Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh
TRI AYU LAKSANA 132141013
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price,
2009).
Jadi, anemia adalah berkurangnya atau rendahnya sel darah merah, hemoglobin dan
hematokrit dalam tubuh.
Sedangkan tanda gejala menurut Mansjoer (2010) dapat digolongkan menjadi tiga jenis
gejala yaitu :
1). Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ
target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin.
Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar
tertentu ( Hb <7g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah , lesu, cepat lelah, telinga
mendenging (tinnitus), mata berkunang kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan
dyspepsia. Pada mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku. Sindrom
anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit diluar anemia dan
tidak sensitive karena timbul setelah penurunan hemoglobin berat ( Hb < 7g/dl ).
2). Gejala masing masing anemia, gejala ini spesifik untuk masing masing jenis anemia,
sebagai berikut :
a) Anemia defisiensi besi gejalanya antara lain disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, dan kuku sendok ( koilonychia ).
b) Anemia megaloblastik antara lain glositis, gangguan neurologik pada defisiensi
vitamin B12.
c) Anemia aplastik antara lain seperti perdarahan, dan tanda tanda infeksi.
3). Gejala penyaikt dasar yaitu gejala yang sering timbul akibat penyakit dasar yang
menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut.
Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang seperti mengalami sakit perut,
pembengkakan parotis, dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering
gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit
kronik oleh karena arthritis rheumatoid.
Selain tanda dan gejala yang terjadi pada anemia diatas, individu dengan defisiensi besi
yang berat ( besi plasma kurang dari 40 mg/ dl, hemoglobin 6 sampai 7 g /dl) memiliki
rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan mungkin berbentuk
sendok (koilonikia). Selain itu atrofi paila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin,
mengkilat, bewarna merah daging dan meradang serta sakit. Dapat juga terjadi stomatitis
angularis, pecah pecah disertai kemerahan dan nyeri disudut mulut (Price, 2009).
Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus
anemia untuk mngarahkan diagnosa anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia
memerlukan pemeriksaan laboratorium.
4. KLASIFIKASI ANEMIA
1) Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang berkurang
atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan penurunan MCH)
a) Anemia defisiensi besi
b) Thalasemia major
c) Anemia akibat penyakit kronik
d) Anemia sideroblastik
b Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah
hemoglobin dalam batas normal.
a) Anemia pasca perdarahan akut
b) Anemia aplastik
c) Anemia hemolitik didapat
d) Anemia akibat penyakit kronik
e) Anemia pada gagal ginjal kronik
f) Anemia pada sindrom mielodisplastik
g) Anemia leukemia akut
c Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl
Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari pada normal
tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal (MCH meningkat dan
MCV normal).
1) Bentuk megaloblastik
1) Anemia defisiensi asam folat
2) Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2) Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
b. Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang mengakibatkan tidak
sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan karena defisiensi vitamin B12 dan
asam folat.karakteristik SDM ini adalah adanya megaloblas abnormal,
Prematur dengan fungsi yang tidak normal dan dihancurkan semasa dalam sumsum
tulang sehingga terjadinya eritropoeisis dengan masa hidup eritrosit yang lebih
pendek.yang akan mengakibatkan leucopenia, trombositopenia .
e) Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel sel darah.
Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer atau zat yang dapat merusak
sumsum tulang (Mielotoksin).
Kegagalan produksi
Defisiensi B12, asam SDM o/ sum-sum Destruksi SDM
folat, besi tulang berlebih Perdarahan/hemofilia
Penurunan SDM
Hb berkurang
Anemia
PK Anemia
Gg. perfusi
Gastro Hipoksia SSP jaringan
intestinal
serebral
Penurunan Mekanisme an aerob
Reaksi antar saraf
kerja GI
berkurang
Asam laktat
Peristaltik Kerja Pusing
menurun lambung
menurun ATP berkurang
Makanan
susah dicerna Asam Lambung
meningkat Kelelahan Energy untuk Nyeri
membentuk antibodi
berkurang
Anoreksia Intoleransi
Konstipasi aktivitas
mual Resiko infeksi
Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
7. KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia
akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang
terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus
memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat
ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin.
Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu
perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia berat, gagal jantung
kongesti dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi
terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain itu dispnea, nafas pendek dan
cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya
pengurangan oksigen (Price &Wilson, 2009)
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges,2009)
a Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume
korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia
(aplastik).
Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada wanita dan
4,1 -6 juta per mikro liter pada pria
b Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
c Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons
sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
d Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
e LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan
kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
f Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia,
misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup
lebih pendek.
g Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
h SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik)
Nilai normal Leukosit (per mikro lt) : 6000 10.000 permokro liter
i Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi
(hemolitik) normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 400.000 per mikro liter
darah. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP,
hemolitik).
j Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan
dengan defisiensi masukan/absorpsi
k Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
l TBC serum : meningkat (DB)
m Feritin serum : meningkat (DB)
n Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
o LDH serum : menurun (DB)
p Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
q Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
r Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :
perdarahan GI
s Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
hidroklorik bebas (AP).
t Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah
dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia,
misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel
darah (aplastik).
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda tergantung dari
jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini beberapa terapi yang diberikan pada
pasien sesuai dengan jenis anemia yang diderita:
a. Anemia Deficiensi Besi
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi berupa:
a). Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri, misalnya pengobatan
menoragi, pengobatan hemoroid bila tidak dilakukan terapi kausal anemia akan
kambuh kembali.
b). Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di dalam tubuh. Besi
per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg, ferrous gluconate, ferrous fumarat,
ferrous lactate, ferrous suuccinate). Besi parentral, efek sampingnya lebih
berbahaya besi parentral diindikasikan untuk intoleransi oral berat, kepatuhan
berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu peningkatan Hb secara cepat seperti
pada ibu hamil dan preoperasi. (preparat yang tersedia antara iron dextran
complex, iron sorbitol citric acid complex). Pengobatan diberikan sampai 6 bulan
setelah kadar hemoglobin normal untuk cadangan besi tubuh.
c). Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah. Indikasi pemberian
transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah pada pasien penyakit jantung
anermik dengan ancaman payah jantung, anemia yang sangat simtomatik, dan
pada penderita yang memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat.dan
jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya overload.
Sebagai premediasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.
(Bakta, 2009)
c. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia sideroblastik adalah:
a). Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik dengan transfusi
darah.
b). Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil penderita responsif
terhadap piridoxin. (Bakta, 2009)
d. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam folat adalah terapi
ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipun demikian terapi kausal dengan
perbaikan gizi dan lain-lain tetap harus dilakukan:
a). Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan puncak pada hari
7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu. Neuropati biasanya dapat membaik
tetapi kerusakan medula spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta, 2009)
b). Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari selama 4 bulan.
c). Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler 200 mg/hari,
atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7 minggu. Dosis pemeliharaan 200
mg tiap bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.
e. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka terapi utama untuk
anemia pernisiosa adalah:
a). Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12
b). Terapi pemeliharaan
c). Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2009)
f. Anemia Hemolitik
Pengobatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus tersebut serta
penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari kasus per kasus. Akan tetapi
pada dasarnya terapi anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:
a). Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut maka
harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi
anemia berat, pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara sangat hati-
hati, meskipun dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat terjadi sehingga
memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan tetapi jika syok berat telah teerjadi
maka tidak ada pilihan lain selain transfusi.
b). Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan kesembuhan
total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau disebabkan oleh penyebab
herediter-familier yang belum dapat dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang
penyebabnya telah jelas maka terapi kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2009)
c). Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa. Pada
anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan transfusi darah
teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Bahkan pada thalasemia mayor
dipakai teknik supertransfusi atau hipertransfusi untuk mempertahankan keadaan
umum dan pertumbuhan pasien. Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan
pemberian asam folat 0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
Perubahan tanda vital yang nyata bukan merupakan factor pada sebagian besar
gangguan hematologic. Namun takikardi dan takipnea mungkin harus diperlukan.
b. Inspeksi
a). Kulit. Pucat, kemerahan, ikterus, purpura, petekie, ekimosis, tanda-tanda pruritus
(tanda garukan), sianosis, atau warna kecklatan yang mungkin terlihat.
b). Mata. Sclera ikterik, konjungtiva pucat, perdarahan retina, atau pandangan kabur
mungkin terlihat.
c). Mulut. Mukosa dan gusi yang pucat mungkin terlihat.
d). Neurologic. Kerusakan proses berpikir atau letargi mungkin terlihat.
e). Musculoskeletal. Pembengkakan sendi mungkin terlihat.
f). Genitourinaria. Darah dalam urine dan perdarahan menstruasi yang berlebihan
atau abnormal mungkin terlihat.
c. Palpasi
a). Kulit. Kemungkinan terdapat pemanjangan waktu pengisian kapiler.
b). Nodus limfe. Limfadenopati atau nyeri tekan mungkin dapat dipalpasi.
c). Gastrointestinal. Nyeri tekan abdomen, hepatomegali, atau splenomegali mungkin
dapat dipalpasi.
d. Auskultasi
a). Jantung. Murmur dapat diauskultasi.
b). Pulmonal. Suara napas tambahan (bila terjadi gagal jantung kongestif pada
dapat diauskultasi.
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia meliputi :
a Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan
dipsneu, takikardia
b Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan O2 ke otak
ditandai dengan penurunan kesadaran, nyeri kepala
c Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient
yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah ditandai dengan mual-
muntah, anoreksia, penurunan BB
d Konstipasi berhubungan dengan perubahan proses pencernaan
e Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam laktat)
f Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
g Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons
inflamasi tertekan)
h PK Anemia
B. Rencana Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan dispnea, takikardia
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan pola nafas pasien
kembali efektif dengan kriteria hasil :
- Pasien melaporkan sesak napas berkurang
- Pernafasan teratur
- Takipneu atau dispneu tidak ada
- Tanda vital dalam batas normal (td 120-90/90-60 mmhg, nadi 80-100 x/menit,
RR: 18-24 x/menit, suhu 36,5 37,5 C)
Intervensi :
Mandiri :
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan pernapasan,
napas bibir dan penggunaan otot bantu pernapasan
Rasional : Untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan
intervensi yang tepat
3) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Rasional : Untuk meningkatkan ekspansi dinding dada
4) Ajarkan klien napas dalam
Rasional : Untuk meningkatkan kenyaman
5) Tanyakan mengenai kondisi pasien setelah diberi intervensi
Rasional : Mengetahui intervensi dapat bermanfaat untuk pasien dan mengkaji
apakah keluhan sesak pasien sudah berkurang.
Kolaborasi
1) Berikan O2 sesuai indikasi
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan O2
2) Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan pemasangan
ventilator sesuai indikasi
Rasional : Untuk membantu pernapasan adekuat
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam laktat) ditandai
dengan perilaku distraksi (gelisah), pasien mengeluh nyeri kepala, pasien
Nampak meringis, dispneu/takipneu
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x24 jam diharapkan nyeri pasien
terkontrol dengan kriteria hasil:
- klien melaporkan nyeri berkurang,
- klien tidak meringis,
- RR dalam batas normal (18-22x/menit)
Intervensi :
Mandiri :
1) Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10), karakteristiknya,
lokasi, lamanya.
Rasional : Mempermudah melakukan intervensi dan melihat ketepatan intervensi.
2) Observasi adanya tanda-tanda nyeri non-verbal seperti ekspresi wajah, posisi
tubuh, gelisah, menangis atau meringis, perubahan frekuensi jantung, pernapasan,
tekanan darah.
Rasional : Merupakan indicator/derajat nyeri yang tidaklangsung dialami.
3) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : Mengurangi rasa nyeri yang bersifat akut
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti analgetik
Rasional : Untuk mengurangi rasa sakit/nyeri
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
Rasional : Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawajumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising,
pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan
dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa
memaksakan diri).
Rasional : Meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa
terkontrol.
6. PK Anemia
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan perawat dapat
menangani dan meminimalisir komplikasi dari anemia dengan kriteria hasil:
- Hb 12-16 g%
- Konjungtiva tidak pucat
- Pasien melaporkan kelelahan berkurang
- Perdarahan tidak terjadi
Intervensi :
Mandiri :
1) Kaji konjungtiva pasien dan keluhan letih. Laporkan jika kondisi yang letih
berlebihan dan sangat pucat pada konjungtiva.
Rasional : Untuk menentukan intervensi yang tepat. Mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut dengan mengetahui tanda dan gejala awal.
2) Observasi ketat tanda perdarahan ; ptekie, purpura, perdarahan gusi, epistaksis,
hematemesis, melena
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lanjut untuk menentukan intervensi
yang sesuai.
3) Pertahankan tirah baring
Rasional : Tirah baring untuk mempercepat pemulihan kondisi dan mendukung
pengobatan sesuai indikasi
Kolaborasi :
1) Berikan transfusi sesuai indikasi
Rasional : Untuk meningkatkan jumlah sel darah merah
2) Periksa lab darah
Rasional : Untuk mengetahui jumlah sel darah merah sehingga memungkinkan
intervensi sesuai indikasi
3) Ahli gizi menetapkan diet sesuai indikasi
Rasional : Diet yang sesuai dapat mempercepat pemulihan dan membantu proses
penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA
Bakta I M.(2009). Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. Jakarta : EGC
Catherino jeffrey M.(2003).Emergency medicine handbook. USA:Lipipincott Williams
Doenges, Marylinn E. (2009). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC: Jakarta.
Kahsasi, Daniel. (2009). Anemia Acute. Diakses melalui
http://emedicine.medscape.com/article/159803-media, emergency_medicine pada
tanggal 08 April 2017
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Lawrence M. Tierney, J. (2008). Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit. Dalam).
Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, Arief. (2010). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius.
Price, S.A. (2009).Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : EGC
Smeltzer, C Susan. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Jakarta : EGC