You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes
scabiei var. hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Acarina, famili Sarcoptidae. Skabies dapat menjangkiti semua orang pada semua umur, ras,
dan tingkat ekonomi sosial. Sekitar 300 juta kasus skabies di seluruh dunia dilaporkan setiap
tahunnya.
Skabies seringkali diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga prioritas
penanganannya rendah. Akan tetapi, penyakit ini dapat menjadi kronis dan berat serta
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Lesi pada skabies menimbulkan rasa tidak nyaman
karena sangat gatal sehingga penderita seringkali menggaruk dan mengakibatkan infeksi
sekunder terutama oleh bakteri Grup A Streptococcus dan Staphylococcus aureus.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan sosial
ekonomi yang rendah, kebersihan yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas,
kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik seperti keadaan penduduk dan ekologi.
Keadaan tersebut memudahkan transmisi dan infestasi Sarcoptes scabiei. Oleh karena itu,
prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan kepadatan
penghuni dan kontak interpersonal yang tinggi seperti asrama, panti asuhan, dan penjara.
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangat
bervariasi. Meskipun demikian, terdapat gambaran subyektif dan obyektif yang dikenal
dengan 4 tanda utama atau tanda kardinal pada infestasi skabies. Tanda tersebut antara lain
adalah pruritus nokturna, menyerang sekelompok orang, terdapat terowongan, dan
ditemukannya parasit.
Saat ini Badan Dunia menganggap penyakit skabies sebagai pengganggu dan perusak
kesehatan yang tidak dapat dianggap lagi hanya sekedar penyakitnya orang miskin karena
penyakit skabies masa kini telah merebak menjadi penyakit kosmopolit yang menyerang
semua tingkat sosial (Agoes, 2009). Menurut Sungkar (2000) mengatakan bahwa penyakit
Skabies di seluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi akibat pengaruh faktor imun yang
belum diketahui sepenuhnya. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa, tetapi
dapat mengenai semua umur.
Penyakit ini telah ditemukan hampir pada semua negara di seluruh dunia dengan
angka prevalensi yang bervariasi. Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan
berkisar antara 6-27% dari populasi umum dan insiden tertinggi terdapat pada anak usia
sekolah dan remaja. Di beberapa negara termasuk Indonesia penyakit skabies yang hampir
teratasi ini cenderung mulai bangkit dan merebak kembali.
Selain itu, kasus-kasus baru berupa Skabies Norwegia telah pula dilaporkan,
walaupun angka prevalensinya yang tepat belum ada, namun laporan dari dinas kesehatan
dan para dokter praktek mengindikasikan bahwa penyakit skabies telah meningkat di
beberapa daerah 1 Universitas Sumatera Utara (Agoes, 2009). Menurut Departemen
Kesehatan RI prevalensi skabies di Indonesia sebesar 4,60-12,95% dan skabies menduduki
urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering (Notobroto, 2005).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau
Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia. Adanya rasa gatal pada
malam hari merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas.
Penyakit scabies banyak berjangkit di: (1) lingkungan yang padat penduduknya, (2)
lingkungan kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat kebersihan kurankg. Skabies
cenderung tinggi pada anak-anak usia sekolah, remaja bahkan orang dewasa.

2.2 Etiologi
Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai
akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas
Arachnida, ordo Acarina, super famili Sarcoptes.

Gambar 1. Morfologi Sarcoptes Scabiei (Siregar, 2005)

Secara morfologi tungau ini berbentuk oval dan gepeng, berwarna putih kotor,
transulen dengan bagian punggung lebih lonjong dibandingkan perut, tidak berwarna,
yang betina berukuran 300-350 mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200
mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan
2 pasang lainnya kaki belakang. Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa
berlangsung satu bulan. Sarcoptes scabiei betina terdapat cambuk pada pasangan kaki ke-
3 dan ke-4. Sedangkan pada yang jantan bulu cambuk tersebut hanya dijumpai pada
pasangan kaki ke-3 saja.

2.3 Epidemiologi
Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain sosial ekonomi
yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual dan sifatnya promiskuitas (ganti-
ganti pasangan), kesalahan diagnosis dan perkembangan demografi serta ekologi
(Djuanda, 2010).

2.4 Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kurang lebih satu bulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.

2.5 Cara Penularan


Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, adapun cara penularannya adalah:
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual
merupakan hal tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua
atau temannya.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan
tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan.
Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang
peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan
utama adalah selimut.
2.6 Gambaran Klinis
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda dibawah ini
a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang
lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok
c. Menemukan tungan
d. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 cm,
pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau vesikel
(kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul polimorf (gelembung
leokosit).
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit
yang umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul
gelembung berair pada kulit.

2.7 Diagnosis Banding


1. Prurigo : Biasanya berupa papul, gatal, predileksi bagian ekstensor
ekstremitas, dan biasanya gatal pada malam hari.
2. Gigitan serangga : Timbul setelah gigitan berupa urtikaria dan Papul.
3. Folikulitis : Nyeri, pustula miliar dikelilingi eritema (Siregar, 2005).

2.8 Penatalaksanaan Skabies


Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
a. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara
teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan
harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas.
Demikian pula dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular,
terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk
sementara waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum
meningkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan dan meningkatkan
status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan:
1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
2. Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang
akan dipakai harus disetrika.
3. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.
b. Penatalaksanaan secara khusus.
Dengan menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010), obat-obat anti skabies
yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur
kurang dari 2 tahun.
2. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi.
Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan
dari mata, mulut, dan uretra.
5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah
10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak anjurkan
pada bayi di bawah umur 12 bulan.

2.9 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat
pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hiegene), maka
penyakit ini memberikan prognosis yang baik (Djuanda, 2010).
2.10 Pencegahan
Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan :
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.

b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu.

c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.

d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi tungau skabies.

f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.

Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya
mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat
parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit
biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari. Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari
infeksi ulang, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan
antiseptik.

b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan seterika panas
untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.

c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.

d. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab (Depkes, 2007).

Departemen Kesehatan RI (2007) memberikan beberapa cara pencegahan


yaitu dengan dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan
tentang cara penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan
orang-orang yang kontak dengan penderita skabies,meliputi :

a. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya. Laporan kepada


Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan.
b. Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai
dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi
sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif. Disinfeksi
serentak yaitu pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita dalam
48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem
pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal ini dapat membunuh
kutu dan telur.
BAB II

LAPORAN KASUS

3.1 Identittas Pasien


Nama : An. V
Umur : 3 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan :-
Suku / agama : Minang / Islam
Tanggal Masuk : 9 Maret 2017
RM : 1631

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Gatal pada sela jari dan bokong
Telaah : Pasien datang ke Puskesmas diantar oleh ibunya dengan
keluhan gatal pada sela jari kedua tangan, telapak tangan dan bokong.. Keluhan ini
dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, awalnya bintil kemerahan sebesar ujung
jarum pentul dirasakan berawal dari sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak
dan meluas ke sela jari tangan kiri dan ke bokong. Keluhan gatal dirasakan semakin
hebat terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien sering terbangun hampir
setiap malam. Rasa gatal yang dirasakan membuat pasien menggaruk kulit hingga
timbul luka akibat garukan. Untuk mengurangi keluhan, ibu pasien
biasanya menaburi tubuh pasien dengan bedak bayi. Keluhan demam,
batuk pilek dan sakit menelan disangkal. Pasien tinggal bersama orang tuanya
di rumah dan 1 orang saudara. Pasien biasanya mandi 2 x dalam sehari,
mengganti pakaiannya 2 x dalam sehari termasuk pakaian dalam dan
menggunakan handuk bersama dengan anggota keluarga lainnya. Ibu pasien
mencuci pakaian sendiri dengan sabun biasa. Riwayat penyakit yang sama
sebelumnya disangkal ibu pasien. Riwayat asma dan penyakit alergi disangkal.
Riwayat Penyakit Terdahulu : (-)
Riwayat Pemakaian Obat : (-)
Riwayat keluarga : Ibu dan saudara pasien mengalami hal yang sama

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)
Tekanan darah : 100 / 60 mmHg Ikterus : (-)
Pulse : 78 x / i, t/v cukup Sianosis : (-)
Pernapasan : 22 x / menit Dyspnoe : (-)
Suhu : 36,0oC Edema : (-)
KU/KP/KG : baik / sedang / baik

Data Antropometri
Tinggi Badan (TB) : 88 cm
Berat Badan (BB) : 13 kg

Status Generalisata

- Kepala
Mata : Konjungtiva Palpebrae Inferior Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga / Hidung / Mulut : Dalam Batas Normal
Leher : TVJ R-2 cmH2O, Trakea Medial, Pembesaran KGB : (-)
- Thoraks : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat, kuku sendok (-), kuku rapuh(-)

Status Dermatologis

Lokasi : Pada regio interdigitalis dekstra dan sinistra, palmar dextra dan
sinistra, gluteus maximus

Effloresensi : Tampak papul eritema bentuk bulan, batas tegas, ekskoriasi dan
krusta dengan distribusis diskrit dan multiple
3.4 Resume
Pasien perempuan, 3 tahun datang ke Puskesmas diantar oleh ibunya dengan
keluhan gatal pada sela jari kedua tangan, telapak telapak tangan dan bokong.
Keluhan ini dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, awalnya bintil kemerahan
sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari sela jari tangan kanan kemudian
semakin banyak dan meluas ke sela jari tangan kiri dan ke bokong.Keluhan gatal
dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien sering
terbangun hampir setiap malam. Rasa gatal yang dirasakan membuat pasien
menggaruk kulit hingga timbul luka akibat garukan. Riwayat keluarga ibu dan
saudara pasien mengalami hal yang sama. Status dermatologis pada regio
interdigitalis dekstra dan sinistra, palmar dextra dan sinistra, gluteus maximus tampak
papul eritema bentuk bulan, batas tegas, ekskoriasi dan krusta dengan distribusis
diskrit dan multiple

3.5 Diagnosis Kerja


Skabies dengan infeksi sekunder

3.6 Diagnosis Banding


a. Prurigo hebra
b. Pedikulosis korporis
c. Dermatitis

3.7 Tatalaksana
a. Non farmakologi
Edukasi
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya
Menjelaskan bahwa skabies adalah penyakit menular
Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan
dan lingkungantempat tinggal
Mencuci selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir dengan
menggunakan air panas 5 hari terakhir
Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena
dapatmenyebabkan luka dan risiko infeksi
Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang
menderitakeluhan yang sama
Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim
yangdioleskan pada seluruh badan tidak boleh terkena air, jika terkena air
harus diulang kembali. Krim dioleskan ke seluruh tubuh saat malam hari
menjelang tidur dan didiamkan selama 8 jam hingga keesokan harinya.
Obat digunakan 1x seminggu dan dapat diulang seminggu kemudian.
b. Farmakologis
Topikal : Permetrin 5% krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam haris elama
10 jam, satu kali dalam seminggu.
Sistemik : Anti histamin: CTM

3.8 Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad kosmetikam: ad bonam
DAFTAR PUSTAKA

1. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, dan Sungkar S. Parasitologi kedokteran edisi
keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
2. Audhah NA, Umniyati SR, dan Siswati AS. Scabies risk factor on students of islamic
boarding school (study at darul hijrah islamic boarding school, cindai alus village,
martapura subdistrict, banjar district, south kalimantan). J Buski. 2012;1(4):14- 22.
3. Aminah P, Sibero HT, dan Ratna MG. Hubungan tingkat pengetahuan dengan
kejadian skabies. J Majority. 2015;5(4):54- 59.
4. Ratnasari AF dan Sungkar S. Prevalensi skabies dan faktor-faktor yang berhubungan
di pesantren x, jakarta timur. eJKI [internet]. 2014 [diakses tanggal 30 November
2015]; 2(1):7-12. Tersedia dari: http://journal.ui.ac.id/index.php/eJKI/arti
cle/viewFile/3177/3401.
5. Stephen J dan Gilmore. Control strategies for endemic childhood scabies. PloS ONE
[internet]. 2011 [diakses pada 30 November 2015]; 6(1):e15990. Tersedia
dari:http://journals.plos.org/plosone/artic le?id=10.1371/journal.pone.001599. Firza
Syailindra dan Hanna Mutiara l Skabies Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016
|42
6. Ronny PH. Skabies. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, Editor. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. hlm. 122-125.
7. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi I. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
8. Centers for Disease Control Prevention; 2010 [diakses tanggal 29 oktober
2015].Tersedia dari: http://www.cdc.gov/parasites/scabies/.
9. Currie BJ dan McCarthy JS. Permethrin and ivermectin for scabies. N Egl J Med.
2010;362(8):717-725.
10. Medscape; 2014 [diakses tanggal 30 Oktober 2015]. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/ 1109204-overview#a4.
11. Centers for Disease Control Prevention; 2010 [diakses tanggal 29 oktober 2015].
Tersedia dari: http://www.cdc.gov/parasites/scabies/ep i.html.
12. American Academy of Dermatology 1938; 2015 [diakses tanggal 30 Oktober 2015].
Tersedia dari: https://www.aad.org/dermatology-a-toz/ diseases-and-treatments/q---
t/scabies/who-gets-causes.
13. Medscape; 2014 [diakses tanggal 30 Oktober 2015]. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/ 1109204-overview#a5.
14. American Academy of Dermatology 1938; 2015 [diakses tanggal 30 Oktober 2015].
Tersedia dari: https://www.aad.org/dermatology-a-toz/ diseases-and-treatments/q---
t/scabies/signs-symptoms.
15. Gunning K, Pippitt K, Kiraly B, Sayler M. Pediculosis and scabies: a treatment
update. American Family Physician. 2012;86(6):535-541.
16. Oakley A. Scabies: diagnosis and management. BPJ19. 2009;19:12-16.
17. Oliver Chosidow. Scabies. N Engl J Med. 2006;354(16):1718-1-27.
18. Karthieyan K. Treatment in scabies: newer perspectives. Postgraduate Med J.
2005;81:7-11.
19. Centers for Disease Control Prevention; 2010 [diakses tanggal 30 Oktober 2015].
Tersediadari: http://www.cdc.gov/parasites/scabies/he alth_professionals/meds.html.
20. American Academy of Dermatology 1938; 2015 [diakses tanggal 30 Oktober 2015].
Tersedia dari: https://www.aad.org/dermatology-a-toz/ diseases-and-treatments/q--
t/scabies/diagnosis-treatment

You might also like