You are on page 1of 18

ASUHAN KEPERAWATAN ABLASIO RETINA

ASUHAN KEPERAWATAN ABLASIO RETINA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ablasio Retina terjadi apabila retina terlepas dari tempat perlekatannya. Kejadian ini
serupa dengan walpaper yang terkelupas dari dinding. Hal ini diawali oleh robeknya
retina yang diikuti menyusupnya cairan pada robekan tersebut. Cairan tersebut akan
menyusup terus diantara retina dan dinding bola mata yang berakibat terlepasnya retina.
Retina yang terlepas ini dapat menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen.
Ablasio retina adalah terlepasnya retina dari perlekatan dengan lapisan dibawahnya,
sebagian atau seluruhnya, sehingga mengakibatkan terputusnya proses penglihatan.
Keadaan ini dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan.
Kejadian ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada berbagai
usia. Kejadian ini lebih besar kemungkinannnya pada penderita yang memakai kaca mata
minus (miopia) tinggi. Juga dapat terjadi akibat pukulan yang keras.

1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui tentang Ablasio Retina baik dari segi materi, cara
pembuatan askep, dan melakukan tindakan keperawatan kepada pasien yang menderita
Ablasio Retina

1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian ablasio retina
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang anatomi fisiologi
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Etiologi
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Patofisiologi
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Manisfestasi Klinis
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Penatalaksanaan
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Dampak Masalah
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Komplikasi
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Prognosis
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang WOC dan Askep Ablasio Retina
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
Ablasio berasal dari bahasa Latin ablatio yang berarti pembuangan atau
terlepasnya salah satu bagian badan. Menurut Vera H. Darling dan Margaret R. Thorpe
(1996) menjelaskan bahwa ablasio retina lebih tepat disebut dengan separasi retina.
Disebutkan demikian karena terdapat robekan retina sehingga terjadi pengumpulan
cairan retina antara lapisan basilus (sel batang) dan komus (sel kerucut) dengan sel-sel
epitelium pigmen retina. Keadaan ini dapat terjadi karena lapisan luar retina (sel epitel
pigmen) dan lapisan dalam (pars optika) terletak dalam aposisi tanpa membentuk
perlekatan kecuali di sekitar diskus optikus dan pada tepinya yang bergelombang yang
disebut ora serata.
Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas.
Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya
robekan atau lubang didalam retina , sedangkan menurut Barbara L. Christensen Ablasio
Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang
disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga
antara koroid dan retina kekurangan cairan.
Ablasio retina lebih besar kemunkinanya pada orang yang menderita rabun jauh (miopia)
dan pada orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina.
Merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan
pandangnya secara mendadak seperti selubung hitam. Kalau mengenai makula lutea maka
visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam
sebelumnya dan penderita miopia tinggi.
Penyakit ini harus dioperasi, penderita tidakBOLEH terlalu banyak bergerak dan
goyang supaya bagian retina yang sudah lepas tidak bertambah lepas lagi.

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI


Mata adalah suatu organ komplek yang berkembang sangat fotosensitif yang
memungkinkan analisa dengan tepat bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang
dipantulkan dari obyek (Loise Junquend, MD dan Jose Larneiro, 1997 :195).
Indera penglihatan terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1. Bola mata (bulbus okuli) dengan saraf optik (nervus optikus)
Bola mata, terdiri dari 3 lapisan:
Sklera.
Merupakan lapisan fibrous yang elastis yang merupakan bagian dinding luar bola
mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong
konjungtiva (Syaifuddin, 1997 :147).
Khoroid
Suatu membran berpigmen yang berada dibawah sklera yang membantu perpendaran
cahaya. Tepat dibawah kornea, khoroid berubah menjadi iris (Elizabeth J. Corwin, 2000
:201).
Retina.
Retina mencakup duapertiga bagian dalam dinding belakang bola mata. Retina
merupakan lembaran jaringan neural berlapis banyak yang melekat erat pada satu lapis
sel epitel berpigmen yang kemudian menempel pada membran Brunch. Bagian anterior
retina melekat erat pada epitel pigmen. Di bagian belakang, saraf optik melekatkan retina
ke dinding bola mata. Di lain tempat retina mudah dipisahkan dari epitel pigmen. Pada
orang dewasa, ora serata di bagian temporal bola mata letaknya kurang lebih 6,5 mm
dibelakang garis Schwalbe, sedangkan di bagian nasalnya kurang lebih 5,7 mm di
belakang garis yang sama. Di ora serata tebal retina 0,1 mm, sedangkan di polus posterior
0,23 mm. Yang paling tipis adalah fovea sentral yaitu bagian tengah makula. Retina
normal bersifat bening dan sebagian cahaya di pantulkan di batas vitreoretina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopis direk, permukaan fovea yang cekung menghasilkan bayangan
lampu terbalik dan nyata. Fovea sentral yang terletak kira-kira 3,5 mm di sebelah lateral
papil optik khusus untuk membedakan penglihatan yang halus. Di fovea, semua reseptor
adalah sel kerucut, lapisan nuklear luar tipis, lapisan parenkim lainnya bergeser
sentrifulgar, dan membran limitans dalam tipis. Hampir di seluruh retina akson sel-sel
reseptor melintas langsung ke bagian dalam lapisan pleksiform luar berhubungan dengan
dendrit sel-sel lapisan horisontal dan sel-sel bipolar yang menuju keluar dari lapisan
nuklear dalam, tetapi di makula akson sel-sel reseptor miring arahnya dan dinamakan
lapisan serabut Henle.
Akson sel-sel bipolar berhubungan dengan sel amakrin dan sel ganglion di lapisan
pleksiform dalam yang teranyam dengan rapat. Akson panjang sel-sel ganglion berjalan
melalui lapisan serabut saraf menuju saraf optik.
Retina di pasok darah dari 2 sumber. Lapisan koriokapiler adalah lapisan tunggal yang
terdiri atas kapiler-kapiler dengan rongga-rongga yang tersusun rapat dan melekat erat
pada permukaan luar membran Brunch. Koriokapiler memasok darah pada sepertiga
bagian luar retina, termasuk lapisan-lapisan pleksiform luar dan nuklear luar,
fotoreseptor dan epitel pigmen. Duapertiga bagian dalam retina menerima cabang-cabang
arteri retina sentral. Karena koriokapiler adalah satu-satunya pemasok darah ke fovea
sentral, sedangkan fovea sentral adalah bagian terpenting dari retina, maka apabila retina
di daerah ini terlepas dari dasarnya, maka akan terjadi kerusakan fovea untuk selama-
lamanya (Daniel Vaughan dan Tailor Asbury, 1995 : 191).
2. Alat penunjang (adnexa)
Kelopak mata (palpebra)
Merupakan lipatan jaringan yang mudah digerakkan dan berfungsi melindungi mata.
merupakan kulit tubuh tertipis, longgar dan lentur, sehingga mudah mengalami
pembengkakan hebat dan kemudian bisa normal kembali ke ukuran semula (Daniel
Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 69).
Kelenjar air mata (Aparatus lakrimalis)
Aparatus lakrimalis menghasilkan airmata yang terdiri atas : kelenjar lakrimalis,
duktus lakrimalis atas dan bawah, kantung lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis (John
Gibson, MD, 1995 : 250).
Otot-otot penggerak rongga mata (Muskulus okuli)
Merupakan otot ekstrinsik mata yang terdiri dari 7 buah otot, 6 buah otot diantaranya
melekat dengan os kavum orbitalis, 1 buah mengangkat kelopak mata ke atas. Muskulus
rektus okuli berorigo pada anulus tendineus komunis, yang merupakan sarung fibrosus
yang menyelubungi nervus optikus (Syaifuddin, 1997 : 146).
3. Rongga orbita (cavum orbitae)
Secara skematik rongga orbita digambarkan sebagai piramid dengan 4 dinding yang
puncaknya di belakang. Dinding lateral dan dinding medial orbita membentuk sudut 45
derajat, sehingga terbentuk sudut tegak lurus antara kedua dinding lateral tersebut.
Bentuk orbita seperti buah pear, dengan saraf optik sebagai batangnya (Daniel Vaughan
dan Taylor Asbury, 1995 : 265).

2.3 ETIOLOGI
Sebagian besar ablasio retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-
robekan atau lubang-lubang di retina, dikenal sebagai ablasio retina regmatogen
(Rhegmatogenous Retinal Detachment). Kadang-kadang proses penuaan yang normal pun
dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering
mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum,
bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah bola mata. Korpus vitreum
melekat erat pada beberapa lokasi. Bila korpus vitreum menyusut, ia dapat menarik
sebagian retina ditempatnya melekat, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada
retina. Beberapa jenis penyusutan korpus vitreum merupakan hal yang normal terjadi
pada lanjut usia dan biasanya tidak menimbulkan kerusakan pada retina. Korpus vitreum
dapat pula menyusut pada bola mata yang tumbuh menjadi besar sekali (kadang-kadang
ini merupakan akibat dari rabun jauh), oleh peradangan, atau karena trauma.
Pada sebagian besar kasus retina baru lepas setelah terjadi perubahan besar
struktur korpus vitreum. Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan dari korpus
vitreum dapat masuk ke lubang di retina dan dapat mengalir di antara lapisan sensoris
retina dan epitel pigmen retina. Cairan ini akan mengisi celah potensial antara dua lapisan
tersebut di atas sehingga mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak
akan berfungsi dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta.
Bentuk ablasio retina yang lain yaitu ablasio retina traksi ( Traction Retinal
Detachment ) dan ablasio retina eksudatif (Exudative Retinal Detachment) umumnya
terjadi sekunder dari penyakit lain. Ablasio retina traksi disebabkan adanya jaringan
parut ( fibrosis ) yang melekat pada retina. Kontraksi jaringan parut tersebut dapat
menarik retina sehingga terjadi ablasio retina. Ablasio retina eksudatif dapat terjadi
karena adanya kerusakan epitel pigmen retina (pada keadaan normal berfungsi sebagai
outer barrier), karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah oleh berbagai
sebab atau penimbunan cairan yang terjadi pada proses peradangan.
Penyakit ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit lain seperti tumor,
peradangan hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Ablasio retina
dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma, akibat adanya robekan pada
retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina (rhematogen) atau terjadi
penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non rhegmatogen), atau
tarikan jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksudat terjadi akibat
penyakit koroid, misalnya skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia
gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatif, trauma,
infeksi atau pasca bedah.

2.4 PATOFISIOLOGI

Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen dan retina menyebabkan keduanya bisa
terlepas satu terhadap yang lain, sehingga cairan bisa terkumpul diantaranya. Cairan tersebut
biasanya berasal dari bagian badan kaca yang cair yang dengan bebas melewati lubang di retina
menuju kedalam rongga yang terbentuk karena terlepasnya epitel pigmen dari retina tersebut
(Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 205).

Penyebab ablasio retina pada orang muda yang matanya tampak sehat dan refraksi lensanya
normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi retina untuk melekat dengan lapisan
dibawahnya. Kelemahan yang biasanya tidak terdiagnosis letaknya di pinggiran bawah retina.
Kadang-kadang di tempat yang sama terdapat kista retina kecil. Jika pinggiran retina terlepas dari
perlekatannya maka akan terbentuk suatu lubang seperti yang disebutkan diatas (Robert Youngson,
1985 : 120).

Pada ablasio retina, bagian luar retina yang sebelumnya mendapat nutrisi dari pembuluh
darah koriokapiler tidak lagi mendapat nutrisi yang baik dari koroid. Akibatnya akan terjadi
degenerasi dan atropi sel reseptor retina. Pada saat degenerasi retina terjadi kompensasi sel epitel
pigmen yang melakukan serbukan sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi kompensasi akan terlihat
sel epitel pigmen di depan retina. Selain itu juga akan terjadi penghancuran sel kerucut dan sel
batang retina. Bila degenerasi berlangsung lama, maka sel pigmen akan bermigrasi ke dalam cairan
sub retina dan ke dalam sel reseptor kerucut dan batang.

Bila pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke dalam cairan sub
retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dan koroid maka akan terjadi degenerasi
koroid. Apabila terjadi degenerasi sel reseptor maka keadaan ini akan berlanjut ke dalam jaringan
yang lebih dalam, yang kemudian jaringan ini diganti dengan jaringan glia.

Apabila proses diatas belum terjadi dan ablasio retina ditemukan dini dan kemudian
kedudukan retina dikembalikan ke tempat asalnya, maka akan terjadi pengembalian penglihatan
yang sempurna (Dr Sidarta Illyas, 1984 : 108).

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Dikenal ada tiga bentuk umum ablasi retina yaitu :

1. Ablasi retina regmatogenosa


Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam retina yang
menembus sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul sudah cukup
banyak dapat menyebabkan retina terlepas.

Pada ablasi retina regmatogenosa akan memberikan gejala terdapat gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat seperti tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia)
pada lapanganpenglihatan.Ablasi yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya
Karena dapat mengagkat macula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasi retina bila
dilepasnya mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
terangkat berwarana pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang.
Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen
pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meningkat bila telah
terjadi neovaskularisasi glaucoma pada ablasi yang telah lama.

2. Abrasi retina traksi atau tarikan

Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca
yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.

3. Ablasi retina eksudasi

Ablatio eksudatif, terjadi karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses
peradangan, gabungan dari penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika cairan tetap
berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel pigmen.

Ablasi retina eksudai, ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudasi dibawah retina dan
mengangkat retina. Pada ablasi tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat.
Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.

Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti melihat pijaran api, penglihatan menurun secara
bertahap sesuai dengan daerah yang terkena, bila makula yang terkena maka daerah sentral yang
terganggu.

Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optic
embrionik. Kedua jaringan ini melekat longgar pada mata yang matur dapat berpisah.

1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreous yang mengalami likuifikasi dapat memasuki
ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio retina regmatogenosa)

2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina (misal seperti pada
retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional)).

3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruang subretina akibat proses eksudasi,
yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif).
2.6 PENATALAKSANAAN

A. Pada pembedahan terdapat dua teknik bedah utama untuk memperbaiki ablasi retina :

1. Pendekatan konvensional (eksternal). Pada pendekatan eksternal, robekan ditutup dengan


menekan sclera menggunakan pita plomb silicon yang diletakkan eksternal. Ini
menghilangkan traksi vitreous pada lubang retina dan mendekatkan epitel pigmen retina
pada retina. Mungkin sebelumnya diperlukan drainase akumulasi cairan subretina yang
sangat banyak dengan membuang lubang kecil pada sclera dan koroid menggunakan
jarum (sklerostomi).

2. Pembedahan Vitreoretina (internal). Pada pendekatan internal, vitreous diangkat dengan


pemotong bedah mikro khusus yang dimasukkan ke dalam rongga vitreus melalui pars
plana, tindakan ini menghilangkan traksi vitreous pada robekan retina.

Tujuan operasi adalah untuk mengeluarkan cairan sub retina, menutup lubang atau
robekan dan untuk melekatkan kembali retina. Hal ini dikarenakan jarang terjadi
pertautan kembali secara spontan. Apabila diagnosis ablasio retina telah ditegakkan maka
pasien harus MRS dan dipersiapkan untuk menjalani operasi.

Opersi ablasio retina tersebut antara lain :

1. Elektrodiatermi

Dengan menggunakan jarum elektroda, melalaui sclera untuk memasukkan cairan


subretina dan mengeluarkan suatu bentuk eksudat dari pigmen epithelium yang menempel
pada retina.

2. Sclera Buckling

Suatu bentuk tehnik dengan jalan sclera dipendekkan, lengkungan terjadi dimana
kekuatan pigmen epithelium lebih menutup retina, mengatasi pelepasan retina dan
menempatkan posisi semula, maka sebuah silikon kecil diletakkan pada sclera dan
diperkuat dengan membalut melingkar. Peralatan tersebut dapat mempertahankan agar
retina tetap berhubungan dengan koroid dan sclera eksudat dari pigmen epithelium lebih
menutup sclera.

3. Photocoagulasi

Suatu sorotan cahaya dengan laser menyebabkan dilatasi pupil. Dilakukan dengan
mengarahkan sinar laser pada epithelium yang mengalami pigmentasi. Epithelium
menyerap sinar tersebut dan merubahnya dalam bentuk panas. Metode ini digunakan
untuk menutup lubang dan sobekan pada bagian posterior bola mata.
4. Cyro Surgery

Suatu pemeriksaan super cooled yang dilakukan pada sclera, menyebabkan kerusakan
minimal seperti suatu jaringan parut, pigmen epithelium melekat pada retina.

5. Cerclage

Operasi yang dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca. Pada keadaan cairan
retina yang cukup banyak dapat dilaksanakan phungsi lewat sclera.

Usaha Pre-operatif :

Sedikitnya 5 7 hari sebelum operasi, penderita sudah harus masuk rumah sakit,
harus tirah baring sempurna (Bedrest total). Kepala dan mata tidak boleh digerakan, mata
harus di tutup segera, segala keperluan pen-derita dibantu. Kedua mata ditetesi midriatik
sikloplegik seperti: Atropin tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk
salep mata karena akan menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat salep).
Persiapan lainnya sama dengan persiapan operasi katarak, operasi ablasio retina
mengguna kan anestesi umum tetapi bila menggunakan anestesi lokal maka 1 jam sebelum
operasi diberikan luminal (100 mg) atau largactil (100 mg) IM, kemudian jam
sesudahnya diberi pethidine (50 mg) dan phenergan (25 mg) IM.

Usaha Post-operatif :

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan adalah posisi kepala, per-
gerakan mata, obat-obat, lamanya mobilisasi dan pemeriksaan lanjutan (follow up).
Posisi kepala dan badan, arah miringnya kepala, tergantung posisi/keadaan sewaktu
operasi yaitu kearah mana punksi cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat
besar, posisi kepala dan badan dipertahankan sedikitnya 12 hari. Pergerakan mata, bila
operasi dilakukan dengan kombinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant
atau scleral buckling, maka kedua mata ditutup selama 48 72 jam sedang badan boleh
bergerak untuk mencegah pergerakan matanya. Bila hanya menggunakan cryo atau
diathermi saja mata ditutup selama 48 jam samapai cairan subretina diabsobsi. Bila
robekan belum semua tertutup, maka kedua mata harus ditutup selama 12 14 hari,
retina menempel kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah operasi, karena
itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai berikut:

- Jangan membaca.

- Melihat televisi hanya boleh dari jarak 3 meter.

- Mata diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran hendaknya mata
ditutup.
Obatobat:

Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (analgesik) 3 X 500 mg, bila mual
muntah berikan obat anti muntah. Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan obat-obat,
kecuali bila merasa sakit. Penggantian balut dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata
ditetesi dengan Atropin tetes steril 1 %. Bila kelopak mata bengkak, diberikan
Kortikosteroid lokal disertai babat tindih (druk verban) dan kompres dingin.

B. Pada non pembedahan dilakukan pada jenis ablasio retina eksudasi, dimana terapinya
sesuai kausa penyebab ablasio retina.

2.7 DAMPAK MASALAH


Gangguan penglihatan merupakan masalah utama yang muncul pada pasien
dengan ablasio retina. Adanya gangguan ini secara langsung dapat menimbulkan berbagai
masalah pada pola hidup pasien sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang holistik. Berbagai
masalah yang muncul, antara lain :
a. Bagi Individu
1. Pola aktifitas dan pergerakan tubuh
Pasien ablasio retina post operasi harus banyak beristirahat dan mengurangi
aktifitas yang dapat memperburuk kondisi kesehatannya.

2. Pola kognitif dan sensori


Adanya gangguan sensori persepsi visual dapat menimbulkan keluhan kesukaran
untuk membaca, melihat, dan lain sebagainya pada diri pasien.

3. Pola penanggulangan stress


Emosi dan kondisi psikis pasien ablasio retina akan menjadi labil. Pada pasien akan
muncul rasa cemas dan kekhawatiran akan kehilangan penglihatannya.
4. Pola persepsi diri
Kecemasan dapat timbul pada pasien ablasio retina, juga dapat muncul rasa
khawatir dan takut akibat penurunan tajam penglihatannya.
5. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Dengan keadaannya, maka pada pasien ablasio retina dapat timbul perubahan
tentang penatalaksanaan kesehatannya sehingga dapat menimbulkan masalah dalam
merawat diri sendiri.
6. Pola hubungan inter personal
Dengan kondisi kesehatannya, maka dapat timbul isolasi sosial pada diri pasien.
7. Pola tidur dan istirahat
Dengan kondisi psikis yang labil maka pasien dapat mengalami gangguan pola tidur
dan istirahat.
b. Bagi keluarga
Dengan sakitnya salah satu anggota keluarga, maka akan mempengaruhi kondisi
psikologis seluruh anggota keluarga.
Biaya pengobatan yang mahal, perilaku pasien yang sulit untuk bekerjasama,
kurangnya pengetahuan anggota keluarga yang lain dalam merawat pasien juga
merupakan masalah tersendiri bagi keluarga.

2.8 KOMPLIKASI

Komplikasi pembedahan pada ablasi retina akan menimbulkan perubahan fibrotik


pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR), PVR dapat menyebabkan traksi pada
retina dan ablasi retina lebih lanjut.

2.9 PROGNOSIS

Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Perbaikan anatomis kadang tidak sejalan
dengan perbaikan fungsi. Jika macula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan
kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika macula lepas lebih dari 24
jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat
pulih sepenuhnya.
WOC ABLASIO RETINA

Inflamasi intraokuler

Peningkatan cairan eksudat/serosa

Tarikan retina sel-sel retina berdarah MK:


Cemas

Robekan retina retina terlepas dari epitel


pigmen Penglihatan
berkurang
MK: Potensial terjadi infeksi MK: gangguan persepsi penglihatan
MK: Potensial terjadi
kecelakaan
perubahan degenerasi pada viterus

konsentrasi as hidrorunat berkurang

vitreus menjadi makin cair

vitreus kolaps dan bengkak kedepan

MK: Gangguan rasa nyaman nyeri


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang


mempunyai empat tahapan yang terdiri dari pengkajian, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi (Lismidar,1990).
A. Pengkajian
Merupakan tahap awal dari landasan proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
dari tiga kegiatan yaitu, pengumpulan data, pengelompokan data, dan perumusan
diagnosis keperawatan (Lismidar, 1990).
a. Pengumpulan data
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur untuk mengetahui angka kejadian pada usia keberapa, jenis
kelamin untuk membandingkan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan,
pekerjaan untuk mengetahui apakah penderita sering menggunakan tenaga secara
berlebihan atau tidak.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti
penglihatan kabur, melihat kilatankilatan kecil, adanya tirai hitam yang menutupi area
penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan
timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami
pasien dan miopi tinggi.
5. Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan
sekitar sebelum maupun sesudah sakit. Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa takut,
kegelisahan karena penyakit yang dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan
koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
Masalah yang sering muncul pada pasien dengan post ablasio retina apabila tidak
terdapat komplikasi, adalah sebagai berikut :
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan apakah dalam melaksanakan
talaksana hidup sehat penderita membutuhkan bantuan orang lain atau tidak.
b. Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur sebelum
pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji bagaimana pola tidur
dan istirahat selama masuk rumah sakit.
c. Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan
aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
d. Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan pasien
dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan
pasien lain dirumah sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah ada
perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi kondisinya setelah
palaksanaan operasi.
f. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan pasien. Bagaimana cara berpikir dan jalan pikiran
pasien.
g. Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling sering
muncul pada pasien.
7. Pemeriksaan
a. Status kesehatan umum
Bagaimana keadaan penyakit dan tanda-tanda vitalnya.
b. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu :
Pemeriksaan segmen anterior :
- Adanya pembengkakan pada palpebrae atau tidak, biasanya pada klien post operasi
ablasio retina, palpebraenya akan bengkak.
- Keadaan lensa, bila tidak ada konplikasi lain, maka keadaan lensanya adalah jernih.
- Bagaimana keadaan pupilnya, pupil pada klien ablasio retina yang telah masuk rumah
sakit akan melebar sebagai akibat dari pemberian atropin.
- Kamera Okuli Anteriornya biasanya dalam.
- Bagaimana keadaan konjungtivanya, biasanya pasien post operasi akan mengalami
hiperemi pada konjungtivanya.
Pemeriksaan segmen posterior
- Corpus vitreum ada kelainan atau tidak.
- Ada atau tidak pupil syaraf optiknya.
Pemeriksaan diagnostik
- Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak dan untuk
mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini dengan menggunakan kartu
snelen yang dibuat sedemikian rupa sehingga huruf tertentu yang dibaca dengan pusat
optik mata membentuk sudut 500 untuk jarak tertentu. Pada ablasio retina didapatkan
penurunan tajam penglihatan.
- Fundus kopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan retina, reflek
dan gambaran koroid.

B. Analisis data
Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut dikelompokkan dan
dianalisis. Data tersebut dikelompokkan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah data
subyektif, yaitu data yang diungkapkan oleh pasien dan data obyektif, yaitu data yang
didasarkan pada pengamatan penulis. Data tersebut dikelompokkan berdasarkan
peranannya dalam menunjang suatu masalah, dimana masalah tersebut berfokus kepada
pasien dan respon yang tampak pada pasien.

C. Diagnosis keperawatan
Dari hasil analisis data diatas, dapat dirumuskan menjadi diagnosis keperawatan
sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi ablasio retina.
2. Potensial terjadi infeksi sehubungan adanya luka operasi ablasio retina.
3. Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
4. Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
5. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
6. Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.

D. Perencanaan
Tahap perencanaan meliputi prioritas diagnosis keperawatan, tujuan dilakukan
asuhan keperawatan, dan kriteria hasil yang diharapkan dari pasien serta merumuskan
rencana tindakan keperawatan yang akan terjadi.
1. Diagnosis Keperawatan Pertama
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka post operasi ablasio retina.
Tujuan
Rasa nyeri pasien hilang atau berkurang sehingga dapat meningkatkan rasa
kenyamanan pasien.
Kriteria Hasil
- Secara verbal pasien mengatakan rasa nyaman terpenuhi.
- Secara verbal pasien mengatakan rasa nyeri hilang atau berkurang.
Rencana Tindakan
- Kolaborasi dengan individu untuk menjelaskan metode apa yang digunakan untuk
menurunkan intensitas nyeri (relaksasi,distraksi)
- Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan analgesik pada penurunan rasa nyeri
yang optimal.
- Pantau tekanan darah setiap 4 jam.
Rasional
- Untuk mengetahui keinginan pasien akan jenis tehnik penurun nyeri yang diinginkan
pasien.
- Tim dokter dapat menentukan menentukan jenis analgesik yang diperlukan pasien.
- Rasa nyeri dapat menaikkan tekanan darah pasien.
2. Diagnosis Keperawatan Kedua
Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan adanya luka operasi
Tujuan
Tidak terjadi infeksi pada luka post operasi ablasio retina.
Kriteria Hasil
- Pasien mampu melaporkan adanya tanda-tanda infeksi, seperti rasa nyeri, bengkak,
panas.
- Tidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi.
Rencana Tindakan
- Pantau adanya tanda-tanda infeksi seperti, kemerahan, bengkak, nyeri, panas.
- Kaji status nutrisi pasien.
- Instruksikan pada pasien pada pasien dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan
aseptik yang sesuai.
- Gunakan tehnik aseptik selama mengganti balutan.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian antibiotik.
- Rawat luka setiap hari.
- Kaji lingkungan pasien yang dapat menimbulkan infeksi.
Rasional
- Infeksi yang lebih dini diketahui akan lebih mudah penanganannya.
- Pemberian asupan kalori dan protein yang sesuai dengan kebutuhan dapat menunjang
proses penyembuhan pasien
- Untuk mencegah kontaminasi.
- Tehnik aseptik dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
- Tim dokter dapat menentukan jenis antibiotik yang sesuai dengan kondisi pasien.
- Rawat luka setiap hari dapat mencegah masuknya kuman.
- Kondisi lingkungan pasien yang jelek dapat menimbulkan infeksi nosokomial.

3. Diagnosis Keperawatan Ketiga


Gangguan aktifitas pemenuhan kebutuhan diri sehubungan dengan bed rest total.
Tujuan
Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
Kriteria Hasil
Secara verbal, pasien mengatakan dapat memenuhi kebutuhan diri yang sesuai dengan
kondisinya.
Rencana Tindakan
- Latih pasien untuk dapat melakukan latihan yang sesuai dengan kondisinya.
- Orientasikan lingkungan sekitar kepada pasien.
Rasional
- Dengan latihan yang baik, pasien akan mampu memaksimalkan kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhannya yang sesuai dengan kondisinya.
- Pengenalan pada lingkungan akan membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan
dirinya.
4. Diagnosis Keperawatan Keempat
Adanya kecemasan sehubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
Tujuan
Cemas berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil
- Pasien mampu menggunakan koping yang efektif.
- Pasien tidak tampak murung.
- Pasien dapat tidur dengan tenang.
Rencana Tindakan
- Monitor tingkat kecemasan pasien melalui observasi respon fisiologis.
- Beri informasi yang jelas sesuai dengan tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit yang
dideritanya.
Rasional
- Dengan monitor tingkat kecemasan dapat diketahui berapa besar stressor yang dihadapi
pasien.
- Pemberian informasi dapat mengurangi kecemasan pasien.

5. Diagnosis Keperawatan Kelima


Gangguan citra diri sehubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan
Pasien dapat mencapai kembali citra diri yang optimal.
Kriteria Hasil
- Pasien mampu mengekspresikan tentang perubahan dan perkembangan kearah
penerimaan.
- Pasien mampu menunjukkan rerspon yang adaptif terhadap perubahan citra diri.
Rencana Tindakan
- Sediakan waktu bagi pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
- Tingkatkan hubungan dan dorongan dari orang terdekat.
- Bantu pasien dalam diskusi dan penerimaan perubahan ketajaman penglihatan.
- Dorong kemandirian yang ditoleransi.
Rasional
- Hal ini dapat menumbuhkan perasaan pada pasien bahwa masih ada orang yang
menaruh perhatian pada pasien.
- Orang terdekat mampu mengangkat kepercaayaan diri pasien.
- Dari diskusi yang dilakukan diharapkan pasien dapat mengungkapkan perasaannya dan
dapat mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.
- Untuk menumbuhkan kepercayaan diri pasien.

6. Diagnosis Keperawatan Keenam


Potensial terjadi kecelakaan sehubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
Tujuan
Tidak terjadi kecelakaan atau cedera pada pasien.
Kriteria Hasil
- Tidak terjadi perlukaan pada pasien.
- Pasien dapat mengetahui faktor yang dapat menyebabkan perlukaan.
Rencana Tindakan
- Periksa adanya perlukaan.
- Orientasikan pada pasien lingkungan sekitarnya.
- Hindari ketegangan pada pasien.
Rasional
- Dengan mengkaji perlukaan dapat mencegah terjadinya perlukaan yang lebih parah.
- Diharapakan pasien dapat dapat mengenal lingkungannya sehingga akan mengurangi
resiko terjadinya kecelakaan.
- Ketegangan dapat menyebabkan kecelakaan.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
tindakan yang kontinu dan melibatkan seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam
penanganan pasien, termasuk pasien itu sendiri. Pada tahap ini akan kita ketahui sejauh
mana keberhasilan asuhan keperawatan yang kita laksanakan.

Sedangkan hasil yang kita harapkan adalah :


a. Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang sehingga meningkatkan rasa nyaman
b. Tidak terjadi infeksi.
c. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dirinya sesuai dengan kondisinya.
d. Rasa cemas pasien hilang atau berkurang.
e. Pasien dapat mencapai harga diri yang optimal.
f. Tidak terjadi pencederaan diri.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ablasio Retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan penyokong di


bawahnya. Jaringan saraf yang membentuk bagian peka cahaya pada retina membentuk
suatu selaput tipis yang melekat erat pada jaringan penyokong di bawahnya.

Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada
retina, sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut dan
menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya.

Hal tersebut bisa terjadi akibat:


- Trauma

- Proses penuaan

- Diabetes berat

- Penyakit peradangan

4.2 Kritik Dan Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa kesehatan
serta mahasiswa mampu memahami dengan baik dan jelas makalah ini dan dapat
mengimplementasikan dalam dunia kesehatan. Mohon maaf jika makalah ini kurang dari
sempurna, mohon kritik dan saran yang mendukung demi tercapai makalah agar jauh
lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.

You might also like