomposisi. Umur panen yang lebih awal akan memberikan

keuntungan tersendiri dikarenakan proses dekomposisi lebih cepat, karena

kandungan air yang lebih tinggi.

Hasil penelitian ini juga menujukkan perbaikan kualitas sifat fisik tanah

sebagai respon terhadap pembenaman biomassa LPT dengan umur panen yang

berbeda. Kadar air, dan porositas secara nyata meningkat, sedangkan berat

volume tanah menurun dengan pembenaman biomassa LPT pada umur tertentu,

jika dibandingkan dengan tanpa LPT (kontrol).

Kadar air tertinggi diakibatkan oleh LPT Mucuna pruriens yang dipanen

pada umur panen 3 mst atau 6 mst ataupun LPT Crotalaria juncea pada umur
43

panen yang sama (Tabel 5.7). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian

Mateus (2014) bahwa penggunaan biomassa Phaseolus lunatus, Mucuna pruriens,

dan Crotalaria usaramoensis memberikan pengaruh terhadap perbaikan sifat fisik

tanah. Sejalan dengan itu Erfandi et al. (1993) menemukan bahwa penggunaan

tanaman hijauan Mucuna sp. mampu meningkatkan kadar air tersedia tanah

(kemampuan menahan air).

Hasil pengamatan terhadap sifat fisik tanah lainnya (berat volume dan

porositas tanah) menunjukkan LPT Mucuna pruriens dan Phaseolus lunatus

dengan umur panen 9 mst mampu menurunkan berat volume tanah (1,11 g cm-3)

menjadi 0,93 g cm-3 sedangkan Crotalaria juncea pada umur yang sama

menurunkan berat volume tanah menjadi 0,96 g cm -3 (Tabel 5.8). Nilai porositas

tanah berbanding terbalik dengan nilai berat volume tanah, semakin rendah nilai

berat volume maka semakin tinggi nilai porositas tanahnya yang menunjukkan

bahwa tanah tersebut semakin gembur (Tabel 5.9).

Penurunan bobot isi tanah dalam penelitian ini mungkin disebabkan oleh

perkembangan akar tanaman LPT yang mampu menembus ruang pori yang padat.

Umur panen LPT pada 9 mst memberikan sumbangan bahan organik tanah yang

tinggi yang akan menyusun fraksi-fraksi dalam solum tanah yang akan

menyatukan ikatan-ikatan partikel tanah (Mateus, 2014). Secara tunggal umur

panen pada 9 mst memberikan nilai berat biomasa yang paling tinggi (Tabel 5.11),

kondisi ini berkaitan dengan jumlah hasil fotosintat yang ditampung selama

proses pertumbuhan, serta pada umur panen 9 mst LPT telah berbunga (Lampiran

4). Bahan kering adalah bahan tumbuhan setelah air yang terkandung di dalamnya
44

dihilangkan. Menurut Gardner et al. (1991) produksi berat kering tanaman

merupakan proses penumpukan asimilat melalui proses fotosintesis. Semakin

lama umur panen maka semakin banyak unsur hara yang tertambat yang dapat

diamati juga melalui penambahan berat segar tanaman.

Kurnia (1996 dalam Subagyo et al. 2004) menyatakan bahwa jenis LPT

Mucuna sp dapat memperbaiki sifat sifat tanah seperti berat isi, pori aerasi dan

stabilitas agregat, ditambahkan oleh Basuki et al. (2011) bahwa pengembalian

Mucuna sp menunjukkan adanya perbaikan sifat fisik tanah seperti berat volume,

Kalium tanah, dan C-organik tanah. Hal ini dikarenakan peran bahan organik dari

biomasa LPT terhadap perbaikan sifat fisik tanah adalah menciptakan agregasi

tanah sehingga menciptakan kondisi tanah yang sarang dan menurunkan bobot isi

tanah (Hairiah dan Murdiyarso, 2007).

Terhadap sifat kimia tanah interaksi penentuan umur panen dan jenis

biomassa LPT yang berbeda secara nyata meningkatkan kandungan C-Organik

(Tabel 5.3), N-total tanah (Tabel 5.4), P tersedia (Tabel 5.5) dan K tersedia tanah

(Tabel 5.6) dibandingkan dengan hasil analisis awal serta perlakuan tanpa LPT

(kontrol). Karbon organik tanah merupakan salah satu komponen penyusun tanah

yang penting yaitu sumber substrat bagi mikroba tanah. Menurut Supriadi (2008)

C-organik merupakan dasar dalam pengelolaan tanah di lahan kering. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan C-organik pada umur

panen 3 mst dengan menggunakan biomasa LPT Mucuna pruriens (3,57%) dan

Phaseolus lunatus (3,55%) walaupun hasil peningkatan tersebut tidak berbeda

nyata dengan Crotalaria juncea (3,19%) pada umur panen 3 mst dan 9 mst, serta
45

hasil ini lebih tinggi dari hasil analisis tanah awal dan perlakuan tanpa LPT

(kontrol).

Melalui pengembalian biomassa LPT maka akan terjadi proses

dekomposisi yang akan memberikan sumbangan terhadap C-organik tanah.

Menurut Ruddiman (2007) sebagian besar karbon yang diserap oleh tanaman akan

dikembalikan ke dalam tanah melalui proses dekomposisi sehingga terakumulasi

dalam lapisan tanah.

Proses dekomposisi biomassa LPT dipengaruhi oleh kandungan C/N

biomassa, aktifitas mikroba dalam tanah serta umur tanaman. Menurut Mateus

(2014) kualitas beberapa LPT yang sama yang digunakan dalam penelitian ini

memiliki kualitas yang tinggi. Crotalaria juncea memiliki rasio C/N yang paling

rendah (9,36%), sehingga mudah terdekomposisi dan dapat menyediakan C-

organik tanah pada umur panen 9 mst. Menurut Hairiah et al. (2000) bahan

organik yang berkualitas tinggi (kandungan N > 2,5%, kandungan lignin < 15%

dan polifenol <4%) dapat dimineralisasi dengan cepat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kualitas kimia tanah

umumnya diberikan oleh pembenaman biomassa LPT pada umur muda yaitu 3

mst. Peningkatan N-total tanah diberikan oleh LPT Mucuna pruriens (0,26%) dan

Phaseolus lunatus (0,26%) diikuti oleh Crotalaria juncea (0,21%) semuanya pada

umur panen 3 mst. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian

yang dilakukan peneliti sebelumnya bahwa penggunaan LPT dapat meningkatkan

N total tanah serta kualitas tanah secara umumnya (Mateus, 2014; Agung et al.,

2015). Penelitian lain secara khusus mengenai LPT Mucuna pruriens


46

menyebutkan bahwa LPT meningkatkan N tanah pada tanah (Adrialin et al.,

2014).

Peningkatan N-total tanah juga disebabkan oleh meningkatnya C-organik

tanah, karena biomassa LPT yang mengandung nisbah rasio C/N rendah

(mempunyai kandungan N yang tinggi), selain faktor umur panen yang awal yang

mempercepat proses dekomposisi serta menyuplai hara bagi tanaman. Noviastuti

(2006) menjelaskan bahwa kandungan hara pada biomasa LPT Crolaria juncea

yang berbeda-beda sesuai dengan umur tanaman, pada umur 2 mst tanaman

Crotalaria juncea mengandung 5,25% N dan 69,55% bahan organik, pada umur 4

mst mengandung 4,29% N dan 66,85% bahan organik, sedangkan pada saat umur

6 mst mengandung 2,49% N dan 66,78% bahan organik.

Kenyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa semakin lama umur

panen, akan berpengaruh pada kandungan nutrisi biomasa tanaman serta hara

yang disumbangkan ke dalam tanah. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa

dari ketiga jenis LPT yang digunakan, semuanya memberikan hasil terbaik pada

umur 3 mst. Data tersebut juga sesuai dengan yang dikatakan Salisbury dan Ross

(1991) bahwa laju penambatan N akan tinggi pada saat tanaman berada dalam

fase vegetatif, dan terjadi translokasi N setelah tanaman memasuki fase

pembungaan dan pengisian biji sehingga kandungan nitrogen dalam daun menjadi

berkurang.

Peningkatan N total tanah dipengaruhi juga oleh kemampuan fiksasi N di

atmosfer oleh akar tanaman LPT yang bersimbiosis dengan bakteri rhizobium

yang akan berdampak pada peningkatan N tanah bila terdekomposisi (Nulik et al.,
47

2013). Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pada umur 3 mst

(Lampiran 4), LPT Mucuna pruriens dan Crotalaria juncea telah membentuk

bintil akar. Penelitian Kuo et al. (1997) mendapatkan bahwa tanaman penutup

tanah mempengaruhi kandungan N tanah dan besarnya konsentrasi nitrogen

ditentukan oleh kadar N jaringan dan besarnya produksi biomasa tanaman

penutup tanah.

Peningkatan P-tersedia tanah juga ditemukan dalam penelitian ini, sebagai

akibat pembenaman biomassa LPT Crotalaria juncea pada umur 3 mst

dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Peningkatan P-tersedia tanah juga sesuai

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumarni (2014) bahwa penggunaan

LPT Crotalaria juncea mampu meningkatkan P tanah sebagai akibat dari

pelepasan unsur P yang terikat oleh unsur Al sehingga unsur P menjadi tersedia.

Suntoro (2003) juga menyatakan peranan bahan organik berperan dalam

pelepasan P oleh ikatan Al (melalui proses dekomposisi biomassa bahan organik

yang dibenamkan) yang akan berpengaruh terhadap peningkatan P tersedia tanah.

Peningkatan P-tersedia tanah juga diberikan oleh jenis LPT lain yang digunakan

yaitu Mucuna pruriens dan Phaseolus lunatus dibandingkan dengan perlakuan

kontrol (tanpa LPT) (Tabel 5.5).

Interaksi antara umur panen dan jenis LPT memberikan sumbangan K

tersedia dalam tanah. Penggunaan LPT Crotalaria juncea, Mucuna Pruriens, dan

Phaseolus lunatus pada umur panen 3 mst memberikan peningkatan K secara

signifikan dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada umur 3 mst, tanaman

masih dalam proses pertumbuhan vegetatif sehingga banyak menyimpan unsur

dalam daun termasuk juga K (Tabel 5.6).


48

Unsur hara K merupakan jenis unsur hara yang sangat mobile dan

ketersediaannya dalam tanah juga dipengaruhi jumlah air. Hasil penelitian ini

menemukan bahwa perlakuan pembenaman biomassa pada umur 3 mst juga

meningkatkan kadar air tanah, sehingga kemungkinan besar meningkatan K dalam

tanah. Suwarto (2003) menemukan bahwa kadar lengas tanah yang berada

diantara kapasitas lapang sangat sesuai untuk ketersediaan K dalam tanah dan

serapannya oleh akar tanaman.

Pada penelitian ini, melalui teknik pengelolaan biomasa dengan cara

pembenaman, biomasa yang dikembalikan akan cepat mengalami pelapukan

sehingga akan meningkatkan kadar C-organik tanah. Meningkatnya kadar C-

organik tanah juga berdampak pada peningkatan unsur hara seperti N, P dan K,

yang merupakan hasil mineralisasi bahan organik tersebut (Foth, 1995).

Peningkatan kualitas biologi tanah (yang diamati melalui respirasi

mikroorganisme tanah) juga diakibatkan oleh pembenaman biomassa LPT pada

umur panen tertentu. Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat

aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah mempunyai korelasi

yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme

tanah seperti bahan organik tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata

jumlah mikroorganisme (Anas, 1989).

Jenis LPT Mucuna pruriens dengan umur panen 3 mst memberikan

aktivitas mikroorganisme yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya

(Tabel 5.10). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sumbangan bahan organik

yang tinggi dengan kadar air biomasa yang masih tinggi sehingga mudah untuk

didekomposisi. Sutanto (2003) menyatakan bahwa tanah dengan kandungan


49

bahan organik yang tinggi akan memberikan aktivitas mikroorganisme yang tinggi

pula.

Peningkatan pH tanah secara tunggal terjadi akibat pembenaman biomass

LPT pada umur panen 6 mst dan 9 mst dari kondisi agak masam (6,5) menjadi

6,74 dan 6,77 (Tabel 5.11). Peningkatan pH ini disebabkan oleh umur tanaman

yang lebih tua menyumbangkan bahan organik yang lebih tinggi sehingga

dekomposisinya mampu melepaskan asam-asam organik yang akan menaikkan

pH tanah. Penambahan bahan organik yang belum masak (misal pupuk hijau) atau

bahan organik yang masih mengalami proses dekomposisi, diberikan pada tanah

yang masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan

peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan

mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak

terhidrolisis lagi (Suntoro, 2003).

Status kualitas tanah dalam penelitian ini yang diukur dengan soil quality

rating (SQR) menunjukkan bahwa penggunaan biomassa LPT untuk perbaikan

kualitas tanah cendrung memberikan nilai SQR yang lebih rendah. SQR

merupakan akumulasi faktor pembatas sifat-sifat tanah, semakin rendah nilai SQR

maka faktor pembatas sifat tanah semakin sedikit atau dengan kata lain tanah

tersebut memiliki kualitas tanah yang baik. Hasil penelitian ini menggunakan LPT

Mucuna pruriens pada umur panen 3 minggu setelah tanam (3 mst) memberikan

nilai SQR yang lebih rendah yaitu 18 atau termasuk kategori sangat baik (Tabel

5.12). Kualitas tanah sangat baik berarti praktek pertanian tersebut telah sesuai

dengan tujuan pertanian berkelanjutan, yang berarti penggunaan LPT mampu

memperbaiki kesuburan tanah secara berkalanjutan (Lal, 1994 dalam Sardiana,

2014).
BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Biomassa LPT Crotalaria juncea, Mucuna pruriens dan Phaseolus lunatus

yang dibenamkan berpengaruh nyata terhadap kualitas tanah di lahan kering

secara fisik (melalui peningkatan kadar air tanah, penurunan berat volume

tanah dan peningkatan porositas tanah), secara kimia (melalui peningkatan

unsur hara seperti N, P, K) serta perbaikan sifat biologi tanah melalui

peningkatan aktivitas mikroorganisme tanah (respirasi tanah).

2. Umur panen LPT 3 minggu setelah tanam (mst) meningkatkan beberapa sifat

tanah sebagai parameter kualitas tanah seperti fisik (kadar air tanah), kimia

(C-organik, N, P, K), maupun biologis tanah (respirasi tanah). Umur panen

makin lama 9 mst lebih memperbaiki kualitas fisik melalui penurunan berat

volume dan peningkatan porositas tanah.

3. LPT Mucuna pruriens dan Phaseolus lunatus pada umur panen 3 mst lebih

memberikan peningkatan kualitas kimia C-organik tanah, N-total tanah, K

tersedia tanah, sedangkan umur panen 9 mst lebih memberikan pengaruh

terhadap kualitas fisik tanah. LPT Phaseolus lunatus pada umur 3 mst

meningkatkan kadar air tanah, sedangkan Mucuna pruriens pada umur 3 mst

meningkatkan aktifitas mikroba dalam tanah (respirasi tanah).

50
51

7.2 Saran

1. Perbaikan kualitas tanah di lahan kering dapat dilakukan dengan

menggunakan jenis LPT yang digunakan dalam penelitian ini yang lebih

toleran terhadap ketersediaan air yang rendah serta menghasilkan biomassa

yang tinggi.

2. Penggunaan LPT Mucuna pruriens dan Phaseolus lunatus dengan umur panen

3 minggu setelah tanam ataupun 6 minggu setelah tanam dianjurkan untuk

meningkatkan kualitas tanah di lahan kering.

3. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai proses dekomposisi setelah 3

minggu pembenaman, kemungkinan jumlah hara yang masih tersedia setelah

umur pembenaman tersebut.


52

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., Dariah, A,. dan Mulyani. 2008. Strategi dan Teknologi
Pengelolaan Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian. Bogor: Jurnal Litbang Pertanian.

Acosta, S. I. C. 2009. Promoting the use of tropical legumes as cover crops in


Puerto Rico (tesis). Mayaguez. University of Puerto Rico.

Adrialin, GS., Wawan., Venita. 2014. Produksi Biomassa, Kadar N dan Bintil
Akar Berbagai Leguminous Cover Crop (LCC) Pada Tanah
Dystrudepts. Jom Faperta, (1).

Agung, I G.A.M.S., Sardiana, K., Nurjaya, I G.M.O. 2015. Effects of tropical


legume cover crops on soil quality at dryland farming area in Bali,
Indonesia. International Journal of Agronomy and Agricultural
Research (IJAAR). 6 (3) : 12-19.

Anas, I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Bioteknologi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 2002. Tropic sun, Sunn Hemp Crotalaria juncea L. Available: URL
http://www2.ctahr.hawaii.edu/sustainag/greenmanures/tropicsunnhemp.
asp.

Anonim. 2011. Pedoman Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Laboratorium


Sumber Daya Lahan. Program Studi Agroteknologi. Surabaya : Fakultas
Pertanian Universitas UPN Jawa Timur.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.

Basuki, TM. 2011. Penanaman Mucuna sp selama masa bero sebagai upaya
pemeliharaan kesuburan tanah pada sistem agroforestri. Balai Penelitian
Teknologi Kehutanan, Pengelolaan DAS. Prosiding Seminar Nasional
Pertanian Organik.

Dariah, A.,Rachman, A., Kurnia, U. 2002. Erosi dan Degradasi Lahan Kering di
Indonesia. Bogor : Balai Penelitian Tanah.

Dewi, E.K., Nuraini, Y., Handayanto, E., 2014. Manfaat Biomasa Tumbuhan
Lokal Untuk Meningkatkan Ketersediaan Nitrogen Tanah di Lahan
Kering Malang Selatan. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. I (1) :
17-26.
53

Doran, J.W., Parkin, T.B. 1994. Defining and Assessing Soil Quality. p3-21. In:
J.W. Doran, D.C. Coleman, D.F. Bezdicek, B.A. Stewart (eds.),
Defining Soil Quality for a Sustainable Environment. SSSA Spec. Pub.
No. 35, Soil Sci. Soc. Am., Am. Soc. Argon., Madison, WI.

Erfandi, DI., Widjaja I P.G., Adhi., Ramli, M. 1993. Pengelolaan Usaha Tani
Lahan Masam Tropika Basah. Bogori : Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat Bogor.

Femi. 2014. Pengertian Lahan Kering. (Serial Online). Available: URL:


http://www.scribd.com/doc/143530519/pengertian-lahan-kering-docx.

Foth, H. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Edisi Ketujuh (Purbayanti, ED;


Lukiwati, DR; Trimulatsih, R, Pentj). Jogjakarta : Gadjah Mada
University Press.

Gardner, F., Pearce, B., Mitchell, R. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.


(Herawati Susilo, Pentj). Jakarta : Universitas Indonesia.

Goenadi, D.H. 2014. Penilaian Mutu Tanah Secara Cepat Berdasarkan Faktor
Penentu Biologinya. Menara Perkebunan : 82 (2).

Gomez, K.A., Gomez, A.A. 2007. Statistical Procedures for Agricultural


Research (Endang S. and Justica S.B. (eds.). p.134-136. Jakarta: UI
Press.

Hairiah, K., Murdiyarso, D. 2007. Alih Guna Lahan dan Neraca Karbon
Teresterial. Word Agroforestry Centre-ICRAF. SE. Asia. Bogor
Indonesia. 88p.

Hairiah, K., Widianto, Utami, S. R., Suprayogo, D., Sunaryo, Sitompul, S. M.,
Lusiana, B., Mulia, R., van Noordwyk, M., Cadich, G. 2000.
Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. Refleksi Pengalaman dari
Lampung Utara. ICRAF. Bogor. 187p.

Hidayat & Mulyani, 2002. Lahan Kering untuk pertanian dalam Teknologi
Pengelolaan Lahan Kering. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Badan Litbang Pertanian. Jakarta : Departemen Pertanian.

Koten, B.B., Soetrisno, R.D., Ngadiyono, N., Soewignyo, B. 2013. Penampilan


Produksi Hijauan Hasil Tumpangsari Arbila (Phaseolus lunatus)
Berinokulum Rhizobium dan Sorgum (Sorghum bicolor) pada Jarak
Tanam Arbila dan Jumlah Baris Sorgum. Jurnal Sains Peternakan. Vol.
11 (1).

Kuo, S., Sainju, U.M., Jellum, E. J. 1997. Winter cover crop effects on soil
organic carbon and carbohydrate in soil. Soil Sci. Soc. Am. J. 61:145-
152.
54

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jakarta :


PT. Raja Grafindo.

Mateus, R. 2014. Peranan Legum Penutup Tanah Tropis dalam Meningkatkan


Simpanan Karbon Organik dan Kualitas Tanah serta Hasil Jagung (Zea
mays L.) di Lahan Kering. (disertasi). Denpasar : Program Pascasarjana
Universitas Udayana.

Mathews, C. 1998. The introduction and establishment of a new leguminous


cover crop, Mucuna bracteata under oil palm in Malaysia. Journal
Planter 74 (868) : 359-360.

Notohadiprawiro. 2006. Pertanian Lahan Kering Indonesia: Potensi, Prospek,


Kendala dan Pengembangannya. Jogjakarta : Repro, Ilmu Tanah
Universitas Gadjah Mada.

Noviastuti, E.T. 2006. Pengaruh Jarak Tanam Dan Jumlah Tanaman Per Lubang
Tanam Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Orok-Orok (Crotalaria
juncea L.) (skripsi). Malang : Universitas Brawijaya.

Nulik, J., Dalgliesh,N., Cox., K., Gabb, S. 2013. Mengintegrasikan Legum Herba
ke dalam Sistem Tanaman dan Ternak di Indonesia Bagian Timur.
ACIAR Monograph No. 154a. Canberra : Australian Centre for
International Agricultural Research.

Puja, I.Y. 2008. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas
Pertanian. Denpasar : Universitas Udayana.

Rachman, A., Dahria, A., Santoso, J. 2006. Pupuk Hijau. p.41-58. Dalam:
R.D.M. Simanungkalit, D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini
dan W. Hartatik (eds.). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor : Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.

Ratnawaty, S & Riwu Kaho L.M. 2011. Efisiensi Pemanfaatan Pupuk di Lahan
Pasca Penanaman Leguminosa Terhadap Produktivitas Jagung Lamuru
di desa Naibonat, Nusa Tenggara Timur. J. Ternak Tropika. 12(1) : 35-
43.

Reijntjes, C., Haverkort B., Bayer, A.W. 1999. Pertanian Masa Depan Pengantar
untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah (Y.Sukoco,
Pentj). Yogyakarta : Kanisius.

Ruddiman, W. 2007. Losses of soil carbon Plows, Plagues, and Petroleum: How
Humans Took Control of Climate. Princeton, NJ: Princeton University
Press. 202p.
55

Salisbury, F & Ross, C.W. 1992. Fisiologi Tumbuhan Edisi IV. (Diah Lukman dan
Sumaryono, Pentj). Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Sanchez, P.A. l992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. (Johana T. Jayadinata,
Pentj). Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Sardiana, I K. 2014. Simpanan Karbon Organik, Kualitas Tanah, dan Hasil Caisin
(Brassica chinensis) pada Pertanian Organik dan Konvensional di
Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. (disertasi). Denpasar :
Universitas Udayana.

Subagyo, K., Haryati, U., Talaohu, S.H., 2004. Teknologi Konservasi Air Pada
Lahan Kering dalam Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering
Berlereng. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
Agroklimat Bogor.

Subowo. 2010. Strategi Efisiensi Penggunaan Bahan Organik untuk Kesuburan


dan Produktivitas Tanah Melalui Pemberdayaan Sumberdaya Hayati
Tanah. Jurnal Sumberdaya Lahan 4(10).

Sumarni. 2014. Upaya Optimalisasi Kesuburan Tanah melalui Pupuk Hijau Orok-
Orok (Crotalaria juncea) pada Pertanaman Jagung (Zea mays L.).
dalam Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014,
Palembang 26-27 September 2014.

Suntoro. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya
Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan
Tanah Pada Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Suntoro. 2009. Tanaman Orok-orok (Crotalaria juncea L.) cocok sebagai pupuk
hijau. Available : file:///D:/orok-orok/orok-oroksuntoro.htm.

Supriyadi, S. 2008. Kandungan Bahan Organik Sebagai Dasar Pengelolaan Tanah


di Lahan Kering Madura. Jurnal Embryo. 5(2).

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik, Menuju Pertanian Alternatif dan


Berkelanjutan. Jogjakarta: Kanisius.

Suwarto. 2003. Pengaruh Lengas Tanah Terhadap Serapan K dan Ketersediannya


di Tanah Vertisol. Jurnal Sains Tanah 3(1).

Wijanarko, A.,Purwanto, B.H., Shiddieq, D., Indradewa, D. 2012. Pengaruh


Kualitas Bahan Organik dan Kesuburan Tanah Terhadap Mineralisasi
Nitrogen dan Serapan N Oleh Tanaman Ubikayu di Ultisol. Jurnal
Perkebunan & Lahan Tropika.2 (2)
56

Lampiran 1
Hasil Analisis Tanah Awal Sebelum Percobaan
No Sifat Tanah Nilai Keterangan
1 Sifat Fisik Tanah
a. Tekstur
Liat (%) 34,31
Debu (%) 46,01 Lempung Liat Berdebu
Pasir (%) 19,68
b. Kadar Air
Kering Udara (%) 11,35
Kapasitas Lapang (%) 34,57

2 Sifat Kimia Tanah


a. K Tersedia (ppm) 195,46 Sedang
b. P Tersedia (ppm) 10,98 Rendah
c. N Total (%) 0,08 Sangat Rendah
d. C-Organik (%) 2,39 Sedang
e. DHL (mmhos/cm) 0,24 Sangat Rendah
f. pH 6,5 Agak Masam
Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah, Universitas Udayana (2015).

Lampiran 2
Hasil Analisis Kandungan Kimia Beberapa Jenis Legum Penutup Tanah
Jenis LPT
Komposisi Sifat Kimia LPT Mucuna Crotalaria Phaseolus
pruriens juncea lunataus
a. N total (%) 3,21 4,19 3,48
b. P total (%) 0,15 0,25 0,37
c. C total (%) 46,06 39,22 42,72
d. C/N 14,35 9,36 10,37
e. C/P 307,94 156,88 115,46
f. K (%) 0,98 0,39 1,37
g. Lignin (%) 11,52 9,64 11,36
h. Polifenol (%) 7,86 3,76 4,01
Sumber : Mateus, (2014)
57

Lampiran 3. Analisis ragam N total tanah, P-tersedia dan K-tersedia tanah

Analisis ragam kadar N total tanah (%)


Source db jk kt f p
Ulangan 2 5,05556 2,52778 0,533297 .5941 ns
Perlakuan
Umur Panen 2 0,01762 0,00881 1.858.923 .0000 **
LPT 3 0,09988 0,03329 70,24684 .0000 **
Interaksi
Umur panen x LPT 6 0,01291 0,00215 4,539869 .0039 *
Galat 22 0,01043 0,00047
Keterangan : * : F hitung nyata pada taraf 5%
** : F hitung nyata pada taraf 1%

Analisis ragam kadar P tersedia tanah (ppm)


Source db jk kt f p
Ulangan 2 86,3064 43,1532 1,639976 .2168 ns
Perlakuan
Umur Panen 2 216,703 108,352 4,7752 .0303 *
LPT 3 3314,53 1104,84 41,98804 .0000 **
Interaksi
Umur panen x LPT 6 425,52 70,92 2,695212 .0408 *
Galat 22 578,893 26,3133
Keterangan : * : F hitung nyata pada taraf 5%
** : F hitung nyata pada taraf 1%

Analisis ragam kadar K tersedia tanah (ppm)


Source db jk kt f p
Ulangan 2 26,0444 13,0222 0,054435 .9471 ns
Perlakuan
Umur Panen 2 95035,5 47517,8 198,6638 .0000 **
LPT 3 4487,66 1495,89 6,254433 .0031 *
Interaksi
Umur panen x LPT 6 28814,5 4802,41 20,07807 .0000 ***
Galat 22 5262,11 239,187
Keterangan : * : F hitung nyata pada taraf 5%
** : F hitung nyata pada taraf 1%
58

Lampiran 4 Foto tahapan kegiatan penelitian

Penyiraman petak percobaan LPT Crolataria juncea umur 2 mst

LPT Mucuna pruriens umur 2 mst LPT Phaseolus lunatus umur 2 mst

a b
59

Bintil akar pada LPT a) Crotalaria juncea dan b) Mucuna pruriens pada umur 3 mst

Keragaan Mucuna pruriens pada umur panen 6 mst (belum berbunga)

a b

LPT a) Crotalaria juncea dan b) Phaseolus lunatus


telah berbunga pada umur panen 6 mst
60

a b

LPT a) Phaseolus lunatus dan b) Mucuna pruriens pada siang hari pukul 13.00
menutup daun, adaptasi terhadap penguapan

a b

LPT a) Phaseolus lunatus dan b) Mucuna pruriens pada sore hari pukul 17.30
membuka kembali daun secara normal
Keragaan LPT Crotalaria juncea pada umur 9 mst

Keragaan LPT Mucuna pruriens pada umur 9 mst

Keragaan LPT Phaseolus lunatus pada umur 9 mst

You might also like