Professional Documents
Culture Documents
KEBIDANAN
SITY
Selasa, 07 Mei 2013
2.3 KLASIFIKASI
Adapun klasifikasi asma berdasarkan etiologi :
1. Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang
masuk ketubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan
ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen
diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC
melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2
(II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel
plasma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil
yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada
permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki
reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel
mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang
tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama,
alergen yang masuk ketubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan
basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan input Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam
sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan
degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator
yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai
sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil
Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut
ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila
terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur,
bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini
telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik.
Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas
bronkus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asma dianggap secara klinik sebagai
penyakit bronkospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus
dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas. Bronkus pada pasien asma odema
di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang
menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran
nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asma bronkiale adanya
penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkus.
Akibat dari bronkospasme, odema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi mukus
maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak,
nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang
akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic
hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan
mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel
radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus
sehingga menimbulkan asma bronkiale.
2. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi
akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani
yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan
saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas
adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada
adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang
mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran
sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messegner kedua. Bila reseptor ini
dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam
sel menjadi 35 cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos
bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi
kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa
lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal
dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).
3. Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.
2.4 PATOFISIOLOGI
Pada asma akut, obstruksi akut disebabkan oleh kontraksi otot polos bronkus,
meningkatnya sekresi lender, dan radang saluran nafas serangan ini dipicu oleh stimulasi yang
beragam misalnya infeksi saluran nafas menghirup tepung sari atau bahan kimia, udara dingin
atau kelembapan. Penyempitan bronkus terjadi sebagai respon terhadap infeksi yang diperantai
saraf vagus atau akibat dari kerja zat-zat yang dilepaskan oleh sel mast terhadap otot polos, atau
sebagai akibat kedua dari mekanisme itu penyempitan bronkiolus meningkatkan resistensi
saluran nafas, menurunkan kecepatan aliran gas, dan menyebabkan terperangkapnya udara.
Ketidaksesuaian ventilasi/perfusi yang diakibatkannya menimbulkan hipoksemia, yang mula-
mula merangsang pernafasan, mengakibatkan hiperventilasi yang ditunjukan oleh suatu PaCO2
yang rendah dan alkalosis pernafasan akut.
Suatu serangan asma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada
dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu
diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan
ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen
diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal
kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma
dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang
ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau
baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan
mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan input Ca++ kedalam sel dan perubahan
didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan
menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing
suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan
lain-lain. Hal ini akan menyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot
polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme,
peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang
menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan
peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat
alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat
lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
2.5 FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkiale atau sering disebut
sebagai faktor pencetus adalah :
a. Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan
asma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur,
serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
b. Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor
pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita
asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).
c. Stress
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah
akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk
merealisis sel radang menjadi menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi
pada bronkus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
d. Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma bronkiale akan mendapatkan serangan asma bila melakukan
olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani (Exercise induced
asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan
timbul beberapa jam setelah olah raga.
e. Obat-obatan
Beberapa pasien asma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
f. Polusi udara
Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok,
asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
g. Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 15% pasien asma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja
(Sundaru, 1991).
2.9 PENATALAKSANAAN
a. Mencegah timbulnya stres
b. Mencegah penggunaan obat seperti aspirin semacamnya yang dapat menjadi pencetus
timbulnya serangan
c. Pada penderita asma ringan dapat digunakan obat local yang berbentuk inhalasi atau peroral
seperti isoproterenol
d. Serangan asma yang ringan diatasi dengan pemberian bronkodilator hirup misalnya
isoproterenol yang akan memperlebar penyempitan saluran udara pada paru-paru. Tetapi obat ini
tidak boleh terlalu sering digunakan.
e. Serangan asma yang lebih berat biasanya diatasi dengan infus aminofilin.
Serangan asma yang sangat berat (status asmatikus) diatasi dengan pemberian infus
kortikosteroid. Jika terdapat infeksi, diberikan antibiotik.
f. Setelah suatu serangan, bisa diberikan tablet yang mengandung teofilin untuk mencegah
serangan lanjutan. Bronkodilator dan kortikosteroid banyak digunakan oleh ibu hamil dan tidak
menimbulkan masalah yang berat.
2.10 PENGOBATAN
Obat asma dibedakan menurut fungsinya, yaitu obat untuk melebarkan saluran nafas
(bronkodilator) mengurangi bengkak saluran nafas (anti inflamasi), dan untuk memudahkan
pengeluaran lender. Selain itu obat dapat diberiakan melalui peroral, inhaler, infuse, suntikan dan
melalui rectal. Namun bagi ibu hamil yang paling aman digunakan adalah melalui inhaler
(Alupen efeknya paling keras, Ventolin, Bereotech, Inflamide efeknya paling lembut), karena
efeknya tidak terlalu berdampak dan langsung focus pada saluran nafas, selain itu dosisnya lebih
kecil, sehingga relative tidak akan mempengaruhi janin dalam kandungan.
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan
pengobatan farmakologik
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL
NY. U UMUR 26 TAHUN G2 P1 A0 Ah1 UMUR KEHAMILAN 32 + 3 MINGGU
DENGAN ASMA DI RB DELIMA
No. Registrasi : 090425533
Masuk tgl / jam : 4 April 2011 , 08.00 WIB
Ruang : Pemeriksaan
I. PENGKAJIAN Tanggal : 4 April 2011, Jam : 08.10 WIB
A. Data Subyektif
1. Identitas Istri Suami
b. Keluhan Utama :
Ibu takut penyakit asmanya kambuh di kehamilan kedua ini.
3. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 Tahun Siklus : 28 hari
Lama : 6 hari Teratur : Ya
Sifat darah : cair Keluhan : Tidak ada
4. Riwayat Perkawinan
Status pernikahan : Sah Menikah ke : I ( satu )
Lama : 5 Tahun Usia menikah pertama kali : 25 Tahun
5. Riwayat obstetric : G2 P1 Ab0 Ah1
Persalinan Nifas
Hamil
Jenis Komplikasi
ke Tgl lahir UK Penolong JK BB lahir Laktasi Komplik
persalinan Ibu Bayi
23 Vakum Dr Caput
1 Aterm Asma L 2600gram 2 th Tidak ad
maret2006 ekstraksi Obsgyn suksedenium
2 Hamil ini
c. Pola Istirahat
Tidur siang sebelum hamil saat hamil
Lama : 2 jam/hari 1 jam/hari
Keluhan : Tidak ada Tidak ada
Tidur malam
Lama : 5-6 jam/hari 6 jam/hari
Keluhan : Tidak ada Tidak ada
d. Personal Hygiene
Mandi : 2x/hari 2x/hari
Ganti pakaian : 2x/hari 2x/hari
Gosok Gigi : 2x/hari 2x/hari
Keramas : 2x/minggu 3x/minggu
e. Pola seksualitas
Frekuensi : 2x/minggu 1x/minggu
Keluhan : Tidak ada Tidak ada
f. Pola aktivitas (terkait kegiatan fisik, olah raga)
ibu mengatakan hanya melakukan pekerjaan rumah seperti membersihkan rumah, dan
mencuci.
10. Kebiasaan yang mengganggu kesehatan (merokok, minum jamu, minuman
beralkohol)
Ibu mengatakan tidak pernah merokok, minum jamu, dan minum- minuman
beralkohol.
11. Psikososiospiritual(Penerimaan ibu/suami/keluarga terhadap kehamilan, dukungan social,
perencanaan persalinan,pemberian asi, perawatan bayi, kegiatan ibadah, kegiatan social,dan
persiapan keuangan ibu dan keluarga)
- Ibu mengatakan ibu, suami, dan keluarga sangat cemas dengan kahamilannya
- Ibu mengatakan suami dan keluarga senang dengan kehamilan ibu
- Ibu mengatakan suami dan keluarga memberikan dukungan kepada ibu
- Ibu mengatakan ibu dan suami taat beribadah
12. Pengetahuan ibu(tentang kehamilan , persalinan dan Laktasi)
Ibu mengerti nutrisi yang baik untuk ibu hamil yaitu 4 sehat 5 sempurna dan ibu lebih
berhati-hati menjaga kehamilan yang sekarang.
13. Lingkungan yang berpengaruh (sekitar rumah dan hewan peliharaan)
Ibu mengatakan tidak memelihara hewan peliharaan (seperti kucing, anjing, ayam, dll) di
rumahnya.
C. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compomentis
Tanda Vital sign :
Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi: 86x/menit
Pernapasan : 20x/menit Suhu: 37 c
Berat Badan sebelum hamil : 50 kg Tinggi badan : 157 cm
Berat badan sekarang : 57 kg
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Mesocephal, tidak nyeri tekan, terdapat luka jahitan
Rambut : Tidak ada ketombe, warna rambut hitam , bersih, rambut
tidak rontok
Muka : Bentuk muka oval, tidak ada oedema, , tidak ada cloasma
gravidarum
Mata : Simetris, tidak ada secret, sklera tidak ikterik, konjungtiva
pucat.
Hidung : Bersih, tidak ada polip, tidak ada secret
Mulut : Bersih, tidak ada stomatitis, tidak ada karies pada gigi, lidah
bersih,tidak ada pembesaran kelenjar tonsil.
Telinga : Simetris,bersih, tidak ada serumen
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis, serta
tidak ada pembengkakan kelejar parotis dan limfa
Dada : Tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada bunyi ronghi dan
wheezing.
Payudara : Simetris, puting susu menonjol, hiperpigmentasi areola
mamae, colustrum belum keluar.
Abdomen : Pembesar memanjang, tidak ada bekas operasi, tidak ada nyeri
tekan pada saat dipalpasi, terdapat linea gravidarum.
Palpasi Leopold
eopold I : TFU antara Px dengan pusat,pada fundus teraba
lunak, kurang bulat, tidak melenting ( bokong )
eopold II : Bagian kanan perut ibu : teraba kecil-kecil tidak beraturan,sedikit ada gerakan ( ekstremitas)
Bagian kiri perut ibu : teraba keras ada tahanan seperti papan , memanjang (punggung )
Leopold III : Pada bagian terbawah janin teraba bulat, keras
melenting ( bokong ).
Leopold IV : Kepala belum masuk panggul ( Konvergen )
Osborn test : Tidak dilakukan
TFU menurut Mc.Donald : 28 cm , TBJ : ( 28 12) x 155 = 2480 gram
Auskultasi DJJ : Positif, 138 x/menit
Ekstremitas atas : Simetris, gerakan aktif, kuku tidak pucat,
tidak odema, LILA: 24 cm
as bawah : Simetris, gerakan aktif, kuku tidak pucat, tidak
odema, tidak ada varises , reflex patella (+)
Anus : Tidak hemorrhoid
3. Pemeriksaan Penunjang Tanggal: 4 April 2011
Hasil golongan darah B HB = 12,5 gr% dl
Urine reduksi: negative Protein Urine : negative
II. INTERPRETASI DATA
A. Diagnosa Kebidanan
Seorang ibu NY. U Umur 26 tahun G2 P1 A0 Ah1,uk 32 + 3 minggu janin tunggal, hidup
intrauteri, PUKI, presentasi kepala, belum masuk PAP, dengan asma.
DS :
- Ibu mengatakan umurnya 27 tahun
- Ibu mengatakan ini kehamilan kedua
- Ibu mengatakan tidak pernah keguguran
- Ibu mengatakan HPHT tanggal 20 Agustus 2010
- Ibu mengatakan dirinya menderita penyakit asma sejak kecil,terakhir kali kambuh umur 24
tahun.
DO :
- KU : baik - Kesadaran : composmentis
- Tanda Vital sign :
Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi: 86x/menit
Respirasi : 20x/menit Suhu: 37c
- Palpasi Leopold
Leopold I : TFU antara Px dengan pusat, pada fundus teraba
lunak, kurang bundar, tidak melenting ( bokong )
Leopold II : PUKI
Leopold III : PRESKEP
4.2 SARAN
Diharapkan pada seluruh tenaga kesehatan mampu melaksanakan asuhan kebidanan
khususnya pada ibu hamil dengan penyakit asma yang lebih komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
( Http : // www. Uptodate / Pregnancy and asthm.com ) diakses tanggal 10 april 2011 pukul
15.45 WIB
( Http://asma-dalam-kehamilan.htm ) diakses tanggal 10 april 2011 pukul 16.10 WIB
Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2, EGC: Jakarta
Price, Sylivia A, dkk. Patofisiologi konsep klinis proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC
R. H. H Nelwan. 1995. Ilmu Penyakit dalam jilid 1 edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Varney, Hellen dkk. 2003. Asuhan Kebidanan Volume 1. Jakarta : EGC
Mengenai Saya
sity hamidah
Lihat profil lengkapku