You are on page 1of 9

LATAR BELAKANG MASALAH

Di era globalisasi perkembangan teknologi dan kebudayaan semakin pesat. Namun seiring
pesatnya perkembangan teknologi dan kebudayaan, telah banyak melahirkan
PROBLEMATIKA KEHIDUPAN MANUSIA. Salah satunya PROBLEMATIKA SOSIAL.
Khususnya di Negara Multikultural, terutama di INDONESIA. Dalam pandangan para
cendekiawan sosial, mereka berpendapat bahwa negara tersebut mengalami berbagai macam
PROBLEMATIKA SOSIAL. Diantara kasus-kasus PROBLEMATIKA SOSIAL yang saat
ini tengah aktual dalam pandangan masyarakat adalah kasus ABORSI KORBAN
PEMERKOSAAN. Kasus tersebut mengalami pro dan kontra dalam masyarakat. Terutama
mengenai fatwa MUI dan keputusan pemerintah salah satunya keputusan pemerintah yang
menuai banyak kontroversi antara pro dan kontra adalah PP. NO. 61/2014 tentang kesehatan
reproduksi bagi korban pemerkosaan, yang telah dilegalkan oleh pemerintah Indonesia.
Dikalangan masyarakat yang mendukung pengesahan UU tersebut. Mereka berpendapat
bahwa dengan dilegalkannya UU tersebut, dapat melindungi sang Ibu dari segala bahaya.
Bagi mereka yang tidak setuju dengan dilegalkannya UU tersebut. Mereka berpendapat
bahwa cara tersebut tidak manusiawi dalam pandangan agama, dikarenakan membunuh
kehidupan bayi tersebut. Sedangkan bayi tersebut adalah anugerah dari Tuhan. Dari sisi lain
dapat membahayakan kesehatan Ibu dari sang bayi tersebut. Dengan memandang latar
belakang tersebut. Kami membuat suatu makalah dengan judul:
KETETAPAN UNDANG-UNDANG ABORSI DALAM KASUS
PEMERKOSAAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF
RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Ketetapan Hukum Aborsi Di Indonesia?


Bagaimana Hukum Aborsi Bagi Korban Pemerkosaan dalam Pandangan
Islam ?
Bagaimana hubungan hukum aborsi bagi korban pemerkosaan dalam
Hukum Islam dan hukum positif
A. KETETAPAN HUKUM ABORSI DI INDONESIA
Pengaturan Hukum tentang aborsi diatur dalam KUHP dan UU Kesehatan No. 36 Tahun
2009 Menurut Pengaturan Hukum, dalam hukum pidana Indonesia (KUHP) abortus
provocatus criminalis dilarang dan diancam hukuman pidana tanpa memandang latar
belakang dilakukannya dan orang yang melakukan,yaitu semua orang, baik pelaku maupun
penolong abortus. Ini diatur dalam pasal 346,347, 348,dan 349 KUHP. Dalam kitab UU
hukum pidana (KUHP) indonesia melarang aborsi dan sanksi hukumnya cukup berat.
Hukumannya tidak hanya ditujukan kepada wanita yang bersangkutan tetapi semua pihak
yang terlibat dalam kejahatan itu.
Tindakan aborsi menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia dikategorikan
sebagai tindakan kriminal atau dikategorikan sebagai kejahatan terhadap nyawa. Beberapa
pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang Aborsi
(Abortus Provocatus):
Pasal 229 (1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karenapengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau
denda paling banyak tiga ribu rupiah. (2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari
keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika
dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. (3) Jika yang
bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut
haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 314 Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam,
karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342 Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343 Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang
lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347 (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun. (2)Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan. (2)Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang
tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana
kejahatan dilakukan.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh
orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
b. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika ibu hamil
tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
c. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara & bila
ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
d. Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter,
bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk berpraktik
dapat dicabut.
e. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup
serta mempertahankan hidupnya.
. Sedangkan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Pasal 194 tentang kesehatan memberikan
pengecualian abortus dengan alalsan medis yang dikenal dengan abortus provocatus
medicalis.
pasal 194 UU Kesehatan berikut ini :
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sanksi pidana di dalam KUHP untuk praktik aborsi pun dinyatakan secara tegas untuk
bidan atau dokter yang membantu melakukan kejahatan ini.
Dan menurut PP. Nomor 61 tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi juga mengatur
tentang praktek aborsi. Bahwa ada dua aborsi yang dilegalkan, yaitu:
Aborsi karena ada indikasi kedaruratan medis
Korban Perkosaan

Dari pernyataan tersebut dalam Undang-Undang tersebut dalam BAB IV INDIKASI


KEDARURATAN MEDIS DANPERKOSAAN SEBAGAI PENGECUALIAN ATAS
LARANGAN ABORSI. Menyatakan :
Pasal 31:
(1) Tindakan Aborsi dapat dilakukan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan
Pasal 34:
(1) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat ( 1 )
huruf b merupakan kehamilan hasil hubingan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak
perempuan. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(2)Kehamilan akibat peerkosaan sebagaimana yang dimaksud ayat ( 1 ) dibuktikan dengan:
a. Usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan yang dinyatakan oleh surat
keterangan dokter; dan
b. keterangan penyidik, psikolog dan/ atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
Pasal 35:
(1) Aborsi dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medisdan kehamilan akibat
perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan atnggung jawab.

Pasal 37:

(1)Tindakan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan hanya
dapat dilakukan setelah melalui konseling.

Dari Undang Undang tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa Aborsi diperbolehkan
dengan syarat ada indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.
Mengenai legalisasi aborsi di Indonesia masih menuai berbagai pro dan kontra dikalangan
masyarakat. Masyarakat yang pro menilai aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan
merupakan hal yang bisa dilakukan jika memang nantinya anak yang dilahirkan akan
membawa tekanan psikis terhadap wanita tersebut dan aborsi sah saja karena memang tidak
merugikan orang lain karena yang merasakan sakit adalah wanita tersebut. Sedangkan janin
yang timbul karena harus tetap dilahirkan,dan kalau memang anak tersebut akan
mengingatkan ibu pada perkosaan anak tersebut bisa dijauhkan dari ibu, ,Mengenai legalisasi
aborsi, menurut pandangan masyarakat tidak boleh dilakukan kecuali karena ada indikasi
darurat medis, karena janin di dalam kandungan punya hak untuk hidup dan jika aborsi
dilegalkan, maka akan menggeser nilai-nilai norma dalam masyarakat.
B. HUKUM ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Abortus (al-ijhdh) merupakan salah satu problem masyarakat Dunia Barat, yang muncul
akibat kebejatan moral masyarakatnya, banyaknya kelahiran ilegal karena perbuatan zina
yang tak terhitung lagi, serta membudayanya pergaulan bebas di luar nikah. Prosentase
kelahiran ilegal tersebut menurut media massa barat bahkan telah mencapai 45% dari seluruh
kelahiran. Prosentase ini terkadang naik dan terkadang turun. Di berberapa negara Barat
prosentasenya bahkan telah mencapai 70%. Lantas apa hukum aborsi dalam pandangan
Islam?
Aborsi merupakan suatu pembunuhan terhadap hak hidup seorang manusia dan
merupakan suatu dosa besar. Merujuk pada ayat-ayat Al-Quran yaitu pada Surat Al Maidah
ayat 32, setiap muslim meyakini bahwa siapapun membunuh manusia, hal ini merupakan
membunuh semua umat manusia. Selanjutnya Allah juga memperingatkan bahwa janganlah
kamu membunuh anakmu karena takut akan kemiskinan atau tidak mampu membesarkannya
secara layak.
Aborsi dalam istilah medis adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20
minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38
minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur. Sedangkan
dalam istilah syariat, aborsi adalah kematian janin atau keguguran sebelum sempurna;
walaupun janin belum mencapai usia enam bulan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa aborsi
secara syariat tidak melihat kepada usia kandungan, namun melihat kepada kesempurnaan
bentuk janin tersebut.
Ijhadh (aborsi) menurut bahasa berarti menggugurkan kandungan yang kurang
masanya atau kurang kejadiannya, tidak ada perbedaan antara kehamilan anak permpuan atau
laki laki, baik aborsi ini dilakukan dengan sengaja atau tidak. Lafazh ijhadh memiliki
beberapa sinonim seperti isqath (menjatuhkan), ilqa (membuang), tharah (melempar), dan
imlash(menyingkirkan).
Abdurrahman Al-Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam
Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah
ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4
(empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan
keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum
ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli
(w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang
bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang
mengalami pertumbuhan.
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567
M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan
Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al-Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak
bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada
kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk
menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan
dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah
janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan
sampai dibuang atau dibunuh
Jika dikaitkan dengan aborsi kehamilan tidak diharapkan akibat pemerkosaan, maka
dapat menyimpulkan: Pertama, secara umum praktik aborsi dilarang; Kedua, larangan
terhadap praktik dikecualikan pada beberapa keadaan, kehamilan akibat pemerkosaan yang
dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban pemerkosaan.

Pandanagn ahli fikh yang membolehkan aborsi tersebut dalam realitas sosial tidak
dapat dijadikan alternatif bagi perempuan yang tidak menghendaki kehamilannya. Meskipun
demikian, dalam konteks Indonesia berdasarkan Keputusan Fatwa Musyawarah Nasional VI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: I/MUNAS VI/MUI/2000 tanggal 29 Juli 2000
ditetapkan:
1. Melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkh al-ruhhukumnya adalah haram, kecuali
jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu
2. Melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh,
hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh
syariah Islam
3. Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu atau mengizinkan aborsi.
Ketetapan MUI tersebut, apabila dicermati bahwa pada dasarnya sebagaimana ahli
fikh umumnya, MUI mengharamkan praktik aborsi termasuk di dalamnya pihak yang turut
serta melakukan, membantu dan mengizinkan aborsi. Meski demikian terdapat kebolehan
aborsi apabila memenuhi beberapa unsur:
1. Melakukan aborsi sebelum ditiupkannya ruh (nafkh al-ruh)
2. Melakukan aborsi sebelum ditiupkannya ruh (nafkh al-ruh), hanya boleh dilakukan apabila:
a. Jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu
b. Ada alasan lain yang dibenarkan oleh syariah Islam.

Berdasarkan pertumbuhan embrio, pada kehamilan usia 0-8 minggu embrio dalam
proses pertumbuhan sel yang belum sempurna dan diduga kuat peniupan roh belum terjadi.
Kondisi embrio pada usia tersebut nyaris sama dengan yang diinformasikan hadis Nabi
bahwa Allah mengutus malaikat untuk menyempurnakan proses pembentukan manusia
adalah setelah embrio melewati usia 42 hari. Secara lengkap hadis tersebut berbunyi sebagai
berikut:
Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa apabila nuthfah telah melewati
empat puluh dua hari, Allah mengutus malaikat untuk membentuk rupanya, menjadikan
pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya, kemudian malaikat
bertanya: Wahai Tuhanku, apakah dijadikan laki-laki atau perempuan? Lalu Allah
menentukan apa yang dikehendaki, dan malaikat itupun menulisnya. (Hadis Riwayat.
Muslim).
Jadi, berdasarkan hadis tersebut didukung dengan kaidah-kaidah fikih, dengan
mempertimbangkan pertumbuhan embrio dan hak-hak reproduksi, maka aborsi alternatif
dapat dilakukan sebagai pilihan terakhir dalam kondisi darurat setelah upaya lain berupa
pencegahan KTD tidak berhasil dilakukan. Dengan syarat, dilakukan sesuai Standar
Operasional Prosedur (SOP) profesi kesehatan serta melalui proses konseling sebelum
maupun sesudah aborsi dilakukan. Dengan demikian, fikih aborsi alternatif dapat mendukung
upaya penguatan hak reproduksi perempuan dalam menghindari KTD maupun mencegah
terjadinya kematian ibu.
C.HUBUNGAN HUKUM ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN DALAM HUKUM
INDONESIA DAN HUKUM ISLAM
Hubungan hukum aborsi kasus pemerkosaan dalam hukum Indonesia dengan hukum islam
adalah sama sama melarang tapi juga membolehkan asalkan memiliki alasan yang kuat.

D. KESIMPULAN
Legalisasi Aborsi tergolong sebagai masalah kontemporer ditengah masyarakat, sehingga
logis dikalangan ahli hukum dan ahli agama masih memperdebatkannya. Khususnya dari
aspek kemanfaatan dan kerugiannya dalam ranah syariat (hukum islam). Disamping problem
hukum ini,sebagian anggota masyarakat khususnya yang sedang mengalami masalah, juga
seringkali berdalih bahwa aborsi juga menjadi kebuutuhan manusia atau sekelompok orang
yang salah satu kebutuhan ini berhubungan dengan hak hidup atau hak keberlaunjutan hidup.
Jangankan seorang perempuan hamil akibat pemerkosaan, yang hamil bukan korban
pemerkosaan saja mencoba mencari pembenaran untuk melakukan aborsi.
E. DAFTAR PUSTAKA
Tutik,Titik Triwulan. 2009. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Aborsi Bagi Kehamilan
Tidak Diharapkan Akibat Perkosaan Menurut UU. NO. 36 Tahun 2009. Tentang Kesehatan.
Surabaya:Aneka Press

You might also like