You are on page 1of 8

Nyanyian Senja Pantai

Deburan ombak menghantam kaki Yogi. Cowok itu membiarkan air

membasahi kakinya hingga ke mata kaki. Matanya terpejam mencoba menikmati deburan

ombak yang berulangkali bergulung seolah memijat kaki coklatnya. Yogi tersenyum miris.

Mengingat pantai membuatnya mengingat cewek itu. Cewek yang dikenalnya tak lebih dari

setahun. Cewek yang dalam waktu singkat mampu membuat jantungnya berdebar tak normal.

Cewek yang mampu membuatnya merana sekaligus merindu.

Yogi beranjak dari tepi pantai menuju pasir putih. Ia berjongkok memegang butir-

butir pasir yang halus. Dengan sekali gerakan ia merebahkan tubuhnya diantara pasir-pasir

putih yang terhampar di sepanjang pantai. Wajahnya menatap langit biru yang cerah. Awan-

awan yang berkumpul membuatnya berilusi. Ia merasa melihat sesosok cewek itu

terpantulkan oleh awan. Yogi menggeleng berusaha membuang bayangan tentang cewek itu.

Namun hal itu sia-sia. Awan-awan yang bergumpal itu seolah berubah menjadi sebuah

proyektor. Proyektor hati dan kenangan Yogi. Memutar segala kenangan tentang mereka

berdua. Tak sadar Yogi tertarik oleh kenangannya sendiri kembali pada kejadian 8 bulan

yang lalu. Saat pertama kali ia berjumpa dengan cewek itu.

Senja sudah mulai nampak. Di ufuk barat mentari mulai meredupkan sinarnya dan

mulai menenggelamkan dirinya. Di ujung pantai nampak seorang cewek memainkan kaki

kecilnya pada ombak yang datang bergulung-gulung. Ia memkakai pakaian serba putih.

Rambutnya yang panjang dan hitam melambai ketika angin datang mengantarkan ombak

yang bergulung.

Yogi memandang sosok itu heran. Ia tak dapat melihat dengan jelas tubuh cewek itu,

hanya siuletnya saja yang terpantul oleh sisa-sisa sinar mentari yang mulai tenggelam.

Penasaran, Yogi mendekati cewek itu dan tanpa sadar yang menepuk bahunya. Cewek itu
melonjak terkejut. Ia membalikan badan, mengernyit melihat seorang pemuda berdiri di

hadapannya. Kulitnya yang kecoklatan terbakar matahari membuatnya terihat keren. Rambut

hitamnya yang pendek terpotong rapi.

Sementara itu Yogi terpesona dibuat oleh cewek itu. Tepat saat ia membalikan

badan dan mengernyit padanya. Getaran aneh menusuk dada Yogi. Cewek itu berambut

panjang hitam. Matanya yang bulat berwarna hitam berbinar-binar menyiratkan rasa

keingintahuan yang besar. Bibirnya yang merah dan mungil membentuk ulasan senyum

keheranan yang sangat menawan.

Siapa kau? tanyanya. Yogi gelagapan tak tahu harus menjawab apa. Ia kini baru

menyadari tingkah tololnya yang seenaknya mendekati cewek itu.

Oh maafkan aku. Tadi aku hanya heran melihat seorang gadis berdiam diri di

pantai saat senja tiba. Maafkan aku telah berbuat tak sopan. Jawabnya sambil berusaha

mengendalikan detak jantungnya yang berdetak di luar batas wajar. Cewek itu tersenyum

kecil sembari memamerkan gigi-gigi putih yang juga mungil kepunyaannya. Malu-malu ia

membalas perkataan Yogi.

Apakah tingkahku ini aneh? Aku senang dengan pemandangan senja di pantai ini.

Begitu indah dan damai. Apalagi saat deburan ombak menghantam kakiku. Rasanya sangat

menyenangkan. Yogi tesenyum tak tahu harus merespon apa. Ia seolah kehilangan kata-

katanya di depan cewek itu. Padahal biasanya ia sangat jago mengeluarkan segala macam

kata-kata puitis nan indah yang mampu membuat gadis manapun mengejar-ngejarnya

mengemis cinta.
Ah ya, perkenalkan namaku Tari. Kau bukan orang sini bukan? Siapa namamu?

tanya cewek bernama Tari itu ramah. Ia menjulurkan tangannya. Yogi terdiam beberapa detik

sebelum akhirnya menyambut tangan itu dengan gugup.

Na, namaku Yogi. Ya kau benar aku datang ke sini untuk berlibur. Ucapnya

setelah ia berhasil menguasai rasa aneh yang melanda dirinya. Tari tersenyum lebar

memamerkan rentetan gigi putih bersihnya. Suasana menjadi begitu kaku karena tak ada

satupun yang mampu mengeluarkan suara. Hanya deburan ombak yang membuat suasana

senja itu tak begitu sunyi. Tari kembali menatap laut lepas di hadapannya. Sekilas Yogi

menangkap kilatan kesedihan di mata Tari.

Em, Tari! panggil Yogi lembut. Tari tersentak, ia membalikan wajahnya

mengguratkan tanya pada ekspresi matanya.

Mau nggak kamu menemaniku selama liburan. Dengan berani Yogi

mengucapkan kata-kata itu pada cewek yang baru dikenalnya tak kurang dari 10 menit yang

lalu. Mata Tari berbinar ceria, dengan semangat ia mengangguk.

Baiklah, nanti Tari akan ajak Yogi ke tempat terindah yang ada di pulau ini.

Ucap Tari. Yogi tersenyum. Ia memang butuh tempat yang bisa menenangkan dirinya dari

rasa frustasi.

Besok kita mulai berkeliling ya. Pinta Yogi. Tari mengangguk tanpa kata

mengakhiri percakapan senja itu.

*****

Yogi melangkahkan kakinya dengan mantab. Seminggu sudah waktu dihabiskannya

di pulau terpencil itu. Menjalani seminggu bersama Tari dengan debaran yang semakin lama

semakin menggila. Kini pikirannya sudah segar, ia juga sudah tak ragu lagi akan arti debaran
jantungnya ketika ia berada di dekat Tari. Yogi mendekati Tari yang seperti biasa menatap

laut lepas tanpa kata-kata.

Tari.. panggil Yogi lembut. Tari menoleh, ekspresi wajahnya nampak kaget

melihat kehadiran Yogi di depan matanya.

Ya, jawab Tari.

Sore ini aku akan pulang ke kota. Sebelum aku pulang, aku ingin mengatakan

suatu hal padamu. Ucap Yogi. Tari diam tak bergeming.

Tari, jujur saja, sejak pertama kali aku melihatmu, menghadap laut lepas harus ku

akui saat itu juga aku jatuh cinta padamu. Aku menyukaimu Tari. Meskipun hanya seminggu

waktu yang kita lalui bersama aku nggak bisa membohongi hatiku bahwa aku menyukaimu.

Tari terpekur mendengar ucapan Yogi. Ia tak percaya cowok yang baru dikenalnya

selama seminggu mampu menyatakan bahwa ia menyukai dirinya. Sebagian hati Tari ingin

menghambur ke pelukan Yogi. Namun, sebagian hatinya lagi ingin mengunci hati dan

langkahnya agar tak pernah beranjak kemana-mana.

Maaf Yogi... ucap Tari. Aku nggak bisa menerima perasaanmu itu, hatiku

nggak bisa untuk menerima cinta dua orang lelaki. Lanjutnya.

Kenapa? tanya Yogi dengan suara parau. Apa sudah ada lelaki lain di hatimu

Tari?

Ya, seseorang udah hadir di hatiku lama sebelum kau muncul. Aku menyukainya

sangat menyukainya, meskipun kini ia berada jauh di ujung samudra, aku akan tetap

menunggu dan menyukainya. Oleh karena itu aku nggak bisa menerima perasaanmu. Maaf
Yogi. Jelas Tari panjang. Yogi diam, ia tak tahu harus mengatakan apa. Hatinya begitu sakit

mendengar penolakan Tari. Yogi membalikan badan pulang dengan hati yang rusak.

******

Yogi tersenyum. Proyektor kenangannya telah habis memutar kenangannya dengan

Tari. Yogi beranjak kembali menuju pantai yang mulai pasang. Ombak bergulung-gulung

membasahi pasir putih pantai. Tak banyak yang ia ketahui setelah ia pergi. Yang ia tahu

hanyalah setelah Yogi meninggalkan Tari kembali ke rumahnya, hatinya menjadi begitu

kosong, begitu mati. Jauh lebih mati dari pada sebelum ia pergi dari rumah. Pertemuannya

dengan Tarilah yang membuatnya berubah. Hari-hari bersama Tari adalah hari terindah

dalam hidupnya. Dan begitu Tari menolaknya dunianya kembali kosong.

Yogi duduk di pinggir pantai mecoba kembali untuk merasakan kehadiran Tari.

Proyektor ingatannya lagi-lagi memutar kenangan tentang Tari, tentang senyumannya,

kesediahannya, dan kemarahannya. Pada akhirnya Yogi lagi-lagi tersedot oleh kenangannya

tentang kejadian sebulan yang lalu.

Yogi merindukannya. Ia begitu merindukan Tari. Meskipun ia tahu semua itu

percuma, Yogi tak dapat menolong dirinya sendiri untuk tidak memikirkan Tari. Akhirnya ia

nekat kembali ke desa Tari. Yogi ingin melihat wajah Tari yang sudah 7 bulan tak dilihatnya.

Begitu sampai tempat pertma yang didatanginya adalah pantai dimana mereka pertama kali

bertemu.

Tari masih seperti biasa. Memandang laut lepas tanpa kata-kata. Hanya saja kini ia

tak berdiri di kedua kakinya. Kini ia hanya bisa terduduk di kursi rodanya. Tertunduk seolah

menahan sesal yang begitu banyak.


Tari. Panggil Yogi. Tari menoleh dan ia sangat terkejut mendapati Yogi tengah

berdiri di hadapannya. Ia masih terlihat sama. Raut wajahnya, senyumannya, dan semuanya.

Hanya saja Yogi terlihat lebih kurus.

Kau terlihat kurus Yogi. Ucap Tari pelan. Yogi tertawa kecil.

Tentu saja aku terlihat kurus. Setiap hari aku selalu memikirkanmu Tari. Kata

Yogi. Kedua pipi Tari bersemu merah mendengar ucapan Yogi. Tapi kau lebih terlihat

nggak sehat dari pada aku. Ada apa Tari? tanya Yogi. Tari hanya tersenyum lemah tak

membalas ucapan Yogi. Ia kembali menatap laut lepas.

Yogi sebelum semuanya terlambat aku ingin kamu tau. Aku berbohong padamu

saat itu. Sebenarnya aku juga menyukaimu. Tapi, kini semua terlambat. Aku akan menyusul

Samudra. , Pada akhirnya Samudra menang. Padahal kupikir saat kau kembali, aku bisa

memberimu senyuman terindah yang aku punya. Tapi, ternyata aku salah. Aku harus

menyusulnya. Selamat tinggal Yogi. Kau hadir di waktu yang tepat. Aku ingin kau ada di sini

saat Samudra akan menjemputku di tengah senja ini. Yogi terdiam tak mengerti akan ucapan

Tari.

Lambat laun, hari mulai beranjak senja. Mentari mulai terbenam di ufuk barat,

mengingatkan kembali akan pertemuan pertama mereka di senja hari. Mereka masih terdiam

tanpa kata seolah terpesona akan keindahan mentari senja. Dengan pelan Yogi menyentuh

pundak Tari saat senja benar-benar hilang tergantikan oleh malam.

Tari. Panggil Yogi lembut. Tari tak bergeming. Ia terus saja diam, kepalanya

sedikit tertunduk dari posisi awalnya. Yogi curiga, ia segera memutar untuk melihat wajah

Tari. Yogi begitu terkejut melihat mata Tari terpejam. Tak ada desahan nafas keluar dari bibir

mungilnya. Yogi menempelkan jarinya ke ujung hidung Tari, namun ia tak berhasil
merasakan hembusan nafas Tari. Yogi benar-benar tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Ia kembali mencoba merasakan detak jantung Tari, namun denyut nadinya bahkan tak terasa

sedikitpun. Yogi terduduk lemas. Ia tahu, kini Tari sudah tiada.

******

Sebenarnya Tari mengidap penyakit kanker paru-paru sejak 8 bulan yang lalu.

Sebulan sebelum kamu datang ke sini. Jelas ibu Tari. Yogi berusaha mendengarkan cerita

ibu Tari, meskipun hatinya terasa begitu sakit, dan begitu sedih. Tentang Samudra. Ia

adalah kekasih Tari. Tapi, 3 tahun yang lalu ia pergi dari desa ini untuk merantau. Yang ibu

tahu setelah itu, kapalnya karam dan Samudra meninggal dalam kecelakaan kapal itu.

Apakah Tari tahu Samudra sudah meninggal? tanya Yogi.

Ya, Tari tahu. Tapi, ia berusaha menolak kenyataan. Setiap senja ia selalu berdiri

di depan pantai menunggu kepulangan Samudra, padahal ia tau semua itu sia-sia saja. Dan

hal itu berubah saat kamu datang kemari. Tari sedikit demi sedikit berubah. Ia menjadi lebih

ceria. Ibu kira ia sudah menemukan pengganti Samudra. Tapi, saat kemudian kamu pergi.

Tari menjadi jauh lebih murung dari pada sebelumnya. Ibu benar-benar nggak ngerti

perubahan sifatnya. Saat itulah kanker yang dideritanya menjadi lebih parah. Jawab ibu Tari

panjang lebar. Yogi terdiam. Ia tak tahu lagi apa yang harus dikatakannya. Ia seolah

kehilangan kata-kata dan suaranya. Pada akhirnya ia hanya bisa berpamitan dengan ibu Tari

dengan suara yang sangat pelan. Sebelum Yogi pergi, ibu Tari memberinya sebuah surat. Ibu

Tari berkata bahwa surat itu merupakan surat terakhir yang ditulis Tari untuk Yogi. Tari

menitipkan surat itu pada ibunya dua hari yang lalu.

******
Mentari lambat laun mulai terbenam, memantulakn sinar merah keemasan pada laut.

Yogi segera menarik dirinya dari kenangan masa lalunya. Ia sudah terlalu banyak larut dalam

kenangannya tentang Tari. Setiap mengenang Tari hatinya begitu sakit. Karena itulah Yogi

bertekad untuk menyimpan kenangannya di dalam hatinya, sesuai isi surat Tari.

Yogi mengambil sebuah kertas dari balik sakunya. Surat terakhir dari Tari hampi

selalu dibawanya. Ia tak tahu alasannya. Hanya saja setiap ia membawa surat itu, ia selalu

merasa Tari berada di sampingnya. Perlahan Yogi membuka surat itu dan membacanya untuk

yang kesekian kali. Surat itu berisi segala curahan hati Tari mengenai ia, Samudra dan Yogi.

Kisah mereka bertiga. Yogi tersenyum kembali setelah membaca surat dari Tari.

Mentari senja sebentar lagi benar-benar akan tenggelam. Yogi menghadap mentari

merasakan kehangatannya yang akan segera hilang. Suara deburan ombak dan nyanyian

burung membentuk sebuah simfoni tak jelas yang begitu indah. Yogi tersenyum kembali.

Hatinya berbisik Terima kasih Tari

Tamat

You might also like