You are on page 1of 19

Jasa Bantu Pengerjaan

Tugas Kedokteran S2 dan S3


08129 4635 021
Tuesday, October 15, 2013

ASMA DALAM KEHAMILAN Disusun untuk memenuhi


daftar usulan penetapan angka kredit
ASMA DALAM KEHAMILAN
Disusun untuk memenuhi daftar usulan penetapan angka kredit

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering dijumpai
dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruhnya terhadap kehamilan dan
persalinanpun tidaklah selalu sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang
penderita asma, serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya.
Kurang dari sepertiga penderita asma akan membaik dalam kehamilan, lebih dari
sepertiga akan menetap, serta kurang dari sepertiga lagi akan menjadi buruk atau
serangan akan bertambah. Biasanya serangan akan timbul pada umur kehamilan 24
minggu sampai 36 minggu, dan pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh tim ahli asma California pada tahun 1983,
pada 120 kasus asma yang hamil, dan terkontrol dengan baik, terdapat 90% dari
penderita tidak pernah mendapat serangan selama persalinan, 2.2% menderita
serangan ringan dan hanya 0.2% yang menderita asma berat yang dapat diatasi
dengan obat obat intravena.
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan
beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen ( O 2 ) atau
hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada
janin, dan sering terjadi keguguran, persalinan prematur atau berat janin tidak
sesuai dengan usia kehamilan ( gangguan pertumbuhan janin ).
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memahami faktor resiko,
patofisiologi serta manajemen asma dalam kehamilan sehingga diharapkan dapat
membantu menangani pasien pasien dengan gangguan ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asma
2.1.1. Definisi Asma
Penyakit asma merupakan penyakit saluran nafas yang ditandai oleh
peningkatan daya responsif percabangan trakheo-bronkhial terhadap pelbagai
stimulus. Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan
yang meluas pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau
sembuh dengan terapi dan secara klinis ditandai oleh serangan mendadak dispnea,
6
batuk, serta mengi.
Sumber lain mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronik jalan
nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi, dimana yang mendasari gangguan ini
adalah hiperaktivitas bronkhus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas, dan
5
gejala pernafasan ( mengi dan sesak ).

2.1.2. Etiologi
Rangsangan yang berinteraksi dengan respons jalan nafas dan
membangkitkan episode akut asma dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelompok
utama : alergenik, farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi, exercise dan
emosi.

Alergen
Asma akibat alergi bergantung pada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T
dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang
berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma
bersifat airborne dan supaya dapat dapat mencetuskan asma alergen tersebut
harus tersedia banyak dalam waktu tertentu.
Rangsangan Farmakologik
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah
aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis -adrenergik dan bahan
sulfat. Lingkungan dan Polusi Udara
Lingkungan yang menyebabkan asma biasanya berhubungan dengan keadaan iklim
yang menyebabkan konsentrasi polutan atmosfer dan antigen, cenderung
ditemukan pada daerah padat industri dan daerah kumuh. Beberapa polutan yang
diketahui dapat menyebabkan keadaan ini diantaranya, ozon, nitrogen dioksida
dan sulfur dioksida
Faktor Pekerjaan
Asma yang berkaitan dengan pekerjaan merupakan masalah kesehatan yang
bermakna dan obstruksi jalan nafas akut dan kronik dilaporkan terjadi setelah
pajanan terhadap sejumlah besar senyawa yang dapat dihasilkan dari pekerjaan,
seperti garam logam, debu kayu, sayuran, bahan farmasi, bahan kimia industri.
Infeksi
Infeksi jalan nafas merupakan rangsangan yang paling umum membangkitkan
eksaserbasi akut asma. Mekanismenya belum diketahui dengan pasti, tapi mungkin
hasil perubahan akibat radang mukosa jalan nafas mengubah pertahanan penjamu
dan menyebabkan saluran trakheo-bronkhial lebih rentan terhadap rangsangan
eksogen.
Excercise
Mekanisme bagaimana exercise akan menghasilkan obstruksi mungkin berhubungan
dengan hiperemia yang disebabkan oleh suhu dan pengisian darah mikrovaskuler
dinding bronkhus dan kelihatannya tidak mengikutsertakan kontraksi otot polos.
Timbulnya bronkhospasme akibat latihan fisis mungkin berpengaruh pada beberapa
pasien asma dan pada beberapa pasien, hal ini menjadi pencetus tunggal.
Stres Emosional
Perubahan ukuran jalan nafas kelihatannya dicetuskan melalui pengubahan
3
aktivitas syaraf efferen, tetapi endorfin juga dapat berperan.

2.1.3. Patofisiologi
Tanda patofisiologik asma adalah pengurangan diameter jalan nafas yang
disebabkan kontraksi otot polos, pembuluh darah, edema dinding bronkhus, dan
sekret kental yang lengket. Hasil akhir adalah peningkatan resistensi jalan nafas,
penurunan volume ekspirasi paksa ( forced volume expiration ) dan kecepatan
aliran, hiperinflasi paru dan thoraks, peningkatan kerja bernafas, pengubahan
fungsi otot pernafasan, perubahan recoil elastic, penyebaran abnormal aliran
darah ventilasi dan pulmonal dengan rasio yang tidak sesuai dengan perubahan gas
darah arteri. Jadi, walaupun asma pada dasarnya diperkirakan sebagai penyakit
saluran nafas, sesungguhnya semua aspek fungsi paru mengalami kerusakan selama
serangan akut. Lagipula, pada pasien yang sangat simptomatik, seringkali pada
3
elektrokardiografi ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertensi paru.
Bila seorang pasien dirawat, kapasitas vital paksa ( forced vital capacity )
cenderung 50% dari nilai normal. Volume ekspirasi paksa satu detik ( 1-s forced
expiratory volume, FEV1 ) rata rata 30% atau kurang dari yang diperkirakan,
sementara rata rata aliran midekspiratory maksimum dan minimum ( maximum
and minimum midexpiratory flow rates ) berkurang sampai 20% atau kurang dari
yang diharapkan. Untuk mengimbangi perubahan mekanik, udara yang
terperangkap ( trapping air ) ditemukan berjumlah besar. Pada pasien
yang sakit berat, volume residual ( residual volume, RV ) sering mendekati 400%
nilai normal, sementara kapasitas residual fungsional menjadi berlipat ganda.
Pasien cenderung melaporkan bahwa serangannya berakhir secara klinis bila RV
3
turun sampai 200% dari nilai yang diperkirakan dan bila FEV 1 naik sampai 50%.
Hipoksia merupakan temuan umum sewaktu eksasaserbasi akut, tetapi gagal
ventilasi yang jelas relatif tidak biasa ditemukan, hal ini diobservasi pada 10 15%
pasien yang dirawat. Sebagian besar asma mengalami hipokapnia dan alkalosis
respiratori. Pada pasien yang sakit parah, temuan tekanan karbondioksida arteri
normal cenderung berhubungan dengan tingkat obstruksi yang cukup berat.
Akibatnya, bila ditemukan pada pasien yang simtomatik, keadaan ini harus
dipandang sebagai gagal respirasi dan harus dipandang sebagai gagal gagal
respirasi yang membakat dan harus diterapi dengan keadaan tersebut. Demikian
pula bila ditemukan asidosis metabolik pada asma akut, hal tersebut merupakan
petunjuk obstruksi berat. Biasanya, tidak ada gejala klinis yang menyertai
perubahan gas darah. Sianosis merupakan tanda akhir. Oleh sebab itu tingkat
hipoksia yang berbahaya tidak dapat ditentukan. Demikian juga, tanda yang
berhubungan dengan retensi karbondioksida, seperti berkeringat, takikardia, dan
tekanan nadi yang lebar, atau terhadap asidosis, seperti takipnea, bukan
merupakan hal yang berrti besar dalam memperkirakan terjadinya hiperkapnea
atau kelebihan ion hidrogen pada pasien karena tanda tersebut terlalu sering
ditemukan pada pasien yang cemas dengan penyakit yang lebih berat. Jadi
mencoba menilai keadaan status ventilasi seorang pasien yang sakit berat
berdasarkan gejala klinis saja dapat sangat membahayakan dan tidak boleh
didasarkan pada bukti yang ada. Oleh karena itu tekanan gas darah arteri harus
diukur. 3
2.1.4. Gambaran Klinis
Gejala asma terdiri atas trias dispnea, batuk dan mengi ; gejala yang
disebutkan terakhir ini kerap kali dianggap sebagai gejala yang harus ada ( sine
qua non ). Pada bentuk yang paling khas, asma merupakan penyakit episodik dan
3
keseluruhan tiga gejala tersebut terdapat bersama sama.
Pada awal awitan, pasien akan mengalami rasa tertekan di daerah dada
yang sering disertai batuk non produktif. Respirasi terdengar kasar dan
suara mengi pada kedua fase respirasi semakin menonjol, ekspirasi memanjang,
dan pasien sering memperlihatkan gejala takipnea, takikardia, serta hipertensi
3
sistolik yang ringan
Tanda dan gejala lain pada penyakit asma merupakan cerminan yang kurang
sempurna untuk pelbagai perubahan fisiologik yang terdapat sehingga jika kita
hanya bergantung pada tidak adanya gejala subjektif atau bahkan pada hilangnya
tanda mengisebagai titik akhir dalam menghentikan terapi untuk serangan yang
3
akut, sejumlah besar penyakit residual akan terabaikan.
Berhentinya episode asma kerapkali ditandai dengan batuk yang
menghasilkan lendir atau mukus yang lengket seperti benang yang liat dan
kerapkali berbentuk silinder dari saluran nafas bagian distal ( spiral cruschmann )
yang jika diperiksa dengan mikroskop, kerapkali memperlihatkan sel eosinofil serta
kristal Charcot Leyden.3
2.1.5. Diagnosis
Diagnosis asma pada seorang pasien yang kita curigai menderita asma dapat
ditegakkan berdasarkan 2:
a. Anamnesis

Riwayat perjalanan penyakit, faktor faktor yang berpengaruh terhadap asma,


riwayat keluarga, riwayat adanya alergi, serta gejala klinis.
b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan auskultasi pulmo terdapat wheezing


c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah : eosinofil, IgE total, IgE spesifik.


Sputum : eosinofil, spiral crushman, cristal charcot leyden
d. Pemeriksaan penunjang

Tes fungsi paru dengan spirometri untuk menentukan adanya obstruksi.penafasan


2.1.6. Klasifikasi Asma
Klasifikasi Asma menurut National Institutes of Health National Heart, Lung, and
Blood Institute, Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat, Amerika
Serikat2

Klasifikasi Gejala Gejala di Fungsi Paru


malam
hari
Asma Persisten Gejala muncul terus Sering FEV1 atau PEF 60%
Berat menerus setiap waktu Variabilitas PEF > 30%
Aktifitas terbatas
Serangan asma sering
muncul
Asma Persisten Gejala muncul setiap Lebih dari FEV1 atau PEF 60% - <
Sedang hari 1 kali 80%
Ditanda dengan dalam 1 Variabilitas PEF > 30%
penggunaan short minggu
acting 2 agonist
Serangan asma
mempengaruhi
aktifitas
Serangan asma terjadi
lebih dari atau sama
dengan 2 kali dalam 1
minggu

Asma Persisten Gejala muncul lebih Lebih dari FEV1 atau PEF 80%
Ringan dari 2 kali dalam 1 2 kali dala Variabilitas PEF 20 30 %
minggu, tapi tidak 1 bulan
setiap hari
Serangan asma dapat
mengganggu aktifitas
Asma Gejala muncul kurang Kurang FEV1 atau PEF 80%
Intermitten dari 2 kali dalam 1 dari atau Variabilitas PEF > 20%
Ringan minggu sama
Serangan berlangsung dengan 2
singkat. kali dalam
1 bulan

2.2. Asma Dalam Kehamilan

2.2.1. Efek Asma pada Kehamilan


Penelitian penelitian mengenai efek asma terhadap ibu serta janin belum
begitu jelas. Beberapa penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
signifikan pada bayi yang dilahirkan oleh wanita hamil yang terserang asma dan
tidak. Penelitian lain memperlihatkan adanya efek yang merugikan, termasuk
didalamnya Intra Uterine Growth Retardation ( IUGR ), persalinan preterm,
preeklampsia, peningkatan insiden transient tachypnea pada bayi yang baru lahir,
oligohydramnion, dan peningkatan resiko seksio sesarea untuk mengakhiri
kehamilan. Belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh asma, efek dari terapi
asma, atau faktor lain yang tergabung dengan mekanisme asma itu sendiri. 1
Hasil penelitian yang dewasa ini banyak dipercaya oleh para ahli
menunjukkan manajemen aktif untuk mengatasi gejala, serangan, serta
mencegah komplikasinya lebih lanjut berdampak positif terhadap ibu serta janin
yang dilahirkan.1

2.2.2. Efek Kehamilan Terhadap Asma


Efek kehamilan terhadap perjalanan penyakit asma itu sendiri tidak dapat
diprediksi, namun banyak penelitian memperlihatkan kehamilan memperparah
penyakit asma yang diderita ibu.
Jenis kelamin dari fetus telah banyak digunakan untuk memprediksi
perjalanan penyakit asma. Wanita yang mengandung bayi perempuan, perjalanan
penyakit asmanya sering memburuk jika dibandingkan dengan wanita yang
mengandung bayi laki laki. Selain itu juga terlihat penggunaan medikasi asma
pada wanita yang mengandung bayi laki laki lebih rendah daripada wanita yang
mengandung bayi perempuan. Lebih lanjut, sebuah penelitian membuktikan
bahwa pada wanita hamil dengan asma yang tidak menggunakan inhaler
kortikosteroid akan mengalami resiko lebih besar terjadinya pertumbuhan janin
yang terhambat jika bayi yang dikandungnya perempuan daripada laki laki. 1

2.3. Manajemen Asma Selama Kehamilan


Seperti telah disebutkan diatas, penyakit asma yang tidak terkontrol pada
ibu hamil akan meningkatkan resiko kematian perinatal, preeklampsia, kelahiran
preterm, dan Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR ) ; besarnya resiko ini tidak terlepas
dari beratnya penyakit asma yang diderita oleh ibu. Meskipun demikian,
kebanyakan wanita hamil dengan asma dapat dengan sukses mengontrol asmanya
dan melahirkan bayi yang sehat.1
Prinsip manajemen asma pada wanita hamil tidak berbeda dengan
manajemen pada wanita yang tidak hamil. Tujuan dari manajemen asma selama
kehamilan adalah mengontrol seoptimal mungkin gejala asma, mencapai fungsi
paru yang normal, pencegahan serangan asma dan mencegah komplikasi pada ibu
dan janin yang dikandung. Terdapat empat komponen kunci dalam manajemen
asma dalam kehamilan untuk dapat mencapai tujuan tersebut, empat komponen
kunci itu adalah :
1. Pengukuran secara objektif yang bertujuan untuk pemeriksaan dan monitoring
Pasien yang menderita asma persisten harus dievaluasi sedikitnya setiap bulan
sekali selama kehamilan. Alasan terbesar untuk langkah monitoring ini karena
menurut beberapa penelitian, 1/3 dari wanita hamil dengan asma, perjalanan
penyakit asmanya akan berubah. Evaluasi ini harus meliputi riwayat frekuensi
munculnya gejala, riwayat asma pada malam hari, kegiatan - kegiatan yang sering
dilakukan, kekambuhan, dan penggunaan obat obatan, auskultasi paru dan
pemeriksaan fungsi paru. Sesak yang biasa terjadi pada masa kehamilan akan
terlihat sama dengan sesak yang dialami pada serangan asma, namun hal ini dapat
dibedakan, sesak pada masa kehamilan tidak berhubungan dengan sesak di dada,
wheezing dan obstruksi saluran nafas yang merupakan karakteristik dari asma.
Tes spirometri sangat direkomendasikan pada saat awal pemeriksaan. Untuk
monitoring rutin pada follow up selanjutnya spirometri tetap dipersiapkan, namun
penilaian dengan peak flow meter umumnya sudah cukup. Pasien dengan nilai
FEV1 60 80 % diperkirakan akan meningkatkan resiko terkena penyakit asma
selama kehamilan, dan pada pasien dengan nilai FEV 1 kurang dari 60 % akan
mempunyai resiko terkena asma terbesar. Monitoring harian dengan menggunakan
peak flow meter dianjurkan untuk pasien dengan derajat asma sedang sampai
berat, dan khususnya untuk pasien yang mengalami kesulitan merasakan tanda
tanda asma yang semakin memburuk. Untuk pasien seperti ini, peak flow meter
akan sangat bermanfaat untuk monitoring asma di rumah yang kemudian hasilnya
senantiasa disampaikan kepada dokter. Karena FEV 1 dan PEF tidak berubah besar
selama kehamilan, PEF masih sangat berguna untuk memonitor wanita hamil
dengan asma.
Wanita yang menderita asma persisten selama kehamilan harus mendapatkan
tambahan pengawasan dengan pemeriksaan ultrasonografi dan pemeriksaan
antenatal janin, karena asma banyak dihubungkan dengan IUGR ( Intra Uterine
Growth Retardation ) dan persalinan preterm.

2. Menjauhkan pasien dari faktor faktor yang yang dapat memperberat keadaan
asma
Mengenali dan menghindari faktor faktor yang dapat menjadi pencetus serangan
asma ternyata dapat memperbaiki keadaan wanita hamil yang menderita asma,
karena dengan mengenali dan menjauhi faktor faktor tersebut, akan
meminimalisir penggunaan obat obatan.
3. Memberikan edukasi kepada pasien
Pasien hendaknya diberikan informasi dan pemahaman tentang penyakit asma yang
diderita dan pengaruhnya terhadap kehamilan, sehingga dengan informasi tersebut
pasien dapat mengerti apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
serangan asma akut selama kehamilan dan juga mengenai cara penggunaan obat
obatan inhaler secara benar jika terjadi serangan.
4. Terapi Farmakologik
Wanita hamil dengan asma akan lebih aman menjalani pengobatan dengan
menggunakan obat obatan asma untuk mencegah terjadinya serangan asma akut
dan memperparah asma yang telah ada. Hal ini bertujuan untuk menyelamatkan
2
ibu maupun janin.

2.4. Terapi Farmakologik Asma Dalam Kehamilan


Tujuan utama dari terapi asma dalam kehamilan adalah meminimalkan atau
menghilangkan gejala kronik baik pada siang atau malam hari, meminimalkan atau
menghilangkan serangan akut, penderita dapat beraktifitas seperti biasa,
tercapainya fungsi paru yang normal, meminimalkan penggunaan inhaler 2
agonist, meminimalkan atau bahkan menghilangkan efek samping dari pengobatan
1
asma terhadap janin.

Derajat Asma Berdasarkan Gejala Klinis Yang Ada Sebelum Pengobatan Pengobatan yang diberika
Atau Kontrol Yang Adekuat 2 panjang

Gejala / siang PEF atau FEV1


Pengobatan Harian
Gejala / malam Variabilitas PEF
Asma Persisten Pengobatan yang dianjurk
Berat - Kortikosteroid inhaler dosis
Terus menerus 60% DAN
Long acting 2 agonist inhaler
DAN
- Kortikosteroid tablet atau
Seringkali > 30% diperlukan.
Alternatif lain :
- Kortikosteroid inhaler dosis t
Teofilin lepas lambat hingga
mcg/mL
Pengobatan yang dianjurk
- Kortikosteroid inhaler dosis
DAN Long acting 2 agoni
ATAU
- Kortikosteroid inhaler dosis s
Setiap hari >60% - < 80% Kortikosteroid inhaler dosis
Asma Persisten
2 agonist inhaler
Sedang
Alternatif lain :
- Kortikosteroid inhaler dosis
atau Leukotrien antagonis re
- Kortikosteroid dosis sedan
Lebih dari 1 malam / Leukotrien antagonis resepto
> 30%
minggu
Pengobatan yang dianjurk
Lebih dari 2 hari dalam 1 Kortikosteroid inhaler dosis
Asma Persisten minggu, tapi tidak setiap 80% Alternatif lain :
Ringan hari Cromolyn, Leukotrien an
Teofilin lepas lambat hingga
Lebih dari 2 malam dalam mcg/mL
20% - 30%
1 bulan
Kurang dari atau sama Tidak diperlukan pengobatan
Asma Intermitten dengan 2 hari dalam 1 80% Serangan asma dapat saja
Ringan minggu serangkaian disarankan
Kurang dari 2 malam serangkaian Kortikosteroid s
< 20%
dalam 1 bulan

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, perjalanan penyakit asma dalam


kehamilan sangat sukar untuk diprediksi, kadang walaupun telah dilakukan
pengobatan untuk mencegah terjadinya serangan asma , namun ternyata tetap
saja serangan asma dapat terjadi. Serangan ini haruslah ditangani secara benar
agar tidak berlanjut menjadi lebih buruk. Berikut ini adalah langkah langkah
penanganan bila terjadi serangan asma pada wanita hamil :
1. Pada waktu terjadi serangan, penanganan awalnya adalah dengan
memberikan short acting 2 agonist inhaler.
2. Setelah pengobatan diatas berlangsung, perhatikan bagaimana respon
pasien terhadap pengobatan tersebut.

Respon baik
Lanjutkan pemberian short acting 2 agonist inhaler setiap 3 4 jam selama 24
48 jam. Pada pasien yang manggunakan Kortikosteroid inhaler, dosis dinaikkan 2
kali lipat selama 7 10 hari.
Respon yang tidak sempurna
Lanjutkan terapi dengan menggunakan short acting 2 agonist inhaler, dan
ditambah dengan Kortikosteroid oral
Respon jelek
Ulangi pemberian short acting 2 agonist inhaler secepatnya dan ditambah
dengan pemberian kortikosteroid oral.
Pada keadaan ini, penanganannya sama dengan penanganan pada wanita yang
tidak hamil, yaitu memberikan cairan intrvena, mengencerkan cairan sekresi di
paru, oksigenasi ( setelah pengukuran PO 2 , CO2 ) sehingga tercapai PO2 > 60 mmHg
dengan kejenuhan 95% oksigen atau normal, setelah keadaan membaik, periksa
kembali fungsi paru serta keadaan janin, kemudian berikan obat kortikosteroid.
Pada status asmatikus dengan gagal nafas, jika setelah pengobatan intensif selama
30 60 menit tidak terjadi perubahan, secepatnya dilakukan intubasi. Berikan
antibiotik bila terdapat dugaan infeksi.2

2.5. Manajemen Persalinan


Pada kehamilan dengan penyakit asma, diupayakan persalinan secara
spontan. Namun bila ternyata penderita berada dalam serangan, tindakan vakum
ekstraksi dan forseps dapat diambil untuk mempercepat kala II.
Seksio sesarea atas indikasi asma jarang atau tidak pernah dilakukan,
bilapun hal itu dilakukan harus diperhatikan sarana dan fasilitas yang ada di rumah
sakit tersebut.1

BAB III
KESIMPULAN
1. Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel
inflamasi, dimana yang mendasari gangguan ini adalah hiperaktivitas bronkhus
dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas, dan gejala pernafasan.
2. Gejala asma terdiri atas trias dispnea, batuk dan mengi ; gejala yang disebutkan
terakhir ini kerap kali dianggap sebagai gejala yang harus ada ( sine qua non ).
Pada bentuk yang paling khas, asma merupakan penyakit episodik dan keseluruhan
tiga gejala tersebut terdapat bersama sama.
3. Asma yang tidak terkontrol pada ibu hamil akan meningkatkan resiko kematian
perinatal, preeklampsia, kelahiran preterm, dan Bayi Berat Lahir Rendah
( BBLR ) ; besarnya resiko ini tidak terlepas dari beratnya penyakit
asma yang diderita oleh ibu
4. Tujuan dari manajemen asma selama kehamilan adalah mengontrol seoptimal
mungkin gejala asma, mencapai fungsi paru yang normal, pencegahan serangan
asma dan mencegah komplikasi pada ibu dan janin yang dikandung.
5. Empat komponen kunci dalam manajemen asma dalam kehamilan untuk dapat
mengontrol asma dalam kehamilan ; Pengukuran secara objektif yang bertujuan
untuk pemeriksaan dan monitoring, menjauhkan pasien dari faktor faktor yang
yang dapat memperberat keadaan asma, memberikan edukasi kepada pasien dan
terapi farmakologik.
DAFTAR PUSTAKA

. Anonym. 2002. Asthma ; Treatment and


Classification.http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/asthma/asthgdln.pdf#search='
ASTHMA'. National Institutes of Health, National Heart, Lung, and Blood Institute,
United State of America.
. Anonym. 2004. Working Group Report on Managing Asthma During Pregnancy :
Recommendations for Pharmacologic Treatment. http://www.nhlbi.nih. gov/
health/prof/lung/asthma/astpreg/ astpreg_full.pdf. National Institutes of Health,
National Heart, Lung, and Blood Institute, United State of America.
. Isselbacher, K. J., Braundwald, E., Wilson, J. D., Martin, J. B., Fauci, A. S.,
Kasper, D. L. 2000. Prinsip prinsip Ilmu Penyakit Dalam : Penyakit Asma. Volume
13. Edisi 3. EGC. Jakarta.
. Suyono, S., Waspadji, S., Lesmana, L., dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam : Alergi Immunologi ; Asma Bronkhial. Jilid 2. Edisi 3. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indinesia. Jakarta. Hal. 21
. Wiknjosastro, H., Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T. 2002. Penyakit dan Kelainan
yang Tidak Langsung Berhubungan dengan Kehamilan : Penyakit Saluran Nafas ;
Asma Brnkhiale. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo. Jakarta.
Hal. 490.

Posted by Jasabantu Disertasi at 10:56 PM


Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

No comments:
Post a Comment
Newer PostOlder PostHome

Subscribe to: Post Comments (Atom)


Blog Archive

2014 (4)
2013 (7)
o October (7)
ASMA DALAM KEHAMILAN Disusun untuk memenuhi daft...
HEMOROID Disusun untuk memenuhi daftar usulan pe...
LUKA BAKAR
APPENDISITIS
FAKTOR-FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE CAIR PADA S...
LAYANAN KONSULTASI DAN PEMBUATAN MAKALAH, PAPER KE...
CONTOH MAKALAH DAN PAPER KEDOKTERAN, BILA ANDA BUT...

About Me

Jasabantu Disertasi
View my complete profile

Simple theme. Powered by Blogger.

You might also like