Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui tentang Ablasio Retina baik dari segi materi, cara
pembuatan askep, dan melakukan tindakan keperawatan kepada pasien yang menderita
Ablasio Retina
1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian ablasio retina
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang anatomi fisiologi
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Etiologi
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Patofisiologi
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Manisfestasi Klinis
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Penatalaksanaan
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Dampak Masalah
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Komplikasi
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Prognosis
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang WOC dan Askep Ablasio Retina
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Ablasio berasal dari bahasa Latin ablatio yang berarti pembuangan atau
terlepasnya salah satu bagian badan. Menurut Vera H. Darling dan Margaret R. Thorpe
(1996) menjelaskan bahwa ablasio retina lebih tepat disebut dengan separasi retina.
Disebutkan demikian karena terdapat robekan retina sehingga terjadi pengumpulan
cairan retina antara lapisan basilus (sel batang) dan komus (sel kerucut) dengan sel-sel
epitelium pigmen retina. Keadaan ini dapat terjadi karena lapisan luar retina (sel epitel
pigmen) dan lapisan dalam (pars optika) terletak dalam aposisi tanpa membentuk
perlekatan kecuali di sekitar diskus optikus dan pada tepinya yang bergelombang yang
disebut ora serata.
Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas.
Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya
robekan atau lubang didalam retina , sedangkan menurut Barbara L. Christensen Ablasio
Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang
disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga
antara koroid dan retina kekurangan cairan.
Ablasio retina lebih besar kemunkinanya pada orang yang menderita rabun jauh (miopia)
dan pada orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina.
Merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan
pandangnya secara mendadak seperti selubung hitam. Kalau mengenai makula lutea maka
visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam
sebelumnya dan penderita miopia tinggi.
Penyakit ini harus dioperasi, penderita tidakBOLEH terlalu banyak bergerak dan
goyang supaya bagian retina yang sudah lepas tidak bertambah lepas lagi.
2.3 ETIOLOGI
Sebagian besar ablasio retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-
robekan atau lubang-lubang di retina, dikenal sebagai ablasio retina regmatogen
(Rhegmatogenous Retinal Detachment). Kadang-kadang proses penuaan yang normal pun
dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering
mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum,
bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah bola mata. Korpus vitreum
melekat erat pada beberapa lokasi. Bila korpus vitreum menyusut, ia dapat menarik
sebagian retina ditempatnya melekat, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada
retina. Beberapa jenis penyusutan korpus vitreum merupakan hal yang normal terjadi
pada lanjut usia dan biasanya tidak menimbulkan kerusakan pada retina. Korpus vitreum
dapat pula menyusut pada bola mata yang tumbuh menjadi besar sekali (kadang-kadang
ini merupakan akibat dari rabun jauh), oleh peradangan, atau karena trauma.
Pada sebagian besar kasus retina baru lepas setelah terjadi perubahan besar
struktur korpus vitreum. Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan dari korpus
vitreum dapat masuk ke lubang di retina dan dapat mengalir di antara lapisan sensoris
retina dan epitel pigmen retina. Cairan ini akan mengisi celah potensial antara dua lapisan
tersebut di atas sehingga mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak
akan berfungsi dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta.
Bentuk ablasio retina yang lain yaitu ablasio retina traksi ( Traction Retinal
Detachment ) dan ablasio retina eksudatif (Exudative Retinal Detachment) umumnya
terjadi sekunder dari penyakit lain. Ablasio retina traksi disebabkan adanya jaringan
parut ( fibrosis ) yang melekat pada retina. Kontraksi jaringan parut tersebut dapat
menarik retina sehingga terjadi ablasio retina. Ablasio retina eksudatif dapat terjadi
karena adanya kerusakan epitel pigmen retina (pada keadaan normal berfungsi sebagai
outer barrier), karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah oleh berbagai
sebab atau penimbunan cairan yang terjadi pada proses peradangan.
Penyakit ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit lain seperti tumor,
peradangan hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Ablasio retina
dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma, akibat adanya robekan pada
retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina (rhematogen) atau terjadi
penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non rhegmatogen), atau
tarikan jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksudat terjadi akibat
penyakit koroid, misalnya skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia
gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatif, trauma,
infeksi atau pasca bedah.
2.4 PATOFISIOLOGI
Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen dan retina menyebabkan keduanya bisa
terlepas satu terhadap yang lain, sehingga cairan bisa terkumpul diantaranya. Cairan tersebut
biasanya berasal dari bagian badan kaca yang cair yang dengan bebas melewati lubang di retina
menuju kedalam rongga yang terbentuk karena terlepasnya epitel pigmen dari retina tersebut
(Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 205).
Penyebab ablasio retina pada orang muda yang matanya tampak sehat dan refraksi lensanya
normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi retina untuk melekat dengan lapisan
dibawahnya. Kelemahan yang biasanya tidak terdiagnosis letaknya di pinggiran bawah retina.
Kadang-kadang di tempat yang sama terdapat kista retina kecil. Jika pinggiran retina terlepas dari
perlekatannya maka akan terbentuk suatu lubang seperti yang disebutkan diatas (Robert Youngson,
1985 : 120).
Pada ablasio retina, bagian luar retina yang sebelumnya mendapat nutrisi dari pembuluh
darah koriokapiler tidak lagi mendapat nutrisi yang baik dari koroid. Akibatnya akan terjadi
degenerasi dan atropi sel reseptor retina. Pada saat degenerasi retina terjadi kompensasi sel epitel
pigmen yang melakukan serbukan sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi kompensasi akan terlihat
sel epitel pigmen di depan retina. Selain itu juga akan terjadi penghancuran sel kerucut dan sel
batang retina. Bila degenerasi berlangsung lama, maka sel pigmen akan bermigrasi ke dalam cairan
sub retina dan ke dalam sel reseptor kerucut dan batang.
Bila pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke dalam cairan sub
retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dan koroid maka akan terjadi degenerasi
koroid. Apabila terjadi degenerasi sel reseptor maka keadaan ini akan berlanjut ke dalam jaringan
yang lebih dalam, yang kemudian jaringan ini diganti dengan jaringan glia.
Apabila proses diatas belum terjadi dan ablasio retina ditemukan dini dan kemudian
kedudukan retina dikembalikan ke tempat asalnya, maka akan terjadi pengembalian penglihatan
yang sempurna (Dr Sidarta Illyas, 1984 : 108).
Pada ablasi retina regmatogenosa akan memberikan gejala terdapat gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat seperti tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia)
pada lapanganpenglihatan.Ablasi yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya
Karena dapat mengagkat macula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasi retina bila
dilepasnya mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
terangkat berwarana pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang.
Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen
pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meningkat bila telah
terjadi neovaskularisasi glaucoma pada ablasi yang telah lama.
Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca
yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
Ablatio eksudatif, terjadi karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses
peradangan, gabungan dari penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika cairan tetap
berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel pigmen.
Ablasi retina eksudai, ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudasi dibawah retina dan
mengangkat retina. Pada ablasi tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat.
Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.
Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti melihat pijaran api, penglihatan menurun secara
bertahap sesuai dengan daerah yang terkena, bila makula yang terkena maka daerah sentral yang
terganggu.
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optic
embrionik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata yang matur dapat berpisah.
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreous yang mengalami likuifikasi dapat memasuki
ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio retina regmatogenosa)
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina (misal seperti pada
retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional)).
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruang subretina akibat proses eksudasi,
yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif).
2.6 PENATALAKSANAAN
A. Pada pembedahan terdapat dua teknik bedah utama untuk memperbaiki ablasi retina :
Tujuan operasi adalah untuk mengeluarkan cairan sub retina, menutup lubang atau
robekan dan untuk melekatkan kembali retina. Hal ini dikarenakan jarang terjadi
pertautan kembali secara spontan. Apabila diagnosis ablasio retina telah ditegakkan maka
pasien harus MRS dan dipersiapkan untuk menjalani operasi.
1. Elektrodiatermi
2. Sclera Buckling
Suatu bentuk tehnik dengan jalan sclera dipendekkan, lengkungan terjadi dimana
kekuatan pigmen epithelium lebih menutup retina, mengatasi pelepasan retina dan
menempatkan posisi semula, maka sebuah silikon kecil diletakkan pada sclera dan
diperkuat dengan membalut melingkar. Peralatan tersebut dapat mempertahankan agar
retina tetap berhubungan dengan koroid dan sclera eksudat dari pigmen epithelium lebih
menutup sclera.
3. Photocoagulasi
Suatu sorotan cahaya dengan laser menyebabkan dilatasi pupil. Dilakukan dengan
mengarahkan sinar laser pada epithelium yang mengalami pigmentasi. Epithelium
menyerap sinar tersebut dan merubahnya dalam bentuk panas. Metode ini digunakan
untuk menutup lubang dan sobekan pada bagian posterior bola mata.
4. Cyro Surgery
Suatu pemeriksaan super cooled yang dilakukan pada sclera, menyebabkan kerusakan
minimal seperti suatu jaringan parut, pigmen epithelium melekat pada retina.
5. Cerclage
Operasi yang dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca. Pada keadaan cairan
retina yang cukup banyak dapat dilaksanakan phungsi lewat sclera.
Usaha Pre-operatif :
Sedikitnya 5 7 hari sebelum operasi, penderita sudah harus masuk rumah sakit,
harus tirah baring sempurna (Bedrest total). Kepala dan mata tidak boleh digerakan, mata
harus di tutup segera, segala keperluan pen-derita dibantu. Kedua mata ditetesi midriatik
sikloplegik seperti: Atropin tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk
salep mata karena akan menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat salep).
Persiapan lainnya sama dengan persiapan operasi katarak, operasi ablasio retina
mengguna kan anestesi umum tetapi bila menggunakan anestesi lokal maka 1 jam sebelum
operasi diberikan luminal (100 mg) atau largactil (100 mg) IM, kemudian jam
sesudahnya diberi pethidine (50 mg) dan phenergan (25 mg) IM.
Usaha Post-operatif :
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan adalah posisi kepala, per-
gerakan mata, obat-obat, lamanya mobilisasi dan pemeriksaan lanjutan (follow up).
Posisi kepala dan badan, arah miringnya kepala, tergantung posisi/keadaan sewaktu
operasi yaitu kearah mana punksi cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat
besar, posisi kepala dan badan dipertahankan sedikitnya 12 hari. Pergerakan mata, bila
operasi dilakukan dengan kombinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant
atau scleral buckling, maka kedua mata ditutup selama 48 72 jam sedang badan boleh
bergerak untuk mencegah pergerakan matanya. Bila hanya menggunakan cryo atau
diathermi saja mata ditutup selama 48 jam samapai cairan subretina diabsobsi. Bila
robekan belum semua tertutup, maka kedua mata harus ditutup selama 12 14 hari,
retina menempel kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah operasi, karena
itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai berikut:
- Jangan membaca.
- Mata diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran hendaknya mata
ditutup.
Obatobat:
Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (analgesik) 3 X 500 mg, bila mual
muntah berikan obat anti muntah. Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan obat-obat,
kecuali bila merasa sakit. Penggantian balut dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata
ditetesi dengan Atropin tetes steril 1 %. Bila kelopak mata bengkak, diberikan
Kortikosteroid lokal disertai babat tindih (druk verban) dan kompres dingin.
B. Pada non pembedahan dilakukan pada jenis ablasio retina eksudasi, dimana terapinya
sesuai kausa penyebab ablasio retina.
2.8 KOMPLIKASI
2.9 PROGNOSIS
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Perbaikan anatomis kadang tidak sejalan
dengan perbaikan fungsi. Jika macula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan
kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika macula lepas lebih dari 24
jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat
pulih sepenuhnya.
WOC ABLASIO RETINA
Inflamasi intraokuler
B. Analisis data
Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut dikelompokkan dan
dianalisis. Data tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah data
subyektif, yaitu data yang diungkapkan oleh pasien dan data obyektif, yaitu data yang
didasarkan pada pengamatan penulis. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan
peranannya dalam menunjang suatu masalah, dimana masalah tersebut berfokus kepada
pasien dan respon yang tampak pada pasien.
C. Diagnosis keperawatan
Dari hasil analisis data diatas, dapat dirumuskan menjadi diagnosis keperawatan
sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi ablasio retina.
2. Potensial terjadi infeksi sehubungan adanya luka operasi ablasio retina.
3. Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
4. Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
5. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
6. Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
D. Perencanaan
Tahap perencanaan meliputi prioritas diagnosis keperawatan, tujuan dilakukan
asuhan keperawatan, dan kriteria hasil yang diharapkan dari pasien serta merumuskan
rencana tindakan keperawatan yang akan terjadi.
1. Diagnosis Keperawatan Pertama
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi ablasio retina.
Tujuan
Rasa nyeri pasien hilang atau berkurang sehingga dapat meningkatkan rasa
kenyamanan pasien.
Kriteria Hasil
- Secara verbal pasien mengatakan rasa nyaman terpenuhi.
- Secara verbal pasien mengatakan rasa nyeri hilang atau berkurang.
Rencana Tindakan
- Kolaborasi dengan individu untuk menjelaskan metode apa yang digunakan untuk
menurunkan intensitas nyeri (relaksasi,distraksi)
- Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan analgesik pada penurunan rasa nyeri
yang optimal.
- Pantau tekanan darah setiap 4 jam.
Rasional
- Untuk mengetahui keinginan pasien akan jenis tehnik penurun nyeri yang diinginkan
pasien.
- Tim dokter dapat menentukan menentukan jenis analgesik yang diperlukan pasien.
- Rasa nyeri dapat menaikkan tekanan darah pasien.
2. Diagnosis Keperawatan Kedua
Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan adanya luka operasi
Tujuan
Tidak terjadi infeksi pada luka post operasi ablasio retina.
Kriteria Hasil
- Pasien mampu melaporkan adanya tanda-tanda infeksi, seperti rasa nyeri, bengkak,
panas.
- Tidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi.
Rencana Tindakan
- Pantau adanya tanda-tanda infeksi seperti, kemerahan, bengkak, nyeri, panas.
- Kaji status nutrisi pasien.
- Instruksikan pada pasien pada pasien dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan
aseptik yang sesuai.
- Gunakan tehnik aseptik selama mengganti balutan.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian antibiotik.
- Rawat luka setiap hari.
- Kaji lingkungan pasien yang dapat menimbulkan infeksi.
Rasional
- Infeksi yang lebih dini diketahui akan lebih mudah penanganannya.
- Pemberian asupan kalori dan protein yang sesuai dengan kebutuhan dapat menunjang
proses penyembuhan pasien
- Untuk mencegah kontaminasi.
- Tehnik aseptik dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
- Tim dokter dapat menentukan jenis antibiotik yang sesuai dengan kondisi pasien.
- Rawat luka setiap hari dapat mencegah masuknya kuman.
- Kondisi lingkungan pasien yang jelek dapat menimbulkan infeksi nosokomial.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
tindakan yang kontinu dan melibatkan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam
penanganan pasien, termasuk pasien itu sendiri. Pada tahap ini akan kita ketahui sejauh
mana keberhasilan asuhan keperawatan yang kita laksanakan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada
retina, sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut dan
menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya.
- Proses penuaan
- Diabetes berat
- Penyakit peradangan
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa kesehatan
serta mahasiswa mampu memahami dengan baik dan jelas makalah ini dan dapat
mengimplementasikan dalam dunia kesehatan. Mohon maaf jika makalah ini kurang dari
sempurna, mohon kritik dan saran yang mendukung demi tercapai makalah agar jauh
lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.