Professional Documents
Culture Documents
Para korban akan merasa tidak terlindungi oleh negara. Padahal, sebagai
negara hukum, negara menggenggam kewenangan mutlak untuk
mewujudkan keamanan, ketertiban umum, dan memberi perlindungan
maksimal kepada setiap warga negara. Kedua, masyarakat juga akan
berasumsi bahwa di negara ini tidak ada kepastian hukum.
Setiapmasalahbisadiselesaikan oleh para pihak yang bersengketa
menurut cara dan pilihan tindakan masing-masing, tanpa harus
memedulikan hukum formal maupun peraturan perundang- undangan
yang berlaku. Kalau sudah begitu, publik yang awam hukum pun akan
berpendapat bahwa klaim Indonesia sebagai negara hukum tak lebih dari
pepesan kosong.
Ketiga, citra semua institusi dan instrumen penegak hukum akan buruk di
mata masyarakat. Tak hanya bercitra buruk, tetapi masyarakat juga akan
menilai institusi penegak hukum lemah karena tidak mampu melindungi
dan mengayomi masyarakat. Tidak mampu menangkal tindakan semena-
mena yang dilakukan oknum atau sekumpulan orang. Ada institusi
penegak hukum, tetapi penegakan hukum tidak dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Rasa keadilan masyarakat akan tersakiti karena
hakikat supremasi hukum tidak hadir dalam wujud nyata.
Untuk merespons aksi persekusi, publik tentu akan berharap kepada Polri
serta instrumen penegak hukum lain yang diberi wewenang menjaga dan
memelihara ketertiban umum pada lingkungan pemukiman. Namun,
penindakan terhadap pelaku persekusi tentu menjadi wewenang polisi.
Kelambanan pada aspek penindakan terhadap pelaku persekusi inilah
yang belakangan banyak dikeluhkan masyarakat. Selain itu, dalam
beberapa bulan terakhir ini ada gejala maraknya aksi persekusi, tetapi
tidak terdeteksi oleh Polri dan instansi penegak hukum lainnya.