You are on page 1of 28

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TB PARU

Oleh :
KELOMPOK 2

A.SYAHRI BULAN

FITRI YUNITA

MUTMAINNA

SRI RESKI AMALIA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

AKPER PUTRA PERTIWI

WATANSOPPENG

2013/2014
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum wr.wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan ASKEP yang berjudul Asuhan Keperawatan TB paru.

Dalam Penulisan ASKEP ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Wallahumuafik bitaqwallah wassalamu alaikum wr.wb

Cugenang 1 mei 2014

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR .. ii

DAFTAR ISI. iii

BAB I PENDAHULUAN .... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah... 1

3. Tujuan.. 1

BAB II TINJAUAN TEORITIS .. 2

1. Konsep Medis.. 2

1. Pengertian ... 2

2. Etiologi ... 2

3. Manifestasi klinik ... 3

4. Patofisiologi ... 5

5. Penyimpangan KDM.. 6

6. Klasifikasi . 7

7. Pemeriksaan diagnostik . 7

8. Komplikasi . 8

9. Penatalaksanaan medis .. 8

2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien TB Paru . 10

1. Pengkajian . 10

2. Diagnose Intervensi NANDA-I 2012-2014 .. 11

3. Intervensi
. 12
4. Implementasi . 16

5. Evaluasi . 16

BAB III PENUTUP 17

1. Kesimpulan .. 17

2. Saran . 17

DAFTAR PUSTAKA . 18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular.


Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang
berusia antara 15 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang
tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC. Lingkungan yang lembap,
gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC.

Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan. Namun akibat dari kurangnya informasi berkaitan
cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian akibat penyakit ini memiliki prevalensi yang
besar. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB.
Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang ada diatas maka kami akan mengangkat beberapa pokok
permasalahan sesuai yang telah dipaparkan diatas adalah asuhan keperawatan pada klien TB
Paru.

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Agar perawat mengetahui dan memahami tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Sistematis.

1. Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami pengertian TB Paru

2. Mengetahui dan memahami etiologi TB Paru

3. Mengetahui dan memahami klasifikasi TB Paru

4. Mengetahui dan mamahami tanda dan gejala TB Paru

5. Mengetahui dan mamahami patofisiologi TB Paru

6. Mengetahui dan memahami manifestasi klinik TB Paru

7. Mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan pada klien TB Paru.


BAB II
KONSEP DASAR

2.1 Pengertian

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman mycobacterium tubercolosis sistemis


sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang
biasanya merupakan lokasi infeksi primer.

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang,
dan nodus limfe.

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim


paru.Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks mycobacterium tuberculosis.

Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa
tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ
tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.

2.2 Etiologi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-
4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisik

Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain
kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari
pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil


mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection)
sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah
bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis
primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan.

Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun.
Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru
oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik
terhadap basil tersebut.

2.3 Manifestasi klinik TB paru

2.3.1 Gejala respiratorik

1. 1. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling
ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat
penderita bangun pagi hari.

1. 2. Dahak

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi
purulen/kuning atau kuning hijau sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila
sudah terjadi perlunakan.

1. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-
gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.

1. Nyeri dada

Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah
berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula atau
di tempat-tempat lain)

1. Wheezing

Wheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh sekret,
bronkostenosis, peradangan, jaringan granula, ulserasi dan lain-lain (pada tuberkulosis lanjut).

1. Dispneu

Dispneu merupakan late symptom dari proses lanjut tuberkulosis paru akibat adanya restriksi
dan obstruksi saluran pernapasan serta loss of vascular bed / thrombosis yang dapat
mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi pulmonal dan korpulmonal.
2.3.2 Gejala sistemik

1. Panas badan

Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting sering kali panas badan sedikit
meningkat pada siang maupun sore hari.

1. Menggigil

Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan
kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.

1. Keringat malam

Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru. Keringat
malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul
bila ada panas.

1. Gangguan menstruasi

Gangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah menjadi lanjut.

1. Anoreksia

Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan
dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.

1. Lemah badan

Gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari
yang kurang menyenangkan, karena itu harus dianalisa dengan baik dan harus lebih berhati-hati
apabila dijumpai perubahan sikap dan temperamen (misalnya penderita yang mudah
tersinggung), perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan, anak yang tidak suka
bermain, atau penyakit yang kelihatan neurotik.

2.3.3 Gejala klinis Haemoptoe

Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri
sebagai berikut :

1. Batuk darah

1. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan

2. Darah berbuih bercampur udara

3. Darah segar berwarna merah muda


4. Darah bersifat alkalis

5. Anemia kadang-kadang terjadi

6. Benzidin test negatif

2. Muntah darah

1. Darah dimuntahkan dengan rasa mual

2. Darah bercampur sisa makanan

3. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung

4. Darah bersifat asam

5. Anemia seriang terjadi

6. Benzidin test positif


3. Epistaksis

1. Darah menetes dari hidung

2. Batuk pelan kadang keluar

3. Darah berwarna merah segar

4. Darah bersifat alkalis

5. Anemia jarang terjadi

2.4 Patofisiologi

Kuman micobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara
(air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang
berasal dari orang yang terinfeksi.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai
tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar
bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di
bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama
maka leukosit diganti oleh makrofag.

Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal,
atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai
20 hari.
2.5 Web of Caution (Patofisiologi dan Penyimpangan KDM) TB Paru

Patofisiologi Berdasarkan

Penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia ( TB Paru)

M. Tuberculosis

Inhalasi droplet

Reaksi Jaringan

Bakteri mencapai Alviolus

Invasi daerah infeksi

Terjadi reaksi Antigen-antibody

Terbentuk jaringan Tuberkel

Oleh jaringan ikat

Muncul reaksi Radang

Fibrosis

Terjadi pengeluaran secret/ mucus

Dinding tuberkel gagal terbentuk

Akumulasi secret dijalan nafas

Basil masuk ke dalam Getah bening.

Ketidak efektifan Bersihan Jalan Nafas

Respon batuk-batuk

Transit ke aliran darah

Dalam jumlah kecil

penggunaan otot-otot abdomen

Penyebaran limfa hematogen, Refluk fagal

Jaringan tulang, ginjal, hati dan jantung-Mual, muntah


2.6 Klasifikasi TB

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan
untuk menetapkan strategi terapi.

Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:

2.6.1 TB Paru BTA Positif dengan kriteria:

1. Dengan atau tanpa gejala klinik

2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan
positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.

3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

2.6.2 TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:

1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif

2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

2.6.3 Bekas TB Paru dengan kriteria:

1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative

2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.

3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.

4. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

2.7 Pemeriksaan diagnostic

Pemeriksaan Diagnostik terdiri dari :

2.7.1 Kultur sputum: Positif unutk mycobakterium tuberkulosis pada tahap aktif penyakit

2.7.2 Zhiel Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah):
Positif untuk basil asam cepat.

2.7.3 Tes kulit (PPD, Mantoux, potongan vollmer): Reaksi positif (area indurasi 10 mm
atau lebih besar, terjadi 48-78 jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa
TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobakterium yang
berbeda.

2.7.4 ELISA/Western Bolt: dapat menyatakan adanya HIV

2.7.5 Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster, urine dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit): positif untuk mycobakterium tuberkulosis

2.7.6 Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis

2.7.7 Elektrosit: dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi: contoh
hiponatremiadisebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB
paru kronis luas.

2.7.8 GDA: dapat normal tergantung lokasi dan berat kerusakan sisa pada paru

2.7.9 Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
penigkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi
oksigen skunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru, dan
penyakit pleural (TB paru kronis luas)

2.7.10 Foto torak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer, atau efusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luasTB
dapat termasuk rongga area fibrosa.

2.8 Komplikasi

Menurut Depkes RI (2002), komplikasi yang terjadi pada stadium lanjut

2.8.1 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.

2.8.2 Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.

2.8.3 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

2.8.4 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

2.9 Penatalaksanaan medis

Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kometrapi (agens antituberkulosis) selama
periode 6 sampai 12 bulan. 5 medikasi garis depan digunakan : isoniasid (INH), rifampin (RIF)
stretomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirasinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin,
eteonamid, natrium-para-aminosalisilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.

M. Tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu yang berkembang di
seluruh dunia, meski TB yang resisten terhada obattelah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden
dari resisten banyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus
dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif:

2.9.1 Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agensantituberkulosis garis
depanpada individu yang sebelumnyabelum mendapatkan pengobatan.

2.9.2 Resisten obat didapat atau skunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens
antituberkulosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.

2.9.3 Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja , INH dan RIF

Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberkulosis paru yang baru didiagnosa adalah
regimen pengobatan beragam, termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan dengan INH dan RIF
dilanjutkan untuk tambahan dua bulan (totalnya 6 bulan). Sekarang ini setiap agens dibuat dalam
pil yang terpisah. Pil anti-tuberkulosis baru three in oneyang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah
dikembangkan, yang akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap
regimen pengobatan.

Pada awalnya etambutol dan streptomisin mungkin disertakan dalam terapi awal sampai
pemeriksaan resisten obat didapatkan. Regimen pengobatan bagaimanapun tetap dilanjutkan
selama 12 bulan. Individu akan dipertimbangkan noninfeksius setelah menjalani 2 sampai 3
minggu terapi obat kontinu.

Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang diketahui
beresiko terhadap penyakit ignifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien yang
berpenyakit aktif. Regimen pengobatan profilatik ini mencakup penggunaan dosis harian INH
selama 6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin
(vitamin B6). Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin dipantau setip
bulan.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru ialah sebagai
berikut :

3.1.1 Riwayat Perjalanan Penyakit

Keluhan utama : Batuk produkif dan non produktif

3.1.2 Riwayat Penyakit Sebelumnya:

1. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.

2. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.

3. Pernah berobat tetapi tidak teratur.

4. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.

5. Daya tahan tubuh yang menurun.

6. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.

3.1.3 Riwayat Pengobatan Sebelumnya:

1. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.

2. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.

3. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.

4. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

3.1.4 Riwayat Sosial Ekonomi:

1. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah


penghasilan.

2. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas,


menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan
dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang
banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan
putus harapan.
3. Faktor Pendukung yaitu riwayat lingkungan dan pola hidup.
3.1.5 Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.

Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan,


pengobatan dan perawatannya.

1. Pola aktivitas dan istirahat

Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit
tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.

Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;


infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 41 0C)
hilang timbul.

2. Pola nutrisi

Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.

Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.

3. Respirasi

Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.

Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi
ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan
pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan
fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

4. Rasa nyaman/nyeriS

Subjektif :Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Objektif :Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

5. Integritas ego

Subjektif :Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada
harapan.

Objektif :Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.

6. Pemeriksaan Diagnostik:

1. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir


penyakit.
2. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam.

3. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ;
Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.

4. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru


karena TB paru.

5. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

6. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.


3.2 Diagnosa Keperawatan Tb Paru NANDA-I 2012-2014

3.2.1 Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivasi ulang ) B.d

1. Pertahanan primer tak adekuat , penurunan kerja silia

2. Kerusakan jaringan

3. Penurunan ketahanan

4. Malnutrisi

5. Terpapar lngkungan

6. Kurang pengetahuan untuk menghindari pemaparan patogen

7. Kriteria hasil :

Pasien menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu

mengidentifkasi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi

Menunjukkan teknik , perubahan pola hidup untuk peningkatan


lingkungan yang aman

3.2.2 Bersihan jalan nafas tak efektif B.d

1. adanya secret

2. Kelemahan , upaya batuk buruk

3. Edema tracheal

4. Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi


jaringan adekuat

3.2.3 Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas B.d

1. Penurunan permukaan efektif paru , atelektasis

2. Kerusakan membran alveolar kapiler

3. Sekret kental , tebal

4. Edema bronchial
5. Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan venilasi dan oksigenasi
jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernapasan

3.2.4 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan B.d

1. Kelemahan

2. Sering batuk / produksi sputum

3. Anorexia

4. Ketidakcukupan sumber keuangan

5. Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan BB, menunjukkan perubahan perilaku


/ pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB yang tepat
3.2.5 Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan B.d:

1) Keterbatasan kognitif

2) Tak akurat/lengkap informasi yang ada salah interpretasi informasi

3) Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan


pengobatan serta melakukan perubahan pola hidup dan berpartispasi dalam
program pengobatan

3.3 Intervensi :

3.3.1 Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivasi ulang )

1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi

Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan
untuk mencegah komplikasi.

2) Identifikasi orang lain yang beresiko

Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran infeksi.

3) Anjurkan pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada tissue dan
menghindari meludah

Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.

4) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara

Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.

5) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulan

Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup
dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.

6) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat

Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah
terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

7) Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum

Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

8) Kolaborasi pemberian antibiotic


Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.

3.3.2 Bersihan jalan nafas tak efektif

1) Kaji fungsi pernafasan , kecepatan , irama , dan kedalaman serta penggunaan otot asesoris

Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi


secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja
pernapasan meningkat.

2) Catat kemampuan unttuk mengeluarkan mukosa / batuk efekttif

Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka
bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.

3) Beri posisi semi/fowler

Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan
peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan

4) Bersihkan sekret dari mulut dan trachea

Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu


mengeluarkan sekret.

5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml per hari

Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan

6) Kolaboras pemberian oksigen dan obat obatan sesuai dengan indikasi

Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika
terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.

3.3.3 Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas

1) Kaji Dipsnea,Takhipnea, menurunnya bunyi nafas ,peningkatan upaya pernafasan ,


terbatasnya ekspansi dinding dada , dan kelemahan
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang
berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan
meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.

2) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan atau perubahan pada warna
kulit

Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.

3) Anjurkan bernafas bibr selama ekshalasi

Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.

4) Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan atau Bantu aktivitas perawatan diri sesuai
kebutuhan

Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.

5) Kolaborasi oksigen

Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan
permukaan alveolar paru.

3.3.4 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan , catat turgor kulit , BB, Integrtas mukosa oral
, kemampuan menelan , riwayat mual / muntah atau diare

Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.

2) Pastikan pola diet biasa pasien

Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.

3) Awasi masukan dan pengeluaran dan BB secara periodic

Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

4) Selidiki anorexia , mual , muntah dan catat kemungkinan hhubungan dengan obat

Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.

5) Dorong dan berikan periode stirahat sering.

Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
6) Berikan perwatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan

Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat
merangsang muntah.

7) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.

Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

8) Kolaborasi ahli diet untuk menentukan komposisi diet,pemeriksaan laboratorium, dan


kolaborasi antipiretik.

Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan
metabolik dan diet.

Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.

Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

3.3.5 Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan

1) Kaji kemampuan psen untuk belajar

Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan
tergantung pada kemarnpuan pasien.

2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat

Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi
secepatnya.

3) Tekankan pentingnya mempertahankan proten tinggi dan det karbohidrat dan pemasukan
cairan adekuat.

Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu


mengencerkan dahak.

4) Berikan interuksi dan informasi tertuls khusus pada pasien untuk rujukan.

Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.

5) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan
lama.

Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.

6) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah

Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.


7) Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alcohol sementara minum INH

Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis

8) Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memula dan kemudian tiap bulan selama minum
etambutol

Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.

9) Dorongan pasien/ atau orang terdekat untuk menyatakan takut / masalah. Jawab
pertanyaan dengan benar.

Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.

10) Dorong untuk tidak merokok

Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/


bronchitis.

11) Kaji bagaimana TB ditularkan dan bahaya reaktivasi

Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali.
Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura,
empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural,
Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

3.4 Implementasi

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi / pelakasanaan ini dapat tepat waktu dan efektif
maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien
terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan seta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.

3.5 Evaluasi

Pada tahap ini yang perlu dievaluasi pada klien dengan TB Paru adalah, mengacu pada tujuan
yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :

3.5.1 Keefektifan bersihan jalan napas.

3.5.2 Intoleran aktivitas teratasi

3.5.3 Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.

3.5.4 Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.

3.5.5 Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan
perilaku untuk memperbaiki kesehatan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-
4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisik

Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain
kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari
pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.

4.2 Saran

Dengan makalah ini diharapkan pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan
memahami serta menambah wawasan tentang Asuhan keperawatan pada klien dengan TB Paru.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.2010. Tuberkulosis. http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis. 13 September 2013

Content Team, Asian Brain. 2009 . Tuberkulosis (TBC).http://www.anneahira.com/pencegahan-


penyakit/tbc.htm.13 September 2013

Nuzulul.2011.Askep TB Paru.http://nuzululzulkarnain.blogspot.com.13 September 2013

Fikri Sapulette.2013.Penyakit TB Paru.http://penyakitTB_Paru.html.13 September 2013

Sofaners.2013. Asuhan keperawatan pada pasien TB


paru.http://AsuhankeperawatanpadapasienTBparu_sofaners.html.13 September 2013

Ni putu.2010.Asuhan Keperawatan TB
Paru.http://AsuhankeperawatanTBparu_nursingisbeautiful.html.13 September 2013

You might also like