You are on page 1of 19

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena ridho dan
kehendak-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan
Judul Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Rheumatoid Artritis dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik
diampu oleh Dosen Ns. Ratna Dewi, M. Kep pada pendidikan program Keperawatan
Khusus di STIKes Fort De Kock Bukittinggi.
Dalam pembuatan makalah ini, kami mendapatkan beberapa kesulitan dalam
penulisan dan keterbatasan dalam memperoleh literatur, Namun berkat bantuan dari
berbagai pihak akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami untuk
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini,
karena itu kami mohon arahan, saran dan kritik yang sifatnya menyempurnakan makalah
ini. Kami berharap makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya
Rabbal Alamin.

Bukittinggi, November 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perubahan perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada
semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem
muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya
beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai
usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah reumatoid artritis.
Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia
manusia.
Menguntip pendapat Sjamsuhidajat (1997), artritis reumatoid merupakan penyakit
autoimun dari jaringan ikat terutama sinovial dan kausanya multifaktor. Penyakit ini
ditemukan pada semua sendi dan sarung sendi tendon, tetapi paling sering di tangan. Selain
menyerang sendi tangan, dapat pula menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut.
Artritis kronik yang terjadi pada anak yang menyerang satu sendi atau lebih, dikenal dengan
artitis reumatoid juvenil.
Biasanya reumatoid artritis timbul secara sistemik. Gejala yang timbul berupa nodul
subkutan yang terlihat pada 30% penderita. Nodul sering terdapat di ekstremitas atas dan
tampak sebagai vaskulitis reumatoid, yang merupakan manisfestasi ekstraartikuler. Bila
penyakit ini terjadi bukan pada sendi, seperti bursa, sarung tendon, dan lokasi lainnya
dinamakan reumatoid ektraarikuler.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan
golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun
semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang
rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan atau tanda. Dari kesepakatan,
dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa
kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi.,
kelemahan otot, dan gangguan gerak. ( Soenarto, 1982).
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak kanak sampai usia lanjut, atau
sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Pucak dari reumatoid artritis terjadi pada umur
dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki-
laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ). Untuk itu akan
dibahas lebih lanjut pada makalah tentang asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid
artritis.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana konsep dasar reumatoid artritis dan asuhan keperawatan pada klien
dengan reumatoid artritis ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian reumatoid artritis.
2. Untuk mengetahui etiologi reumatoid artritis.
3. Untuk mengetahui manisfestasi klinis reumatoid artritis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi reumatoid artritis.
5. Untuk mengetahui komplikasi reumatoid artritis.
6. Untuk mengetahui prognosis reumatoid artritis.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang reumatoid artritis.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan/pengobatan reumatoid artritis.
9. Untuk menjabarkan asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis.

D. MANFAAT PENULISAN
Dengan makalah ini diharapkan supaya para pembaca bisa lebih mengenal terhadap tanda
dan gejala yang berhubungan dengan reumatoid artritis. Dan menyampaikan kepada para
pembaca tentang asuhan keperawatan reumatoid artritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN REUMATOID ARTRITIS


Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi.
Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit
ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai
oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti sendi progesif,
walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada
sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita
daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada
tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan
tangan. (Muttaqin, 2006)
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra
artikuler. (Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan
degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami
kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang melapisi sendi. Pada RA, inflamasi
tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi disekitarnya, termasuk kartilago artikular
dan kapsul sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami. Inflamasi ditandai oleh
akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan
jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertropi dan menebal
sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respon
inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi yang
disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan
pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat merusak tulang dan
menimbulkan nyeri hebat serta deformitas. (Corwin, 2009).
Klasifikasi Rheumatoid Arthritis :
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
B. ETIOLOGI REUMATOID ARTRITIS
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal
mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. penyakit ini belum dapat dipastikan
mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai faktor termasuk
kecendrungan genetik bisa memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-faktor yang berperan
antara lain adalah jenis kelamin, infeksi (Price, 1995), keturunan (Price, 1995; Noer S,
1996), dan lingkungan (Noer S, 1996).
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi jelas ada
interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini dan Feldmann, 1998:Blab et al,
1999). Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen antibodi),
factor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

C. PATOLOGI REUMATOID ARTRITIS


1) Kelainan pada sinovia
Kelainan artitis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis. Pada tahap awal
terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang meliputi sinovia disertai dngan
infiltrasi limposit dan sel-sel plasma. Selanjutnya terjadi pembentukan vilus berkembang ke
arah ruang sendi dan terjadi nekrosis dan kerusakan dalam ruang sendi. Pada pemeriksaan
mikroskopik ditemukan daerah nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh jaringan fibroblas
membentuk garis radial kearah bagian yang nekrosis.
2) Kelainan pada tendo
Pada tendon terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen yang dapat
menyebabkan ruptur tendon secara parsial atau total.
3) Kelainan pada tulang.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
a. Stadium I (stadium sinovitis)
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi,
edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan
kekakuan.
b. Stadium II (stadium destruksi)
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada
jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c. Stadium III (stadium deformitas)
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan
gangguan fungsi secara menetap.
4) Kelainan pada jaringan ekstra artikular.
Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah :
a. Otot
Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiograf menunjukkan adanya degenerasi
serabut otot.
b. Pembuluh darah kapiler
Terjadi perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa artritis nekrotik.
Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol terhadap temperatur.
c. Nodul subkutan
Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian sentral dan dikelilingi
oleh lapisan sel mnonuklear yang tersusun secara radier dengan jaringan ikat yang padat
dan diinfiltrasi oleh sel-sel bulat. Nodul subkutan hanya ditemukan pada 25% dari
seluruh klien artritis reumatoid. Gambaran ektra-artikuler yang khas adalah
ditemukannya nodul subkutan yang merupakan tanda patognomonik dan ditemukan pada
25% dari klien artritis reumatoid.
d. Kelenjar limfe
Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe sendi, hiperplasia
folikuler, peningkatan aktivitas sistem retikuloendotelial dan proliferasi jaringan ikat
yang mengakibatkan splenomegali.
e. Saraf
Pada saraf terjadi perubahan pada jaringan periuneral berupa nekrosis fokal, rekasi
epiteloid serta infiltrasi yang menyebabkan neuropati sehingga terjadi gangguan
sensoris.

f. Organ-organ Visea
Kelainan artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera seperti jantung dimana
adanya demam reumatik kemungkinan akan menyebabkan gangguan pada katub
jantung. (Muttaqin, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskletal, 2006).

D. MANISFESTASI KLINIS REUMATOID ARTRITIS


Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis rheumatoid.
Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut,
sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat
bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis
reumatoid mono-artikular. (Chairuddin, 2003).
Kriteria American Rheumatism Association (ARA) yang di revisi 1987, adalah:
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan di
sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan
maksimal.
2. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft
tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hyperostosis). Terjadi pada
sekurang-kurangnya 3 sendisecara bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat
14 persendian yang memenuhi criteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang,
pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu
persendian tangan seperti tertera di atas.
4. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak mutlak bersifat
simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyartritis simultaneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang dokter.
6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum yang
diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar rontgen
tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus menunjukkkan adanya erosi
atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan
dengan sendi.
Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7 kriteria
di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. (Mansjoer, 2001).
E. PATOFISOLOGI REUMATOID ARTRITIS
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular,
eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal,
terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk
pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan
granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer.
Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau
tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen
jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang
sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya
serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama
dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid
(seropositif gangguanProses Penuaan
rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.
Trauma
Intrinsik
Ekstrinsik
Pemecahan Perubahan
kondrosit Komponen sendi
Kolagen
Perubahan
Progteogtikasi metabolisme sendi
Proses penyakit Jaringan sub
degeneratif yang kondrial
panjang

MK: Pengeluaran
Kerusakan enzim lisosom
Penatalaksanaan
lingkungan
Kerusakan matrik
Kurang
kemampuan kartilago
mengingat
Kesalahan Penebalan tulang Perubahan fungsi
interpretasi
sendi sendi

Penyempitan Deformitas sendi


MK: Kurang rongga sendi
pengetahuan Kontraktur
Penurunan MK:Gangguan
Kekuatan mobilitas fisik
nyeri

MK: Gangguan Hipertrofi


MK: Resiko Citra tubuh
PATHWAY
cidera

Distensi Cairan

MK: Nyeri akut


F. KOMPLIKASI REUMATOID ARTRITIS
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang
merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau
obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirheumatoid
drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada artitis
reumatoid.
Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis. (Mansjoer , 2001). Vaskulitis (inflamasi sistem vaskuler) dapat menyebabkan
trombosis dan infark.
Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru,
mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat
terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan okular terbentuk pada
mata.
Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari , depresi, dan stres
keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
Osteoporosis.
Nekrosis sendi panggul.
Deformitaas sendi.
Kontraktur jaringan lunak.
Sindrom Sjogren (Bilotta, 2011).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG REUMATOID ARTRITIS


Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong
bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboraturium
terdapat:
Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid terutama
bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis
hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan
sarkoidosis.
Protein C-reaktif biasanya positif.
LED meningkat.
Leukosit normal atau meningkat sedikit.
Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
Trombosit meningkat.
Kadar albumin serum turun dan globulin naik.

Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi
metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka jugasering terkena. Pada awalnya
terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi
penyempitan ruang sendi dan erosi. (Mansjoer, 2001).

H. PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN REUMATOID ARTRITIS

Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi


inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan
mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk mengurangi
nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian
corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi
untuk menghambat proses autoimun.
2. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk
mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak yang
tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun
istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot
dan pergerakan sendi.

3. Kompres panas dan dingin


Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan
otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres dingin.
4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang
disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan buah beri untuk
menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi.
Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari minuman beralkohol,
ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur,
bayam, asparagus, dan kembangkol karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat
dipersendian.
5. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat dalam darah
sehingga tidak tertimbun di sendi. ( NANDA, 2013).
6. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan mempertahankan
status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada sendi. Adapun syaratsyarat
diet atritis rheumatoid adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan mineral,
cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Ratarata asupan cairan
yang dianjurkan adalah 2 2 L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu
65 75% dari kebutuhan energi total.
7. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir.
Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty
atau total join replacement untuk mengganti sendi.

BAB. III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan
stress pada sendi; kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral
dan simetris. Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, aktivitas
istirahat, dan pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang hebat.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit;
kontraktur/kelainan pada sendi dan otot.
b. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/kaki, misal pucat intermitten, sianotik,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
c. Integritas Ego
Gejala : Faktor-faktor stress akut/kronis, misal finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan sosial. Keputusasaan dan ketidak
berdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas diri misal
ketergantungan pada orang lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh.
d. Makanan/Cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi makan/cairan
adekuat; mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, dan membran mukosa kering.
e. Hiegiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi
secara mandiri. Ketergantungan pada orang lain.
f. Neurosensori
Gejala : Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai pembengkakan jaringan
lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari).

h. Keamanan
Gejala : Kulit mengilat, tegang; nodus subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki,
kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan
menetap, kekeringan pada mata, dan membran mukosa.

i. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran,
isolasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah dengan adanya
data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang sering muncul yaitu:
1. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
2. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok,
deformitas.
3. Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
4. Intoleransi aktifitas sehari-hari berhubungan dengan terbatasnya gerakan.
3. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Nyeri berhubungan dengan perubahan Control nyeri (p.326) Pain management (Manajemen nyeri) p. 412
patologis oleh artritis rhematoid. Defenisi: perilaku individu dalam mengontrol
nyeri. Aktivitas:
Domain 12 : Kenyamanan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Kelas 1 : Kenyamanan Fisik Indicator: termasuk lokasi karakteristik, durasi, frekuensi,
Defenisi : Mengakui factor penyebab kualitas, dan factor presipitasi
Ketidaknyamanan sensori dan ekspresi Mengetahui nyeri 2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
emosional akibat gangguan jaringan Menggunakan obat analgesic 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
actual dan potensial dan dideskribsikan Menjelaskan gejala nyeri
4. Kaji budaya yang mempengaruhi respion nyeri
dengan dengan sustu gangguan (IASP) ; Melaporkan control nyeri yang telah 5. Determinasi akibat nyeri terhadap kualitas hidup
serangan mendadak atau lambat dari dilakukan
6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
berbagai intensitas dari yang ringan Level nyeri (p. 328) menemukan dukungan
hingga hebat , konstan atau berulang 7. Control ruangan yang dapat mempengaruhi nyeri
tanpa antisipasi atau prediksi terakhir dan Indicator : 8. Kurangi factor presipitasi nyeri
waktunya >6 bulan. Ekspresi nyeri 9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
10. Ajarkan pasien untuk memonitor nyeri
Batasan karakteristik : Frekuensi nyeri
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
Anorexia Ekspresi wajah terhadap nyeri
intervensi
Perubahan pola tidur 12. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Fatigue 13. Evaluasi keefektifan control nyeri
Gangguan interaksi social 14. Tingkatkan istirahat
Ekspresi verbal tentang nyeri 15. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
2 Gangguan body image berhubungan Deformitas.P.197 Perbaikan Citra Tubuh : 145
dengan perubahan penampilan tubuh,
sendi, bengkok, deformitas. Domain 6 : Persepsi/Kognitif Defenisi :
Domain 6 : Persepsi/Kognitif Kelas 3 : Citra Tubuh Peningkatan persepsi sadar dan ketidaksadarn dan sikap
Kelas 3 : Citra Tubuh ke depan terhadap tubuhnya
Defenisi : Aktivitas:
Kebingungan tentang gambaran mental fisik 1. Menentukan dugaan citra tubuh pasien, sesuai
Defenisi : pribadi dengan perkembangannya
Kebingungan tentang gambaran mental 2. Membantu pasien untuk mendiskusikan perubahan
fisik pribadi Batasan karakteristik : yang terjadi akibat penyakit dan pembedahan
Prilaku menghindar akibat kehilangan salah 3. Membantu pasien memelihara perubahan tubuh
Batasan karakteristik : satu organ tubuh 4. Membantu pasien untuk membedakan penampilan
Prilaku menghindar akibat Respon non verbal akibat perubahan actual fisik dari perasaan yang beharga
kehilangan salah satu organ tubuh tubuh 5. Membantu pasien untuk menentukan akibat dari
Respon non verbal akibat perubahan Respon non verbal terhadap penerimaan persepsi yang sama penampilan tubuh.
actual tubuh perubahan tubuh 6. Monitoring pandangan diri secara berkala
Respon non verbal terhadap Kehilangan organ tubuh 7. Monitoring apakah pasien melihat perubahan pada
penerimaan perubahan tubuh bagian tubuh
Tidak mau melihat bagian tubuh
Kehilangan organ tubuh 8. Montoring pernyataan tentang persepsi identitas diri
Tidak mau menyentuh bagian tubuh
Tidak mau melihat bagian tubuh sehubungan denagn bagian tubuh dan berat badan
Tidak mau menyentuh bagian tubuh Citra Tubuh p. 123 9. Menentukan apakah perubahan citra tubuh
berkontribusi dalam isolasi social
Defenisi: 10. Membantu pasien dalam mengidentifikasi
Persepsi positif terhadap penampilan dan fungsi penampilan yang akan meningkat
pribadi tubuh
Indicator:
Gambaran internal tubuh
Keseimbangan antara realita, ideal dan
penampilan tubuh
Kepuasan penmapilan tubuh
Pengaturan penampilan fisik tubuh
Pengaturan perubahan fungsi tubuh
3 Risiko cedera berhubungan dengan Perilaku Aman: Mencegah Jatuh Manajemen Lingkungan
hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri. Indikator
Menghindari jatuh dan terpeleset di lantai 1. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
Menggunakan tongkat 2. Identifilasi kebutuhan rasa aman bagi pasien
berdasarkan tingkat fungsi fisik dan kognitif dan
Menjauhkan bahaya yang bisa menyebabkan
riwayat perilaku masa lalu
jatuh
Memakai alas kaki yang tidak mudah slip 3. Jauhkan lingkungan yang mengancam
Mengatur tinggi tempat tidur 4. Jauhkan objek yang berbahaya dari lingkungan
Menggunakan alat Bantu penglihatan 5. Berikan side rail
6. Antarkan pasien selama aktivitas di luar rumah sakit

Mencegah Jatuh :

1. Kaji penyebab defisit fisik pasien


2. Kaji karakteristik lingkungan yang menyebabkan
jatuh
3. Monitor gaya jalan pasien, keseimbangan, tingkat
kelelahan
4. Berikan penerangan yang cukup
5. Pasang siderail tempat tidur
4 Intoleransi aktifitas sehari-hari Self Care : 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
berhubungan dengan terbatasnya melakukan aktivitas
gerakan. ADLs 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
Toleransi aktivitas 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
Konservasi energi Setelah dilakukan tindakan emosi secara berlebihan
keperawatan Pasien bertoleransi terhadap 5. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
aktivitas dengan (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
Kriteria Hasil : perubahan hemodinamik)
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan 7. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
RR dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
Mampu melakukan aktivitas sehari hari 8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
(ADLs) secaramandiri mampu dilakukan
Keseimbangan aktivitas dan istirahat 9. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
12. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
13. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
14. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
16. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual

4. EVALUASI
1. Prilaku yang adaptif sehubungan dengan adanya masalah konsep diri
2. Nyeri dapat berkurang
3. Mampu untuk melakukan aktifitas sehari-hari
4. Komplikasi dapat dihindari
5. Meningkatkan mobilitas
6. memahami cara perawatan di rumah
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit
ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai
oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti sendi progesif,
walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada
sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita
daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada
tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan
tangan. (Muttaqin , 2006).
Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat
mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut.Tujuan utama dari program terapi
adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan
mencegah dan/atau memeperbaiki deformitas.
DAFTAR PUSTAKA

Bilotta, Kimberly A.J. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan
Edisi 2. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: EGC.

Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media hardy.

Lukman dan Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, arif. Dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media aesculapius.

Muttaqin, arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.

Muttaqin, arif. 2006. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
BedahEdisi 8. Jakarta: EGC.

http://en.m.wikipedia.org/wiki/Rheumatoidarthritis

You might also like