Professional Documents
Culture Documents
3 Maret 2013
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA (LENGKAP)
1. WAHAM
A. Masalah Utama :
Perubahan proses pikir : waham
C. Pohon Masalah
E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
F. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan waham....
1. Tujuan umum :
Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
1. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksinya
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
2. Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima keyakinan klien
"saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung
disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan menemani
klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan
tinggalkan klien sendirian.
4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
Rasional :
dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan memudahkan perawat untuk
mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya memikirkannya
Tindakan:
1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang
realistis.
3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan
dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada.
Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Rasional :
Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat dapat merencanakan untuk
memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan klien tersebut sehingga klien merasa nyaman
dan aman
Tindakan:
1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit
(rasa sakit, cemas, marah).
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan
tenaga (buat jadwal jika mungkin).
5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional :
menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih benar dari pada apa yang
dipikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada
Tindakan:
1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).
2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Rasional :
Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi proses penyembuhan dan
memberikan efek dan efek samping obat
Tindakan:
1. Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum
obat.
2. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan
waktu).
3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional :
dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan mambentu proses penyembuhan
klien
Tindakan:
1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala waham, cara
merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
Diagnosa 2: Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham dan klien akan meningkat harga dirinya.
2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab
serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang
realistis
3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
5. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby
Year Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo,
2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung,
2000
Berduka disfungsional
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
Diagnosa 2: Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional
DAFTAR PUSTAKA
1. Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo.
2003
2. Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-
Raven Publisher. 1998
3. Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
4. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
5. Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP
Bandung. 2000
3. Menarik Diri.
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993). Terjadinya perilaku menarik diri dipengaruhi oleh
faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan
faktor predispoisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut salah, pesimis,
putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri
sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.
Gejala Klinis :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak
bercakap-cakap
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
(Budi Anna Keliat, 1998)
V. Diagnosis Keperawatan
1). Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi . berhubungan dengan menarik diri.
2). Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Perilaku Kekerasan/amuk
1. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/ amuk.
C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Core Problem
5. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/ amuk
1. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
2. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan
tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
V. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan sensori
perseptual : halusinasi.
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan harga diri
klien
Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien
Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan kegiatan yang bisa dilakukan
Tindakan:
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
4. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Rasional:
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah
Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan
klien.
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
Tindakan:
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo,
2003
4. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung,
2000
Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka
individu akan mengalami stress dan kecemasan
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian
terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan
sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir
dengan gangguan orientasi realitas.
Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan
juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut
dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
3. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah
dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta
tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang
individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh
lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua prilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk
menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya
merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga
proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi
sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan
kontrol kehidupan dirinya.
4. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress
dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut
sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang berhasil.
5. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri
Tahap II
Menyalahkan
Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipati
Tahap III
Mengontrol
Tingkat kecemasan berat
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Tahap IV
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa
berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku panik
Resiko tinggi mencederai
Agitasi atau kataton
Tidak mampu berespon terhadap lingkungan
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI
I. PENGKAJIAN
1. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Faktor perkembangan terlambat
Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi peran ganda
Tidak ada komunikasi
Tidak ada kehangatan
Komunikasi dengan emosi berlebihan
Komunikasi tertutup
Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang
tua
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri
rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan
bentuk sel korteks dan limbic.
f. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami
schizoprenia dan kembar monozigot.
2. PERILAKU
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk angguk, seperti
mendengar sesuatu, tiba tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau
membuang sesuatu, tiba tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah,
menarik diri.
3. FISIK
a. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu karena
ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan
aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
b. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat obatan dan zat halusinogen dan tingkah laku
merusak diri.
c. Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.
d. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
e. Fungsi sistim tubuh
Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
Neurologikal perubahan mood, disorientasi
Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur
4. STATUS EMOSI
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat
atau panik, suka berkelahi.
5. STATUS INTELEKTUAL
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir tidak realistis,
tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit
bicara.
6. STATUS SOSIAL
Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress dan kecemasan.
Diagnosa Keperawatan I :
Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
Tujuan umum :
Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
Rasional :
1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri.
2. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan halusinasi.
3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien.
4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya.
5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan selanjutnya.
6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi.
Evaluasi :
1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-4 kali pertemuan dengan
menceritakan hal hal yang nyata.
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya halusinasi setelah 3 kali pertemuan.
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi terjadi setelah 2 kali
pertemuan.
Rasional :
1. Mengetahui cara cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun yang negatif.
2. Menghargai respon atau upaya klien.
3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi.
4. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien.
5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan kemampuannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien.
7. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat halusinasi terjadi setelah
dua kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi.
Diagnosa Keperawatan 2 :
Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi social : menarik
diri.
Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sehingga halusinasi dapat
dicegah.
TUK 5 : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan keluarga
3. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti : makan, ibadah dan rekreasi.
4. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan klien.
5. Bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan dengan klien yaitu memperlihatkan
perhatian dengan kunjungan rumah sakit.
6. Beri klien penguatan misalnya : membawa makanan kesukaan klien.
Rasional :
1. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan klien.
2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien dengan keluarga.
3. Membantu klien dalam meningkatkan hubungan interpersonal dengan keluarga.
4. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang khusus.
5. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam mengembangkan interaksi dengan
lingkungannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien kepada keluarga dan merasa diperhatikan.
Evaluasi :
1. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina hubungan dengan keluarga.
2. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit setiap minggu secara bergantian.
Diagnosa keperawatan 3
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Tujuan umum :
Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
Diagnosa Keperawatan 4 :
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir.
Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
TUK 1 : Klien dapat mengenal akan wahamnya.
Intervensi :
1. Adakan kontrak sering dan singkat.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
2. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien.
Rasional :
Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan
akhirnya mendorong klien untuk mendiskusikannya. Untuk memudahkan rasa percaya dan
kemampuan untuk mengerti akan tindakan dan komunikasi pasien membantah atau menyangkal
tidak akan bermanfaat apa apa.
Evaluasi :
Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan dari perawat dalam 4 x
pertemuan.
TUK 2 : Klien dapat mengendalikan wahamnya.
Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengungkapkan anansietas, takut atau tidak aman.
2. Focus dan kuatkan pada orang orang yang nyata, ingatan tentang pikiran irasional.
Bicarakan kejadian kejadian dan orang orang yang nyata.
3. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada orang lain, belajar akan
kenyataan, bicara dengan orang lain, yakin akan dirinya bahwa tidak ada yang akan mengerti
perasaannya bila tidak cerita dengan orang lain.
Rasional :
1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak terancam akan mendorong
klien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin sudah terpendam.
2. Diskusikan yang berfokus pada ide ide yang salah tidak akan mencapai tujuan dan mungkin
buat psikosisnya lebih buruk jika pasien dapat belajar untuk menghentikan ansietas yang
meningkat, pikiran waham dapat dicegah.
Evaluasi :
Klien dapat mengendalikan wahamnya dengan bantuan perawat dengan menggunakan cara yang
efektif dalam 4 x pertemuan.
Diagnosa Keperawatan 5 :
Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
Tujuan umum :
Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
Diagnosa Keperawatan 6 :
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
Tujuan umum :
Klien dapat melakukan perawatan diri
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan diri seperti memelihara
kesehatan dan memberi rasa nyaman dan segar.
BAB III
TINJAUAN KASUS
HALUSINASI PENDENGARAN
I. Identitas Klien
Nama : Tn. Botak
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gadut Kec. Tilatang Kamang Kab. Agam
Suku : Minang
Status : Belum Kawin
Pendidikan : Eks. SMP
Informan : Klien dan Keluarga Klien
Tgl. Pengkajian : 16 Januari 2008 19 Januari 2008
Penanggung Jawab : Tn. P
Hubungan : Ayah Kandung
Pekerjaan : Swasta
IV. Psikososial
1. Genogram
Ket:
: Klien
: Laki-laki
: Perempuan
: Suami istri
: Cerai
: Tinggal serumah
Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Klien tinggal bersama ayah dan kedua
saudaranya sejak kelas 2 SMA karena ayah dan ibu klien bercerai. Klien paling dekat dengan
ayah klien dan yang membuat keputusan di rumah adalah ayah klien.
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien mengatakan tubuhnya biasa-biasa saja dan klien menyukai semua bagian tubuhnya.
b. Peran
Di rumah klien berperan sebagai anak.
c. Ideal diri
Klien ingin ingin punya pacar.
d. Harga diri
Klien mengatakan kalau pacarnya selalu menghinanya jelek dan bau dan klien merasa terhina
karena pacar klien meninggalkannya. Karena alasan klien jelek dan buruk.
MK = Gangguan harga diri rendah/
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti bagi klien adalah pacar klien
b. Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak pernah mengikuti kegiatan
masyarakat.
c. Hambatan dalam berhubungan orang lain klien tidak suka berbicara dengan orang lain
MK : Kerusakan integrisa sosial : menarik diri
4. Spritual
Klien adalah penganut agama Islam dan mengakui bahwa Tuhan Maha Esa itu ada.
V. Status Mental
1. Penampilan
Penampilan klien kurang rapi tetapi pemilihan pakaian klien sesuai.
2. Pembicaraan
Awal pengkajian klien bisa menjawab pertanyaan dengan baik tetapi lebih dari 5 menit jawaban
klien mulai inkoheren yaitu jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan.
MK = Kerusakan komunikasi verbal
3. Aktifitas motorik
Klien dapat melakukan aktivitas seperti makan, mandi, membersihkan ruangan dan pada saat
berinteraksi dengan perawat, klien tampak tenang.
4. Alam perasaan
Klien tampak gembira berlebihan dan klien merasa ada suara yang mengajaknya bercanda yang
membuatnya tertawa sendiri.
MK = Gangguan isi fikir
5. Afek
Klien tampak senang jika membicarakan pacar-pacarnya tapi klien tampak marah mengingat
ayah dan ibunya yang bercerai.
VIII. Pengetahuan
Klien menyatakan ia tidak tahu tentang penyakitnya, faktor prisipitasi, predisposisi, pengobatan
serta cara mengatasinya.
MK = Kurang pengetahuan
DS:
- Keluarga mengatakan sebelum masuk RS klien gelisah, marah-marah, mengamuk, melempar
kaca rumah.
DO :
- Di rumah klien suka mengamuk dan marah-marah
DS:
- Klien mengatakan sudah 2 kali masuk RSJ.
DO :
- Dari data klien dirawat untuk kedua kalinya
DS:
- Klien mengatakan kalau klien kecewa sekali waktu orang tuanya bercerai
DO :
- Klien tampak sedih jika dibahas tentang ayah dan ibunya
DS:
- Klien mengatakan kalau ada suara-suara mengejeknya bau.
DO :
- Kadang tampak klien menyendiri putus asa
DS:
- Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak suka berbicara dengan orang
lain
DO :
- Klien tampak sering sendiri dan kurang mau bicara dengan temannya
DS:
- Klien sering mendengar suara wanita yang mengejeknya bau dan kadang-kadang suara bidadari
yang memanggil dan merayunya.
DO :
- Klien sering tampak tertawa sendiri.
DS:
- Klien mengatakan waktu ada masalah tidak mau bilang ke orang lain
DO :
- Klien suka diam
DS:
- Klien mengatakan sering terbangun malam karena suara-suara yang memanggilnya
DO :
- Klien tampak mengantuk pada pagi hari
DS:
- Klien mengatakan ingin jadi artis terkenal dan selalu dikelilingi wanita cantik
DO :
- Klien sering mengakukalau dia artis luar negeri
Resiko mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkunga
Regimen terapeutik tidak efektif.
Berduka disfungsional
Gangguan konsep diri =
Harga diri rendah
Kerusakan interaksi sosial dan menarik diri
Gangguan sensoris persepsi = Halusinasi pendengaran
Koping individu in efektif
Gangguan pola tidur
Waham kebesaran
XI. Daftar Masalah Keperawatan
1. Resiko mencedarai orang lain, diri sendiri dan lingkungan
2. Regimen therapeutik in efektif
3. Berduka disfungsional
4. Gangguan konsep diri = HDR
5. Kerusakan interaksi sosial = menarik diri
6. Perubahan sensori persepsi = halusinasi pandangan
7. Koping individu in efektif
8. Gangguan pola tidur
XII. Pohon Masalah
XIII. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b/d perubahan sensori persepsi :
halusinasi pendengaran.
2. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran b/d kerusakan
Interaksi sosial : menarik diri
3. Gangguan pola tidur b/d halusinasi pendengaran
4. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran b/d regiment therapeutik in efektif.
5. Gangguan interaksi sosial : menarik diri b/d HDR
6. Gangguan konsep diri HDR b/d berduka disfungsional
7. Gangguan konsep diri HDR b/d koping individu in efektif
8. Waham kebesaran b/d gangguan konsep diri: HDR
ASUHAN KEPERAWATAN
No Hari/Tgl Dx Kep. Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1
21/1-2008 Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain b/d halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
TUK :
1. Klien dapat mengadakan hubungan saling percaya dengan perawat.
KH :
Klien dapat mengungkap kan perasaanya dan keadaannya sekarang secara verbal.
2. Kaji perubahan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan dalam merawat klien
3. Diskusikan bersama klien saat berkunjung ke rumah sakit tentang halusinasi dan merawat
klien di rumah
4. Berikan pujian kepada klien terhadap tindakan yang tepat
1. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat, manfaat, efek samping, cara menggunakan obat
untuk mengendalikan halusinasi.
2. Bantu klien untuk memastikan bahwa obat sudah diminum sesuai program
3. Observasi tanda dan gejala yang b/d efek samping anak
4. Berikan pujian atas tindakan yang (+) yang dilakukan klien b/d obat.
1. Hubungan saling percaya dan prinsip therapeutik antara perawat dan klien
2. Klien merasa dihargai dan timbul keyakinan untuk berkomunikasi
3. Ungkapan yang diterima sebagai bukti bahwa klien mulai percaya kepada perawat
4. Dengan memberi pujian membuat klien merasa dihargai
1. Hubungan saling percaya antara perawat dan keluarga sebagai dasar interaksi therapeutik
2. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien terhadap halusinasi
3. Dengan informasi yang diberikan diharapkan klien mampu melakukan perawatan klien
halusinasi di rumah
4. Pujian yang diberikan dapat meningkatkan semangat keluarga untuk melakukan hal-hal yang
(+)
2. Obat yang digunakan sesuai dengan program yang dianjurkan dapat memberikan efek yang
lebih sempurna.
3. Setiap anak mempunyai efek samping mengendalikan pola yang berbeda.
4. Menguatkan harga diri klien.
DAFTAR PUSTAKA
Cook & Fountaine (1987). Essentials mental health nursing. Addison-wesley publishing
Company.
Rasmun (2001). Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga. Jakarta :
Fajar Interpratama
Kaplan & Sadock (1998). Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta : Widya Medika
Diposting Oleh Nurse Chandra Pukul 00.06
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Reaksi:
1 komentar:
1.
blog taek....
Balas
Nunas saran lan kritik majeng ring para pengwacen sami demi kemajuan blog puniki..
Suksma..