You are on page 1of 21

LABORATORIUM PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2017/2018

MODUL : Analisis BOD


PEMBIMBING : Ir. Endang Kusumawati MT.

Praktikum : 3 Maret 2017


Penyerahan : 10 Maret 2017
(Laporan)

Oleh :
Kelompok : III (Tiga)
Nama : 1. Dahliana Alami 141424008
2. Desi Bentang W 141424009
3. Dini Oktavianti P 141424010
4. Elis Sri Wahyuni 141424011
Kelas : 3A-TKPB

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2017
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Data pengamatan
4.1.1 Pembebasan Reduktor Dari Labu Erlenmeyer

Prosedur Gambar Hasil Pengamatan


Pemanasan Air keran, Air Keran : 100 ml
larutan asam sulfat 6 N dan Asam Sulfat : 5 ml
larutan kalium Kalium Permanganat : 5
permanganat. ml Di panaskan hingga
mendidih. Warna kalium
permanganate tidak hilang

4.1.2 Penetapan Angka KMnO4


Prosedur Gambar Hasil Pengamatan
Dimasukkan 10 mL Labu Erlenmeyer
sampel, 90 mL yang digunakan
aquadest, 10 mL adalah labu yang
H2SO4 6 N dan telah dibebaskan zat
dipanaskan sampai reduktor.
terjadi gelembung.

Penambahan larutan Penambahan asam


KMnO4 sebanyak 10 oksalat dan larutan
mL, dan larutan kalium
asam oksalat 10 mL permanganate
kemudian merubah warna
dididihkan. larutan menjadi
kuning.

Titrasi kelebihan Titrasi dengan


asam oksalat dengan larutan kalium
larutan KMnO4 0.01 permanganate
N dihentikan sampai
larutan berwarna
kuning berubah
menjadi tidak
berwarna.

4.1.3. Penetapan Faktor Ketelitian KMnO4 0.01 N


Prosedur Gambar Keterangan
Pada cairan bekas Titrasi dengan kalium
pemeriksaan di permanganate
tambahkan lagi dihentikan apabila
larutan asam oksalat larutan berwarna
0.01 N sebanyak 10 merah muda. Larutan
mL. kemudian di kalium permanganate
titrasi dengan larutan yang digunakan
KMnO4 0.01 N dicatat sebagai nilai a
sampai warna cairan mL
berubah menjadi
merah muda
4.1.4. Pembuatan Pengencer
Prosedur Gambar Keterangan
dur
Pemasukkan nutrisi pada aquadest. Jumlah pengencer yang
dibuat adalah sebanyak
2000 mL.
Nutrisi yang digunakan
adalah :
1. 2 mL larutan buffer
posfat
2. 2 mL larutan
CaCl2
3. 2 mL larutan FeCl3
4. 2 mL larutan
MgSO4
5. 2 mL bibit mikroba
Pengenceran dengan aquadest. Aquadest dan nutrisi
dimasukkan kedalam
dirigen dan dikocok.
Kemudian di aerasi
selama 30 menit.
4.1.5. Penetapan Oksigen Terlarut Metode Winkler
Prosedur Gambar Keterangan
Persiapan botol BOD dan [Volume botol sampel
sejumlah sampel terlampir]
dimasukkan kedalam botol
BOD (kecuali blanko)

Penambahan sejumlah Penambahan pereaksi


pengencer, 1 mL pereaksi oksigen pada sampel
oksigen dan 1 mL menyebabkan
MnSO4 terbentuknya endapan dan
larutan menjadi warna
coklat.

Pengendapan DO0 selama BOD didiamkan, sehingga


10 menit. DO5 endapan yang terbentuk
dimasukkan kedalam terkumpul didasar botol
incubator dan akan dan warna larutan menjadi
diperiksa setelah 5 hari. semakin pekat.

Persiapan titrasi DO0 Larutan didalam sampel


pada sampel dan blanko dibagi kedalam 2 wadah
untuk memudahkan titrasi
pada semua larutan yang
terdapat didalam botol.
Persiapan titrasi DO5 Sampel didalam botol
pada sampel dan blanko dibagi kedalam 2 wadah
untuk memudahkan titrasi.
Bila warna sampel bening,
maka tidak perlu dititrasi
dengan natrium
thiosulfate. Namun bila
sampe berwarna coklat
pekat maka lakukan titrasi
terlebih dahulu.
Penambahan larutan Penambahan larutan asam
H2SO4 pekat sulfat pekat.

Penambahan larutan kanji Penambahan larutann


kanji menyebabkan warna
larutan menjadi biru.
Setelah itu dilakukan
titrasi dengan natrium
thiosulfate hingga warna
biru hilang.
4.1.6. Penetapan Angka KMnO4

Voume Sampel : 10 mL
Volume KMnO4 : 9.2 mL
Volume KMnO4 (faktor ketelitian) : 7.38 mL

4.1.7. Pengenceran

Volume Botol (mL) Volume Sampel (mL) Volume Pengencer (mL)


329 4.5 324.5
315 4.3 320.7
321 4.4 316
322 4.55 327.5

Catatan : untuk blanko, tidak menggunakan sampel.

4.1.8. Penetapan Oksigen Terlarut dengan Metoda Winkler

Volume Botol (mL) Label Botol Volume Thio (mL) mg/L O2


329 DO0 sampel 1 26 7.95
315 DO5 sampel 1 7 2.24
321 DO0 sampel 2 30 9.40
322 DO5 sampel 2 10 3.125
308 Blanko DO0 15 4.9
320 Blanko DO5 9 2.83

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Penetapan Angka KMnO4

Volume KMnO4 (a) = 9.2 mL

Volume KMnO4 (b) = 7.38 mL

10
Faktor ketelitian (f) =
4 ()

10
= 7.38 = 1.36

1000
mg/L KMnO4 = x [(10.0 +a) f - 10.0] x 0.01 x 31.6

1000
= 10 x [(10.0+9.2) 1.36 - 10.0] x 0.01 x 31.6
mg/L KMnO4 = 509.14mg/L

4.2.2 Pengenceran

Angka KMnO4 = 509.14 mg/L

Nilai tersebut terdapat pada rentang >300 mg/Liter, sehingga pembagi


pengencernya adalah 7.

Pengenceran = 509.14 / 7

= 72.73 (berarti dalam 1 bagian sampel dibutuhkan 72.73


bagian pengencer)

Blanko (1): Vol = 308 mL


mL sample = 0 mL

mL pengencer = 308 mL

Blanko (2): Vol = 320 mL


mL sample = 0 mL

mL pengencer = 320 mL

BOD0 (1): Vol = 329 mL


mL sample = 1/73 x 329 = 4.5 mL

mL pengencer = 72/73 x 329 = 324.5 mL

BOD0 (2): Vol = 321 mL


mL sample = 1/73 x 321 = 4.4 mL

mL pengencer = 72/73 x 321 = 316.6mL

BOD5 (1): Vol = 315 mL


mL sample = 1/73 x 315 = 4.3 mL

mL pengencer = 72/73 x 315 = 310.7 mL

BOD5 (2): Vol =332 mL

mL sample = 1/73 x 332 = 4.5 mL


mL pengencer = 72/73 x 332 = 327.5 mL

Volume total sampel + pengencer = (324.5+310.7+316+327.5+308+305)mL

= 1575 mL

4.2.3 Penentuan Nilai BOD

Konsentrasi thiosulfat = 1/80 N = 0.0125 N

1000 8
Rumus perhitungan DO (mg/ltr O2) = (. 2 )

a) Sample hari ke-0


DO0 (1)
1000 26 0.0125 8
mg/L O2 = (329 2 )
= 7.95 mg/liter

DO0 (2)

1000 30 0.0125 8
mg/L O2 = (321 2 )
= 9.40 mg/liter

Maka DO0 (A) = (7.95+9.40)/2 = 8.68 mg/liter

b) Sample hari ke-5


DO5 (1)
1000 7 0.0125 8
mg/L O2 = (329 2 )
= 2.24 mg/liter

DO5 (2)

1000 10 0.0125 8
mg/L O2 = (322 2 )
= 3.125 mg/liter

Maka DO5 (B) = (3.125+2.24)/2 = 2.68 mg/liter

c) Blanko
Blanko (1) pada saat 0 hari
1000 15 0.0125 8
mg/L O2 = (308 2 )
=4.9 mg/liter

Total (C) = 4.9 mg/liter


Blanko (2) pada saat 5 hari
1000 9 0.00125 8
mg/L O2 = (320 2 )
= 2.83 mg/liter

Total (D) = 2.83 mg/liter

NILAI BOD TERUKUR

BOD = P (A - B) - (C - D)

= 7 x (8.68 2.68) - (4.9 2.83)

BOD = 39.93 mg/L

4.2.4. Selisih pengurangan DO5 dengan DO0 (Sampel)

0 5
% Selisih pengurangan = 100%
0

8.68/2.68/
% Selisih pengurangan = 100%
8.68 /

% Selisih pengurangan = 69.12%

4.2.5. Selisih pengurangan DO5 dengan DO0 (Blanko)

0 5
% Selisih pengurangan = 100%
0

4.9/2.83/
% Selisih pengurangan = 100%
4.9 /

% Selisih pengurangan = 42.24 %


BAB V
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
5.1.Pembahasan
5.1.1. Dahliana Alami (141424008)

Pada praktikum ini, dilakukan percobaan yaitu menentukan nilai BOD(Biochemical


Oxygen Demand) dari sampel limbah yang diambil ,dari limbah pembuangan tempat
makan (MKU) yang berada di Politeknik Negeri Bandung. Pada percobaan ini dilakukan
pengolahan limbah untuk mengetahui kandungan oksigen yang dibutuhkan mikroba dalam
mengoksidasi bahan organik. Semakin banyak bahan organik yang ada dalam sampel air
limbah maka semakin banyak juga oksigen yang diperlukan oleh mikroba. Untuk
mengetahui oksigen yang diperlukan oleh mikroba maka ditentukan DO0(kandungan DO
awal)dan DO5(kandungan DO yang dimasukan inkubator selama 5 hari) dimana selisih
yang dihasilkan adalah oksigen yang diperlukan oleh mikroba. Penentuan nilai BOD
dilakukan sebagai indikator terjadinya pencemaran akibat air buangan atau sebagai
gambaran jumlah organik mudah terurai yang ada di dlam perairan. Untuk menentukan
BOD pada praktikum ini dilakukan dengan metoda Winkler yang pada prinsipnya adalah
menggunakn titrasi iodometri.
Tahapan yang pertama dilakukan yaitu pembebasan reduktor pada Erlenmeyer yang
merupakan tahap awal dalam penetapan angka KMnO4,yang bertujuan untuk
menghilangkan ion-ion logam terlarut dalam erlenmeyer dan dalam air keran, dengan
adanya ion logam terlarut maka akan menyebabkan perhitngan KMnO4 menjadi tidak tepat.
pembebasan reduktor ini menggunakan larutan KMnO4 karena sifatnya sebgai oksidator
kuat dan beberapa penambahk mengetahuian H2SO4 yaitu sebagai pemberi suasana asam,
agar proses reduksi berlangsung lebih cepat. Selanjutnya tahap kedua dilakukan penetapan
angka KMnO4 yang bertujuan untuk menentukan jumlah pengencer dan jumlah sampel
yang akan ditambahkan. Angka KMnO4 bertujuan untuk mengetahui zat organik dalam
sampel,maka kebutuhan oksigen yang diperlukan dapat ditentukan sehingga didapatkan
pengenceran yang mendekati Sebelum ditirasi, sampel ditambahkan larutan H2SO4 yang
bertujuan untuk membuat suasana asam, karena pada suasana asam ion permanganat akan
mengalami reduksi menjadi ion mangan (II). Ion mangan (II) yang terkandung dalam
larutan akan mempercepat reduksi permanganat menjadi mangan dioksida, lalu dilakukan
dititrasi dengan larutan KMnO4 0,01 N yang merupakan oksidator kuat. Zat organik yang
terkandung dalam air sampel dioksidasi oleh KMnO4 berlebih dalam suasana asam dan
panas. Kelebihan KMnO4 direduksi oleh asam oksalat berlebih, dan kelebihan asam oksalat
dititrasi kembali oleh larutan KMnO4.
Tahap ketiga dilakukan penetapan faktor ketelitian KMnO4, dimana hasil titrasi
KMnO4 yang dilakukan, ditambahkan asam oksalat sebagai indikator lalu dititrsi dengan
KMnO4. Sampai warna berubah menjadi warna merah muda, angka KMnO4 yang
dihasilkan adalah sebesar 509.14mg/L , angka KMnO4 yang dihasilkan lebih besar dari 300
mg/L, maka fakttor pembaginya adalah 7 sehingga perbandingan pengenceranya adalah
dalam 1 bagian sampel dibutuhkan 72,73 bagian pengencer. Setelah dilakukan perhitungan
volume pengencer yng diperlukan yaitu 1575 mL. Larutan pengencer dibuat kedalam tiap
aquadest dengan penambahan larutan buffer phospat, CaCl3, FeCl3, MgSO4 dan bibit
mikorba setiap 2 mL, karena pengenceran yang akan dibuat sebanyak 2 L. Setelah itu,
dilakukan aerasi terlebih dahulu selama 30 menit karena mikroba yang digunakan
merupakan mikroba yang memerlukan oksigen sehingga mikroba perlu penambahan
kandungan oksigen didalam larutan. Fungsi dari larutan pengencer adalah sebagai bahan
makanan/nutrien mikroba sehingga makanan mikroba ini sebagai sumber energi untuk
mikroba untuk mengoksidasi bahan organik yang ada dalam sampel.
Pada tahap terakhir dilakukan penentuan oksigen terlarut dengan titrasi iodometri,
sampel yang telah dicampurkan dengan BOD (Pada sampel DO0 , DO5 , dan blanko)
ditambahkan dengan MnSO4 dan pereaksi oksigen (NaOH-KI) yang akan mengikat
oksigen terlarut sehingga menghasilkan endapan MnO2 yang berwarna kecoklatan. Setelah
ditambahkan H2SO4 pekat endapan akan melarut kembali dan akan membebaskan molekul
iodium yang ekuivalen dengan jumlah oksigen terlarut. Jika saat penambahan H2SO4 pekat
larutan sudah berwarna kuning jerami maka tidak perlu dititrasi terlebih dahulu dengan
thiosulfat, sehingga dapat langsung ditambahkan amilum. Tetapi jika sebaliknya, maka
harus dilakukan titrasi dengan larutan thiosulfat agar larutan berubah menjadi warna kuning
jerami, sehingga didapatkan hasil titrasi yang nanti akan dimasukkan kedalam perhitungan
untuk menentuan DO. Dengan penambahan amilum maka akan mengubah warna larutan
menjadi warna biru yang asrtinya sebagai tanda adanya kandungan Iod dalam larutan,
setelah itu dilakukan titrasi kembali dengan thiosulfat agar mengubah warna larutan
menjadi bening.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai DO0 yaitu 8.68 mg/liter lebih besar
dibandingkan dengan DO5 yaitu sebesar 2.68 mg/liter hal tersebut menunjukkan bahwa
kandungan oksigen terlarut menurun artinya sebagian oksigen telah digunakan oleh
mikroorganisme untuk mendegradasi air limbah. Dari hasil analisa BOD dalam percobaan
dihasilkan nilai BOD sebesar 39.93 mg/L atau 39.93 ppm, yang artinya bahwa 39,93 mg
oksigen akan dihabiskan oleh mikroorganisme dalam dua liter selama 5 hari pada suhu
20oC. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat
pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama
pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan karena kelarutan oksigen dalam air terbatas dan
hanya berkisar 9 ppm pada suhu 20C (Sawyer & Mc Carty, 1978). Tetapi menurut hasil
analisa BOD pada limbah pembuangan tempat makan (MKU) melebihi dari 9 ppm maka
dapat dikatakan bahwa sampel air limbah ini tercemar.
5.1.2. Desi Bentang W (141424009)

Pada percobaan ini dilakukan pengujian BOD (Biochemical Oxygen Demand) untuk
mengetahui oksigen yang diperlukan untuk mikroba dalam mengoksidasi bahan organik.
Semakin banyak bahan organik yang ada dalam sampel air limbah maka semakin banyak
juga oksigen yang diperlukan oleh mikroba. Untuk mengetahui oksigen yang diperlukan
oleh mikroba maka ditentukan DOo atau DO awal dan DO5 (setelah diinkubasi selama 5
hari), dimana selisih yang dihasilkan adalah oksigen yang diperlukan oleh mikroba. BOD
digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran dalam suatu perairan. Air limbah yang
diuji yaitu air limbah dari belakang kantin MKU Polban.
Dalam penetapan angka KMnO4 agar hasil yang didapatkan sangat teliti sebelumnya
dilakukan pembebasan reduktor dari erlenmeyer. Hal ini dilakukan karena apabila masih
ada zat atau partikel yang tertinggal atau menempel pada dinding erlenmeyer yang
digunakan, maka kemungkinan zat tersebut mengganggu dan akan mempengaruhi hasil
analisa karena partikel yang bersifat reduktor akan ikut bereaksi dengan KMnO4 pada
titrasi permanganimetri untuk penetapan angka KMnO4 sehingga volume KMnO4 lebih
banyak dari yang seharusnya. Sehingga Untuk pembebasan reduktor digunakan KMnO4
dalam keadaan asam karena penambahan H2SO4 dan panas, sehingga dalam keadaan asam
dan panas ini KMnO4 akan mengoksidasi secara optimal zat/partikel reduktor yang
menempel pada erlenmeyer, sehingga zat reduktor yang mungkin menempel pada
erlenmeyer akan teroksidasi. Tahap pembebasan reduktor ini bertujuan untuk
menghilangkan ion-ion logam terlarut misalnya ion Fe2+ dalam erlenmeyer dan dalam air
keran, adanya ion logam terlarut akan menyebabkan penentuan angka KMnO4 menjadi
tidak tepat. Apabila ditambahkan KMnO4 berlebih hingga warna KMnO4 tidak hilang maka
dapat dipastikan semua zat/pertikel reduktor yang menempel pada erlenmeyer telah habis
berekasi dengan KMnO4 sehingga erlenmeyer telah bebas reduktor.
Penetapan angka KMnO4 bertujuan untuk menentukan perbandingan antara
pengencer dan sampel pada proses pengenceran sampel. Sebelum ditirasi, sampel
ditambahkan larutan H2SO4 yang bertujuan untuk membuat suasana asam, karena pada
suasana asam ion permanganat akan mengalami reduksi menjadi ion mangan (II). Ion
mangan (II) yang terkandung dalam larutan akan mempercepat reduksi permanganat
menjadi mangan dioksida, lalu dilakukan dititrasi dengan larutan KMnO4 0,0125 N yang
merupakan oksidator kuat.Reaksi yang terjadi :
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
Zat organik yang terkandung dalam air sampel dioksidasi oleh KMnO4 berlebih dalam
suasana asam dan panas. Kelebihan KMnO4 direduksi oleh asam oksalat berlebih, dan
kelebihan asam oksalat dititrasi kembali oleh larutan KMnO4. Sehingga reaksi yang terjadi
adalah :
2KMnO4 + 5H2C2O4 + 3 H2SO4 2MnSO4 + 10 CO2 + K2SO4
Agar hasil analisa yang didapat didapatkan ketelitian maka dilakukan faktor
ketelitian KMnO4, dimana hasil titrasi KMnO4 sebelumnya ditambahkan kembali dengan
asam oksalat dan dititrasi dengan KMnO4. Hasil ini akan mempengaruhi angka KMnO4
yang dihasilkan yang sekaligus berdampak pada proses pengenceran. Pengeceran dilakukan
untuk membuat kondisi hidup mikroba pada tahap yang optimal dimana mikroba dapat
mendegradasi senyawa organik dalam sampel dengan baik.
Angka KMnO4 yang dihasilkan adalah sebesar 519.14 mg/L KMnO4 (faktor
pembagi = 7) sehingga perbandingan pengencerannya adalah 1 bagian sampel dengan 73
bagian pengencer. Fungsi dari larutan pengencer adalah sebagai bahan makanan/nutrien
mikroba sehingga makanan mikroba ini sebagai sumber energi untuk mikroba untuk
mengoksidasi bahan organik yang ada dalam sampel. Mikroba yang digunakan merupakan
mikroba yang memerlukan oksigen sehingga sebelum pencampuran antara sampel dengan
pengencer, pengencer yang sebelumnya telah ditambah bibit mikroda dan telah
mengandung senyawa FeCl3, FeSO4 dan CaCl2 diaerasi terlebih dahulu, fungsi dari aerasi
adalah sebagai pengadukan serta untuk menambahkan oksigen kedalam larutan pengencer
dimana oksigen ini akan digunakan untuk mikroba dalam mengoksidasi bahan organik
karena dimungkinkan oksigen dalam sampel saja tidak akan cukup untuk memenuhi
kebutuhan mikroba untuk mengoksidasi organik. Aerasi dilakukan 30 menit agar mikroba
mendapatkan oksigen yang cukup. Makanan mikroba serta oksigen yang cukup untuk
mikroba kemudian dicampurkan dengan sampel sebagai sumber bahan organik, maka
diharapkan akan didapatkan hasil kerja mikroba yang optimum dalam mengoksidasi bahan
organik sehingga diketahui berapa oksigen yang dibutuhkan.. Dari percobaan didapat
angka KMnO4 yang dihasilkan dari sampel adalah sebesar 509.14 mg/L. Dari angka ini
maka didapat sebesar 509.14 mg KMnO4 untuk mengoksidasi zat organik dalam tiap 1
Liter sampel. Sedangkan berdasarkan literatur zat organik (KMnO4) tidak boleh lebih dari
10 mg/L (PP No. 20 tahun 1990), sehingga air sampel limbah ini dapat dikatakan tercemar
zat organik karena mengandung angka KMnO4 yang melebihi seharusnya.
Dari sampel yang telah tercampur, langsung ditetapkan DO serta blankonya (berisi
pengencer saja) dengan metode winkler, sedangkan untuk sampel yang telah dicampur
pengencer serta blankonya yang lainnya diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20oC. Untuk
DO hari 0, larutan sampel yang telah dicampur dengan pengencer serta blanko
ditambahkan MnSO4 dan pereaksi oksigen(KI+NaOH) dimana MnSO4 dalam keadaan basa
ini akan membentuk endapan MnO2, kemudian ditambahkan H2SO4 sehingga endapan larut
dan akan melepas I2 yang ekivalen dengan oksigen terlarut. I2 yang terbentuk ditirasi
dengan Na2S2O3 dengan metode iodometri. Reaksinya :
MnO2 + 2KI + 2H2O Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
Titrasi awal dengan larutan thiosulfat akan menghasilkan larutan dengan warna kuning
jerami dan terjadi pengikatan iod bebas. Reaksi yang terjadi :
I2 + 2Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
Penambahan indikator Amilum akan mengubah warna larutan menjadi biru/hitam sebagai
tanda adanya kandungan Iod dalam larutan. Titrasi dengan thiosulfat akan mengubah warna
larutan menjadi bening. Dari data percobaan yang didapat, DO pada hari nol adalah sebesar
8.68 mg/L serta DOo pada blanko sebesar 4.9 mg/L. Sedangkan untuk DO pada hari kelima
didapat nilai DO sampel sebesar 2.68 mg/L serta blanko sebesar 2.83 mg/L dimana nilai
DO pada sampel ini lebih kecil dibanding dengan nilai DO pada hari ke 0 hal ini
dikarenakan oksigen terlarut berkurang karena digunakan oleh mikroba untuk
mengoksidasi bahan organik. Apabila dihitung, maka selisih DO hari ke-0 dengan DO
pada hari ke 5 adalah sebesar 69.12%. Apabila kedua nilai tersebut (nilai DO pada hari ke 5
dan persentase selisih DO0 dan DO5) dibandingkan dengan literatur dimana selisih DO0
dengan DO5 harus 40%-70% serta nilai DO akhir harus >0,5 mg/L berarti telah optimalnya
kinerja mikroba untuk mengoksidasi zat organik, kondisi proses yang telah optimal seperti
temperatur yang digunakan dimana temperatur yang digunakan adalah sebesar 20oC,
adanya mikroba didalamnya denganwaktu inkubasi yang digunakan adalah selama 5 hari
dengan ketersediaan oksigen yang cukup (Salmin, 2005). Selain itu tepatnya kondisi pH
dimana pH harus netral, serta tidak terdapatnya senyawa toksik maka mikroba tidak akan
teracuni/optimal dalam mengoksidasi bahan organik (Sembiring, 2008).
Selisih pengurangan DO5 dan DO0 didapatkan lebih besar pada sampel dibandingkan
blanko, hal tersebut dikarenakan pada sampel dilakukan banyak pendegradasian mikroba
dengan bantuan oksigen. Dari hasil analisa BOD ini dihasilkan nilai BOD sebesar 39.93
mg/L, artinya 39.93 mgram oksigen didunakan oleh mikroorganisme untuk pendegradasian
dalam satu liter contoh air selama waktu lima hari pada suhu 20oC.
5.1.3. Dini Oktavianti P (141424010)

Pada percobaan kali ini dilakukan pengolahan air limbah untuk mengetahui oksigen
yang diperlukan mikroba dalam mengoksidasi bahan organik. Semakin banyak bahan
organik yang ada dalam sampel air limbah maka semakin banyak juga oksigen yang
diperlukan oleh mikroba. Untuk mengetahui oksigen yang diperlukan oleh mikroba maka
ditentukan DO awal dan DO setelah diinkubasi selama 5 hari, dimana selisih yang
dihasilkan adalah oksigen yang diperlukan oleh mikroba.
Pertama erlenmeyer yang digunakan harus terbebas dari zat-zat pereduksi agar
memperoleh ketelitian yang baik. jika zat pereduksi masih berada di dalam erlenmeyer
maka akan mengganggu reaksi pada saat proses titrasi dengan KMnO4. karna adanya zat
pereduksi akan membutuhkan KMnO4 berlebih yang akan mengganggu ketelitian hasil
titrasi. Warna KMnO4 tidak akan hilang ketika zat pereduksinya sudah habis atau hilang.
Reaksi yang terjadi :

Zat Organik + KMnO4 berlebih CO2 + H2O

Setelah erlenmeyer bebas reduktor, dilakukan penetapan angka KMnO4 untuk


menentukan jumlah pengencer dan jumlah sampel yang akan ditambahkan. Dimana angka
KMnO4 ini untuk mengetahui zat organik yang terkandung dalam sampel air limbah,
dimana dengan mengetahui jumlah zat organik dalam sampel maka kebutuhan oksigen
yang diperlukan dapat ditentukan sehingga didapatkan pengenceran yang mendekati.
Sampel yang telah diasamkan dengan H2SO4 ditambahkan KMnO4 berlebih, sehingga
bahan organik akan mengalami rekasi redoks dengan KMnO4. KMnO4 sisa ini kemudian
ditambahkan asam oksalat berlebih, dimana sisa asam oksalat akan bereaksi dengan
KMnO4 pada titrasi, reaksi seperti berikut :

2 KMnO4 + 5H2C2O4 + 3H2SO4 2MnSO4 + 10CO2 + K2SO4

Dari percobaan didapat angka KMnO4 yang dihasilkan dari sampel adalah sebesar
509.14 mg/L. Angka KMnO4 yang didapat ini digunakan untuk perhitungan jumlah sampel
dan pengencer yang ditambahkan. Pengenceran yang dilakukan 7x. Pembuatan larutan
pengencer ini berfungsi untuk memberi energy dan sumber nutrisi bagi mikroba untuk
mengoksidasi bahan organic yang terdapat dalam sampel. Aerasi juga dilakukan untuk
menambahkan oksigen pada mikroba karna mikroba ini bersifat aerobic.

DO hari 0, larutan sampel yang telah dicampur dengan pengencer serta blanko
ditambahkan MnSO4 dan pereaksi oksigen (KI+NaOH) dimana MnSO4 dalam keadaan
basa ini akan membentuk endapan MnO2, kemudian ditambahkan H2SO4 sehingga endapan
larut dan akan melepas I2 yang ekivalen dengan oksigen terlarut. I2 yang terbentuk ditirasi
dengan Na2S2O3 dengan metode iodometri. Dari data percobaan yang didapat, DO pada
hari nol adalah sebesar 8.68 mg/liter. Serta DO pada blanko sebesar 4.9 mg/liter.
Sedangkan untuk DO pada hari ketujuh didapat nilai DO sampel sebesar 2.68 mg/liter
serta blanko sebesar 2.83 mg/liter dimana nilai DO pada sampel ini lebih kecil dibanding
dengan nilai DO pada hari ke 0 hal ini dikarenakan oksigen terlarut berkurang karena
digunakan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik.

Dari hasil analisa BOD ini dihasilkan nilai BOD sebesar 39.93 mg/L artinya 39.93
mg/L oksigen akan dihabiskan oleh mikroorganisme dalam satu liter contoh air selama
waktu lima hari pada suhu 20oC. Sedangkan menurut literatur BOD pada air bersih tidak
boleh lebih dari 10 ppm. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel air limbah dari sekolan
MKU Politeknik Negeri Bandung tercemar.

5.1.4. Elis Sri Wahyuni (141424011)

Pada praktikum ini dilakukan pengujian BOD (Biochemical Oxygen Demand) dari
air hasil pengolahan makanan di sekitar MKU POLBAN. BOD disangkutkan dengan kadar
oksigen terlarut didalam air bakul sebelum dan sesudah mengalami inkubasi. Oksigen ini
erat kaitannya dengan jumlah yang di gunakan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi
zat organic yang terdapat didalam air baku. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu
harus diusahakan konstan pada 20C yang merupakan suhu yang umum di alam. Secara
teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan
organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya
dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu
itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD. Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari
total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total (SAWYER &
MC CARTY, 1978).

Sebelum menentukan nilai oksigen terlarut didalam air baku, dilakukan langkah
untuk menentukan angka KMnO4 didalam sampel. Angka ini menunjukkan kecepatan
degradasi biokimia bahan organik yang berbanding langsung dengan banyaknya zat yang
tidak teroksidasi pada saat tertentu sehingga dapat menentukan jumlah pengencer yang
haru ditambahkan kedalam sampel. Angka KMnO4 yang didapatkan adalah sebesar 509.14
mg/L sehingga dilaksanakan P/7 dengan P adalah angka KMnO4. Sehingga diketahui
jumlah pengencer yang harus ditambahkan kedalam sampel dengan mempertimbangkan
volume botol BOD. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pengencer adalah
jumlah nutrisi yang harus ditambahkan kedalam aquadest harus disesuai dengan volume
aquadest yang akan dibuat, juga proses aerasi pada pengencer juga harus dilakukan selama
30 menit untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut didalam pengencer.

Sampel dibuat duplo untuk masing-masing DO0 dan DO5. Hal ini untuk perhitungan
kadara BOD yang lebih akurasi pada sampel. Kemudian dilakukan tahap-tahap penentuan
sesuai dengan prosedur. BOD pada air limbah MKU POLBAN adalah sebesar 39.93 mg/L
artinya mikroorganisme butuhkan oksigen sebanyak 39.93 mg untuk mendegradasi setiap
liter air limbah. Tabel dibawah ini menunjukkan tingkat pencemaran pada air limbah dilihat
dari besarnya nila BOD dan DO.

Menurut PERMEN LH 5 Tahun 2014, dikatakan bahwa baku mutu air limbah untuk
parameter BOD adalah 100 mg/L. Sehingga air baku yang diuji didalam lab masih
memenuhi kriteria untuk dibuang ke lingkungan. Walaupun demikian, kandungan padatan
tersuspensi dan bau yang tidak sedap menjadikan air baku ini sangat mengganggu
lingkungan. Maka dari itu, saluran untuk membuang air limbah harus dibenamkan didalam
tanah sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar.
BAB VI
KESIMPULAN

1. Angka KMnO4 sebesar 509.14 mg/L


2. Nilai BOD yang diperoleh dari Air selokan yang berada di kantin MKU Politeknik
Negeri Bandung sebesar 39.93 mg/L dan dapat dikatakan air limbah ini tercemar
3. DO0 adalah sebesar 8.68 mg/liter.
4. DO5 adalah sebesar 2.68 mg/liter.
DAFTAR PUSTAKA

PESCOD, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for Tropical
Countries. A.I.T. Bangkok, 59 pp
Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (Do) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (Bod) Sebagai Salah
Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan, (online),
(http://oseanografi.lipi.go.id diunduh 16 April 2013 pkl. 14.17)
SAWYER, C.N and P.L., MC CARTY, 1978. Chemistry for Environmental Engineering. 3rd ed.
Mc Graw Hill Kogakusha Ltd.: 405 - 486 pp.

You might also like