You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) merupakan keluhan yang
sering kita dengar dari orang usia lanjut, namun tidak tertutup kemungkinan
dialami oleh orang usia muda (Paliyama, 2003). Low back pain merupakan salah
satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang
baik (Maher, Salmond & Pellino, 2002). Low back pain dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit musculoskeletal, gangguan psikologis dan mobilisasi yang
salah.
Menurut Rakel (2002), low back pain adalah nyeri yang berasal dari tulang
belakang, otot, saraf atau struktur lain pada daerah ersebut. Dengan demikian low
back pain adalah gangguan muskuloskeletal yang pada daerah punggung bawah
yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik.
Sekitar tiga kwartal dari kasus kasus sakit akibat kerja berdasarkan The
Labour Force Survey (LFS) U.K adalah musculoskeletal disorders misalnya
(anggota tubuh bagian atas atau permasalahan punggung), stress, depresi atau
gelisah. Prevalensi kasus musculoskeletal disorders sebesar 1.144.000 dengan
menyerang punggung sebesar 493.000 kasus, anggota tubuh bagian atas atau leher
426.000 kasus, dan anggota tubuh bagian bawah 224.000 kasus (HSC, 2006/2007)
Masalah nyeri punggung bawah yang timbul akibat duduk lama menjadi
fenomena yang sering terjadi saat ini. 60 % orang dewasa mengalami nyeri
punggung bawah karena masalah duduk yang terjadi pada mereka yang bekerja
atau yang aktivitasnya lebih banyak dilakukan dengan duduk. Duduk lama dengan
posisi yang salah dapat menyebabkan otot-otot punggung menjadi tegang dan
dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Bila keadaan ini berlanjut, akan
menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang
mengakibatkan hernia nukleus pulposus (Chang, 2006 dalam Zamna, 2007).
Menurut data Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja Amerika (2001), pada
periode tahun 1996 1998 terdapat 4.390.000 kasus penyakit akibat kerja yang
dilaporkan, 64 % diantaranya adalah gangguan yang berhubungan dengan faktor
resiko ergonomi. OSHA (2000) menyatakan sekitar 34 % dari total hari kerja yang
hilang karena cedera dan sakit yang diakibatkan oleh Musculoskeletal Disorders
(MSDs) sehingga memerlukan biaya kompensasi sebesar 15 sampai 20 miliar
dolar US.
Menurut journal medicine di Inggris, 180 juta waktu kerja terbuang akibat
sakit pinggang, yang disebabkan karena duduk di kursi dengan standar kelayakan
yang tidak cukup baik. Aryawan dan Darmadi (2000) mengatakan bahwa LBP
merupakan keluhan kesehatan nomor dua pada manusia setelah influenza.
Keluhan dan gangguan kesehatan terkait muskuloskeletal yang umumnya
dijumpai akibat mengemudi antara lain adalah nyeri pada leher, punggung, dan
bahu; kejang; tekanan dan sirkulasi darah yang buruk di daerah kaki dan bokong;
segera setelah mengemudi resiko cedera punggung bawah akibat mengangkat
meningkat dan terjadi degenerasi pada diskus spinal dan herniasi diskus.
(Ergonomic Today, 2002).
Hasil studi Depkes tentang profil masalah kesehatan di Indonesia tahun
2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5 % penyakit yang diderita pekerja
berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami pekerja,
menurut studi yang dilakukan tehadap 9.482 pekerja di 12 kabupaten/kota di
Indonesia, umumnya berupa penyakit musculoskeletal (16%), kardiovaskuler (8
%), gangguan syaraf (6 %), gangguan pernapasan (3 %), dan gangguan THT (1,5
%).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vertebra

Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis


besar terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra,
diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligametum
longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas
pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus
yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale.
Bagian posterior vertebra antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi
apofisial (Haldeman et al, 2002).

Gambar 1 Ruas Ruas Tulang Belakang


Gambar 2. Diskus Intervertebralis

2.2 Nyeri

2.2.1 Definisi Nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi


tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif
dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus
yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi
pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu (Mahon,
1994 dalam Potter & Perry, 2005).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun
potensial (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri merupakan mekanisme
fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri. Nyeri merupakan tanda
peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi
pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Clancy & Mc.
Vicar, 1992 dalam Potter & Perry, 2005).
Fisiologi Nyeri
Fisiologi nyeri terdiri atas 3 fase, yaitu resepsi, persepsi dan
reaksi (Potter & Perry, 2005). Stimulus penghasil nyeri mengirimkan
impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula
spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya
sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Pesan
nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel inhibitor, mencegah stimulus
nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke
korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu
serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair,
1990 dalam Potter & Perry, 2005).
Resepsi
Nyeri terjadi karena ada bagian/organ yang menerima stimulus
nyeri tersebut, yaitu reseptor nyeri (nosiseptor). Nosiseptor merupakan
ujung-ujung saraf yang bebas, tidak bermielin atau sedikit bermieln dari
neuron aferen. Nosiseptor tersebar luas pada kulit dan mukosa dan
terdapat pada struktur-struktur yang lebih dalam seperti pada visera,
persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu (Kozier, 2004).
Nosiseptor memberi respon terhadap stimuli yang
membahayakan seperti stimuli kimiawi, thermal, listrik atau mekanis.
Spasme otot menimbulkan nyeri karena menekan pembuluh darah yang
menjadi anoksia. Pembengkakan jaringan menjadi nyeri akibat tekanan
(stimulus mekanis) kepada nosiseptor yang menghubungkan jaringan
(Kozier, 2004).
Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar
disepanjang saraf perifer dan mengkonduksi stimulus nyeri: serabut A-
Delta bermielin dan cepat dan serabut C yang tidak bermielinasi dan
berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi yang
tajam, terlokalisasi dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan
mendeteksi intensitas nyeri (Jones & Cory, 1990 dalam Potter & Perry,
2005). Serabut C menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk,
viseral dan terus menerus (Puntillo, 1988 dalam Potter & Perry, 2005).
Transmisi stimulus nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf
aferen dan berakhir di bagian kornu dorsalis medula spinalis. Di dalam
kornu dorsalis, neurotransmiter seperti substansi P dilepaskan, sehingga
menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke
saraf traktus spinotalamus (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2005),
yang memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam
sistem saraf pusat. Di traktus ini juga terdapat serabut-serabut saraf
yang berakhir di otak tengah, yang menstimulasi daerah tersebut untuk
mengirim stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis di medula spinalis
(Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).
Setelah impuls nyeri naik ke medula spinalis, informasi
ditransmisikan dengan cepat ke otak, termasuk pembentukan retikular,
sistem limbik, talamus, dan korteks sensori dan korteks asosiasi. Seiring
dengan transmisi stimulus nyeri, tubuh mampu menyesuaikan diri atau
memvariasikan resepsi nyeri. Terdapat serabut saraf di traktus
spinotalamus yang berakhir di otak tengah, menstimulasi daerah
tersebut untuk mengirim stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis di
medula spinalis. Serabut ini disebut sistem nyeri desenden, yang
bekerja dengan melepaskan neuroregulator yang menghambat transmisi
stimulus nyeri (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2005)
Impuls nyeri kemudian ditransmisikan dengan cepat ke pusat
yang lebih tinggi di otak, talamus dan otak tengah. Dari talamus,
serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk
korteks sensori dan korteks asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus
frontalis dan sistem limbik (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).
Di dalam sistem limbik diyakini terdapat sel-sel yang mengontrol
emosi, khususnya untuk ansietas. Dengan demikian, sistem limbik
berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri (Potter &
Perry, 2005).
Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.
Stimulus nyeri ditransmisikan ke talamus dan otak tengah. Dari
talamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak
(Paice, 1991 dalam Potter & Pery 2005). Setelah transmisi saraf
berakhir di dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan
mempersepsikan sensasi nyeri dan terjadilah reaksi yang kompleks.
Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor
neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri. Meinhart dan McCaffery
(1983) menjelaskan 3 sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori-
diskriminatif, motivasi-afektif dan kognitif-evaluatif (Potter & Perry,
2005). Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu
sehingga kemudian individu dapat bereaksi.
Reaksi
Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku
yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Reaksi terhadap nyeri
meliputi beberapa respon antara lain:
a. Respon Fisiologis
Potter dan Perry (2005) menyatakan, nyeri dengan intensitas
yang ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial akan
menimbulkan reaksi flight or fight, yang merupakan
sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis
pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis dan
sistem saraf parasimpatis akan menghasilkan suatu aksi.

b. Respon Perilaku
Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang
mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi,
memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh
membengkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai. Seorang
klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah atau sering
memanggil perawat. Namun kurangnya ekspresi tidak selalu
berarti bahwa klien tidak mengalami nyeri (Potter dan Perry,
2005).
Mahon (1994) mencatat bahwa nyeri dapat memiliki sifat
yang mendominasi, yang mengganggu kemampuan individu
berhubungan dengan oarang lain dan merawat diri sendiri.
Meinhart dan McCaffery (1983) dalam Potter dan Perry,
(2005), mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri, yaitu:
1). Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk
belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya
2). Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu
bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda,
tergantung toleransinya
3). Toleransi bergantung pada sikap, motivasi dan nilai yang
diyakini seseorang. Fase akibat terjadi ketika nyeri
berkurang atau berhenti. Klien mungkin masih
memerlukan perhatian perawat. Jika klien mengalami
serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respon
akibat dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.
Perawat membantu klien memperoleh kontrol dan harga
diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan
pengalaman nyeri.

Low Back Pain

Low Back Pain adalah nyeri pada daerah punggung bawah yang
berkaitan dengan masalah vertebra lumbar, diskus intervertebralis,
ligamentum diantara tulang belakang dengan diskus, medula spinalis,
dan saraf otot punggung bawah, organ internal pada pelvis dan
abdomen atau kulit yang menutupi area lumbar (Medicine dictionary,
2012).
Sedangkan menurut Kravitz (2009) Low Back Pain mengacu
pada nyeri di daerah lumbosakral tulang belakang meliputi jarak dari
vertebra lumbal pertama ke tulang vertebra sacral pertama. Ini adalah
area tulang belakang dimana bentuk kurva lordotic. Yang paling sering
menyebabkan nyeri pinggang adalah di segmen lumbal 4 dan 5.

Low Back Pain dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:


1. Nyeri punggung lokal
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah
dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari
bagian-bagian di bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus
vertebra, sendi dan ligamen.
2. Iritasi pada radiks
Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada
dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-
kadang dapat disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi
motoris. Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak ruang pada
foramen vertebra atau di dalam kanalis vertebralis.
3. Nyeri rujukan somatis
Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih
dalam pada dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di
bagian-bagian dalam dapat dirasakan di bagian lebih superfisial.
4. Nyeri rujukan viserosomatis
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau
dalam ruangan panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.
5. Nyeri karena iskemia
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio
intermitens yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau
menjalar ke paha. Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada
percabangan aorta atau pada arteri iliaka komunis.
6. Nyeri psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf
dan dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.
(Rumawas, 1996)

Low Back Pain berdasarkan sumber :


1. Low Back Pain Spondilogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan vertebrata, sndi, dan jaringan
lunaknya. Antara lain spondilosis, osteoma, osteoporosis, dan nyeri
punggung miofasial
2. Low Back Pain Viserogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan pada organ dalam, misalnya
kelainan ginjal, kelainan ginekologik, dan tumor retroperitoneal
3. Low Back Pain Vaskulogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah, misalnya
anerisma, dan gangguan peredaran darah.
4. Low Back Pain Psikogenik
Nyeri yang disebabkan karena gangguan psikis seperti neurosis,
ansietas, dan depresi. Nyeri ini tidak menghasilkan definisi yang
jelas, juga tidak menimbulkan gangguan anatomi dari akar saraf atau
saraf tepi. Nyeri ini superficial tetapi dapat juga dirasakan pada
bagian dalam secara nyata atau tidak nyata, radikuler maupun non
radikuler, berat atau ringan. Lama keluhan tidak mempunyai pola
yang jelas, dapat dirasakan sebentar ataupun bertahun tahun.
(PERDOSSI)

2.2.2 Etiologi
Etiologi low back pain menurut Adelia Rizma (2007) dapat berupa :
1. Proses degeneratif, seperi spondilosis, HNP, stenosis spinalis, dan
osteoartritis. Perubahan pada vertebrata lumbosakral dapat terjadi
pada arkus dan prosesus artikularis serta ligamen yang
menguhubungkan antar ruas tulang belakang. Perubahan degeneratif
juga dapat menyerang anulus fibrosus dari diskus intervertebralis.
2. Penyakit inflamasi, seperti rheumatoid artritis yang sering timbul
sebagain penyakit akut dengan ciri persendian keempat anggota
gerak terkena secara serentak atau spondilitis ankilopoetika dengan
keluhan sakit punggung dan pinggang yang sifatnya pegal, kaku
3. Osteoporosis, pada orang tua dan jompo terutama menyerang kaum
wanita. Sakit bersifat pegal, tajam dan radikuler
4. Kelainan kongenital, yang diperlihatkan foto rontgen polos dari
vertebra lumbosakralis sering dianggap sebagai penyebab LBP.dan
dapat menyerupai HNP.
5. Gangguan sirkulasi, seperti aneurisma aorta abdominalis dapat
menyebabkan LBP yang hebat. Gangguan sirkulasi lain seperti
trombosis aorta terminalis, dengan gejala nyeri yang menjalar
sampai bokong, belakang paha dan tungkai kedua sisi
6. Tumor, dapat berupa tumor jinak seperti osteoma, Pagets disease,
osteoblastoma, hemangioma, neurioma, meningioma, atau tumor
ganas seperti mieloma multipel, maupun sekunder
7. Infeksi akut, yang disebkam oleh kuman piogenik seperti
streptococcus atau staphylococcus, atau infeksi kronik seperti
spondilitis tuberkulosis dan osteomielitis
8. Psikoneuritik, seperti histeria, depresi, malingering

2.2.3 Faktor Resiko


a. Umur
Nyeri pinggang merupakan keluhan yang berkaitan erat dengan
umur. Secara teori, nyeri pinggang atau nyeri punggung bawah dapat
dialami oleh siapa saja, pada umur berapa saja. Namun demikian
keluhan ini jarang dijumpai pada kelompok umur 0-10 tahun, hal ini
mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologik tertentu yag
lebih sering dijumpai pada umur yang lebih tua. Biasanya nyeri ini
mulai dirasakan pada mereka yang berumur dekade kedua dan
insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima.Bahkan keluhan nyeri
pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga umur sekitar
55 tahun.
b . Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap
keluhan nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada
kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi
timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini
lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi,
selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan
tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
c. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko
timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi
penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang. Tinggi badan berkaitan
dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban anterior
maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh.
d. Pekerjaan
Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas mengangkat
beban berat, sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam
penelusuran penyebab serta penanggulangan keluhan ini. Pada
pekerjaan tertentu, misalnya seorang kuli pasar yang biasanya
memikul beban di pundaknya setiap hari. Mengangkat beban berat
lebih dari 25 kg sehari akan memperbesar risiko timbulnya keluhan
nyeri pinggang.
e. Aktivitas / Olahraga
Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang
sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang
menjadi kebiasaan. Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri,
tidur, mengangkat beban pada posisi yang salah dapat menimbulkan
nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja kantoran yang terbiasa
duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau
seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya
pada waktu menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan
membungkuk atau menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti
tidur pada kasur yang tidak menopang spinal. Kasur yang diletakkan
di atas lantai lebih baik daripada tempat tidur yang bagian tengahnya
lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri langsung
membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah,
seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu.
Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali menjadi kebiasaan,
beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi
berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari, melakukan aktivitas dengan
posisi duduk yang monoton lebih dari 2 jam dalam sehari, naik turun
anak tangga lebih dari 10 anak tangga dalam sehari, berjalan lebih
dari 3,2 km dalam sehari dapat pula meningkatkan risiko timbulnya
nyeri pinggang. (Adelia,Rizma. 2007)
f. Posisi Tubuh
Posisi lumbar yang berisiko menyebabkan terjadinya nyeri punggung
bawah ialah fleksi ke depan, rotasi, dan mengangkat beban yang
berat dengan tangan yang terbentang. Beban aksial pada jangka
pendek ditahan oleh serat kolagen annular di diskus. Beban aksial
yang lebih lama akan memberi tekanan pada fibrosis annular dan
meningkatkan tekanan pada lempeng ujung. Jika annulus dan
lempeng ujung utuh, maka beban dapat ditahan. Akan tetapi , daya
kompresi dari otot dan beban muatan dapat meingkatkan tekanan
intradiskus yang melebihi kekuatan annulus, sehingga menyebabkan
robeknya annulus dan gangguan diskus (Hillus et all, 2010)

2.2.4 Patogenesis
Ada beberapa mekanisme yang telah diajukan mengenai proses
perkembangan nyeri punggung dan kelumpuhan yang bisa digunakan
untukmenentukan apakah proses patologis yang terlihat pada gambaran
radiologis berhubungan dengan gejala yang dialami pasien. Nyeri pada
bagian manapun memerlukan perlepasan dari agen-agen inflamasi yang
menstimulasi reseptor nyeri dan menyebabkan sensasi nyeri pada
jaringan, tulang belakang merupakan struktur yang unik karena
memiliki banyak jaringan di sekitarnya yang dapat memicu nyeri.
Inflamasi pada sendi tulang belakang, intervertebral diskus, ligamen
dan otot, meninges dan akar saraf dapat menyebabkan nyeri pada
punggung bawah. Jaringan-jaringan ini memberikan respon terhadap
nyeri dengan melepaskan beberapa agen kimia seperti bradikinin,
prostalglandin dan leukotrin. Agen-agen kimia ini mengaktifkan ujung
saraf dan menyebabkan impuls yang menjalar ke korda spinalis. Saraf-
saraf nosiseptif yang teraktivasi akan melepaskan neuropeptida, dimana
yang paling banyak adalah substansi P. Neuropeptida ini bekerja pada
pembuluh darah, menyebabkan ekstravasasi, dan menstimulasi sel mast
untuk melepas histamin dan melebarkan pembuluh darah. Sel mast juga
melepaskan leukotrin dan agen-agen inflamasi lainnya yang menarik
leukosit dan monosit. Proses tersebut menghasilkan gejalagejala
inflamasi seperti pembengkakan jaringan, kongesti vaskular, dan
stimulasi ujung-ujung saraf bebas.
Impuls nyeri tersebut dihasilkan oleh jaringan tulang belakang yang
mengalami inflamasi. Korda spinalis dan otak memiliki mekanisme
khusus dalam memodifikasi nyeri yang berasal dari daerah jaringan
spinal. Di korda spinalis, impuls nyeri terkonversi pada neuron yang
juga menjadi reseptor sensoris. Hal ini menyebabkan perubahan derajat
sensasi nyeri yang ditransmisikan ke otak melalui proses yang disebut
gate control system. Impuls nyeri selanjutnya akan masuk ke proses
yang kompleks dan berlangsung pada berbagai tingakatan sistem saraf
pusat. Otak akan mengeluarkan substansi kimiawi yang merespon nyeri
yang disebut endorfin. Endorfin merupakan analgesik alami yang dapat
menghambat respon terhadap nyeri melalui serotonorgic pathway
(Haldeman,2002).

2.2.5 Klasifikasi
1. LBP akut
Nyeri akut yang berpangkal pada tulang, yaitu : metastasis
vertebra, osteoporosis,osteomyelitis vertebra, fraktur.
Nyeri akut yang berpangkal pada otot dan atau syaraf, yaitu :
syndroma nyeri myofacial,nyeri radikuler tanpa kelainan spinal,
HNP
2. LBP kronis
Nyeri Nosiseptif somatis, misal : peoses degeneratif pada spina
dan atau diskus, spondilolisthesis, syndroma nyeri myofacial
Nyeri Nosiseptif viseral, misal : nyeri rujukan dari organ pelvis,
rongga retroperitoneal,kandung empedu, kelenjar pangkreas.
Nyeri neuropatik, misal : spinal stenosis, neoplasma (tumor)
Nyeri Psikogenik, misal : histeris, depresi
Failed Low Back Syndrome
Nyeri berkepanjangan pasca terapi, secara khusus diartikan
sebagai nyeri berkepanjangan pasca bedah atau komplikasi
pembedahan
Non cancer chronic back syndrome
Nyeri yang disebabkan oleh sebab organik yang berkaitan
dengan kesan nyeri yang abnormal (Ehrlich.,2003)

2.2.6 Gejala Klinis


Gejala klinis yang utama pada LBP adalah nyeri. Nyeri punggung
bawah dapat bersifat sementara atau menetap dan lokal atau menjalar.
Nyeri juga dapat bersifat dangkal atau dalam. Hal ini bergantung pada
penyebab dan jenis nyeri. Terdapat berbagai jenis nyeri punggung:
1. Nyeri lokal, terjadi di area tertentu di punggung bagian bawah,
nyeri jenis ini paling sering terjadi. Penyebabnya biasa karena
terkilir atau keseleo atau cedera lainnya.Nyeri biasanya
menetap,atau terkadang hilang timbul.Nyeri lokal dapat berkurang
atau bertambah dengan perubahan posisi. Punggung bawah dapat
sakit saat dipegang, dapat terjadi spasme otot.
2. Nyeri yang menjalar, nyeri bersifat tumpul dan terasa menjalar
daripunggung bawah ke tungkai. Nyeri dapat diikuti dengan nyeri
tajam, biasanya hanya mengenai satu sisi tungkai daripada seluruh
tungkai.
3. Nyeri dapat terasa sampai ke kaki atau hanya sampai lutut. Nyeri
yang menjalar biasanya menandakan adanya penekanan pangkal
saraf, misalnya karena HNP, osteoartritis atau stenosis tulang
belakang. Batuk, bersin, mengedan atau membungkuk sambil
menjaga kaki agar tetap lurus dapat memicu munculnya nyeri. Jika
terdapat penekanan berat pada pangkal saraf, atau jika korda
spinalis tertekan, maka akan timbul rasa seperti ditusuk jarum, atau
bahkan mati rasa dan hilangnya fungsi pengendalian berkemih dan
pencernaan (inkontinensia).
4. Referred pain, nyeri dirasakan pada lokasi berbeda dari lokasi
penyebab nyeri sebenarnya. Misalnya, pada pasien dengan
serangan jantung, nyeri dirasakan pada lengan kiri. Nyeri jenis ini
pada punggung bawah cenderung bersifat sakit dan dalam, dan sulit
untuk menentukan lokasi asal nyeri. Pergerakan tidak memperberat
nyeri tersebut.(Cianflocco,2013)

2.2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara terarah dan terbimbing. Ditanyakan
hal sebagai berikut:
Letak atau lokasi nyeri
Penyebaran nyeri
Sifat nyeri
Pengaruh aktifitas
Pengaruh posisi dan anggota tubuh
Riwayat trauma
Onset waktunya
Riwayat berobat
Riwayat proses keganasan
Riwayat trauma
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
Tanda-tanda Vital
b. Pemeriksaan Neurologis
a) N. Cranialis
b) Meningeal Sign
c) Refleks fisiologis dan patologis
d) Motorik
e) Sensorik
f) Khusus:
Lasegue Test
Patrick
Kontra Patrick
Gaenslens
Thomas test
3. Pemeriksaan penunjang
Alat diagnostik mencakup:
a. X-ray: Khususnya foto polos daerah lumbosakral AP dan
lateral.
b. CT scan: Menangkap penampang gambar cakram tulang
dan tulang belakang,dapat digunakan untuk memeriksa
herniated disc atau spinal stenosis
c. Myelogram. Memungkinkan identifikasi masalah dalam
tulang belakang, sumsum tulang belakang dan akar saraf.
Suntikan pewarna kontras menerangi tulang belakang
sebelum x-ray atau CT-scan
d. MRI scan. Menampilkan rinci penampang komponen tulang
belakang. Berguna untuk menilai masalah dengan cakram
lumbar dan akar saraf, serta mengesampingkan penyebab
nyeri punggung bawah seperti infeksi tulang belakang atau
tumor. Biasanya spesialis tulang belakang akan memiliki
gambaran yang baik dari penyebab nyeri pasien dari gejala-
gejala pasien dan pemeriksaan fisik, dan akan menggunakan
tes diagnostik di atas untuk mengkonfirmasi dan
mengklarifikasi diagnosis dan / atau untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebab lain dari gejalagejala pasien
(Ullrich.,2012)

2.2.8 Diagnosis Banding


Diagnosa banding LPB, diantaranya :
1. Cedera tendon achilles
2. Nyeri coccygeal
3. Kompresi lumbal akibat fraktur
4. Penyakit degeneratif diskus intervertebralis
5. Spondylosis lumbal
6. Spondylolisthesis (Hills et al, 2010)

2.2.9 Penatalaksanaan
Jika penyebab spesifik terjadinya nyeri punggung bawah dapat
diketahui, maka perlu diatasi penyebab tersebut. Tidak ada pengobatan
yang spesifik untuk penyebab nyeri muskuloskeletal.Tetapi terdapat
beberapa tindakan yang dapat membantu,biasanya tindakan ini juga
dapat digunakan untuk mengatasi nyeri akibat penekanan tulang
belakang tindakan ini meliputi: perbaiki aktifitas,menggunakan obat
pereda nyeri, kompres dingin pada daerah nyeri,dan olahraga.
Untuk nyeri punggung bawah yang baru terjadi,penanganan
dimulai dengan mencegah aktivitas yang memberi stressor pada tulang
belakang,misalnya mengangkat benda berat dan membungkuk.
Penggunaan Acetaminophen terkadang dianjurkan untuk
mengatasi nyeri.Jika terdapat peradangan maka dapat digunakan obat
NSAID yang dapat mengatasi nyeri dan peradangan. Jika keduanya
tidak dapatmengatasi nyeri yang ada,maka dapat digunakan obat
golongan Opioid.
Pemakaian relaksan otot seperti cyclobenzaprine, diazepam,
atau methocarbamol, terkadang diperlukan untuk mengatasi spasme
otot, tapi kegunaannya sendiri masih kontroversial. Obat obat ini tidak
danjurkan oleh orang tua,karena lebih sering memberi efek samping.
(Cianflocco.,2013)

2.2.10 Pencegahan
Cara yang paling efektif untuk mencegah nyeri punggung bawah adalah
dengan olahraga secara teratur. Latihan aerobik dan olahraga untuk
meregangkan dan mengencangkan otot sangat membantu. Aerobik,
berenang, dan berjalan, memperbaiki kebugaran tubuh secara
menyeluruh dan juga memperkuat otot otot. Latihan tertentu dapat
meregangkan dan memperkuat otot-otot perut, bokong, dan punggung
sehingga dapat menstabilkan tulang punggung. Pada beberapa orang,
latihan peregangan dapat menambah nyeri punggung,untuk itu latihan
perlu dilakukan secara hatihati. Secara umum,olahraga yang
menimbulkan atau menambah nyeri harus dihentikan.
(Cianflocco.,2013)

2.2.11 Prognosis
Prognosis LBP baik pada tipe mekanik. Setelah 1 bulan pengobatan,
35% pasien dilaporkan membaik, dan 85% pasien membaik setelah 3
bulan. Dilaporkan tingkat kekumatan LBP mencapai 62% pada tahun
pertama. Setelah 2 tahun, 80% pasien setidaknya mengalami satu kali
kekumatan. (Hills et al,2010)

2.2.12 Edukasi
1. Waktu berdiri
Bila berdiri dalam waktu lama, selingi dengan periode duduk
sebentar
Bila mengambil sesuatu di tanah, jangan membungkuk, tetapi
menekuk lutut terlebih dahulu
Waktu berjalan, berjalan dengan posisi tegak rileks dan jangan
tergesa-gesa
2. Waktu duduk
Kursi jangan terlalu tinggi sehingga bila duduk, kaki dapat
sepenuhnya merapat ke lantai
Bila duduk seluruh punggung menempel atau bersandar pada
kursi
3. Waktu tidur
Tidur dengan punggung mendatar, alas tidur sebaiknya yang
keras
4. Waktu bangun tidur
Saat akan bangun tidur dengan cara melipat kedua kaki
terlebih dahulu, kemudian badan dimiringkan dan kedua kak
terlebih dahulu turun dari tempat tidur kemudian diikuti badan.

You might also like