You are on page 1of 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker merupakan salah satu penyakit yang sangat ditakuti oleh

penduduk dunia karena kanker dapat menyebabkan kematian.Penyebab

terjadinya kanker karena proliferasi sel yang tidak terkontrol

(Corwin,2009). Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit tidak

menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik dunia maupun

Indonesia. Kanker merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit

kardiovaskuler yang menyebabkan kematian sebesar 12% kematian di

Dunia (Depkes, 2010).

Laporan kanker dunia memperkirakan angka kejadian kanker akan

meningkat menjadi 15 juta kasus baru di tahun 2020 (Ashton et al, 2009).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Bank Dunia (2009)

memperkirakan setiap tahun, 12 juta orang diseluruh dunia menderita

kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia karena kanker.

Jika tindakan pengendalian tidak mampu memadai,diperkirakan

pada tahun 2030 penderita kanker menjadi 26 juta dan 17 juta jiwa akan

meninggal dunia karena kanker. Kejadian ini akan terjadi lebih cepat di

negara miskin dan negara berkembang (International Uniion Against

Cancer/UICC, 2009 dalam Depkes,2010). Data International Agency For

Research On Cancer(IARC)mengatakanjumlah penderita kanker akan terus


meningkat selama dua dekade mendatang. IARC mencatat pada tahun 2008,

sebanyak 12,7 juta jiwa mengidap kanker, dan 7,6 juta jiwa

melayang akibat kanker. Menurut data di Eropa, tercatat sekitar 421.000

kasus baru dan hampir 90.000 kematian pada tahun 2008, sedangkan di

Amerika Serikat tercatat lebih dari 190.000 kasus baru dan 40.000 kematian

(Soebachman, 2011). Data Riskesdas (2007), prevalensi kanker adalah 4,3

per 1000 penduduk di Indonesia. Kanker merupakan penyebab kematian

nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, Hipertensi, Cidera, Perinatal dan DM.

Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang bersifat ganas. Bisa

mengenai organ apa saja di tubuh manusia. Bila menyerang di kolon, maka

disebut kanker kolon, bila mengenai di rektum, maka disebut kanker rektum.

Bila mengenai kolon maupun rektum maka disebut kanker kolorektal

(Muttaqin, 2011).

Kanker kolon dan rektum adalah kanker yang menyerang usus besar

dan rektum. Penyakit ini adalah kanker peringkat 2 yang mematikan.Usus

besar adalah bagian dari sistem pencernaan. Sebagaimana kita ketahui sistem

pencernaan dimulai dari mulut, lalu kerongkongan (esofagus), lambung, usus

halus (duodenum, jejunum, ileum), usus besar (kolon), rektum dan berakhir di

dubur. Usus besar terdiri dari kolon dan rektum.Kolon atau usus besar adalah

bagian usus sesudah usus halus, terdiri dari kolon sebelah kanan (kolon

asenden), kolon sebelah tengah atas (kolon transversum) dan kolon sebelah

kiri (kolon desenden).Setelah kolon, barulah rektum yang merupakan saluran

di atas dubur. Bagian kolon yang berhubungan dengan usus halus disebut
caecum, sedangkan bagian kolon yang berhubungan dengan rektum disebut

kolon sigmoid (Muttaqin, 2011).

Kanker kolon sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat

tumbuh dengan relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke

jaringan disekitarnya serta merusaknya, dapat menyebar jauh melalui kelenjar

getah bening maupun pembuluh darah ke organ yang jauh dari tempat asalnya

tumbuh, seperti ke lever, paru-paru, yang pada akhirnya dapat menyebabkan

kematian bila tidak ditangani dengan baik. Saat ini, kasus kanker kolorektal

semakin meningkat dan diduga akan terus meningkat pada tahun-tahun

mendatang. Hal tersebut berhubungan dengan pola makan modern yang tidak

sehat seperti makanan siap saji yang mengandung lemak tinggi. Di Indonesia,

kanker kolorektal termasuk dalam sepuluh besar jenis kanker yang banyak

diderita yaitu pada urutan ke-6 terbesar. Umumnya penderita kanker ini

berusia di atas 40 tahun, namun saat ini di Indonesia penderita kanker

kolorektal banyak diderita oleh usia muda di bawah 40 tahun (Muttaqin,

2011).

Pada tahun 2009, terdapat lebih dari satu juta kasus kanker kolorektal

baru yang menempatkan kanker ini pada urutan ke-3 jenis kanker yang paling

sering terjadi di dunia. Di seluruh dunia, 9,5% pria penderita kanker terkena

kanker kolorektal sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari

jumlah total penderita kanker. Diperkirakan lebih dari 50% penderita kanker

kolorektal meninggal karena penyakit ini. Pada tahun 2009, lebih dari

setengah juta orang meninggal karena kanker kolorektal. Pada pria, kanker

kolorektal menempati urutan ketiga sebagai kanker tersering setelah kanker


prostat dan kanker paru-paru. Sementara pada wanita, kanker ini pun

menempati urutan ketiga setelah kanker payudara dan kanker paru-paru. Dari

berbagai laporan, di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus kanker

kolorektal, meskipun belum ada data yang pasti (Muttaqin, 2011).

Data di Departemen Kesehatan didapati angka 1,8 per 100.000

penduduk (3). Di Indonesia sendiri, kasus kanker kolorektal cenderung

mengalami peningkatan. Berdasarkan catatan, di RS Kanker Dharmais, pada

2009 lalu 6,5% dari pasien yang diperiksa saluran pencernaan bagian

bawahnya, ditemukan indikasi terkena kanker kolorektal. Di RSUD

Banjarmasin, dari 34 kasus perdarahan per anus yang dilakukan melalui

pemeriksaan colonoscopy, 32% terdeteksi mengidap kanker kolorektal.

Sementara di RSCM beberapa tahun lalu ditemukan 224 kasus kanker.

Disumatera barat kanker masyarakat yang mengalami penyakit kanker

colorektal adalah sebanyak

Berbagai macam jenis kanker akan bermetastase dengan cepat

dan mengakibatkan kematian. Kanker adalah pertumbuhan sel abnormal

yang cenderung menyerang jaringan disekitarnya dan menyebar ke organ

tubuh lain yang letaknya jauh (Corwin, 2009). Jika mengenai jantung maka

akan berakibat masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler

termasuk didalammya Congestive Heart Failure (CHF). CHF masih

menduduki peringkat yang tinggi, menurut data.WHO pada tahun 2007

dilaporkan bahwa gagal jantung mempengaruhi lebih dari 20 juta pasien

di dunia dan meningkat seiring pertambahan usia dan mengenai pasien

dengan usia lebih dari 65 tahun, dan sekitar 6-10% lebih banyak mengenai
laki-laki dari pada wanita. Pada tahun 2030 WHO memprediksi

peningkatan penderita gagal jantung mencapai 23 juta jiwa di dunia. Gagal

jantung juga menjadi masalah khas utama pada beberapa negara industri

maju dan negara berkembang seperti Indonesia.

Menurut Kompas (2010), sekitar 4,3 juta penduduk Indonesia

mengalami gagal jantung, dan 500.000 kasus baru gagal jantung telah di

diagnosis tiap tahunnya. Harapan hidup penderita gagal jantung lebih buruk

dibandingkan dengan kanker apapun kecuali kanker paru-paru dan kanker

ovarium karena sampai 75% penderita gagal jantung meninggal dalam

kurun waktu 5 tahun sejak diagnosis. Sedangkan menurut profil kesehatan

Indonesia pada tahun 2010 gagal jantung merupakan urutan ke 5

penyebab kematian terbanyak di rumah sakit seluruh Indonesia. Perubahan

gaya hidup, kadar kolesterol yang tinggi, perokok aktif dan kurangnya

kesadaran berolahraga menjadi faktor pemicu munculnya penyakit gagal

jantung. Angka kejadian gagal jantung di sumatera barat sebanyak 41.133

orang yang mengalami penyakit jantung.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik mengangkat

masalah keperawatan tentang asuhan keperawatan pada pasien tumor rectal

dan CHF pada T. B di Ruangan ICU/ICCU RSUD Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi Tahun 2016.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, maka rumusan

masalah dalam penulisan ini adalah Bagaimanakah Asuhan Keperawatan

pada Tn. B dengan tumor rectosigmoid dan CHF di Ruangan ICU/ICCU

RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2016?.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Asuhan Keperawatan pada Tn. B dengan tumor rectosigmoid dan CHF di

Ruangan ICU/ICCU RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

a. Memahami konsep penyakit Tumor rectosigmoid dan CHF

b. Melakukan pengkajian pada Tn. B dengan tumor rectosigmoid dan

CHF

c. Menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn. B dengan tumor

rectosigmoid dan CHF

d. Menyusun intervensi keperawatan pada Tn. B dengan tumor

rectosigmoid dan CHF

e. Melakukan implementasi keperawatan pada Tn. B dengan tumor

rectosigmoid dan CHF

f. Melakukan evaluasi pada pada Tn. B dengan tumor rectosigmoid dan

CHF
D. Manfaat Penulisan

1. Bagi klien

Klien memperoleh tindakan asuhan keperawatan yang baik melalui

pendekatan biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

2. Bagi keluarga klien

Keluarga diharapkan mampu memberikan perawatan yang baik di rumah.

Mampu memberikan dukungan moril dalam pemulihan kesehatan.

3. Bagi institusi pendidikan

Dapat meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit closed fraktur femur

sinistra sehingga pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan

dengan tumor rectosigmoid dan CHF

4. Bagi pelayanan kesehatan atau rumah sakit

Diharapkan dapat membantu upaya peningkatan mutu asuhan

keperawatan yang diberikan, terutama asuhan keperawatan terhadap klien

dengan diagnosis tumor rectosigmoid dan CHF.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Teori Tumor Rectosigmoid

B. Konsep Teori CHF (Congestife Heart Failure)

1. Defenisi

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana

jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi

kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini

mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung

darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau

mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.Jantung hanya mampu

memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang

melemah tidak mampu memompa dengan kuat.Sebagai akibatnya, ginjal

sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan

mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti

tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi

bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis

berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa

darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/

kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik

secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).


Gagal jantung kongestif adalah kumpulan proses patologis yang

kompleks dan mengakibatkan suatu sindrom yang dipicu oleh curah jantun

yang tidak adekuat dan aktifitas neurohormonal yang abnormal (Chang,

2009).

2. Anatomi Fisiologi Kardiovaskuler

a. Ukuran dan bentuk Jantung

Jantung adalah organ berongga berbentuk kerucut tumpul yang

memiliki empat ruang yang terletak antara kedua paru-paru di bagian

tengah rongga toraks. Dua pertiga jantung terletak di sebelah kiri garis

midsternal, basis jantung terletak disebelah luar kanan sternum setinggi

rusuk II dan III sedangkan apeks terletak sekitar dua jari di bawah

papilla mame dan setinggi interkosta V dan VI. Jantung dilindungi

mediastinum. Jantung berukuran kurang lebih sebesar kepalan tangan


pemiliknya, berat jantung 250 300 gram , ukuran dari basis ke apeks

9 cm dengan lebar 9 cm dan tebal 6 cm (Muttaqin, 2009).

b. Selaput Jantung

Perikardium adalah kantong berdinding ganda yang dapat membesar

dan mengecil, membungkus jantung dan pembuluh darah besar.

Kantong ini melekat pada diafragma, sternum dan pleura yang

membungkus paru-paru. Di dalam perikardium terdapat dua lapisan

yakni lapisan fibrosa luar dan lapisan serosa dalam. Rongga

perikardial adalah ruang potensial antara membran viseral dan parietal

(Muttaqin, 2009).

c. Dinding Jantung

Terdiri dari tiga lapisan

1) Epikardium luar tersusun dari lapisan sel-sel mesotelial yang

berada di atas jaringan ikat.

2) Miokardium tengah terdiri dari jaringan otot jantung yang

berkontraksi utnuk memompa darah. Kontraksi miokardium

menekan darah keluar ruang menuju arteri besar.

3) Endokardium dalam tersusun dari lapisan endotellial yang

melapisi pembuluh darah yang memasuki dan meninggalkan

jantung (Muttaqin, 2009).

d. Ruang Jantung
Ada empat ruang, atrium kanan dan kiri atas yang dipisahkan

oleh septum intratrial, ventrikel kanan dan kiri bawah dipisahkan oleh

septum interventrikular. Dinding atrium relatif tipis. Atrium menerima

darah dari vena yang membawa darah kembali ke jantung.

1) Atrium kanan terletak dalam bagian superior kanan jantung, menerima

darah dari seluruh jaringan kecuali paru-paru. Vena cava superior dan

inferior membawa darah yang tidak mengandung oksigen dari tubuh

kembali ke jantung. Sinus koroner membawa kembali darah dari dinding

jantung itu sendiri.

2) Atrium kiri di di bagian superior kiri jantung, berukuran lebih kecil dari

atrium kanan, tetapi dindingnya lebih tebal. Atrium kiri menampung

empat vena pulmonalis yang mengembalikan darah teroksigenasi dari

paru-paru.

3) Ventrikel berdinding tebal. Bagian ini mendorong darah ke luar jantung

menuju arteri yang membawa darah meninggalkan jantung. Ventrikel

kanan terletak di bagian inferior kanan pada apeks jantung. Darah

meninggalkan ventrikel kanan melalui trunkus ulmonary dan mengalir

melewati jarak yang pendek ke paru-paru.

4) Ventrikel kiri terletak di bagian inferior kiri pada apeks jantung. Tebal

dindingnya 3 kali tebal dinding ventrikel kanan darah meninggalkan

ventrikel kiri melalui aorta dan mengalir ke seluruh bagian tubuh kecuali

paru-paru. Trabeculae carneae adalah hubungan otot bundar atau tidak

teratur yang menonjol dari permukaan bagian dalam kedua ventrikel ke

rongga ventrikuler (Muttaqin, 2009).


e. Katup Jantung

1) Katup Trikuspid yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel

kanan.

2) Katup Bikuspid yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.

3) Katup Semilunar aorta dan pulmonary terletak di jalur keluar

ventrikular jantung sampai ke aorta ke trunkus pulmonar.

f. Sirkulasi Jantung

Fungsi utama jantung adalah untuk memompa darah ke seluruh

jaringan tubuh untuk mengangkut nutrisi dan oksigen dan

mengeluarkan karbondioksida dan zat sisa metabolisme serta

mempertahankan perpusi yang adekuat pada organ dan jaringan.

Jantung memiliki dua system sirkulasi:

1) Sirkulasi pulmonar adalah jalur untuk menuju dan meninggalkan

paru-paru. Sisi kanan jantung menerima darah terdeoksigenasi dari

tubuh dan mengalirkannya ke paru-paru untuk dioksigenasi. Darah

yang sudah teroksigenasi kembali ke sisi kiri jantung.

2) Sirkulasi sistemik adalah jalur menuju dan meninggalkan bagian

tubuh.

Sisi kiri jantung menerima darah teroksigenasi dari paru-paru dan

mengalirkannya ke seluruh tubuh. Atrium kiri katup bikuspid


Ventrikel kiri katup semilunar trunkus aorta regia dan organ tubuh

(otot, ginjal, otak) (Muttaqin, 2009).

g. Fisiologi Jantung

Sistem pengaturan jantung.

1) Serabut purkinje adalah serabut otot jantung khusus yang mampu

menghantar impuls dengan kecepatan lima kali lipat kecepatan

hantaran serabut otot jantung.

2) Nodus sinoatrial (nodus S-A) adalah suatu masa jaringan otot

jantung khusus yang terletak di dinding posterior atrium kanan

tepat di bawah pembukaan vena cava superior. Nodus S-A

mengatur frekuensi kontraksi irama, sehingga disebut pemacu

jantung.

3) Nodus atrioventrikular (nodus A-V) berfungsi untuk menunda

impuls seperatusan detik, sampai ejeksi darah atrium selesai

sebelum terjadi kontraksi ventrikular.

4) Berkas A-V berfungsi membawa impuls di sepanjang septum

interventrikular menuju ventrikel(Ujanti, 2010).


Siklus jantung

Siklus jantung mencakup periode dari akhir kontraksi (sistole) dan

relaksasi (diastole) jantung sampai akhir sistole dan diastole berikutnya.

Kontraksi jantung mengakibatkan perubahan tekanan dan volume darah

dalam jantung dan pembuluh utama yang mengatur pembukaan dan

penutupan katup jantung serta aliran darah yang melalui ruang-ruang dan

masuk ke arteri.

Peristiwa mekanik dalam siklus jantung ;

1) selama masa diastole (relaksasi), tekanan dalam atrium dan ventrikel

sama-sama rendah, tetapi tekanan atrium lebih besar dari tekanan

ventrikel.

a) Atrium secara pasif terus menerus menerima darah dari vena

(vena cava superior dan inferior, vena pulmonar).


b) Darah mengalir dari atrium menuju ventrikel melalui katup A-V

yang terbuka.

c) Tekanan ventrikular mulai meningkat saat ventrikel mengembang

untuk menerima darah yang masuk.

d) Katup semilunar aorta dan pulmonar menutup karena tekanan

dalam pembuluh-pembuluh lebih besar daripada tekanan dalam

ventrikel.

e) Sekitar 70% pengisian ventrikular berlangsung sebelum sistole

atrial.

2) Akhir diastole ventrikular, nodus S-A melepas impuls, atrium

berkontraksi dan peningkatan tekanan dalam atrium mendorong

tambahan darah sebanyak 30% ke dalam ventrikel.

3) Sistole ventrikular. Aktivitas listrik menjalar ke ventrikel yang mulai

berkontraksi.Tekanan dalam ventrikel meningkat dengan cepat dan

mendorong katup A-V untuk segera menutup.

4) Ejeksi darah ventrikular ke dalam arteri

a) Tidak semua darah ventrikular dikeluarkan saat kontraksi. Volume

sistolik akhir darah yang tersisa pada akhir sistole adalah sekitar 50

ml.

b) Isi sekuncup (70 ml) adalah perbedaan volume diastole akhir (120

ml) dan volume sistole akhir (50 ml).


5) Diastole ventricular

a) Ventrikel berepolarisasi dan berhenti berkontraksi. Tekanan dalam

ventrikel menurun tiba-tiba sampai di bawah tekanan aorta dan

trunkus pulmonary, sehingga katup semilunar menutup (bunyi

jantung kedua).

b) Adanya peningkatan tekanan aorta singkat akibat penutupan katup

semilunar aorta.

c) Ventrikel kembali menjadi rongga tertutup dalam periode relaksasi

isovolumetrik karena katup masuk dan katup keluar menutup. Jika

tekanan dalam ventrikel menurun tajam dari 100 mmHg samapi

mendekati nol, jauh di bawah tekanan atrium, katup A-V membuka

dan siklus jantung dimulai kembali (Muttaqin, 2009).

h. Bunyi jantung

1) Bunyi jantung secara tradisional digambarkan sebagai lup-dup

dan dapat didengar melalui stetoskop. Lup mengacu pada saat

katup A-V menutup dan dup mengacu pada saat katup

semilunar menutup.

2) Bunyi ketiga atau keempat disebabkan vibrasi yang terjadi pada

dinding jantung saat darah mengalir dengan cepat ke dalam

ventrikel, dan dapat didengar jika bunyi jantung diperkuat

melalui mikrofon.
3) Murmur adalah kelainan bunyi jantung atau bunyi jantung tidak

wajar yang berkaitan dengan turbulensi aliran darah. Bunyi ini

muncul karena defek pada katup seperti penyempitan (stenosis)

yang menghambat aliran darah ke depan, atau katup yang tidak

sesuai yang memungkinkan aliran balik darah (Muttaqin, 2009).

i. Frekuensi jantung

1) Frekuensi jantung normal berkisar antara 60 samapi 100 denyut

per menit, dengan rata-rata denyutan 75 kali per menit. Dengan

kecepatan seperti itu, siklus jantung berlangsung selama 0,8 detik:

sistole 0,5 detik, dan diastole 0,3 detik.

2) Takikardia adalah peningkatan frekuensi jantung sampai melebihi

100 denyut per menit.

3) Bradikardia ditujukan untuk frekuensi jantung yang kurang dari 60

denyut per menit (Muttaqin, 2009).

j. Curah Jantung

Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh

kedua ventrikel per menit.Curah jantung terkadang disebut volume

jantung per menit.Volumenya kurang lebih 5 L per menit pada laki-

laki berukuran rata-rata dan kurang 20 % pada perempuan. Perhitungan

Curah jantung = frekuensi jantung x isi sekuncup.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi curah jantung


1) aktivitas berat memperbesar curah jantung sampai 25 L per menit,

pada atlit yang sedang berlatih mencapai 35 L per menit. Cadangan

jantung adalah kemampuan jantung untuk memperbesar curahnya.

2) Aliran balik vena ke jantung. Jantung mampu menyesuaikan output

dengan input-nya berdasarkan alasan berikut: peningkatan aliran

balik vena akan meningkatkan volume akhir diastolic. peningkatan

volume diastolic akhir, akan mengembangkan serabut miokardial

ventrikel. semakin banyak serabut oto jantung yang mengembang

pada permulaan konstraksi (dalam batasan fisiologis), semakin

banyak isi ventrikel, sehingga daya konstraksi semakin besar. Hal

ini disebut hukum Frank-Starling tentang jantung (Udjanti, 2011).

3. Klasifikasi

a. Kegagalan jantung kiri

Kegagalan ventrikel kiri merupakan frekuensi tersering dari dua contoh

kegagalan jantung dimana hanya satu sisi jantung yang dipengaruhi.

Biasanya disebabkan hipertensi, coronary artery disease dan penyakit

jantung sisi kiri mitral.

b. Kegagalan jantung kanan

Gagal jantung kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri,

gangguan katup trikuspidalis, pulmonal serta hipertensi pulmoner juga

mendukung kegagalan jantung kanan.


4. Etiologi

Penyebab gagal jantung kongestif yaitu: Kelainan otot jantung,

Aterosklerosisi koroner, Hipertensi sistemik atau pulmonal, peradangan

dan penyakit miokardium, Penyakit jantung lain seperti stenosis katup

semilunar, tamponade perikardium perikarditis konstruktif, stenosis

katup AV, Faktor sistemik seperti demam,tirotoksikosis, hipoksia,

anemia (Brunner & Suddarth, 2010).

Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang

menimbukan penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit arteri

koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau

penyakit jantung kongenital) dan keadaan yang membatasi pengisian

ventrikel (stenosis mitral, kardiomiopati, atau penyakit perikardial).

Faktor pencetus termasuk mieningkatnya asupan garam,

ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark

miokard akut (mungkin yang tersembunyi), serangan hipertensi,

aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis,

kehamilan, dan endokarditis infektif(Brunner & Suddarth, 2010).

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif

meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang

menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal.

Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah

kerusakan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah

jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah


jumlah darah yang dipompa pada setiap konteraksi tergantung pada

tiga faktor: yaitu preload, kontraktilitas, afterload.

a. Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding

langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya

regangan serabut otot jantung.

b. Kontraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang

terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan

panjang serabut jantung dan kadar kalsium.

c. Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus

dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekananyang

ditimbulkan oleh tekanan arteriol. Pada gagal jantung, jika salah

satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah jantung

berkurang ((Brunner & Suddarth, 2010).).

5. Patofisiologi

Menurut Price (2006) beban pengisian preload dan beban

tahanan afterload pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan

hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung

yang lebih kuat sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung

yang lebih besar meningkatkan simpatis sehingga kadar katekolamin

dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan

meningkatkan curah jantung.

Pembebanan jantung yang berlebihan dapat meningkatkan

curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan


elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi

perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena ke dalam

ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikan

kembali curah jantung. Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi

cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk

mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi

badan. Bila semua kemampuan makanisme kompensasi jantung

tersebut di atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah

dalam badan belum juga terpenuhi maka terjadilah keadaan

gagal jantung.

Sedangkan menurut Smeltzer (2006), gagal jantung kiri atau

gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan

pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri

menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan

volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini

merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel

kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan

rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi

ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena-vena

pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut maka bendungan akan terjadi

juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan

segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi

yang meninggi (Smeltzer & Bare, 2006).


Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel

kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil).

Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan

merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan

mengalami hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan

bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung

kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri kanan (Smeltzer

& Bare, 2006).

Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau

hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup

ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan

menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume akhir

diastol ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium

kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastol,

dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan.

Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan

hambatan aliran masuknya darah dalam vena kafa superior dan

inferior kedalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya

bendungan pada vena-vena sistemik tersebut (bendungan pada vena

jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus

berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang berat dengan akibat

timbulnya edema tumit dan tungkai bawah dan asites (Smeltzer & Bare,

2006).
6. Manifestasi Klinis

Tanda-tanda gagal jantung kiri:

1) Volume dan tekanan vebtrikel kiri serta atrium kiri meningkat.

2) Volume vena pulmonal meningkat.

3) Edema paru.

4) Curah jantung menurun sehingga perfusi jaringan menurun.

5) Dara ke ginjal menurun.

6) Volume darah keparu menurun (latergi, diaforesis, dispenea,

palpitasi, pernapasan chynes-stokes, batuk hemaptoe, ronki basah,

irama galops, oliguria, pulus altenans) (Udjanti, 2011

Tanda-tanda gagal jantung kanan:

1) Volume vena sistemik meningkat

2) Volume dalam organ sel meningkat

3) Hati membesar

4) Limpa membesar

5) Dependen edema

6) Hormon retensi air dan Na meningkat sehingga reabsorbsi meningkat

7) Volume ekstra sel meningkat

8) Volume darah total meningkat (edema tunkai, CVP meningkat,

pulsasi vena jugularis, JVP meningkat, distensi abdomen, asites, BB

meningkat, Hepatomegali, Splenomegali, insomnia (Udjanti, 2011).


7. Komplikasi

Menurut Smeltzer (2006), komplikasi dari CHF adalah :

a. Edema pulmoner akut

b. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi asidosis metabolik,

katabolisme dan masukan diit berlebih.

c. Perikarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

d. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

renin-angiotensin-aldosteron.

e. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel

darah merah.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis,

iskemia dan kerusakan pola.mengetahui adanya sinus takikardi,

iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit

katub jantung.

b. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan

mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam

pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.

c. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan

gerakan jantung.
d. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan

membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis

katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.

e. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan

fungsi ginjal, terapi diuretic.

f. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF

memperburuk PPOM.

g. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau

hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.

h. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan

jantung,missal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim

CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH) (Udjanti, 2011).

9. Penatalaksanaan

a. Farmakologis

Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload

1) First line drugs; diuretic

Tujuan: mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan

mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolik.Obatnya

adalah: thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic,

metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan

pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretik.


2) Second Line drugs; ACE inhibitor

Tujuan; membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja

jantung. Obatnya adalah:

a) Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak

digunakan untuk kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan

pengembangan ventrikel untuk relaksasi.

b) Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.

c) Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk

disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.

d) Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic,

meningkatkan relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel

(jangan dipakai pada CHF kronik).

e) Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan

respon miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk

mengurangi HR, mencegah iskemi miocard, menurunkan TD,

hipertrofi ventrikel kiri (Muttaqin, 2009).

b. Pendidikan Kesehatan

1) Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang

penyakit dan penanganannya.

2) Informasi difokuskan pada: monitoring BB setiap hari dan intake

natrium.

3) Diet yang sesuai untuk lansia CHF: pemberian makanan tambahan

yang banyak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dll.


4) Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat

ditoleransi dengan bantuan terapis.

5) Tirah baring

Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga

cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah (Muttaqin,

2009).

10. Asuhan Keperawatan

Menurut Doenges (2010), asuhan keperawatan yang penting

dilakukan pada klien CHF meliputi :

a. Primary Survey

1) Airway: penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi

pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan nafas, dan

adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat

dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian

adanya suara nafas tambahan seperti snoring.

2) Breathing: frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu

pernafasan, retraksi dinding dada, dan adanya sesak nafas.

Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji

adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan

kaji adanya trauma pada dada.

3) Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan

cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga

meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.


4) Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi

pupil.

b. Secondary Survey

1) Anamnesa

Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, No

MR dan tempat tinggal.

Keluhan Utama

Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).

Riwayat Penyakit Sekarang

Palpitasi atau berdebar-debar, Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)

atau orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur

harus pakai bantal lebih dari dua buah, tidak nafsu makan, mual, dan

muntah, letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan), insomnia, kaki

bengkak dan berat badan bertambah, jumlah urine menurun dan

Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus,

bedah jantung, dan disritmia.

Riwayat Diet

Intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.

Riwayat Pengobatan

Toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah

cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.


2) Pemeriksaan fisik

a) Pernafasan : Auskultasi pada interval yang sering untuk

menentukan ada atau tidaknya krakles dan mengi, catat

frekuensi dan kedalaman bernafas.

b) Jantung: Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising

jantung S3 dan S4, kemungkinan cara pemompaan sudah

mulai gagal.

c) Tingkat kesadaran: Kaji tingkat kesadaran, adakah

penurunan kesadaran

d) Perifer: Kaji adakah sianosis perifer

e) Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen

dan hepar untuk mengetahui reflek hepatojugular (RHJ)

dan distensi vena jugularis (DVJ).

3) Diagnosa Keperawatan

a) Penurunan curah jantung b/d perubahan volume sekuncup

b) Ganggguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolar

c) Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme

pengaturan

d) Nyeri kronik b/d agen cidera biologis

e) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum

f) Ansietas b/d ancaman kematian


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
1 Penurunan curah jantung b/d NOC : Cardiac Care
perubahan volume sekuncup a. Cardiac Pump effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
b. Circulation Status durasi)
c. Vital Sign Status 2. Catat adanya disritmia jantung
Kriteria Hasil: 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan
a. Tanda Vital dalam rentang normal cardiac putput
(Tekanan darah, Nadi, respirasi) 4. Monitor status kardiovaskuler
b. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak 5. Monitor status pernafasan yang menandakan
ada kelelahan gagal jantung
c. Tidak ada edema paru, perifer, dan 6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
tidak ada asites perfusi
d. Tidak ada penurunan kesadaran 7. Monitor balance cairan
8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
9. Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
10. Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
13. Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya pulsus paradoksus dan pulsus
alterans
8. Monitor jumlah dan irama jantung dan monitor
bunyi jantung
9. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
10. Monitor suara paru, pola pernapasan abnormal
11. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
12. Monitor sianosis perifer
13. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
14. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
2 Gangguan pertukaran gas b/d NOC : NIC :
perubahan membran alveolar a. Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
b. Respiratory Status : ventilation 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
c. Vital Sign Status jaw thrust bila perl
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
a. Mendemonstrasikan peningkatan jalan nafas buatan
ventilasi dan oksigenasi yang 4. Pasang mayo bila perlu
adekuat 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
b. Memelihara kebersihan paru paru 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
dan bebas dari tanda tanda distress 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
pernafasan tambahan
c. Mendemonstrasikan batuk efektif 8. Lakukan suction pada mayo
dan suara nafas yang bersih, tidak 9. Berikan bronkodilator bial perlu
ada sianosis dan dyspneu (mampu 10. Barikan pelembab udara
mengeluarkan sputum, mampu 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
bernafas dengan mudah, tidak ada keseimbangan.
pursed lips) 12. Monitor respirasi dan status O2
d. Tanda tanda vital dalam rentang Respiratory Monitoring
normal 1. Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan
paradoksis
7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

AcidBase Managemen
1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan nafas paten
3. Monitor AGD, tingkat elektrolit
4. Monitor status hemodinamik(CVP, MAP,
PAP)
5. Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi oksigen
8. Monitor status neurologi
9. Tingkatkan oral hygiene

3 Kelebihan volume cairan b/d NOC: NIC:


mekanisme pengaturan a. Fluid balance 1. Timbang BB tiap hari
b. Electrolyte & acid balance 2. Hitung haluran
3. Pertahankan intake ouput
Kriteria hasil: 4. Pasang kateter urine jika diperlukan
a. Tekanan darah dalam rentang 5. Pantau hemodinamik termasuk CVP
normal 6. Pantau hasil laboratorium terkait retensi urin
b. Tekanan arteri rata-rata dalam 7. Pantau tanda-tanda vital
rentang normal 8. Pantau adanya indikasi retensi/overload cairan
c. Tekanan vena sentral dalam rentang 9. Beri dieuretik
normal 10. Pantau serum elektrolit abnormal
d. Nadi perifer teraba
e. Intake dan output cairan dalam 24
jam seimbang
f. Bunyi nafas tambahan tidak ada
g. Berat badan stabil
h. Asietes tidak ada
i. Distensi vena jugolaris tidak ada
j. Edema perifer tidak ada
k. Elektrolit serum dalam rentang
normal
l. Ht dalam rentang normal
m. Berat jenis urine dalam rentang
normal
n. PH urine dalam rentang normal

4 Nyeri kronik b/d agen cidera NOC: NIC:


biologis a. Pain control Manajemen nyeri
b. Comfort level 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
c. Pain level 2. Kaji ketidaknyamanan secar non verbal
3. Pastikan klien mendapatkan perawatan dengan
Kriteria Hasil analgenisk yang sesuai
1. Mengetahui faktor penyebab 4. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
2. Mengetahui serangan pencegahan menyatakan pengalaman nyeri dan penerimaan
3. Menggunakan langkah pencegahan klien terhadap respon nyeri
4. Menggunakan langkah penurunan non 5. Pertimbangkan status budaya terhadap nyeri
analgesik 6. Tentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup
5. Menggunakan analgesik, jika 7. Evaluasi dengan klien dan tenaga kesehatan
diperlukan lainnya dalam menilai efektifitas pengontrolan
6. Melaporkan kesejahteraan fisik nyeri yang pernah dilakukan
7. Melaporkan kepuasan dengan control
gejala Pemberian analgesik
8. Melaporkan kesejahteraan psikologi 1. Tentukan lokasi, karakteristik mutu, dan
intensitas nyeri sebelum mengobat klien
2. Periksa order medis untuk obat, dosis, dan
frekuensi analgetik yang diresepkan
3. Cek riwayat alergi obat
4. Evaluasi kemampuan klien dalam memilih
analgetik, rute, dan dosis, serta keterlibatan
klien, jika diperlukan
5. Tentukan analgetik yang tepat, rute
pemberian, dan dosis optimal
6. Pilih rute IV dibandingkan IM, untuk
injeksi pengobatan nyeri yang sering
dilakukan, jika diperlakukan

Pengontrolan pemberian analgesik


1. Kelaborasikan dengan dokter, klien, dan
keluarga dalam memilih narkotik yang
digunakan
2. Anjurkan pemberian aspirin dan obat anti
inflamasi nonsteroid yang diberikan
bersamaan dengan narkotik, jika diperlukan

5 Intoleransi aktivitas b/d NOC: NIC:


kelemahan umum a. Energy conservation 1. Kaji batasan kekuatan fisik klien
b. Activity tolerance 2. Kaji penyebab kelamahan menurut klien atau
persepsi lain
3. Dorong pengungkapan perasaan adanya
4. Pantau intake makanan atau sumber energi
adekuat
5. Konsultasikan dengan ahli gizi
6. Pantau respon kardiorespiratori tehadap
aktivitas
7. Pantau dan catat pola lama tidur klien
8. Pantau lokasi ketidaknyamanan atau nyeri
selama beraktivitas
9. Anjurkan bedrest

6 Cemas b/d ancaman kematian NOC : NIC :


a. Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
b. Coping 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
c. Impulse control 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
pasien
Kriteria Hasil : 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
a. Klien mampu mengidentifikasi dan dirasakan selama prosedur
mengungkapkan gejala cemas 4. Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres
b. Mengidentifikasi, 5. Temani pasien untuk memberikan keamanan
mengungkapkan dan menunjukkan dan mengurangi takut
tehnik untuk mengontol cemas 6. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
c. Vital sign dalam batas normal tindakan prognosis
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, 7. Dorong keluarga untuk menemani anak
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas 8. Lakukan back / neck rub
menunjukkan berkurangnya 9. Dengarkan dengan penuh perhatian
kecemasan 10. Identifikasi tingkat kecemasan
11. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
12. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
13. Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
14. Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

You might also like