You are on page 1of 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah adalah hal yang paling umum kita hasilkan sebagai makhuk hidup. Tak hanya
pabrik dan kendaraan bermotor saja yang dapat menghasilkan limbah, tetapi kita sebagai
makhluk hidup juga merupakan penghasil limbah yang sangat produktif. Limbah atau hasil
akhir suatu proses ternyata tidak hanya terkelompokan dalam satu macam saja. Melainkan ada
banyak jenis limbah yang telah dikalsifikasikan dan diatur oleh pemerintah, dimana salah
satunya adalah limbah B3.

Pemerintah telah memiliki bahasan tersendiri menganai limbah B3 ini. Dimana dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 telah didefinisikan apa itu limbah B3 atau limbah
bahan berbahaya dan beracun. Limbah bahan berbahaya dan beracun yang disingkat dengan
limbah B3 ini adalah limbah yang jika diperhatikan secara sifatnya, konsentrasinya, termasuk
jumlahnya memiliki kecenderungan mencemari lingkungan sekitar, membahayakan
lingkungan disekitar kita hingga menghambat/merusak keberlangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lainya.

Limbah bahan berbahaya dan beracu atau B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan
yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifatnya dan atau
knsetrasinya maupun jumlahnya, secara langsung maupun tidak langsung hidup manusia dan
makluk lain (PP No. 188 Tahun 1999 dan PP No. 85 Tahun 19999 Tentang Pengelolaan
Limbah B3).

Bahan berbahaya dan beracun mungkin dapat kita jumpai di rumah kita, seperti
buangan produk yang tidak memenuhi standar yang aman bagi lingkunagn atau sisa bahan
maupun tumpahan bahan kimia yang kadaluarsa. Pada umumnya, produk yang mengandung
B3 bersifat mudah meledak dan terbakar, reaktif, beracun, menyebabkan infeksi dan
menyebabkan karat (korosif). Maka dari itu penulis mengangkat topik Permasalahan
Pengelolaan Limbah B3 untuk kedepannya masyarakat bisa memahami bahaya yang
ditimbulkan oleh limbah B3 serta cara mengolah limbah B3 dengan baik dan efisien.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa sumber dari limbah B3?
2. Apa permasalahan umum pengelolaan limbah B3 di masyarakat ?
3. Apa dampak limbah B3 bagi masyarakat ?
4. Bagaimana menanggulangi masalah pengelolaan limbah B3 ?

1.3 Metode Penyelesaian Masalah

Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan cara
melakukan tinjauan dari berbagai sumber, baik media cetak maupun media lainnya dan
memilih sumber yang diangap paling tepat untuk menjadikan sebagai acuan pembuatan
makalah ini.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari makalah ini, dapat menambah wawasan bebagai masalah dalam
pengelolaan limbah B3 dan cara pengelolaan yang tepat di masyarakat.

1.5 Tujuan Penulisan Makalah


1. Mengetahui sumber dari limbah B3
2. Mengetahui permasalahan umum tentang pengelolaan limbah B3 di masyarakat
3. Mengetahui dampak limbah B3 bagi kehidupan
4. Mengetahui proses menanggulangi permasalahan pengelolaan limbah B3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sumber Pencemaran Limbah B3

Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Bina Lingkungan Hidup DKI, ada sembilan
kelompok besar penghasil limbah B3, delapan kelompok industri skala menengah dan besar,
serta satu kelompok rumah sakit yang juga memiliki potensi menghasilkan limbah B3.

1. Industri Tekstil dan Kulit

Sumber utama limbah B3 pada industri tekstil adalah penggunaan zat warna. Beberapa
zat warna dikenal mengandung Cr, seperti senyawa Na2Cr3O7 atau senyawa Na2Cr3O7.
Industri batik menggunakan senyawa Naftol yang sangat berbahaya. Senyawa lain dalam
kategori B3 adalah H2O2 yang sangat reaktif dan HClO yang bersifat toksik.

Beberapa tahap proses pada indusrti kulit yang mneghasilkan limbah B3 antara lain
washing, soaking, dehairing, lisneasplatting, bathing, pickling dan degreasing. Tahap
selanjutnya meliputi tanning, shaving, dan polishing. Proses tersebut menggunakan pewarna
yang mengandung Cr dan H2SO4. Hal inilah yang menjadi pertimbangan untuk memasukkan
industrikulit dalam kategori penghasil limbah B3.

2. Pabrik Kertas dan Percetakan

Sumber limbah padat berbahaya di pabrik kertas berasal dari proses pengambilan
kmebali (recovery) bahan kimia yang memerlukan stabilisasi sebelum ditimbun. Sumber
limbah lainnya ada pada permesinan kertas, pada pembuangan (blow down) boiler dan proses
pematangan kertas yang menghasilkan residu beracun. Setelah residu tersebut diolah,
dihasilkan konsentrat lumpur beracun.

Produk samping proses percetakan yang dianggap berbahaya dan beracun adalah dari
limbah cair pencucian rol film, pembersihan mesin dan pemrosesan film. Proses ini
menghasilkan konsentrat lumpur sebesar 1-4 persen dari volume limbah cair yang diolah.
Industri persuratkabaran yang memiliki tiras jutaan eksemplar ternyata memiliki potensi
sebagai penghasil limbah B3.

3. Industri Kimia Besar

Kelompok industri ini masuk dalam kategori penghasil limbah B3, yang antara lain
meliputi pabrik pembuatan resin, pabrik pembuat bahan pengawet kayu, pabrik cat, pabrik
tinta, industri gas, pupuk, pestisida, pigmen dan sabun. Limbah cair pabrik resin yang sudah
diolah menghasilkan lumpur beracun sebesar 3-5 persen dari volume limbah cair yang diolah.
Pembuatan cat menghasilkan beberapa lumpur cat beracun, baik air baku (water-base) maupun
zat pelarut (solvent-base). Sedangkan industri tinta menghasilkan limbah terbesar dari dari
pembersihan bejana-bejana produksi, baik cairan maupun lumpur pekat. Sementara, timbulnya
limbah beracun dari industri pestisida bergantung pada jenis proses pada pabrik tersebut, yaitu
apakah ia benar-benar membuat bahan atau hanya memformulasikan saja.

4. Industri Farmasi

Kelompok indusrti farmasi terbagi dalam dua sub-kelompok, yaitu sub-kelompok


pembuat bahan dasar obat dan sub-kelompok formulasi dan pengepakan obat. Umumnya di
Indonesia adalah sub-kelompok kedua yang tidak begitu membahayakan. Tapi, limbah industri
farmasi yang memproduksi antibiotik memiliki tingkat bahaya cukup tinggi. Limbah industri
farmasi umumnya berasal dari proses pencucian peralatan dan produk yang tidak terjual dan
kadaluarsa.

5. Industri Logam Dasar

Industri logam dasar nonbesi menghasilkan limbah padat dari pengecoran, percetakan,
dan pelapisan, yang mengahasilkan limbah cair pekat beracun sebesar 3 persen dari volume
limbah cair yang diolah. Industri logam untuk keperluan rumah tangga menghasilkan sedikit
cairan pickling yang tidak dapat diolah di lokasi pabrik dan memerlukan pengolahan khusus.
Selain itu juga terdapat cairan pembersih bahan dan peralatan, yang konsentratnya masuk
kategori limbah B3.
6. Industri Perakitan Kendaraan Bermotor

Kelompok ini meliputi perakitan kendaraan bermotor seperti mesin, diesel dan
pembuatan badan kendaraan (karoseri). Limbahnya lebih banyak bersifat padatan, tetapi
dikategorikan sebagai non B3. Yang termasuk B3 berasal dari proses penyiapan logam
(bondering) dan pengecatan yang mengandung logam berat seperti Zn dan Cr.

7. Industri Baterai Kering dan Aki

Limbah padat baterai kering yang dianggap bahaya berasal dari proses filtrasi.
Sedangkan limbah cairnya berasal dari proses penyegelan. Industri aki menghasilkan limbah
cair yang beracun, karena menggunakan H2SO4 sebagai cairan elektrolit.

8. Rumah Sakit

Rumah sakit menghasilkan dua jenis limbah padat maupun cair, bahkan juga limbah gas,
bakteri, maupun virus. Limbah padatnya berupa sisa obat-obatan, bekas pembalut, bungkus
obat, serta bungkus zat kimia. Sedangkan limbah cairnya berasal dari hasil cucian, sisa-sisa
obat atau bahan kimia laboratorium dan lain-lain. Limbah padat atau cair rumah sakit
mempunyai karateristik bisa mengakibatkan infeksi atau penularan penyakit. Sebagian juga
beracun dan bersifat radioaktif.
2.2 Permasalahan Limbah B3 di Masyarakat

Masalah umum yang banyak dijumpai dimasyarakat tentang limbah B3 adalah


pengelolaan limbah B3 di pabrik industri yang kurang tepat dan efisien sehingga mencemari
lingkungan rumah pemukiman di sekitar pabrik. Contoh pencemaran limbah B3 di Desa
Lakardowo yang terletak di Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Rumiyati
warga Desa Lakardowo yang tergabung dalam Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan,
harus membeli air galon setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan air minum serta memasak
karena air sumur atau air sumber yang biasa dipakainya sudah tidak lagi layak dikonsumsi. Ini
terjadi setelah berdirinya perusahaan pengolahan limbah Bahan Berbahaya Beracun atau B3,
di Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto sejak 2010 lalu.

Tidak hanya kesulitan air bersih yang layak konsumsi, air mandi untuk bayi juga harus
menggunakan air galon, karena banyak bayi yang terkena gatal-gatal setelah mandi dengan air
sumur mereka. Heru Siswoyo, warga Desa Lakardowo yang pernah bekerja di perusahaan
pengolahan limbah B3 itu menuturkan, pada tahap-tahap awal sejak berdirinya pabrik itu warga
masih menggunakan air sumur untuk kebutuhan sehari-hari. Namun sejak tiga tahun terakhir
air sumur tidak lagi layak dikonsumsi. Selain air sumur yang diduga tercemar, dampak lainnya
adalah tanaman layu dan mati. Tanah brontak atau tanah mengembang ke atas, juga terjadi di
sawah warga di Dusun Kedungpalang.

2.3 Dampak Limbah B3

Dampak Terhadap Kesehatan Pembuangan sampah yang tidak terkontrol dengan baik
merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang
seperti lalat dan hewan lain yang dapat menimbulkan penyakit.

Potensi bahaya yang ditimbulkan adalah sebagai berikut :

a. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah
dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur dengan air minum. Penyakit DBD dapat juga
meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.

b. Penyakit jamur dapat juga menyebar ( misalnya jamur kulit ).


c. Sampah beracun; Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira kira 40.000 orang meninggal
akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa ( Hg ). Raksa ini berasal dari
sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.

2.4 Penanganan Limbah B3

Beberapa metode penanganan limbah B3 yang umumnya diterapkan adalah sebagai


berikut :

1. Metode pengolahan secara kimia, fisik dan biologi

Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau biologi.
Proses pengolahan limbah B3 secara kimia atau fisik yang umumnya dilakukan adalah
stabilisasi/ solidifikasi . stabilisasi/solidifikasi adalah proses pengubahan bentuk fisik
dan sifat kimia dengan menambahkan bahan peningkat atau senyawa pereaksi tertentu
untuk memperkecil atau membatasi pelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun
limbah, sebelum dibuang. Contoh bahan yang dapat digunakan untuk proses
stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik.

Metode insinerasi (pembakaran) dapat diterapkan untuk memperkecil volume


B3 namun saat melakukan pembakaran perlu dilakukan pengontrolan ketat agar gas
beracun hasil pembakaran tidak mencemari udara.

Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah cukup berkembang saat
ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan viktoremediasi. Bioremediasi adalah
penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi/ mengurai limbah B3,
sedangkan Vitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan
mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat
dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih muran
dibandingkan dengan metode Kimia atau Fisik. Namun, proses ini juga masih memiliki
kelemahan. Proses Bioremediasi dan Vitoremediasi merupakan proses alami sehingga
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam
skala besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan
dapat membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai makanan di ekosistem.

2. Metode Pembuangan Limbah B3


a. Sumur dalam/ Sumur Injeksi (deep well injection)

Salah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan manusia


adalah dengan cara memompakan limbah tersebut melalui pipa kelapisan batuan
yang dalam, di bawah lapisan-lapisan air tanah dangkal maupun air tanah dalam.
Secara teori, limbah B3 ini akan terperangkap dilapisan itu sehingga tidak akan
mencemari tanah maupun air. Namun, sebenarnya tetap ada kemungkinan terjadinya
kebocoran atau korosi pipa atau pecahnya lapisan batuan akibat gempa sehingga
limbah merembes kelapisan tanah.

b. Kolam penyimpanan (surface impoundments)

limbah B3 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang memang dibuat


untuk limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang dapat mencegah
perembesan limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3 akan terkosentrasi dan
mengendap di dasar. Kelemahan metode ini adalah memakan lahan karena limbah
akan semakin tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran lapisan
pelindung, dan ikut menguapnya senyawa B3 bersama air limbah sehingga
mencemari udara.

c. Landfill untuk limbah B3 (secure landfils)

limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus pengamanan tinggi.


Pada metode pembuangan secure landfills, limbah B3 ditempatkan dalam drum atau
tong-tong, kemudian dikubur dalam landfill yang didesain khusus untuk mencegah
pencemaran limbah B3. Landffill ini harus dilengkapi peralatan moditoring yang
lengkap untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini
jika diterapkan dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif.
Namun, metode secure landfill merupakan metode yang memliki biaya operasi
tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi
jangka panjang karena limbah akan semakin menumpuk.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Limbah B3 sangat berbahaya bagi kehidupan baik itu manusia, hewan dan tumbuhan.
Sehingga pengelolaan limbah B3 sangat perlu diperhatikan agar tidak berdampak buruk bagi
lingkungan sekitar. Pengelolaan limbah B3 harus sesuai dengan prosedur yang ditetapkan atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3.2 Saran

Untuk kedepannya, kami berharap ada penanganan serius dari pemerintah untuk daerah
yang telah terkontaminasi limbah B3. Untuk masyarakat yang belum mengetahui bahaya
limbah B3, dengan adanya makalah ini pembaca bisa menyalurkan ilmunya untuk menangani
limbah B3 dengan baik dan efisien

You might also like