You are on page 1of 12

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan

Tonsilitis
Oleh : Novi Tamala

A. Konsep Dasar Tonsilitis


1. Pengertian

Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcus viridons dan Streptococcus pyrogenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer,
2000).

Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A Streptococcus beta hemolitik,
namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004).

Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama
pada anak-anak (Sriyono, 2006).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil
yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok Streptococcus beta hemolitik, Streptococcus viridons dan
Streptococcus pyrogenes namun disebabkan juga oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus. Tonsilitis
biasanya sering dialami anak-anak yang disertai demam dan nyeri pada tenggorokan.

2. Fungsi Tonsil

Fungsi tonsil, antara lain yaitu :


a) Membentuk zan-zat anti yang terbentuk di dalam sel plasma pada waktu terjadi reaksi seluler.
b) Mengadakan limfositosis dan limfositolisis.
c) Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun mikro organisme yang masuk ke dalam
tubuh melalui hidung dan mulut.
d) Memproduksi hormon, khususnya hormon pertumbuhan.

3. Etiologi

Etiologi menurut Mansjoer (2001) etiologi tonslitis adalah :

a. Streptokokus Beta Hemolitikus

Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif yang dapat berkembang biak ditenggorokan
yang sehat dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut.

b. Streptokokus Pyogenesis

Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang
dan menyebabkan infeksi streptokokus group A. Streptokokus Pyogenesis adalah penyebab banyak
penyakit penting pada manusia berkisar dari infeksi khasnya bermula ditenggorakan dan kulit.

c. Streptokokus Viridans

Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus komensal yang baik a-hemolitik,
menghasilkan warna hijau pekat agar darah. Viridans memiliki kemampuan yang unik sintesis dekstran
dari glukosa yang memungkinkan mereka mematuhi agregat fibrin-platelet dikatup jantung yang rusak.
d. Virus Influenza

Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo viridae (virus influenza). Virus ini ditularkan
dengan medium udara melalui bersin pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu demam, sakit
tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam kasus yang buruk influenza juga dapat
menyebabkan terjadinya pneumonia.

4. Klasifikasi

1) Tonsilitis Akut

Tonsilitis Akut disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan
streptococcus pyogene, dapat juga disebabkan oleh virus.

2) Tonsilitis Falikularis

Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti
tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan
sisa-sisa makanan yang tersangkut.

3) Tonsilitis Lakunaris

Bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil.

4) Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat)

Eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut menyerupai membran. Membran
ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan.

5) Tonsilitis Kronik

Tonsilitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok, makanan) pengaruh cuaca,
pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.

5. Patofisiologi

Tonsilitis menurut Nurbaiti (2001) terjadi karena bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui saluran
nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem
limpa ke tonsil. Adanya bakteri virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan
infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat
mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan
pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri menelan, demam tinggi, bau
mulut serta otalgia yaitu nyeri yang menjalar ke telinga.

Tonsilitis akan berdampak terhadap sistem tubuh lainnya dan kebutuhan dasar manusia (Nurbaiti, 2001)
meliputi :

a. Sistem Gastrointestinal

Klien sering merasa mual dan muntah, nyeri pada tenggorokan sulit untuk menelan sehingga klien susah
untuk makan dan sulit untuk tidur.

b. Sistem Pulmoner

Klien sering mengalami sesak nafas karena adanya pembengkakan pada tonsil dan faring, klien sering
batuk.

c. Sistem Imun

Tonsil terlihat bengkak dan kemerahan, daya tahan tubuh klien menurun, klien mudah terserang demam.

d. Sistem Muskuloskeletal

Klien mengalami kelemahan pada otot, otot terasa nyeri keterbatasan gerak, klien susah untuk
melakukan aktivitas sehari-hari.

e. Sistem Endokrin

Adanya pembengkakan kelenjar getah bening, adanya pembesaran kelenjar tiroid.

6. Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer (2001)

a. Sistem Gastointestinal

1) Nyeri pada tenggorokan, adanya virus dan bakteri


2) Nyeri saat menelan, adanya pembengkakan pada tonsil
3) Anoreksia : mual dan muntah
4) Mulut berbau
5) Bibir kering
6) Nafsu makan berkurang

b. Sistem Pernafasan

1) Sesak nafas karena adanya pembesaran pada tonsil


2) Faring hiperimisis : terdapat detritus
3) Pernafasn bising.
4) Edema faring
5) Batuk

c. Sistem Imun

1) Pembengkakan kelenjar limpah leher


2) Pembesaran tonsil
3) Tonsil Hiperemia
4) Demam atau peningkatan seluruh tubuh

d. Sistem Muskuloskeletal

1) Kelemahan pada otot


2) Letargi
3) Nyeri pada otot
4) Malaise

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Brunnes dan Suddart (2001), tujuan dari penatalaksanaan tonsilitis adalah
untuk membunuh kuman atau bakteri yang menyerang tonsil dengan obat antibiotik diantaranya yaitu :

1) Antibiotik baik injeksi maupun otot seperti cefotaxim, penisilin, amoksilin, eritromisin dan lain-lain.
2) Antiperetik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
3) Apabila penyakit tonsil sudah kronis harus dilakukan tindakan operatif (tonsilektomi) karena penyakit
tonsilitis yang sudah kronis akan terjadinya pembesaran pada tonsil sehingga dapat mengakibatkan
sesak nafas karena jalan nafas yang tidak efektif sehingga harus dilakukan tindakan tonsilektomi.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Kompres dengan air hangat
2) Istirahat yang cukup
3) Pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat.
4) Pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien.

8. Komplikasi

Komplikasi menurut Mansjoerm Arief (2001) Komplikasi potensial pada tonsilitis yang memerlukan
pendekatan kolaboratif dalam perawatan adalah :

a. Abses Peritonsilar (quinsy) : Biasanya timbul pada pasien dengan tonsilitis berulang atau kronis yang
tidak mendapat terapi yang adekuat.

b. Abses Parafaringeal : Timbul jika infeksi atau pus (cairan abses) mengalir dari tonsil atau abses
peritonsilar melalui otot konstriktor superior, sehingga formasi abses terbentuk di antara otot ini dan
fascia servikalis profunda. Komplikasi ini berbahaya karena terdapat pada area di mana pembuluh darah
besar berada dan menimbulkan komplikasi serius.

c. Abses Retrofaringeal : Keadaan ini biasanya disertai sesak nafas (dyspnea), ganggaun menelan, dan
benjolan pada dinding posterior tenggorok, dan bisa menjadi sangat berbahaya bila abses menyebar ke
bawah ke arah mediastinum dan paru-paru.

d. Tonsilolith : Tonsilolith adalah kalkulus di tonsil akibat deposisi kalsium, magnesium karbonat, fosfat,
dan debris pada kripta tonsil membentuk benjolan keras. Biasanya menyebabkan ketidaknyamanan, bau
mulut, dan ulserasi (ulkus bernanah).

e. Kista Tonsil : Umumnya muncul sebagai pembengkakan pada tonsil berwarna putih atau kekuningan
sebagai akibat terperangkapnya debris pada kripta tonsil oleh jaringan fibrosa.

f. Komplikasi Sistemik : Kebanyakan komplikasi sistemik terjadi akibat infeksi Streptokokus beta
hemolitikus grup A. Di antaranya: radang ginjal akut (acute glomerulonephritis), demam rematik, dan
bakterial endokarditis yang dapat menimbulkan lesi pada katup jantung.

B. Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan,
proses keperawatan terdiri dari lima tahun yang sequensial dan berhubungan yaitu pengkajian,
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Nursalam, 2001).
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan,
rehabilitas, dan preventif perawatan kesehatan (Doenges, 2000).

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis
dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Pengkajian dalam sistem imun meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan prosedur diagnostik
yang merupakan data yang menunjang keadaan klinis dari pasien.

a. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status perkawinan, agama, pendidikan,
alamat, nomor register, tanggal datang ke rumah sakit.

b. Riwayat kesehatan yang terdiri dari :


1) Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan pasien berobat atau keluhan atau
gejala saat awal dilakukan pengkajian pertama kali yang utama. Keluhan utama klien tonsilitis biasanya
nyeri pada tenggorokan dan pada saat menelan disertai demam.

2) Riwayat kesehatan sekarang adalah faktor yang melatarbelakangi atau mempengaruhi dan mendahuli
keluhan, bagaimana sifat terjadinya gejala (mendadak, perlahan-lahan, terus menerus atau berupa
serangan, hilang dan timbul atau berhubungan dengan waktu), lokalisasi gejalanya dimana dan sifatnya
bagaimana (menjalar, menyebar, berpindah-pindah atau menetap). Bagaimana berat ringannya keluhan
berkurang, lamanya keluhan berlangsung atau mulai kapan serta upaya yang telah dilakukan apa saja.

3) Riwayat kesehatan masa lalu dapat ditanyakan seperti riwayat pemakaian jenis obat, jumlah dosis dan
pemakaiannya, riwayat atau pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit yang pernah
dialami atau riwayat masuk rumah sakit atau riwayat kecelakaan.

4) Riwayat kesehatan keluarga


a) Adakan keluarga yang menderita penyakit tonsilitis.
b) Penyakit kronik yang lain seperti diabetes melitus, batu ginjal, kardiovaskuler, hipertensi, kelainan
bawaan.

5) Status Sosial
Status sosial ekonomi atau mempengaruhi tingkat pendidikan, sedangkan tingkat pendidikan akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan klien dan hal ini akan berpengaruh pada pola hidup dan kebiasaan
sehari-hari yang akan mencerminkan tingkat kesehatan klien.

6) Penampilan Umum

a) Kulit pucat kering.


b) Lemah
c) Tanda-tanda vital : pola pernafasan dan suhu tubuh meningkat.
d) Tingkat kesadaran : composmetis, somnolen, sofor, koma, delirium
e) Konsentrasi : mampu berkonsentrasi atau tidak.
f) Kemampuan bicara : mampu bicara atau tidak.
g) Gaya jalan : seimbang atau tidak
h) Koordinasi anggota gerak : mampu menggerakan anggota tubuh atau tidak.

c. Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan adanya tanda dan gejala yang menyebabkan klien
mencari pertolongan kesehatan seperti : nyeri pada tenggorokan, susah untuk menelan, peningkatan
suhu tubuh, kelemahan hebat, kehilangan perhatian pada lingkungan.
2) Riwayat penyakit tonsilitis akut atau kronik, menjalani tonsilektomi.
3) Pola nutrisi dan metabolik.
Anoreksia, mual, muntah, BB menurun karena intake kurang, nyeri untuk menelan, nafas berbau,
membran mukosa kering.
4) Pola eliminasi
Warna urin kunin pekat, ureum meningkat.
5) Pola aktivitas dan latihan
Kelelahan (fatique), kelemahan.
6) Pola tidur dan istirahat
Gelisah tidur sering terganggu karena nyeri pada tenggorokan.
7) Pola persepsi sensor dan kognitif
Kurangnya pendengaran perhatian berkurang atau menyempit, kemampuan berfikir abstrak menurun,
kehilangan perhatian untuk lingkungan, sakit kepala.
8) Pola persepsi diri dan konsep diri
Penurunan harga diri, perubahan konsep diri dan body image, menurunnya harga diri, menurunnya
tingkat kemandirian dan perawatan diri.
9) Pola peran dan hubungan sesama
Tidak dapat menjalankan sekolah, penurunan kontak sosial dan aktivitas.
10) Pola koping dan toleransi terhadap stress
Ketidak efektifan koping individu dan keluarga, mekanisme pertahanan diri : denial proyeksi,
rasionalisasi, displasmen
11) Pola nilai dan kepercayaan.
Kehilangan kepercayaan kepada pemberi pelayanan kesehatan.

d. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien,
kesadaran (GCS / Gaslow Coma Scale), yang dapat meliputi penilaian secara kualitas seperti
composmentis, apatis, somnolen, sofor, koma, delirium, dan status gizinya.

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi nadi, tekanan darah, pola pernafasan dan suhu tubuh.
Biasanya klien tonsilitis mengalami kesulitan bernafas karena ada pembesaran pada tonsil dan
mengalami peningkatan suhu tubuh

3) Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening.

a) Kulit meliputi warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterik, pucat, eritema), turgor, kelembaban kulit dan
atau ada tidaknya edema.
b) Rambut meliputi dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik.
c) Kelenjar getah bening meliputi dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai
di daerah servikal anterior, inguinal oksiptil, dan retroavrikuler.

4) Pemeriksaan kepala dan leher

a) Kepala meliputi dapat dinilai bentuk dan ukuran kepala, ubun-ubun, wajahnya asimetris atau ada
tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus palpebra, mata merah, alis, bulu mata, konjungtiva,
anemis karena Hb nya menurun, skelera, kornea, pupil, lensa. Pada bagian telinga dapat dinilai pada
daun telinga, lubang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran hidung dan mulut ada
tidaknya stismus.
b) Leher meliputi kuku kuduk, ada tidaknya masa di leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi,
konsistensi, dan ada tidaknya nyeri tekan.

5) Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum bentuk dada, keadaan paru yang
meliputi simetris atau tidaknya, pergerakan nafas, ada tidaknya femitus suara, krepitasi serta dapat dilihat
batas ada saat perkuasi didapatkan (bunyi perkusinya bagaimana apakah hipersenosor atau timpani).
Pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal dengan siklus kordis dan
aktivitas artikel, getaran bsising, bunyi jantung.

6) Pemeriksaan abdomen meliputi bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding
perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limfa, ginjal, kandung kemih, yang
ditentukan ada tidaknya nyeri pada pembesaran pada organ tersebut, kemudian pada daerah anus,
rectum, serta genitalia.

7) Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang gerak keseimbangan dan gaya
berjalan, genggaman tangan, otot kaki dan lainnya.

e. Prosedur Diagnostik

Prosedur Diagnostik menurut Doenges (2000) prosedur diagnostik untuk tonsilitis adalah :

1) Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien
merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam reumatik, glomerulnefritis.

2) Pemeriksaan Penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.

3) Terapi
Menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung
desinfektan.

2. Diagnoas Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan
atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2006).

Diagnosa keperawatan menurut (Doenges, 2000), pada pasien tonsilitis adalah :

a. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan tonsil.


b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan: mual, anoreksia, letargi.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
d. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme penyakit.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi atau imflamasi: rasa sakit pada jaringan
tonsil

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah deskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan oleh pasien dan
atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan/perencanaan keperawatan dipilih untuk
membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan dan tujuan pemulangan (Doenges, 2000).

Perencanaan keperawatan menurut Doenges (2000) pasein tonsilitis adalah:

a. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan tonsil

Tujuan : Dapat hilang atau berkurang


Kriteria hasil : - Mengenal faktor penyebab
- Mengenali serangan nyeri
- Tindakan pertolongan non analgetik
- Mengenali gejala nyeri
- Menunjukan posisi/ekspresi wajah rileks
Intervensi Rasional
- Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensi dan waktu. Menandai non verbal,
misal: gelisah, takikardi, meringis - Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan/resolusi komplikasi
- Dorong pengungkapan perasaan - Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi
persepsi akan intensitas rasa takut
- Berikan aktivitas hiburan, misal: membaca, nonton TV, bermain handphone
- Meningkatkan kembali perhatian kemampuan untuk menanggulangi
- Lakukan tindakan paliatif, misal: pengubahan posisi, masase - Meningkatkan relaksasi/menurun
ketegangannya
- Instruksikan pasien untuk menggunakan visualisasi/ bimbingan imajinasi, relaksasi progresif, teknik
nafas dalam - Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat. Dapat menurunkan narkotik analgesic
(depresan SSN) dimana telah terjadi proses degeneratif neuro /motor. Mungkin tidak berhasil jika muncul
demensia, meskipun minor
- Berikan analgesik/antipiretik. Gunakan ADP (analgesik yang dikontrol pasien) untuk memberikan
analgesik 24 jam dengan dosis prn - Memberikan penutunan nyeri atau tidak nyaman: mengurangi
demam. Obat yang dikontrol pasien atau berdasarkan waktu 24 jam mempertahankan kadar analgesia
darah tetap stabil. Mencegah kekurangan ataupun kelebihan obat-obatan

b. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan: mual, anoreksia, letargi

Tujuan : Tidak terjadinya dehidrasi


Kriteria hasil : - Mempertahankan dehidrasi
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil
Intervensi Rasional
- Catat peningkatan suhu dan durasi demam. Berikan kompres hangat sesuai indikasi. Pertahankan
pakaian tetap kering. Pertahankan kenyamanan suhu lingkungan - Meningkatkan kebutuhan metabo-
lisme dan diaforesis yang berlebihan yang dihubungkan dengan demam dalam meningkatkan kehilangan
cairan tak kasat mata
- Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus - Indikator tidak langsung dan status cairan
- Timbang berat badan sesuai indikasi - Meskipun kehilangan berat badan dapat menunjukkan
penggunaan otot, fluktuasi tiba-tiba menunjukkan status hidrasi. Kehilangan cairan berkenaan dengan
diare dapat dengan cepat menyebabkan krisis dan mengancam hidup.
- Pantau pemasukan oral dan memasukkan cairan sedikitnya 2500 ml/hari - Mempertahankan
keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mukosa
- Berikan cairan/elektrolit melalui selang pemberi makanan/IV - Mungkin diperlukan untuk mendu-
kung/memperbesar volume sirkulasi, terutama jika pemasukan oral tak adekuat, mual/muntah terus
menerus
- Pantau hasil pemeriksaan labora-torium sesuai indikasi, misal: HB/Ht
- Elektrolit serum/urine - Bermanfaat dalam memperkirakan kebutuhan cairan.
- Mewaspadakan kemungkinan adanya gangguan elektrolit dan menentukan kebutuhan elektrolit tersebut
- Berikan obat-obatan sesuai indikasi
- Antimetik, misal: proklo-perazin maleat (Compazine); trimeto-benzamid (Tigan); metoklo-pramid
(Reglan)
- Mengurangi insiden muntah untuk mengurangi kehilangan cairan/elektro-lit lebih lanjut

- Antidiarea, misal: difenik-silat (Lomotil), loperamid Imodium, paregoric atau antipasmodik, misal: mepen-
zolat, bromide (Cantil) - Menurunkan jumlah dan keenceran feses; mungkin mengurangi kejang usus dan
peristalis. Catatan : Antibiotik mungkin digunakan untuk mengobati diare jika disebabkan oleh infeksi
- Antipiretik, misal: asetaminofen (Tylenol) - Membantu mengurangi demam dan respons
hipermetabolisme, menurun-kan kehilangan cairan tak kasan mata

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi


Kriteria hasil : - Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
- Berat badan sesuai tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

Intervensi Rasional
- Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan - Lesi mulut, tenggorokan dan implamasi
pada tonsil dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan
mengurangi keinginan untuk makan
- Timbang berat badan sesuai kebutuhan. Evaluasi berat badan dalam hal adanya berat badan yang
tidak sesuai. Gunakan serangkaian pengukuran berat badan dan antropometri - Indikator kebutuhan
nutrisi/pema-sukan yang adekuat
- Hilangkan rangsangan lingku-ngan yang berbahaya atau kondisi yang membentuk reflek gagal -
Mengurangi stimulus pusat muntah di medulla
- Berikan perawatan mulut terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang
mengandung alkohol - Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi, oral,
pengeringan mukosa. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
Rencanakan diit dengan pasein/ orang terdekat: Jika memung-kinkan, sarankan makanan dari rumah.
Sediakan makanan yang sedikit tapi sering berupa makanan pada nutrisi, tidak bersifat asam dan juga
minuman dengan pilihan yang disukai pasien. Mendorong konsumsi makanan berkalori tinggi, yang dapat
merangsang nafsu makan. Catat waktu, kapan nafsu makan menjadi baik dan pada waktu itu usahakan
untuk menyajikan porsi makan yang lebih - Melibatkan pasien dalam memberikan perasaan kontrol
lingkungan dan mungkin meningkatkan pemasukan. Memenuhi kebutuhan akan makanan non
institusional mungkin juga meningkatkan pemasukan
- Berikan obat yang antiemetik misal: Ranitidin - Mengurangi insiden muntah, meningkatkan fungsi gaster
- Berikan suplemen vitamin - Kekurangan vitamin terjadi akibat penurunan pemasukan makanan dan
ataun kegagalan menguyah dan absorpsi dalam sistem gastrointestinal

d. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme penyakit.

Tujuan : Suhu tubuh kembali normal


Kriteria hasil : - Suhu tubuh dalam rentang normal
- Suhu kulit dalam batas normal
- Nadi dan pernafasan dalam batas normal
Intervensi Rasional
- Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/ diafpresis - Suhu 38,90C, 41,10C
menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pada demam dapat membantu dalam diagnosis; misal kurun
demam lanjut berkahir dari 24 jam.

- Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi - Suhu ruangan/jumlah
selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
- Berikan kompres mandi hangat - Dapat membantu mengurangi demam
- Berikan antipiretik, misal: paracetamol, asetaminofen - Digunakan untuk mengurangi demam dengan
aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi
pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi

e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan

Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang


Kriteria hasil : - Berkurang atau hilang
- Ansietas berkurang
- Menunjukan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis
- Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada
Intervensi Rasional
- Berikan informasi mengenai terapi obat-obatan, interaksi efek samping dan pentingnya ketaatan pada
program - Meningkatkan pemahaman dan meni-ngkatkan kerjasama dalam penyem-buhan/profilaksis
dan mengurangi risiko kambuhnya komplikasi
- Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat/seimbang
- Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum
- Dorong periode istirahat adekuat dengan aktivitas yang terjadwal - Mencegah kepenatan, penghematan
energi dan meningkatkan penyembuhan
- Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan - Membantu mengontrol pemajanan
lingkungan dengan mengurangi jum-lah bakteri patogen yang ada
- Identifikasi tanda-tanda/gejala-gejala yang membutuhkan evaluasi medis, misalnya peningkatan suhu
menetap, takikardia, sinkope, ruam yang tak diketahui asalnya, kepenatan yang tidak dapat dijelaskan,
anoreksia, peningkatan rasa haus dan perubahan pada fungsi kandung kemih. - Pengenalan dini dari
perkembangan/ kambuhnya infeksi akan memung-kinkan intervensi dan mengurangi risiko
perkembangan ke arah situasi membahayakan jiwa
- Tekankan pentingnya imunisasi profilaktik/terapi antibiotik sesuai kebutuhan - Penggunaan pencegahan
terhadap infeksi

f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi atau imflamasi: rasa sakit pada jaringan
tonsil.

Tujuan : Mempertahankan pola nafas efektif


Kriteria hasil : - Tidak mengalami sesak nafas
- Pernafasan dalam batas normal
- Tidak terjadi batuk
Intervensi Rasional
- Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah paru yang mengalami penurunan atau kehilangan ventilasi -
Memperkirakan adanya perkem-bangan komplikasi/infeksi pernafasan yang terjadi pada jaringan tonsil
- Catat kecepatan/kedalaman pernafasan, sianosis, penggu-naan otot aksesori/kerja pernafasan
munculnya dispnea - Takipnea, sianosis, tidak dapat beristirahat dan peningkatan nafas menunjukkan
kesulitan pernafasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan/intervensi medis
- Kaji perubahan tingkat kesadaran - Hipoksemia dapat terjadi akibat adanya perubahan tingkat
kesadaran mulai dari ansietas dan kekacauan mental dan mencegah komplikasi pernafasan

4. Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah diterapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam:
2001).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati)
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Nursalam, 2001).

Adapun evaluasi dari tiap-tiap masalah di atas adalah :


a. Nyeri berkurang atau teratasi
Kriteria hasil : Reflek menelan baik, tidak ada masalah saat makan, tidak mengalami batuk saat menelan,
menelan secara normal, menelan dengan nyaman.

b. Keseimbangan cairan terpenuhi


Kriteria hasil : Mukosa bibir lembab, Turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil

c. Nutrisi tubuh terpenuhi


Kriteria hasil : Nafsu makan klien bertambah, mual dan muntah berkurang, peningkatan berat badan.

d. Suhu tubuh dalam batas normal


Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal 36-370C, keadaan, kulit dalam batas normal tidak
mengalami turgor kulit yang jelek, nadi dan pernapasan dalam batas normal yaitu 80 x/menit dan
pernapasan 18 x/menit.

e. Cemas tidak terjadi, kenyamanan pasien meningkat


Kriteria hasil : Ansietas berkurang, klien bisa mengendalikan tingkat kecemasannya, mengetahui
penyebab mengalami kecemasan.

f. Pola nafas efektif


Kriteria hasil : Tidak mengalami sesak nafas, pernafasan dalam batas normal, tidak terjadi batuk
TONSILITIS

2112009

Tonsil adalah kelenjar getah bening di mulut bagian belakang (di puncak
tenggorokan) yang berfungsi membantu menyaring bakteri dan mikroorganisme
lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi.
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil (amandel) yang dapat menyerang
semua golongan umur.
Pada anak, tonsilitis akut sering menimbulkan komplikasi. Bila tonsilitis akut
sering kambuh walaupun penderita telah mendapatkan pengobatan yang memadai,
maka perlu diingat kemungkinan terjadinya tonsilitis kronik.
Faktor-faktor berikut ini mempengaruhi berulangnya tonsilitis : rangsangan
menahun (misalnya rokok, makanan tertentu), cuaca, pengobatan tonsilitis yang
tidak memadai, dan higiene rongga mulut yang kurang baik.
Tonsilitis kronik dapat tampil dalam bentuk hipertrofi hiperplasia atau bentuk
atrofi. Pada anak, tonsilitas kronik sering disertai pembengkakan kelenjar
submandibularis adenoiditis, rinitis dan otitis media.
Penyebab
Penyebabny adalah infeksi bakteri streptokokus atau infeksi virus (lebih jarang).
Gambaran klinik
Penderita biasanya mengeluh sakit menelan, lesu seluruh tubuh, nyeri sendi,
dan kadang atalgia sebagai nyeri alih dari N. IX.
Suhu tubuh sering mencapai 40C, terutama pada anak.
Tonsil tampak bengkak, merah, dengan detritus berupa folikel atau
membran. Pada anak, membran pad tonsil mungkin juga disebabkan oleh
tonsilitis difteri.
Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan leukositosis.
Pada tonsilitis kronik hipertrofi, tonsil membesar dengan permukaan tidak
rata, kripta lebar berisi detritus. Tonsil melekat ke jaringan sekitarnya. Pada
bentuk atrofi, tonsil kecil seperti terpendam dalam fosa tonsilaris.
Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala dan muntah.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Tonsil
membengkak dan tampak bercak-bercak perdarahan. Ditemukan nanah dan selaput
putih tipis yang menempel di tonsil. Membran ini bisa diangkat dengan mudah
tanpa menyebabkan perdarahan. Dilakukan pembiakan apus tenggorokan di
laboratorium untuk mengetahui bakteri penyebabnya.
Penatalaksanaan
Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik per oral selama 10 hari.
Jika anak mengalami kesulitan menelan bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
Penisilin V 1,5 juta IU 2 x sehari selama 5 hari atau 500 mg 3 x sehari.
Pilihan lain adalah eritromisin 500 mg 3 x sehari atau amoksisilin 500 mg
3 x sehari yang diberikan selama 5 hari. Dosis pada anak : eritromisin 40
mg/kgBB/ hari, amoksisilin 30 50 mg/kgBB/hari.
Tak perlu memulai antibiotik segera, penundaan 1 3 hari tidak meningkatkan
komplikasi atau menunda penyembuhan penyakit.
Antibiotik hanya sedikit memperpendek durasi gejala dan mengurangi risiko
demam rematik.
Bila suhu badan tinggi, penderita harus tirah baring dan dianjurkan untuk
banyak minum. Makanan lunak diberikan selama penderita masih nyeri
menelan.
Analgetik (parasetamol dan ibuprofen adalah yang paling aman) lebih efektif
daripada antibiotik dalam menghilangkan gejala. Nyeri faring bahkan dapat
diterapi dengan spray lidokain.
Pasien tidak lagi menularkan penyakit sesudah pemberian 1 hari antibiotik.
Bila dicurigai adanya tonsilitis difteri, penderita harus segera diberi serum anti
difteri (ADS), tetapi bila ada gejala sumbatan nafas, segera rujuk ke rumah
sakit.
Pada tonsilitis kronik, penting untuk memberikan nasihat agar menjauhi
rangsangan yang dapat menimbulkan serangan tonsilitis akut, misalnya rokok,
minuman/makanan yang merangsang, higiene mulut yang buruk, atau
penggunaan obat kumur yang mengandung desinfektan.
Segera rujuk jika terjadi :
Tonsilitis bakteri rekuren (> 4x/tahun) tak peduli apa pun tipe bakterinya
Komplikasi tonsilitis akut: abses peritonsiler, septikemia yang berasal dari
tonsil.

Obstruksi saluran nafas yang disebabkan oleh tonsil (yang dapat hampir
saling bersentuhan satu sama lain), apneu saat tidur, gangguan oklusi
gigi
Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

You might also like