You are on page 1of 44

sehat-sakit

214,391
Jumat, 27 Juli 2012

askep bumil
ASUHAN KEPERAWATAN
IBU HAMIL G1P00000 UMUR KEHAMILAN 37 MINGGU
DENGAN ASMA

Di susun oleh :

1. Arif Tri Maryanto


2. Churiyah Agustina
3. Eva Nur Alvia
4. Rohmatul Dwi Sasmita
5. Riza Dwi Liana
6. Sofyan Eko Ferdi Hansyah
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
D3 KEPERAWATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah YME karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya
selaku penulis akhirnya dapat menyelesaikan asuhan keperawatan dengan tema
Ibu Hamil Dengan Asma sebagai tugas kelompok dalam semester ini.
Asuhan keperawatan ini disusun dari berbagai sumber reverensi yang
relevan, baik buku-buku diktat kedokteran dan keperawatan, artikel-artikel nasional
dan internasional dari internet dan lain sebagainya. Semoga saja makalah ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis sendiri khususnya maupun bagi para pembaca pada
umumnya.
Tentu saja sebagai manusia, penulis tidak dapat terlepas dari kesalahan. Dan
penulis menyadari makalah yang dibuat ini jauh dari sempurna. Karena itu penulis
merasa perlu untuk meminta maaf jika ada sesuatu yang dirasa kurang.
Penulis mengharapkan masukan baik berupa saran maupun kritikan demi
perbaikan yang selalu perlu untuk dilakukan agar kesalahan - kesalahan dapat
diperbaiki di masa yang akan datang.

Jombang, Mei 2011

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma terdapat 3,4 8,4 % pada wanita hamil dan gangguan nafas sangat
sering terjadi pada wanita hamil. Perjalanan asma selama kehamilan sangatlah
bervariasi bisa tidak ada perubahan, bertambah buruk atau malah membaik dan
akan kembali ke kondisi seperti sebelum hamil setelah tiga bulan melahirkan.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita
tidaklah sama, bahkan pada seseorang penderita asma serangannya tidak sama
pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan muncul
pada usia kehamilan 24 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
Pada asma yang tidak terkontrol selama kehamilan akan mempunyai efek
yang serius baik bagi ibu maupun bagi janin. Komplikasi untuk ibu pada asma yang
tidak terkontrol adalah kemungkinan pre-eklampsia, eklampsia, perdarahan vagina
dan persalinan premature, sedangkan komplikasi terhadap bayi adalah intra uterine
growth retardation, bayi premature dan meningkatkan kemungkinan resiko kematian
perinatal. Oleh karenanya pasien hamil dengan asma harus dianggap sebagai
pasien dengan kehamilan resiko tinggi. Tujuan penatalaksanaan pasien asma dalam
kehamilan harus meliputi : pencegahan eksaserbasi akut, mengontrol symptoms,
mengurangi inflamasi saluran nafas, memelihara fungsi paru rata rata mendekati
normal.

B. Tujuan
a. Mengetahui tentang Penyakit asma pada ibu hamil
b. Mengetahui Asuhan Keperawatan terhadap pasien ibu hamil dengan asma
c. Memenuhi tugas mata kuliah Reproduksi I

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Asma adalah radang kronis pada jalan nafas yang berkaitan dengan obstruksi
reversible dari spasme, edema, dan produksi mucus dan respon yang berlebihan
terhadap stimuli. (Varney, Helen. 2003)
Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus
yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap
berbagai rangsang.
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel
eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan
wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih
kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 2001)
Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas
terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita
hamil. Asma yang terkendali dengan baik tidak memiliki efek yang berarti pada
wanita yang hamil, melahirkan ataupun menyusui. Asma mungkin membaik,
memburuk atau tetap tidak berubah selama masa hamil, tetapi pada kebanyakan
wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir dari masa
kehamilan. Dengan bertumbuhnya bayi dan membesarnya rahim, sebagian wanita
mungkin mengalami semakin sering kehabisan nafas. Tetapi ibu-ibu yang tidak
menderita asmapun mengalami hal tersebut karena gerakan diafragma/sekat
rongga badan menjadi terbatas. Adalah penting untuk memiliki sebuah rancang
tindak asma dan ini harus ditinjau kembali secara teratur selama masa kehamilan.

B. ETIOLOGI
Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh semacam
reaksi alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap allergen, yakni zat-zat
yang tidak berbahaya bagi kebanyakan orang yang peka. Alergen menyebabkan
alergi pada orang-orang yang peka. Allergen menyebabkan otot saluran nafas
menjadi mengkerut dan selaput lendir menjadi menebal.
Selain produksi lendir yang meningkat, dinding saluran nafas juga menjadi
membengkok. Saluran nafas pun menyempit, sehingga nafas terasa sesak. Alergi
yang diderita pada penderita asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma dapat
kambuh apabila penderita mengalami stres dan hamil merupakan salah satu stress
secara psikis dan fisik, sehingga daya tahan tubuh selama hamil cenderung
menurun, daya tahan tubuh yang menurun akan memperbesar kemungkinan
tersebar infeksi dan pada keadaan ini asma dapat kambuh. (Ilmu Penyakit Dalam)
Berdasarkan etiologinya, asma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
asma intrinsik dan asthma ektrinsik.
a. Asma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus
spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang,
susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain.
b. Asma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat
kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim
dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor
intrinsik lain.
Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi :
a. Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen
yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-
lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells
(APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut,
alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1)
mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang
diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma
dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan
dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel
tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag
dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.
Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada
permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap
desentisisasi atau baru menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada
pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca+
+ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang
sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang
mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A),
Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat
oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut
(konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang
pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen
(inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya
baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa
hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel
inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas
bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper
reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya
hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan
metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap
secara klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik
sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan
saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel
radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran
silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas
menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya
penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronchus
Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta
hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya
sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang
produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu
keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan
meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah.
Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA).
Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang
direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga
menimbulkan asma bronkiale.

b. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)


Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen
tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah
raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik.
Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf
simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam
keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa.
Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang
mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada
dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga
messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase
tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 35 cyclic AMP.
cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus,
menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi
kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor
adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan
sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta.

c. Asma Bronkiale Campuran (Mixed)


Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkiale atau sering disebut
sebagai faktor pencetus adalah :
a. Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan
serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides
pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan
laut dan sebagainya.
b. Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu
faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan
dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi
saluran nafas.
c. Stress
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan
stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan
meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah.
Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA).
Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang
direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga
menimbulkan asma bronkiale.
d. Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila
melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda
paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan
jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik
yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
e. Obat-obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
f. Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal,
serta bau yang tajam.
g. Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn
kerja.

D. TANDA DAN GEJALA


Keluhan yang biasanya dirasakan saat terjadi asma, yaitu :
a. Nafas pendek
b. Nafas terasa sesak dan yang paling khas pada penderita asma adalah terdengar
bunyi wising yang timbul saat menghembuskan nafas.
c. Kadang-kadang batuk kering menjadi salah satu penyebabnya
d. Pada kehamilan, biasanya serangan asma akan timbul pasa usia kehamilan 24
minggu sampai 36 minggu dan pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi.

E. KOMPLIKASI
Pengaruh Asma Terhadap Kehamilan
Asma sewaktu kehamilan terutama asma yang berat dan tidak terkontrol
dapat menyebabkan peningkatan resiko komplikasi perinatal seperti preeklampsi,
kematian perinatal, prematur dan berat badan lahir rendah.
Pada asma yang sangat berat dapat mengakibatkan kematian ibu.
Mekanisme yang dapat menerangkan ini adalah hipoksia akibat dari asma yang
tidak terkontrol, akibat pengobatan asma, atau faktor patogenetis.
Walaupun beberapa mekanisme yang pasti belum diketahui tetapi dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa manajemen yang baik sewaktu kehamilan akan
memberikan hasil yang baik pada periode perinatal.
Penelitian Shiliang Liu terhadap 2193 wanita dengan asma dibandingkan
dengan 8772 wanita yang dipilih secara random sebagai kelompok kontrol di
Canada, menemukan bahwa asma pada ibu hamil secara signifikan berhubungan
dengan beberapa kondisi seperti kelahiran preterm, bayi kecil atau besar dari usia
kehamilan, preeklampsia, hipertensi selama kehamilan, perdarahan antepartum,
korioamnionitis dan persalinan dengan seksio sesar. Kelainan terhadap janin
didapatkan bayi besar dari usia kehamilan 12,4%, bayi kecil dari masa kehamilan
12,2% dan persalinan preterm 10%.
Efek pada ibu :
Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah kemungkinan :
1. Abortus
2. Perdarahan vagina
3. Persalinan premature
4. Solusio plasenta 2,5%
5. Korioamnionitis 10,4%
Efek pada janin :
1. Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
2. Menurunnya aliran darah pada uterus
3. Menurunnya venous return ibu
4. Kurva dissosiasi oksiHb bergeser ke kiri
Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi :
Menurunnya aliran darah ke tali pusat
Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
Menurunnya cardiac output
Asma yang tidak ditangani dapat menyebabkan BBLR (Berat badan
Lahir rendah). Jika ibu sering mengalami serangan asama selama hamil, maka
dapat menyebabkan suplai oksigen ke janin yang sangat diperlukan sel darah
merah untuk mengangkut nutrisi ke janin menjadi teganggu sehingga janin dapat
mengalami hipoksia dan pertumbuhannya menjadi terhambat (IUGR).
Terhadap ibu didapatkan juga beberapa keadaan seperti
preeklampsia 3,3%, hipertensi selama kehamilan 8%, solusio plasenta 2,5%,
korioamnionitis 10,4% dan persalinan dengan seksio sesar 26,4%. Oleh karena itu
diperlukan perhatian ekstra terhadap ibu dan janin pada wanita hamil dengan asma.
Dampak Pada keluarga
Melihat kondisi klien dengan gejala asthma dan dirawat dirumah sakit,
tentang penyebab, prognosa penyakit dan keberhasilan dari terapi, akan
menimbulkan kecemasan pada keluarga. Perlunya klien dirawat dirumahsakit
menimbulkan respon kehilangan pada keluarga yang ditinggalkan. Peran klien
dalam keluarga sebagai sumber ekonomi akan terganggu karena klien tidak bisa
masuk kerja serta perawatan dan biaya rumah sakit yang tidak sedikit akan menjadi
beban bagi keluarga.

F. PATOFISIOLOGI
Pada asma akut, obstruksi akut disebabkan oleh kontraksi otot polos bronkus,
meningkatnya sekresi lender, dan radang saluran nafas serangan ini dipicu oleh
stimulasi yang beragam misalnya infeksi saluran nafas menghirup tepung sari atau
bahan kimia, udara dingin atau kelembapan. Penyempitan bronkus terjadi sebagai
respon terhadap infeksi yang diperantai saraf vagus atau akibat dari kerja zat-zat
yang dilepaskan oleh sel mast terhadap otot polos, atau sebagai akibat kedua dari
mekanisme itu penyempitan bronkiolus meningjkatkan resistensi saluran nafas,
menurunkan kecepatan aliran gas, dan menyebabkan terperangkapnya udara.
Ketidaksesuaian ventilasi/perfusi yang diakibatkannya menimbulkan hipoksemia,
yang mula-mula merangsang pernafasan, mengakibatkan hiperventilasi yang
ditunjukan oleh suatu PaCO2 yang rendah dan alkalosis pernafasan akut.
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan
alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E
( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui
saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai
antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen
tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan
dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka
orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah
rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen
tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan
basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan
didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel
ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi :
histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik
faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya
tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar
ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan
permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang
menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar
mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan
gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah
paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia,
hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut, (Barbara C.L,1996,
Karnen B. 1994, William R.S. 1995 ).

G. POHON MASALAH
Alergen atau Antigen yang telah terikat oleh IgE yang menancap
pada permukaan sel mast atau basofil

Lepasnya macam-macam mediator dari sel mast atau basofil

Kontraksi otot polos

Spasme otot polos, sekresi kelenjar bronkus meningkat

Penyempitan/obstruksi proksimal dari bronkus kecil


pada tahap inspirasi dan ekspirasi

Edema mukosa bronkus

Keluarnya sekrit ke dalam lumen bronkus

Sesak napas

Tekanan partial oksigen di alveoli menurun


Oksigen pada peredaran darah menurun

Hipoksemia CO2 mengalami retensi pada alveoli

Kadar CO2 dalam darah meningkat yang


memberi rangsangan pada pusat
pernapasan

Hiperventilasi

H. PENATALAKSANAAN
Berikut beberapa hal yang harus dilakukan pada ibu hamil yang mengidap
asma untuk mencegah resiko gangguan pada janin :
a. Menghindari timbulnya serangan asma, dan hal yang memicu asma kambuh.
Misalnya, menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, membiasakan mencuci
tangan untuk mencegah infeksi akibat virus, dan melapisi bantal dengan sarung
yang tebal agar debu tidak beterbangan. Hindari juga ruangan lembab ataupun
berdebu.
b. Memeriksakan kehamilan secara teratur.
c. Mengunjungi dokter sedari awal untuk mengobati asma.
d. Melakukan latihan pernafasan/senam pernafasan saat kehamilan semakin besar,
sehingga bermanfaat untuk mengurangi rasa sesak.
e. Perhatikan obat-obatan asma yang dikonsumsi, karena berbagai obat dapat
menimbulkan efek samping pada janin ataupun sang ibu. Oleh karena itu,
konsultasikan dengan dokter kandungan Anda.
f. Mencegah timbulnya stress
g. Mencegah penggunaan obat seperti aspirin semacamnya yang dapat menjadi
pencetus timbulnya serangan
h. Pada penderita asma ringan dapat digunakan obat local yang berbentuk inhalasi
atau peroral seperti isoproterenol
i. Serangan asma yang ringan diatasi dengan pemberian bronkodilator hirup misalnya
isoproterenol yang akan memperlebar penyempitan saluran udara pada paru-paru.
Tetapi obat ini tidak boleh terlalu sering digunakan.
j. Serangan asma yang lebih berat biasanya diatasi dengan infus aminofilin.
Serangan asma yang sangat berat (status asmatikus) diatasi dengan pemberian
infus kortikosteroid. Jika terdapat infeksi, diberikan antibiotik.
k. Setelah suatu serangan, bisa diberikan tablet yang mengandung teofilin untuk
mencegah serangan lanjutan. Bronkodilator dan kortikosteroid banyak digunakan
oleh ibu hamil dan tidak menimbulkan masalah yang berat.
Obat asma dibedakan menurut fungsinya, yaitu obat untuk melebarkan
saluran nafas (bronkodilator) mengurangi bengkak saluran nafas (anti inflamasi),
dan untuk memudahkan pengeluaran lender. Selain itu obat dapat diberiakan
melalui peroral, inhaler, infuse, suntikan dan melalui rectal. Namun bagi ibu hamil
yang paling aman digunakan adalah melalui inhaler (Alupen efeknya paling keras,
Ventolin, Bereotech, Inflamide efeknya paling lembut ), karena efeknya tidak terlalu
berdampak dan langsung focus pada saluran nafas, selain itu dosisnya lebih kecil,
sehingga relative tidak akan mempengaruhi janin dalam kandungan.
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit
asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta
menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang
dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate)
dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama
mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya
berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
Misalnya:
Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya
dapat diberikan secara oral.
Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.

Pengobatan selama serangan status asthmatikus


1. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
2. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
3. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka
drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
4. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
5. Antibiotik spektrum luas.(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru
RSUD Dr Soetomo Surabaya ).

I. ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai
derajat kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan keperawatan
dugunakan metode proses keperawatan yang meliputi:pengkajian, diagnosa
keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data.
1) Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada penyakit
status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan implikasi bahwa
sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa di
mingkinkan adanya faktor non atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan
tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan
asthma. Status perkawinan, gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau
lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa
perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain yang
perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis.
(Antony C, 1997; M Amin 1993; karnen B 1994).

2) Riwayat penyakit sekarang.


Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan keluhan,
terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-
gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan,
gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji
kondisi awal terjadinya serangan.
3) Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran
napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan
asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan
serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat
penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena
hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh
lingkungan.
5) Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi
serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar
sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial
terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan hubungan dengan orang
lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula.

6) Riwayat Menstruasi
Pada riwayat menstruasi yang akan dikaji oleh perawat adalah mengenai
menarche usia, HPHT, siklus menstruasi, lamanya menstruasi, dan keluhan pada
saat menstruasi. Hal ini sangat perlu untuk dikaji oleh perawat untuk mengetahui
adanya kelainan klien pada saat kehamilan.
7) Riwayat Obstetri
Pada riwayat obstetric yang perlu di kaji adalah mengenai kelahiran yang ke
berapa, kehamilan meliputi : umur, penyulit, dan jenis, kemudian mengenai
persalinan, serta komplikasi saat nifas.
8) Pola fungsi kesehatan
) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal
sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
memungkinkan tidak terjadi serangan asthma.
) Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak,
potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini
karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas yang dialami klien.
) Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk,
kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.
) Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa lama
klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien.
Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat
klien.
) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan
aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asthma yang
disebut dengan Exerase Induced Asthma.
Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan
secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran
klien baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja.
) Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi yang salah
dapt menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang
salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor
yang ada pada kehidupan klien dengan asthma meningkatkan kemungkinan
serangan asthma yang berulang.
) Pola sensori dan kognetif
Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi konsep diri
klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga
kemungkinan terjadi serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.
Pola reproduksi seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini
tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan
menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan
asthma.
Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus
serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan
pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa
serta pendekatan diri pada Nya merupakan metode penanggulangan stres yang
konstruktif
9) Pemeriksaan fisik
) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara
bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan
otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi
istirahat klien.
) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
) Kepala
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma,
adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.
d) Mata
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di
rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya.
e) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan fungsi
olfaktori.
Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan
mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara.
) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta
penggunaan otot-otot pernafasan.
) Thorak
Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan
diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan
serta frekwensi peranfasan.
Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.

Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik
atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
i) Kardiovaskuler
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan
hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta
adanya pulsus paradoksus.
j) Abdomen
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena
dapat merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi
karena dapat nutrisi.
k) Ekstrimitas
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada
extremitas karena dapat merangsang serangan asthma,(Laura A.T.;1995).
10) Pemeriksaan penunjang
) Pemeriksaan spinometri
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asthma.
) Tes provokasi brokial
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV, sebesar 20%
atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum di
anggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih.
c) Pemeriksan tes kulit
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
d) Laboratorium
(1) Analisa gas darah (GDA)
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat hipoksemia,
hyperkapnea, dan asidosis respiratorik,(Karnen B.;1998).
Ketimpangan ventilasi dan perfusi (ketimpangan V/Q) akibat obstruksi jalan
nafas akan menimbulkan peningkatan selisih tekanan oksigen alveolar-arterial [P(A-
a) O2] yang berkorelasi secara kasar dengan keparahan serangan. Tekanan
oksigen arterial (Pa O2) kurang dari 60 mmHg bisa merupakan tanda suatu
serangan akut atau keadaan yang menyulitkan.
Hampir semua pasien asma yang mengalami serangan ringan hingga
sedang-berat akan mengalami hiperventilasi dan mempunyai tekanan CO2 arterial
(Pa CO2) kurang dari 35 mmHg. Pada serangan berat atau yang berlangsung lama
Pa CO2 bisa meninggi sebagai akibat dari kombinasi obstruksi berat jalan nafas,
perbandingan V/Q yang tinggi menyebabkan peningkatan ventilasi, dan kelelahan
otot-otot pernafasan. Pa CO2 yang meninggi bisa merupakan tanda bagi kegagalan
pernafasan yang sedang mengancam.
Pa CO2 lebih besar dari 40 mmHg yang berkelanjutan dan disertai tanda-
tanda lain asma berat, hendaknya dikelola dalam unit perawatan intensif dengan
evaluasi yang seksama untuk mengetahui perlu tidaknya diberikan intubasi atau
ventilasi mekanik.
(2) Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari adema
mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel sel epitel dari perlekatannya.
Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotik.
(3) Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 1500
/mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal
antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel
eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
(3) Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT
meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
e) Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologik
diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak, pneumomediastinum,
atelektosis dan lain lain.
f) Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini karena
hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus
takikardi sering terjadi pada asthma.
b. Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien.
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data,
mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta
membandingkan susunan atau kelompok data dengan standart nilai normal,
menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil dari analisa
adalah pernyataan masalah keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status
kesehatan atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses
keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan menentukan
intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah
kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya.
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien status
astmatikus :
a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental
peningkatan produksi mukus dan bronkospasme.
b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan
kelelahan akibat kerja pernafasan.
c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.
(Lindajual C;2006).
d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO 2, peningkatan
sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit.
e. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas.
f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif
dan imobilisasi.
g. Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO 2 hipoksemia, emosi
terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.
h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang kondisi dan perawatan diri saat pulang.
3. Intervensi
Setelah pengumpulan data klien, mengorganisasi data dan menetapkan
diagnosis keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan . Pada tahap ini
perawat membuat rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang
digunakan untuk memecahkan masalah klien. Ada tiga pase pada tahap
perencanaan yaitu menentukan prioritas, menentukan tujuan dan merencanakan
tindakan keperawatan.
Perencanaan dari diagnosis diagnosis keperawatan diatas adalah sebagai
berikut:
a. Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental
peningkatan produksi mukus bronkospasme.

Jalan nafas menjadi efektif.


2) Kriteria hasil
(a) menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan peningkatan pertukaran
gas.
(b) dapat mendemontrasikan batuk efektif
(c) dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
(d) tidak ada suara nafas tambahan
3) Rencana tindakan
(a) Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
R/ Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi
(b) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta menimbulkan frustasi
(c) Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi
R/ Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus
yang dapat menimbulkan atelektasis.
(d) Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan
R/ Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan keberhasilan
(e) Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi dan fibrasi dada.
R/ Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.
(f) Dorong dan atau berikan perawatan mulut
R/ Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut.
b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada,
dan kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.
1) Tujuan
Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif
2) Kriteria hasil
(a) Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada paru
(b) Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut
3) Rencana tindakan
(a) Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
R/ Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal menunjukkan pola nafas
yang tidak efektif
(b) Posisikan klien dada posisi semi fowler
R/ Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga memberikan
pengembangan pada organ paru

(c) Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan ansietas dan ajarkan
cara bernafas efektif
R/ Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif
(d) Minimalkan distensi gaster
R/ Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma
(e) Kaji pernafasan selama tidur
R/ Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
(f) Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea
R/ Rasa raguragu pada klien dapat menghambat komunikasi terapeutik.
c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut
sufokasi.
1) Tujuan
Asietas berkurang atau hilang.
2) Kriteria hasil
(a) Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya.
(b) Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.
(c) Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas.
3) Rencana tindakan.
(a) Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.
R/ Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam perencanaan
tindakan selanjutnya.
(b) Kaji kebiasaan keterampilan koping.
R/ Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta menawarkan alternatif
koping yang bisa di gunakan.
(c) Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman hati.
R/ Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai tujuan yang
sama.
(d) Implementasikan teknik relaksasi.
R/ Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan menghilangkan
kecemasan
(e) Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R/ Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk lebih kooperatif.
Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.
R/ Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis
e. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO 2,
peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.
1) Tujuan
Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.
2) Kreteria hasil
(a) Frekuensi nafas 16 20 kali/menit
(b) Frekuensi nadi 60 120 kali/menit
(c) Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal
3) Rencana tindakan
(a) Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran
R/ Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil
klien
(b) Tempatkan klien pada posisi semi fowler
R/ Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik
(c) Berikan terapi intravena sesuai anjuran
R/ Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskular
untuk pemberian obat obat darurat.
(d) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil
PaO2
R/ Pemberian oksigen mengurangi beban otot otot pernafasan
(e) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda tanda
toksisitas
R/ Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi sebelumnya
1) Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan
ansietas Tujuan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi
2) Kriteria hasil
Klien menghabiskan porsi makan di rumah sakit
Tidak terjadi penurunan berat badan
3) Rencana tindakan
(a) Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan menurun misalnya
muntah dengan ditemukannya sputum yang banyak ataupun dipsnea.
R/ Merencanakan tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab masalah.
(b) Anjurkan klien untuk oral hygiene paling sedikit satu jam sebelum makan.
R/ Dengan perawatan mulut yang baik akan meningkatkan nafsu makan.
(c) Lakukan pemeriksaan adanya suara perilstaltik usus serta palpasi untuk
mengetahui adanya masa pada saluran cerna
R/ Mengetahui kondisi usus dan adanya dan konstipasi.
(d) Berikan diit TKTP sesuai dengan ketentuan
R/ Memenuhi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.
(e) Bantu klien istirahat sebelum makan
R/ Kelelahan dapat menurunakn nafsu makan.
(f) Timbang berat badan setiap hari
R/ Turunya berat badan mengindikasikan kebutuhan nutrisi kurang.
f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak
efektif dan imobilisasi.
Tujuan
Klien tidak mengalami infeksi nosokomial
Kriteria hasil
Tidak ada tanda tanda infeksi
Rencana tindakan
(a) Monitor tanda tanda infeksi tiap 4 jam.
R/ Adanya rubor, tumor, dolor, kalor menunjukan tanda tanda infeksi
(b) Gunakan teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan infasif lainnya.
R/ Teknik steril memutus rantai infeksi nosokomial
(c) Pertahankan kewaspadaan umum.
R/ Kewaspadaan memberikan persiapan yang cukup bagi perawat untuk melakukan
tindakan bila ada perubahan kondisi klien.
(d) Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum.
R/ Sputum merupakan media berkembangnya kuman.
(e) Berikan nutrisi yang adekuat
R/ Nutrisi yang adekuat memberikan peningkatan daya tahan tubuh.

(f) Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak normalan


R/ Sel darh putih yang meningkat menunjukan kemungkinan infeksi.
(g) Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi
R/ Tindakan pencegahan terhadap kuman yang masuk tubuh.
g. Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan refensi CO 2, hypoksemia,
emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.
1) Tujuan
Klien akan terpenuhi kebutuhan istirahat untuk mempertahankan tingkat enegi saat
terbangun
2) Kriteria hasil
mpu mendiskusikan penyebab keletihan
n dapat tidur dan istirahat sesuai dengan kebutuhan tubuh
n dapat rilek dan wajahnya cerah.
Rencana tindakan
(a) Jelaskan sebab sebab keletihan individu
R/ Diketahuinya faktorfaktor penyebab maka diharapkan bias menghindarinya.
(b) Hindari gangguan saat tidur.
R/ Tidur merupakan upaya memulihkan kondisi yang telah menurun setelah
aktivitas.
(c) Menganalisa bersama sama tingkat kelelahan dengan menggunakan skala
Rhoten (1982).
R/ Skala Rhoten untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami klien.
(d) Indentivikasi aktivitas aktivitas penting dan sesuaikan antara aktivitas dengan
istirahat.
R/ Kelelahan terjadi karena ketidak seimbangan antara kebutuhan aktifitas dan
kebutuhan istirahat.
(e) Ajarkan teknik pernafasan yang efektif.
R/ Pernafasan efektif membantu terpenuhnya O2 dijaringan.
(f) Pertahankan tambahan O2 bila latihan .
R/ O2 digunakan untuk pembakaran glukosa menjadi energi.
(g) Hindarkan penggunaan sedatif dan hipnotif.
R/ Sedatif dan hipnotik melemahkan otototot khususnya otot pernafasan.
h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang.
1) Tujuan
Klien mampu mendemontrasikan keinginan untuk mengikuti rencana pengobatan.
2) Kriteria hasil
(a) Klien mampu menyampaikan pengertian tentang kondisi dan perawatan diri pada
saat pulang
(b) Menggunakan alat alat pernafasan yang tepat
Rencana tindakan
(a) Bantu mengidentifikasi faktor faktor pencetus serangan asthma
R/ Diketahuinya faktor pencetus mempermudah cara menghindari serangan asthma
.
(b) Ajarkan tindakan untuk mengatasi asthma dan mencegah perawatan di rumah sakit
R/ Tindakan preventif merupakan salah satu upaya yang di lakukan untuk
memberikan pelayanan secara komprehensif.
(c) Anjurkan dan beri alternative untuk menghindari faktor pencetus.
R/ Salah satu upaya preventif adalah menghindarkan klien dari faktor pencetus.
(d) Ajarkan dan biarkan klien mendemontrasikan latihan pernafasan .
R/ Klien dengan asthma sewring mengalami kecemasan yang mengakibatkan pola
nafas tidak efektif sehingga perlu dilakukan latihan pernafasan.
(e) Jelaskan dan anjurkan untuk menghindari penyakit infeksi.
R/ Infeksi terutama ISPA menjadi faktor penyebab serangan asthma .
(f) Instruksikan klien untuk melaporkan bila ada perubahan karakteristrik sputum,
peningkatan suhu, batuk, kelemahan nafas pendek ataupun peningkatan berat
badan atau bengkak pada telapak kaki.
R/ Perubahan yang terjadi menunjukan perlunya penanganan segera agar tidak
mengalami komplikasi.

4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat . Seperti tahap tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase
pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
b. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan
c. Memberikan asuhan keperawatan
d. Melanjutkan pengumpulan data

4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang
merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi adalah :
a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak
b. Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan
prilaku klien
a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan
tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak
seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan
c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali
menunjukkan prilaku yang telah ditentukan.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL G1P00000
U.K 37 MINGGU DENGAN ASMA

STUDY KASUS
Seorang ibu hamil bernama Ny.S (25 tahun) dengan umur kehamilan 37
minggu. Disaat kehamilan anak pertamanya klien mengeluh sesak napas, dada
terasa berat, dan batuk kering sejak memasuki umur kehamilan 37 minggu. Klien
mengatakan dulu pernah menderita asma yang sama seperti saat ini dan klien
mengatakan ada keturunan asma dari orang tuanya. Baru dapat memberikan
petunjuk bagi adanya serangan lebih parah atau membandel yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit saat memasuki kehamilan 37 minggu. Klien bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Ketika mau melahirkan asmanya kambuh, kemudian
klien mencari pertolongan dengan menggunakan alat bantu pernapasan hingga
akhirnya pada tanggal 11 mei oleh keluarga klien dibawa ke puskesmas terdekat
namun kondisi klien semakin parah sehingga petugas puskesmas merujuk klien ke
RSU Jombang.
Sesampai di RSU Jombang, perawat melakukan pemeriksaan fisik di
dapatkan data : TD=110/80 mmHg, N=80 x/menit, P=31 x/menit, S=36,5 0C, BB=57
kg (saat hamil), BB= 44 kg (sebelum hamil), TB=155 cm.
Diagnose medic: G1P00000 UK 37 minggu dengan Ashma

PENGKAJIAN KEPERAWATAN SISTEM REPRODUKSI


Pengkajian tanggal : 12 Mei 2011 Jam : 08.00
WIB
MRS tanggal : 11 Mei 2011, jam 11.00 WIB No.RM:
00210233
Diagnosa masuk : G1P00000 U.K 37 minggu dengan Ashma

BIODATA
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny.S Penanggung Jawab :
Usia : 27 tahun Nama suami : Tn.A
Jenis kelamin : Perempuan Usia : 30 tahun
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama :
Islam
Pendidikan : SLTA/SMA Pendidikan : D3
Alamat : Diwek-Jombang Alamat : Diwek-Jombang

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama: Klien mengeluh sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk
kering.
Riwayat Penyakit Sekarang : Klien dengan serangan ashma datang disaat
membersihkan rumah kemudian klien mencari pertolongan dengan menggunakan
alat bantu pernafasan. Klien mengeluh terutama sesak napas yang hebat kemudian
diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : dada terasa berat, batuk kering, pada tanggal
11 mei jam 8:30 WIB oleh keluarga klien dibawa ke puskesmas terdekat dan diberi
obat untuk meredahkan asmanya, namun karena kondisi klien semakin parah
kemudian oleh petugas puskesmas di rujuk ke RSU Jombang pada tanggal 11 mei
jam 11:00 WIB .

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Klien mengatakan bahwa dirinya dulu pernah menderita penyakit yang sama
seperti yang di alami pada saat ini.
D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Klien mengatakan penyakit ashma yang dialminya merupakan keturunan
asma dari orang tuanya yang dapat terjadi karena alergi debu dank klien tidak
pernah menjalani operasi sebelumnya.

E. RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche usia : 13 tahun Siklus : teratur (7 hari)
Banyaknya : 1 kotek Lamanya: 28 hari
HPHT : 10 Agst 2010 Keluhan : disminore
TP (Taf. Persalinan) : 17 mei 2011

F. RIWAYAT OBSTETRI

Anak ke Kehamilan Persalinan Komplikasi nifas


No Thn Umur Penyulit Jenis Penolong Penyulit Laserasi Infeksi perdarahan
kehamilan
- - spontan SpontanBidan - - - -
1 -

G. GENOGRAM
x

Keterangan :
& = Meninggal

= Klien

= Laki-laki
= Perempuan

= Orang terdekat
= Hubungan darah

H. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum : baik kesadaran : CM
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernafasan : 31 kali/menit
Suhu : 36,50C
BB (sblm hamil) : 45 kg BB (saat hamil) : 57 kg
TB : 155 cm
GCS 4-5-6:
2. Sistem Pernafasan (B1)
a. Hidung : Ada pernafasan cuping hidung
Septum nasi simetris
b. Bentuk dada simetris
c. Keluhan sesak
d. Irama napas tidak teratur
e. Suara napas weezing
Masalah Keperawatan: Ketidak efektifan pola nafas
3. Sistem Kardiovaskuler (B2)
a. Klien tidak mengeluh nyeri
b. Irama jantung tidak teratur
c. CRT<3detik
d. Konjungtiva pucat
e. JVP menurun
4. Sistem Persarafan (B3)
a. Kesadaran composmentis
b. GCS :4-5-6
c. Klien tidak mengeluh pusing
d. Pupil isokor
5. Sistem Perkemihan (B4)
a. Klien tidak mengeluh saat kencing
b. Menggunakan alat bantu kateter
c. Kandung kemih tidak mengalami nyeri tekan
d. Produksi urin 1500ml/hari, warna kuning jernih, bau khas
e. Intake cairan parenteral dan oral 1000 ml/hari
6. Sistem Pencernaan (B5)
a. TB : 155 cm BB sblm hamil : 45 kg BB saat hamil : 57 kg
b. Mukosa mulut : kering
c. Tenggorokan tidak mengalami nyeri telan
d. Abdomen : Supel
Tidak terjadi pembesaran hepar
Tidak terjadi pembesaran lien
Tidak terjadi ascites
Terjadi mual muntah
Tidak terpasang NGT
Bising usus 20 x/menit
e. BAB : 2x/hari, lunak
f. Diet : Padat
Frekuensi : 3x/hari Jumlah : sedang Jenis : Nasi
7. Sistem Muskuluskeletal dan Integumen (B6)
a. Pergerakan sendi bebas
b. Tidak mengalami kelainan ekstremitas
c. Tidak mengalami kelainan tulang belakang
d. Tidak terjadi fraktur
e. Kulit sianosis
f. Akral hangat
g. Turgor baik
8. Sistem Endokrin
a. Tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
b. Tidak hiperglikemia
c. Tidak hipoglikemia
9. Personal Higiene
a. Mand : 2x/hari
b. Keramas : 2x/hari
c. Ganti pakaian : 2x/hari
d. Sikat gigi : 2x/hari
e. Memotong kuku : Seminggu sekali
10. Pemeriksaan Obstetri
1. Pemeriksaan Head Toe toe
2. Pemeriksaan Leopod
3. Pemeriksaan Panggul Luar
4. Pemeriksaan Dalam : pembukaan, penipisan, presentasi, penurunan, ketuban.
5. Tafsiran Berat Janin
11. Data Persalinan
A. Kala I (Kala Pembukaan)
Masuk kamar bersalin : Tanggal 11 mei 2011
HIS : Ada 4-5 menit
Pengeluaran (Pervaginam) : Darah bercampur lendir
Fase Laten : Pembukaan kurang dari 3 cm
Fase Aktif : iya
Pembukaan Lengkap : Pembukaan 10 cm
Ketuban : Jernih
DJJ : 130 x/mnt
B. Kala II (Kala Pengeluaran)
Ibu dipimpin mengejan, ibu melahirkan
Perdarahan : 500 cc
Obat yang diberikan : oxcytoxin 5ml, IM
Tinggi fundus uteri : 3 jari dibawah px
Kontraksi Uterus : Baik
C. Kala III (Kala Pengeluaran Uri)
Plasenta lahir, cara lahir, perdarahan : Placenta utuh, lahir normal, 500 ml
Tinggi fundus uteri : Pertengahan antara px
Kontraksi Uterus : Baik
Keadaan Plasenta : Placenta utuh
Obat yang di berikan : Oxcytoxin, infus D5
D. Kala IV (Keadaan 2jam post partum)
FU, Perdarahan : Baik,2 jari diatas simphisis pubis,500 cc.
Keadaan Perineum, vital sign :-
E. Keadaan Bayi
Lahir, jenis kelamin, BB/TB, Apgar score : normal, Laki-laki, BB: 3000 gram
TB : 50cm, Apsgar = antara 7-8.
F. Nifas
Keadaan umum ibu
TD : 110/80 mmHg
RR : 22 x/menit
Suhu : 36oc
Nadi : 80 x/menit
Kontraksi rahim : Baik
TFU : 2 jari diatas px
Lochea : Rubra
Laktasi : Positif (+)
Eliminasi : BAB 1 x/hari, BAK 1300 ml
Nutrisi : Seimbang

J. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1. Persepsi klien terhadap penyakitnya : Klien mengatakan penyakitnya merupakan
cobaan tuhan.
2. Ekspresi klien terhadap penyakitnya : Klien tampak gelisah
3. Reaksi saat interaksi : kooperatif
4. Gangguan konsep diri : Klien tidak mengalami gangguan konsep diri.

K. PENGKAJIAN SPIRITUAL
Selama klien belum mengalami sakit yang dialami saat ini, klien rajin dalam
beribadah.

L. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

M. TERAPI
Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
Terbutalin 0,25 mg/6 jam
oxcytoxin

Jombang, 12 mei 2011


Mahasiswa

( Cresa . R)

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan
kelelahan akibat kerja pernafasan,
2. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO 2, peningkatan
sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit.
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Ny.S (25 tahun) No. RM : 00210233

Hari/ No.
Waktu Evaluasi Paraf
Tanggal Diagnosa
Kamis, 1 12.00 S : Pasien mampu melakukan teknik pernafasan dalam.
12-05-11
O : Frekwensi nafas pasien normal 16 20 X/mnt.

A : Masalah teratasi sebagaian.

P : Lanjutkan intervensi no :1, 2, 5

2 13.00 S : Pasien mengatakan lebih mudah bernafas


setelah dipasang alat bantu oksigen.

O : Frekwensi nafas pasien normal 16 20 X/mnt


dan tidak ada bunyi wezzhing.

A : Masalah teratasi sebagaian.

P : Lanjutkan intervensi no : 1,2,5


CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Ny S (25 tahun) No. RM : 00210233
No
Hari/Tanggal No. Diagnosa Catatan Perkembangan
1
Kamis, 1 S : Asma pasien berkurang

12-05-11 O : Frekuensi nafas pasien normal

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjut intervensi no:1, 2, 5

Jumat, S : Asma pasien sembuh

13-05-11 O : Frekuensi nafas pasien normal

A : Masalah teratasi

P : Pasien pulang bersama keluarga (tanggal 13-05-11, jam


16.00 WIB)

Head Education :

Kontrol ke Rumah sakit atau pelayanan kesehatan terdekat setelah 3 hari

Diit seimbang ( tinggi protein )

Jangan bekerja terlalu berat dan hindari allergen (debu)

Minum yang banyak

Minum obat-obatan dari dokter sesuai aturan


DAFTAR PUSTAKA

http://www.melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.php?id=848_Ibu-Hamil-
Penderita-Asma

http://www.akhlakislam.com/religion/laporan-kasus-asma-bronkial.htm

http://ebdosama.blogspot.com/2009/03/asma-bronkial.html

http://therizkikeperawatan.blogspot.com/2009/05/laporan-pendahuluan-
asma.html

Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (2000). Pedoman Penatalaksanaan


AsmaBronkial. CV Infomedika Jakarta.

Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (2002). Pengantar Ilmu Penyakit
Paru. Airlangga University Press.

Lynda Juall Carpenito-Moyet. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10.
EGC : Jakarta.

Diposting oleh thony setyawan di 06.58


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Arsip Blog
2012 (78)
o Agustus (25)
o Juli (53)
ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL GI PAPIAH UK 16 MING...
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN POST OPERASI
TONSILEKTOM...
AKDR(ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM)
PROSEDUR PEMASANGAN KATETER
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH
KEHA...
Penilaian APGAR Score
PROPOSAL TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK STIMULASI SEN...
MOBILISASI DINI Pada Penyakit Guillain-Barre Synd...
MODEL KONSEP TEORI KEPERAWATAN KOMUNITAS BETTY
N...
KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD)
FARMAKOLOGI DASAR
FARMAKOLOGI DASAR
MAKALAH EMERGENCY DAN OBAT ANESTESI
tubektomi
KB ALAMI
CHF
ASKEP Uretritis
askep bumil dg DM
ASKEP CYSTITIS
TUMOR OTAK
ADHD
Hipnoterapi pada klien stroke
askep inkontinensia urine
Sarang Semut Sebagai Pengobatan Kanker Otak
terapi alternative
Mobilisasi Dini Pada Pasien Stroke
test diagnostik respirasi
test diagnostik respirasi
askep trauma medula spinalis
askep osteoarthritis
askep meningitis
askep terminal
kejang demam
herpes simplek
test diagnostik kardio
metabolisme nutrisi
partograf
trauma kepala
miastenia gravis
osteoporosis
muskuluskeletal
HIV
hipofisis
<!--[if !mso]>v\:* {behavior:url(#default#VML);}o\...
askep bumil
ASUHAN KEPERAWATAN BRONCHITIS KRONIS
angina pectoris
format komunitas
irigasi mata
STANDART KONSEP PELAYANAN REPRODUKSI DI RS
makalah reproduksi
ASKEP IMA
IMA

Mengenai Saya

thony setyawan
Lihat profil lengkapku
Entri Populer
PROSEDUR PEMASANGAN KATETER
TUGAS IKD 3 PROSEDUR PEMASANGAN KATETER Disusun Oleh: FERRY
ZULFIANTO NIM 10321103 II-C PROGRAM STUDI S1 KEPERAWA...
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN POST OPERASI TONSILEKTOMI
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN POST OPERASI TONSILEKTOMI Di susun oleh:
Didit Novianto Elis Setyawati Linda Trijayanti Rio Mau...
MODEL KONSEP TEORI KEPERAWATAN KOMUNITAS BETTY NEUMAN
MODEL KONSEP TEORI KEPERAWATAN KOMUNITAS BETTY NEUMAN Disusun
Oleh: 1. P...
HORDEOLUM,CHALAZION & RETINOBLASTOMA
HORDEOLUM,CHALAZION & RETINOBLASTOMA Di susun oleh: Didit Novianto Elis
Setyawati Linda Rio Maulana Rohmatul Dwi S...
Penilaian APGAR Score
Penilaian APGAR Score APGAR Skor merupakan pemeriksaan pada bayi ketika baru
lahir,yang dilakukan masih dikamar bersalin. Pemeriksan...
MAKALAH EMERGENCY DAN OBAT ANESTESI
MAKALAH EMERGENCY DAN OBAT ANESTESI Disusun Oleh : MOH. RUDIANTO
O8121024 SEKOLAH TINGGI ILMU KESE...
MAKALAH VASEKTOMI PADA PRIA
MAKALAH VASEKTOMI PADA PRIA Di susun oleh : Elis Setyawati Rohmatul Dwi
Sasmita Riza Dwi Liyana SEKOLAH TINGGI...
MAKALAH POLIP HIDUNG, SINUSITIS, &RHINITIS ALERGIKA
MAKALAH POLIP HIDUNG, SINUSITIS, &RHINITIS ALERGIKA Di Susun Oleh : Arif Tri
M. Diyah Retno P. M. Khotib. Nur Laela P. ...
PROPOSAL TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK STIMULASI SENSORI
PROPOSAL TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK STIMULASI SENSORI Di susun oleh : 1.
Dwi NadzirotuL 2. Eko Wahyu F. 3. ...

ASKEP Uretritis
SISTEM PERKEMIHAN ASKEP URETRITIS Disusun Oleh : Kelompok 1. Agus
Siswantoro 2. Mashudin F. ...

Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like