You are on page 1of 21

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

APENDIKTOMI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK: II / TINGKAT : II.D

Moch Chandra Bara (NIM.PO.71.20.1.13.083 )


M. Sopan Sofyan (NIM.PO.71.20.1.13.084 )
Putri Sari (NIM.PO.71.20.1.13.087 )
Robi Pratama Faizal (NIM.PO.71.20.1.13.088 )
Salma Hayani Sholihah (NIM.PO.71.20.1.13.090 )

DOSEN PEMBIMBING :
Lukman, S.Kep, Ns, MM, M.Kep

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Palembang
Jurusan Keperawatan
2013 / 2014

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul:

Apendiktomi

Pembuatan makalah dimaksudkan untuk memenuhi tugas yang di berikan dosen


sebagai bahan pembelajaran dan penilaian.

kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
diselesai dengan baik. Oleh karena itu, masukan, saran, kritik, dan usul yang sifatnya
untuk perbaikan dari berbagai pihak khususnya Bapak/Ibu serta rekan rekan sangat
diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini

kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi
masukan sehingga makalah ini dapat di selesaikan dan kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Palembang, September 2014

Kelompok I

2
DAFTAR ISI

Halaman cover........................................................................................ 1
Kata Pengantar 2
Daftar isi 3
Bab I Pendahuluan.. 4
a. Latar belakang.. 4
b. Rumusan Masalah ............................................................... 4
c. Tujuan Penulisan. 4

Bab II Pembahasan..... 6
Bab III Penutup... 22
a. Kesimpulan
b. Saran

Daftar Pustaka. 23

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Apendisitis atau usus buntu bagian dari usus besar yang muncul secara corong dari
sekum mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh
beberapa isi usus. Juga sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks
bereaksi secara hebat dan hiper aktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam
rongga abdomen (Syaifuddin, 1997).Apendisitis kronis adalah penyebab tersering operasi
pada pasien dengan nyeri abdomen. Insiden tertinggi pada orang dewasa tetapi segala usia
mungkin dapat terkena juga. Apendisitis disebabkan karena tersumbatnya lumen oleh benda
asing, fekalik, tumor atau parasit, mukosa sering mengskresi cairan di bawah penyumbatan
intra luminal meningkat, mukosa mengalami hipoksia dan penimbunan tukak, dan bakteri
menyerang dinding . (Darma Adji, 1992).
Tanda dan gejala apendiks secara umum biasanya bermula dari nyeri di daerah
umbilicus dan berhubungan dengan muntah. Dalam 2 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran
kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk selain itu juga
terdapat tanda-tanda anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga
terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Salah satu pengobatan pada apendisitis kronis adalah apendiktomy yaitu tindakan
pembedahan untuk memotong apendiks yang mengalami peradangan. Apendiktomy harus
dilakukan segera sesudah kondisi pasien memungkinkan, untuk merawat post operasi
apendiktomy perawat harus mampu memberikan pelayanan asuhan keperawatan secara
komprehensif dan paripurna. Masalah-masalah yang timbul akibat luka insisi setelah
dilakukan apendiktomy dapat berupa pendarahan, shock, gangguan pernafasan, infeksi dan
nyeri biasanya akan timbul akibat luka insisi yang dapat mempengaruhi mobilisasi, nafsu
makan yang menurun, gangguan istirahat dan merasa kurang nyaman.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan apendisistis dan apendiktomi ?
2. Bagaimana Etiologi dan Patofisiologi dari apendisitis ?
3. Bagaimana Gejala Klinis dari apendisitis dan kaitannya dengan apendiktomi?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien post apendiktomi ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu :
1. Untuk Memenuhi tugas dari dosen mata kuliah keperawatan medikal bedah I

4
2. Untuk menambah pengetahuan mengenai apendiktomi
3. Dapat melakukan asuhan keperawatan yang benar sesuai dengan masalah yang
dibahas, dalam hal ini adalah asuhan keperawatan pada pasien apendiktomi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian

5
Apendiktomy ialah suatu tindakan pengangkatan apendiks yang terimflamasi dengan
menggunakan pendekatan endoskopi (Jones DJ 1997).
Apendiksitis ialah suatu peradangan usus buntu yang umumnya disebabkan oleh
sumbatan, sumbatan tersebut disebabkan oleh hiperflasia kelenjar getah bening, fekalit (feses
yang menjadi keras) benda asing, tumor. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung
panjangnya kira-kiira 10cm (berjarak 3-15cm) dan pangkal sekum, lumennya sempit dibagian
proksimal dan melebar dibagian distal, namun pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar
pada pangkalnya dan menyempit kearah ujung nya, keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden apendiksitis pada usia itu
Fungsi apendiks tidak diketahui, kadang-kadang apendiks disebut tonsil abdomen
karena ditemukan banyak jaringan limfoid sejak intra uteri akhir kehamilan dan mencapai
puncaknya kira-kira 15 tahun,yang kemudian mengalami atrofi serta praktis menghalang
pada usia 60 tahun.diperkirakan apendiks mempunyai peranan dalam mekanisme imunologi.
dengan kekurangan jaringan limfoid terjadi fibrosit dan pada kebanyakan kasus timbul
kontriksi lumen atau obriteri (Sueparman 1990).

B. Klasifikasi Apendisitis

Apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendiks akut dan apendiks kronik
Apendisitis Akut

Apendisitis akut sering timbul dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut adalah nyeri samar-samar
dan tumpul, nyeri visceral didaerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering di
sertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya. Sehingga merupakan nyeri somatik
setempat.

Apendisitis Kronik

Diagnosis apendiksitis kronik baru dapat di tegakkan jika di penuhi semua syarat:

6
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah
apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut
dan ulkus lama di mukosa, dan sel inflamasi kronik. (Sjamsuhidajat, 2004).

C. Etiologi

Apendiksitis menurut Sjamsuhidajat ( 2004 ) merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh
obstruksi atau penyumbatan akibat :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid
2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks
3. Tumor appendik
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.

D. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendiks akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabakan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dingin peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga
meninmbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supraktif akut. Bila aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding
apendiksyang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan

7
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (Price,
2005).

E. Manifestasi Klinis

Gejala prodromal (tanda penyakit akan timbul) berupa lemas mual dan muntah,
gelisah, perut terasa tak enak kadang-kadang terasa sakit di sekitar pusat lalu pidah ke perut
kanan bawah. Pasien sering tidur dengan paha kanan ditekuk bila pahanya diluruskan
apendiks akan terangsang sehingga akan menimbulkan perasaan sakit.bila perut kanan
ditekan terasa sakit,pada wanita bila ditemukan nyeri tekan dada perut kanan bawah harus
dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal taucher) untuk membedakan dengan peradangan tuba
atau ovarium. Demam biasanya tidak terlalu tinggi 39 C 40 C biasanya bukan disebabkan
oleh apendiks,bila suhu meningkat dengan tiba-tiba perlu dipikirkan terjadinya perforasi
apendiks. Penderita mengeluh tidak dapat buang air besar dalam beberapa hari (konstipasi)
dan pada anak-anak sering ditemukan mencret (Oswari E 1993).

F. Penatalaksanaan

Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan


cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah
diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen
bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode baru yang sangat efektif
(Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut long (1996), tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan dalam
beberapa jenis menjadi 4 yaitu :
Menurut lokasinya: tindakan pembedahan dapat dilaksanakan eksternal atau internal,
selain itu juga dapat dilaksanakan sesuai dengan sistem tubuh seperti bedah
cardiovaskuler, thorak.
Menurut luas jangkauannya : tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan sebagai
bedah minor (kecil) atau mayor (besar)
Menurut tujuannya : tindakan pembedahan dapat diklasifikan sebagai bedah
diagnostik kuratif, paliatif .
Menurut prosedur pembedahan : kebanyakan prosedur bedah diklasifikasikan dengan

8
memberikan kata kata pada lokasi pembedahan sesuai dengan tipe tipe pembedahan
antara lain ektomi (pengakatan organ ), thapy (penjahitan ), ostomi (mebuat lubang ),
plasti (perbaikan menurut bedah plastik ).

G. Perawatan Dan Pencegahan

Perawatan untuk menghilangkan nyeri mencegah kehilangan volume cairan,


mengurangi ansietas, mengilangkan infeksi karena potensial atau ganguan aktual saluran
gastrointestinal, mempertahakan integritas kulit dan mendapatkan nutrisi-nutrisi yang optimal
(Suzanne C. Smeltzer, 2000)

H. Pengobatan

Bila ditentukan apendiksitis kronis satu-satunya penggobatan adalah operasi


membuang usus buntu (Apendiktomy) karena bila ditunda ada kemungkinan terjadinya
ganggren atau perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainase (mengeluarkan nanah). Bila
keadaan memungkinkan apendiks dibuang sekaligus, bila tidak mungkin harus di tunggu 2-3
bulan kemudian baru apendiks diangkat melalui operasi kedua, perawatan paska operasi sama
dengan perawatan operasi abdomen lainya yaitu puasa sampai terdengar bising usus dan
platus baru boleh diberikan bubur saring, antibiotik dan analgetik diberikan sesuai dengan
perintah ahli bedanya (Oswari E 1993).
Apendik yang mendapat pengobatan yang baik sering berubah abses, perforasi, atau
peritonitis, kadang-kadang pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah, bila
diraba dan ditekan terasa suatu benjolan yang besarnya sebesar telor ayam dan biasanya
disebabkan oleh perforasi apendisitis, perforasi menyebabkan abses terbatas yang kemu-dian
tersumbat oleh omentum dan caecum yang menebal (Oswari E 1993).
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%-32%. Insidens lebih tinggi
pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.

0
Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan
nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer & Bare, 2002).
I. Asuhan Keperawatan Pasien Apendiktomi
A. Pengkajian

Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan data atau
informasi dan menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan penderita tersebut.

9
Analisa riwayat keperawatan / kesehatan.
1. Anamnese
a. Identitas Pasien b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Nama :
Umur : Umur :
Jenis kelamin : Jenis Kelamin :
Suku/bangsa : Suku/bangsa :
Pekerjaan : Pekerjaan :
Pendidikan : Pendidikan :
Alamat : Alamat :
Tanggal masuk RS : Hub. Dengan Pasien :

2. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri perut yang hebat, sehingga pasien merintih kesakitan,
terjadinya mual dan muntah kehilangan nafsu makan, perut gembung berisi angin dinding
perut terasa keras seperti papan yang disebabkan oleh reaksi dinding perut untuk melindungi
bagian yang sakit dan pada pasien Post operasi Umumnya nyeri perut pada bekas insisi,
terjadinya konstipasi, tidak ada nafsu makan, pasien sesak dan ansietas.

3. Diagnosa Medis
-
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengalami nyeri abdomen kolik, sentral dan kostan yang berhubungan
dengan anoreksia mual dan muntah, setelah beberapa hari nyeri berpindah ke fosa
iliaka kanan. Terjadinya kemerah-merahan, tadikardia, demam sampai 38 0C.
Sesudah operasi appendiks umumnya pasien mengeluh nyeri tekan di daerah apendik,
badan terasa panas tidak ada nafsu makan, lemas dan pasien merasa sesak karena
pengaruh anastesi.

b. Riwayat Kesehatan Terdahulu


Biasanya pesien mengalami konstipasi, nyeri dangkal dan kram pada kuadran kiri
bawah dari abdomen dan disertai demam ringan dan sering terjadinya mual dan
muntah.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Beberapa masalah pada sistem pencernaan apendisitis merupakan penyakit yang
terjadi akibat makan makanan yang tidak mengandung serat dan banyak
mengandung biji-bijian dan dapat mempengaruh apendik dan tidak menular baik
pada keluarga maupun pada orang lain.

10
5. Pola-pola Fungsi Kesehatan Pasien
a. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Klien Pre operasi Umumnya pasien mengkonsumsi makanan yang rendah serat
dan juga makanan yang banyak mengandung biji-bijian.Dan pada pasien Post
operasi biasanya pasien tidak ada nafsu makan karena dipengaruhi oleh adanya
nyeri di daerah abdomen yang disertai pengaruh anastesi.
Pola minum Pre operasi dan post operasi Umumnya pola minum pasien tidak
mengalami gangguan.
b. Pola Eliminasi
Apakah ada gejala pada eliminasi alfin maupun urin pada klien sebelum dan
setelah masuk rumah sakit . Pada pasien apendiktomi biasanya sebelum operasi
apendiktomi Umumnya BAB dan BAK tidak mengalami gangguan. Setelah Post
operasi apendiktomi . Biasanya pola BAB dan BAK mengalami gangguan karena
pengaruh anastesi.

c. Pola Istirahat dan Tidur


Terjadi gangguan / tidak pada pola istirahat dan tidur pada klien sebelum dan
setelah masuk rumah sakit . Pada klien apendiktomi sebelum operasi Pada
umumnya pola istirahat pasien tidak terganggu dan setelah Post operasi Pada
umumnya pola istirahat pasien mengalami gangguan disebabkan nyeri pada luka
insisi.

d. Pola Aktivitas dan Latihan


Apakah terjadi gejala pada pola aktivitas dan latihan. Klien akibat penyakit yang
dideritanya.Pada pasien apendiktomi pada umumnya pasien bisa melakukan
aktivitas sehari-hari setelah Post operasi Umumnya pada pasien operasi
apendiktomy pola aktivitas mengalami gangguan karena disebabkan nyeri pada
daerah bekas insisi.

e. Pola Sensori dan Kognitif


Apakah terhadap gejala pada panca indra klien dan kognitif klien sebelum dan
setelah Masuk Rumah Sakit.

11
f. Pola persepsi dan Konsep Diri
Apakah terjadi gejala pada konsep diri klien sebelum dan setelah Masuk Rumah
Sakit dan bagaimana dengan persepsi klien tentang penyakit saat ini. Pada pasien
apendiktomi pre dan post operasi apendiktomi pasien tidak mengalami adanya
gangguan konsep diri.

g. Pola reproduksi sexsual


Apakah ada kelainan pada organ reproduksi sexsual klien baik bentuk maupun
fungsinya baik sebelum Masuk Rumah Sakit dan setelah Masuk Rumah Sakit.

h. Pola Hubungan dan Peran


Apakah terjadi penurunan interaksi /hubungan dengan orang lain akibat dari gejala
sensorik, motorik maupun kognitifnya. Pada pasien sebelum operasi apendiktomi
interaksi atau hubungan dengan orang lain tidak mengalami gangguan sedangkan
setelah pasien di operasi pola hubungan dan interaksi dengan orang lain menjadi
terganggu karena terjadinya proses pembedahan abdomen kanan bawah.

i. Pola Penanggulan Stres


Adakah rasa cemas akibat penyakit klien saat ini dan bagaimana cara
penanggulangannya klien terhadap rasa cemasnya.

j. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan


Bagaimana tentang kepercayaan yang dianut klien, tentang ibadahnya apakah
terjadi gejala pada saat Masuk Rumah Sakit.

6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dikaji keadaan seluruh tubuh dimulai dari kepala dan leher,
thorak, addominalis, anus, genetalia, ekstremitas dan integumen.
Data pre operasi
a) Inspeksi

Pada pasien apendisitis biasanya keadaan umum lemah, ekspresi wajah cemas.
b) Palpasi
Pada pasien apendisitis biasanya terdapat nyeri tekan pada perut kanan bawah.
c) Perkusi

12
Pada pasien apendisitis terdapat nyeri ketok, pekak hati.
d) Auskultasi
Pada pasien apendisitis biasanya bising usus tidak ada, pergerakan peristaltik usus,
detak jantung serta bunyi nafas normal.
Data post operasi
a) Inspeksi
Pada pasien apendisitis biasanya keadaan umum lemah, disebabkan nyeri pada luka
operasi dan juga terlihat perut kembung.
b) Palpasi
Pada pasien apendisitis terdapat nyeri tekan pada abdomen kanan bawah dimulai dari
sisi yang tidak sakit untuk menyesuaikan tangan pemeriksa pada perut penderita.
c) Perkusi
Pada pasien apendisitis terdapat nyeri ketok, pekak hati (jika terjadi peritonitas, pekak
ini hilang oleh karena bocoran usus, maka udara bocor)
d) Auskultasi
Pada pasien apendisitis biasanya bising usus tidak ada, (oleh karena peritonitis)
sedangkan jika nyeri ketok tersebut di satu tempat (titik Mc. Burney) maka tidak ada
peritonitis lokal, jika nyeri di seluruh abdomen, maka terjadi peritonitis umum (bila
terjadi perforasi apendik).

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan leokosit : urine
Terdapat peningkatan leukosit di atas 12000/mm2, netrofil meningkat sampai 75 %
Pemeriksaan darah (HB)
Sel darah putih total meningkat di atas 10000/m 2 pada 85% pasien dan tiga perempat
mempunyai hitung deferensial sel darah putih yang abnormal.
Foto abdomen
Dapat dinyatakan adanya pengerasan material pada apendiks (fekalik) ileus
terlokalisasi.

B. Diagnosa Perawatan

Dari hasil pengkajian keperawatan yang telah diuraikan di atas maka selanjutnya data
dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yang terdiri dari data pre operasi dan post
operasi yang meliputi data subjektif dan data objektif.

Data Subjektif dan Data objektif pada Pre Operasi


a) Data subjektif pre operasi
Pasien mengeluh nyeri perut atau abdomen
Terjadinya mual dan muntah
Pasien mengeluh tidak ada nafsu makan
Pasien mengeluh tidak bisa istirahat

13
Data objektif pada post operasi
Perut kembung berisi angin
Perut keras seperti papan
Terjadi kemerah-merahan pada pasien
Suhu tubuh meningkat 38,3 OC
Ekpresi wajah cemas
Nyeri tekan pada perut kanan bawah
Terjadi pekak hati

Data subjektif dan objektif pada post operasi


b) Data subjektif post operasi
Pasien mengeluh nyeri perut pada daerah insisi
Pasien mengeluh sukar BAB
Pasien mengeluh tidak bisa istirahat
Pasien mengeluh kurang nafsu makan
Pasien merasa cemas dan gelisah
Data objektif post operasi
Ekspresi wajah cemas dan gelisah
Porsi makan yang disediakan tidak habis
Perut kembung
Peningkatan suhu tubuh
Ditemukan tanda-tanda infeksi
Nyeri tekan epigastrium
Ketergantungan pada orang lain
Peristaltik usus tidak ada

Berdasarkan analisa yang diperoleh dari pengkajian di atas maka ditemukan beberapa
masalah yang dihadapi oleh pasien yang membutuhkan intervensi keperawatan, diagnosa
keperawatan yang timbul pada post operasi apendiktomy sebagai berikut :
1) Risiko terhadap perubahan fungsi pernafasan yang berhubungan dengan imobilitas
skunder terhadap status pasca anestesi dan nyeri
2) Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap
bakteri skunder terhadap luka
3) Nyeri yang berhubungan dengan interupsi bedah struktur tubuh flatus dan imobilitas
4) Risiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan
penurunan masukan skunder terhadap nyeri, mual, muntah dan pembatasan diet.
5) Risiko terhadap konstipasi kolon yang berhubungan dengan peningkatan peristaltik
skunder terhadap imobilitas dan efek anastesi dan narkotika.
6) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan nyeri dan keletihan skunder terhadap
anastesi, hipoksia jaringan dan ketidak cukupan masukan cairan dan nutrisi.

14
7) Risiko terhadap infeksi penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dngan
ketidak cukupan pengetahuan tentang perawatan letak operasi, pembatasan (diet,
aktivitas) obat-obatan, tanda dan gejala komplikasi dan perawatan lanjutan.

C. Perencanaan Keperawatan

Menurut Linda Juall Carpenito (1999), Rencana keperawatan yang mungkin


ditegakkan pada pasien post apendiktomy adalah sebagai berikut :
1) Risiko terhadap perubahan fungsi pernafasan yang berhubungan dengan imobilitas
sekunder terhadap status pasca anastesi dan nyeri.
Kriteria hasil : Pasien akan menunjukkan lapang paru bersih
Intervensi Keperawatan :
Auskultasi lapang paru terhadap penurunan dan bunyi nafas abnormal
Lakukan tindakan untuk mencegah aspirasi
Kurangi resiko obstruksi lidah
Pertegas penyuluhan pra operasi tentang pentingnya mengubah posisi
Bila terdapat sekresi anjurkan batuk penghisapan bila hanya diindikasi dengan
auskultasi
Rasionalisasi :
Atelektasi disebabkan oleh retensi sekresi atau penurunan volume paru pasca operasi
Pada periode pasca operasi, penurunan sensori dan hipo ventilasi menambah risiko
aspirasi
Perubahan posisi posterior lidah dapat menyumbat faring
Nyeri pasca operasi dapat menghambat kepatuhan penegasan pentingnya tindakan ini
supaya dapat meningkatkan kepatuhan
Statis sekresi dapat mencetuskan infeksi dan atelektatif.

2) Risiko terhadap infeksi yang berhubungan peningkatan kerentanan terhadap bakteri


sekunder terhadap luka.

Kriteria hasil : Pasien dapat menunjukkan penyebuhan dengan bukti tepi luka utuh

Intervensi Keperawatan :
Pantau terhadap tanda dan gejala infeksi
Lakukan langkah-langkah untuk mencegah infeksi
Pertahankan balutan peli utera satu lapis untuk 24 sampai 48 jam
Konsultasikan dengan perawat ahli untuk tindakan lebih spesifik.

15
Rasionalisasi :
Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan darah dalam aliran
limfe. Tindakan ini membantu mencegah masuknya mikro organisme ke dalam luka
dan juga mengurangi resiko tranmisi infeksi pada orang lain.
Balutan ini mempertahankan lingkungan lembab yang meningkatkan imigrasi epitel
terbaik dan melindungi luka dari masuknya mikro organisme.
Penatalaksanaan luka komplek atau kerusakan penyembuhan memerlukan konsultasi
keperawatan ahli

3) Nyeri yang berhubungan dengan interupsi struktur tubuh, flatus, dan imobilitas.

Kriteria hasil : Pasien melaporkan penurunan progresif dari nyeri dan peningkatan
aktivitas
Intervensi
Kolaborasikan dengan pasien untuk menentukan intervensi pereda nyeri yang
efektif
Kurangi rasa takut pasien dan luruskan setiap misinformasi
Berikan pereda nyeri yang optimal dengan analgesik
Berikan latihan
Tingkatkan pasien ke ambulasi tanpa bantuan bila mungkin

Rasionalisasi
Pasien yang mengalami nyeri dapat merasa kehilangan kontrol terhadap tubuh dan
hidupnya
Pasien yang disiapkan untuk prosedur yang menimbulkan nyeri dengan penjelasan
detil tentang sensori yang akan dirasakan biasanya mengalami sedikit stress dan nyeri
dari pada menerima penjelasan.
Narkotika dapat menekan pusat pernafasan pada otak
Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen.
Berjalan akan meningkatkan aliran balik vena, mencegah stasil vena,
mengembangkan jaringan paru.

4) Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, yeng
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan
luka dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah, pemembatasan
diet.

Kriteria hasil : Pasien akan melanjutkan pencernaan kebutuhan nutrisi harian yang
diperlukan, yang mencakup :

16
Pemilihan dari empat kelompok makanan
2000 sampai 3000 ml cairan
Serat, vitamin, dan mineral adekuat

Intervensi :
Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian optimal
Pantau status hiper metabolisme
Diskusikan kebutuhan nutrisi dan sumber diet
Ambil tindakan untuk menghilangkan nyeri
Lakukan tindakan untuk mengurangi mual
Pertahankan hygiene oral yang baik setiap waktu
Berikan agen antiemetik sebelum makan bila diindikasikan

Rasionalisasi :
Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein, karbohidrat, vitamin dan
mineral untuk pembentukan fibroblas
Hiper metabolisme diperkirakan 3 sampai 4 hari pertama pasca operasi.
Komplikasi utama trauma dan sepsis meningkatkan laju metabolisme dari 10%
sampai 50%
Nyeri menyebabkan keletihan dan mual yang dapat menurunkan nafsu makan
Anjurkan cepat merangsang pusat muntah dengan pembangkit eferen
Mulut yang bersih dan segar dapat merangsang nafsu makan
Antiemetik, mencegah mual dan muntah
5) Risiko terhadap konstipasi kolonik yang berhubungan dengan penurunan peristaltik
sekunder terhadap mobilitas serta efek anestesi dan narkotika.

Kriteria hasil : Pasien dapat memiliki fungsi usus efektif pra operasi
Intervensi :
Kaji bising usus untuk menentukan kapan memberikan cairan
Jelaskan efek aktivitas harian pada eliminasi
Beri tahu dokter bila bisingnya tidak terdengar dalam 6 10 jam.

Rasionalisasi :
Adanya bising usus menunjukkan kembalinya peristaltik
Aktivitas mempengaruhi eliminasi usus dengan memperbaiki tonus otot abdomen,
dan merangsang nafsu makan
Tidak adanya bising usus dapat menandakan paralitik ileus.

6) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kecemasan


sekunder terhadap anastasi, hipoksia jaringan dan ketidak cukupan cairan nutrisi

Kriteria hasil : Pasien dapat meningkatkan toleransi terhadap ambulansi progresif

17
Intervensi :
Dorong kemajuan tingkat aktivitas pasien
Tingkatkan aktivitas perawatan diri pasien dan perawatan diri parsial
Rencanakan periode istirahat teratur sesuai jadwal harian pasien

Rasionalisasi :
Peningkatan aktivitas secara bertahap memungkinkan system kardio pulmonal
pasien untuk kembali pada status pra operasinya.
Partisipasi pasien dengan perawatan diri memperbaiki fungsi fisiologisnya dan
mengurangi kelelahan.
Periode istirahat teratur memungkinkan tubuh untuk menghemat dan memulihkan
energi.

7) Risiko inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan


ketidakcukupan pengetahuan tentang perawatan sisi operasi, pembatasan (diet
aktivitas obat) tanda dan gejala komplikasi dan perawatan lanjut.

Kriteria hasil : Kesiapan dan kemampuan untuk belajar serta dan menyerap informasi
Intervensi :
Pertegas pembatasan aktivitas sesuai indikasi
Tinjau ulang dengan pasien dan keluarga tujuan dosis, pemberian dan efek
Bila mana memungkinkan beri intruksi tertulis atau video tambahan
Evaluasi pemahaman pasien dan keluarga tentang informasi yang diberikan.

Rasionalisasi :
Menghindari aktivitas tertentu, menurunkan resiko dehisens luka sebelum
pembentukan jaringan parut
Pengetian yang menyeluruh dapat membantu mencegah kesalahan pemberian
obat.
Vidio dan intruksi tertulis dapat memberikan sumber informasi untuk
dipergunakan di rumah.
Pasien dan keluarga meminta untuk bertanggung jawab terhadap perawatan bila
mereka cemas, nyeri dan sebagainya.

D. Implementasi

18
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan pengelolaan dan perwujudan serta
rencana tindakan keperawatan yang terdiri dari kriteria hasil intervensi dan rasionalisasi.
Pelaksanaan dari asuhan keperawatan meliputi rencana-rencana tindakan oleh perawat,
anjuran dokter dan ketentuan-ketentuan di rumah sakit. Bagi seseorang perawat yang
profesional dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang luas dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dapat sehingga dapat memperoleh hasil yang
diharapkan.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah pengukuran keberhasilan perawatan dalam memenuhi kebutuhan


pasien. Dalam hal ini di evaluasi setiap tahap proses pasien dan perawat, mulai dari diagnosa
sampai tindakan evaluasi merupakan bagian terakhir dari asuhan keperawatan.
Pengukuran keberhasilan dari rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan
pasien, pada pasien post apendiktomy didasarkan reaksi pasien seperti :
a. Rasa nyaman terpenuhi
b. Nyeri insisi hilang dan berkurang
c. Infeksi tidak terjadi
d. Intake dan output cairan dan elektrolit seimbang
e. Konstipasi tidak terjadi
f. Kebutuhan aktivitas sehari-hari (ADL) terpenuhi

Dari evaluiasi diperoleh 4 (empat) kesimpulan


a. Masalah dapat teratasi
b. Masalah sebagian dapat teratasi
c. Masalah sama sekali tidak teratasi
d. Timbul masalah baru

Apabila masalah pasien teratasi maka dilakukan tindakan lanjutan, tetapi bila masalah
pasien sama sekali tidak teratasi atau timbul masalah baru maka perawat harus tetap berusaha
untuk mengawasi masalah yang dihadapi pasien dan meninjau kembali rencana keperawatan
yang telah dilaksanakan dan menyesuaikan dengan masalah yang baru timbul.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Apendiktomy adalah suatu tindakan pengangkatan apendiks yang terimflamasi


dengan menggunakan pendekatan endoskopi.Dalam melakukan pengkajian keperawatan
pada pasien dengan diagnosa medis apendiktomy dijumpai adanya nyeri, aktivitas dibantu,
luka insisi + 5 cm, nyeri tekan
Analisa data yang didapat dari pasien mengeluh nyeri pada daerah post operasi,
pasien mengatakan nyeri ketika melakukan aktivitas, pasien juga mengatakan kurang
mengerti tentang perawatan luka. Adanya nyeri tekan pada daerah kuadran kanan bawah
abdomen luka tertutup perban. Pasien sangat berhati-hati dalam melakukan aktivitas pasien
selalu dibantu oleh keluarga dalam pemenuhan ADL seperti makan, minum, serta BAB dan
BAK, luka terperban steril, bedrest, panjang luka insisi + 5 cm terdapat tanda-tanda dolor,
rubor, adapun masalah yang muncul adalah gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan terputusnya kontuinitas jaringan, intoleransi nyeri berhubungan dengan tindakan
operasi, intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan gerak, resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan adanya luka bekas insisi.

B. Saran
Adapun saran-saran yang penulis kemukakan antara lain
Keberhasilan perawatan dan pengobatan apendiktomy sangat diharapkan adanya kerja
sama antar pasien,. perawat, maupun tim medis sehingga tercapainya derajat kesehatan yang
optimal.
Dalam penyelesaian laporan studi kasus ini penulis mempunyai banyak kekuarangan
dan untuk kesempurnaan laporan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak dan pembaca khusunya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C, Long. (1996), Perawatan Medical Bedah, Yayasan Ikatan Alumni


Keperawatan Pejajaran, Bandung.
Cameron, (1997), Ilmu Bedah Muthakhir, EGC, Jakarta, Penerbit Buku kedokteran.
Doenges Marilym E, (1996), Asuhan Keperawatan Dalam Aplikasi Rencana dan
Dokumentasi Proses keperawatan, Edisi 9. EGC, Jakarta
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G Bare (2000), Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah
Edisi 8, EGC, Jakarta Penerbit Buku Kedokteran.
Syaifuddin (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, edisi 2 EGC, Jakarta
Soeparman (EP), Ilmu penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990.
Winotopradjoko M., Kutuk Prata, Bandar Johan Hamid, (2002), ISO Indonesia, Edisi
36, Jakarta.
http://andessa-hesa.blogspot.com/2013/02/asuhan-keperawatan-dengan-post.html

21

You might also like