You are on page 1of 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Persalinan merupakan proses akhir dari masa kehamilan yang telah dilalui

ibu dan keluarga selama tiga periode trimester. Persalinan diartikan dengan

proses membuka dan menipisnya servik, hingga janin turun ke dalam jalan

lahir. Ketika proses persalinan dimulai, peran ibu adalah melahirkan bayinya,

sedangkan peran petugas kesehatan adalah memantau persalinan untuk

mendeteksi dini adanya komplikasi serta bersama keluarga memberikan

bantuan dan dukungan pada ibu bersalin. Keberhasilan dalam proses

persalinan menjadi faktor penting yang menentukan angka kematian ibu

bersalin. (Syaifuddin, 2009).


Kematian maternal umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik

buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu Negara atau daerah.

Menurut WHO kematian maternal adalah kematian seorang wanita hamil atau

dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari

tuanya kehamilan atau tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan.

Sebab-sebab kematian ini dibagi dua golongan, yakni yang langsung

disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas dan

sebab-sebab lain seperti penyakit jantung, kanker dan sebagainya. Angka

kematian maternal ialah jumlah kematian maternal diperhitungkan terhadap

1000 atau 10000 kelahiran hidup, kini dibeberapa Negara bahkan menjadi

100.000 kelahiran hidup. (Sarwono, 2008).

1
Suami siaga merupakan suami yang siap menjaga istrinya yang sedang

hamil, menyediakan tabungan bersalin, serta memberikan kewenangan untuk

menggunakannya apabila terjadi masalah kehamilan. Suami siaga mempunyai

jaringan dengan tetangga potensial yang mampu mengatasi masalah kegawat

daruratan kebidanan. (EnyRetnaAmbarwati. 2009)

Suami siaga juga harus memiliki pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan,

persalinan, nifas, dan mengutamakan keselamatan istri. Sehingga diperlukan

terobosan-terobosan baru dalam upaya meningkatkan partisipasi suami, namun

dengan tetap memperhatikan faktor-faktor spesifik yang Dari strategi sektor

kesehatan dalam penurunan kematian/kesakitan ibu dan perinatal pelayanan

MPS merupakan pelayanan hak asasi manusia. MPS ( Making Pregnancy

Safer ) melalui tiga pesan kuncinya yaitu : (1) persalinan ditolong oleh tenaga

kesehatan terlatih, (2) setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat

pelayanan yang adekuat dan (3) setiap wanita usia subur mempunyai akses

terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan

komplikasi keguguran. (Sarwono, 2008 )

mempengaruhinya, sehingga dapat menimbulkan kesadaran dan kemauaan

dari suami untuk lebih memberdayakan diri dalam berbagi tanggung jawab

dengan istrinya. (Yulifah, Johan Tri. 2009)

Banyak penelitian yang mendukung kehadiran orang kedua saat persalinan

berlangsung. Penelitian oleh Hodnett, 1994 ; Simpkin, 1992 ; Hofmeyr

Nikodem & Wolmann, 1991; Hemminki, Virta & Koponen, 1990 yang dikutip

dari Depkes tahun 2001 menunjukkan bahwa ibu merasakan kehadiran orang

kedua sebagai pendamping dalam persalinan akan memberikan kenyamanan

2
pada saat persalinan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kehadiran

seorang pendamping pada saat persalinan dapat menimbulkan efek positif

terhadap hasil persalinan, dapat menurunkan rasa sakit, persalinan

berlangsung lebih singkat dan menurunkan persalinan dengan operasi

termasuk bedah caesar (Astuti,2006).

Penelitian lain tentang pendamping atau kehadiran orang kedua dalam

proses persalinan, yaitu oleh Dr. Roberto Sosa (2001) yang dikutip dari

Musbikin dalam bukunya yang berjudul Panduan Bagi Ibu Hamil dan

Melahirkan menemukan bahwa para ibu yang didampingi seorang sahabat

atau keluarga dekat (khususnya suami) selama proses persalinan berlangsung,

memiliki resiko lebih kecil mengalami komplikasi yang memerlukan tindakan

medis dari pada mereka yang tanpa pendampingan. Ibu-Ibu dengan

pendamping dalam menjalani persalinan, berlangsung lebih cepat dan lebih

mudah. Dalam penelitian tersebut, ditemukan pula bahwa kehadiran suami

atau kerabat dekat akan membawa ketenangan dan menjauhkan sang ibu dari

stress dan kecemasan yang dapat mempersulit proses kelahiran dan persalinan,

kehadiran suami akan membawa pengaruh positif secara psikologis, dan

berdampak positif pula pada kesiapan ibu secara fisik (Musbikin, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui faktor- faktor

yang berhubungan dengan sikap suami dalam pendamping persalinan di

Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Jawa Barat Tahun 2014 ?

1.3 Pertanyaan penelitian

3
Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan sikap suami dalam

pendamping persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Jawa Barat

Tahun 2014 ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap suami dalam

pendamping persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Jawa Barat

2014.

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Mengetahui distribusi frekuensi sikap sikap suami dalam

pendamping persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor

Jawa Barat 2014.

1.4.2.2 Mengetahui distribusi frekuensi suami berdasarkan pengetahuan, umur,

pendidikan, pekerjaan dengan sikap suami dalam pendamping persalinan

di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Jawa Barat Tahun 2014

1.4.2.2 Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap suami dalam

pendamping persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Jawa

Barat Tahun 2014

1.4.2.3 Mengetahui hubungan antara umur dengan sikap suami dalam

pendamping persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Jawa

Barat Tahun 2014

4
1.4.2.4 Mengetahui hubungan antara pendidikan dengan sikap suami dalam

pendamping persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Jawa

Barat Tahun 2014


1.4.2.5 Mengetahui hubungan antara pekerjaan dengan sikap suami dalam

pendamping persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Jawa

Barat Tahun 2014


1.4 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi puskesmas

Memberikan gambaran bagi puskesmas tentang dukungan suami pada

ibu menjelang proses persalinan sehingga dapat digunakan sebagai alternatif

solusi pemecahan masalah pada proses persalinan.

1.5.2 Bagi Insitusi Pendidikan


Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dokumentasi pada perpustakaan

program studi kebidanan Suka wangi dan dapat dikembangkan lebih luas lagi

dalam penelitian selanjutnya.


1.5.3 Bagi Penulis

1.5.3.1 Peneliti dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan tentang

sikap suami dalam pendamping persalinan.

1.5.3.2 Peneliti dapat menerapkan pengetahuan tersebut di lapangan dan sebagai

bahan acuan belajar.


1.6 Bagi suami/ responden

1.6.1 Dapat meningkatkan pengetahuan suami tentang dukungan yang

diharapkan bagi istri.

1.6.2 Dapat membantu mempersiapkan / merencanakan persalinan dengan

baik.
1.7 Bagi tenaga kesehatan
1.7.1 Mendapat gambaran tentang sikap suami pada ibu menjelang proses

persalinan, sehingga meningkatkan motivasi untuk berperan aktif dalam

5
pemberian informasi dan konseling tentang dukungan suami dalam

merencanakan persalinan.
1.8 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilaksanakan di puskesmas Jasinga Tahun 2014 dengan

populasi seluruh ibu bersalin di puskesmas Jasinga pada bulan maret adalah

sebanyak 30 orang.

Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan

Cross sectional. Penelitian menggunakan data primer. Variabel yang di teliti

terdiri dari variabel independen yang meliputi pengetahuan, umur, pendidikan,

pekerjaan. dan variabel dependen yaitu sikap suami dalam pendamping

persalinan. Penelitian ini dilakukan karena untuk mengetahui seberapa besar

suami mendampingi ibu saat persalinan di puskesmas jasinga kabupaten bogor

jawa barat tahun 2014

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Persalinan
2.1.1 Pengertian persalinan
Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis yang normal

setelah melewati masa kehamilan. Melahirkan adalah pengalaman, fisik,

emosional dan spiritual, dengan dampak jangka panjang pada kesejahteraan

pribadi seorang wanita (Rothman, 2009). Persalinan adalah proses membuka

dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir, sedangkan

kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui

jalan lahir (Saifuddin, 2009). Definisi lainnya menyebutkan persalinan adalah

proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran dari dalam lahir

melalui jalan lahir (Bobak, Lowdwermilk, & Perry, 2004).

6
2.1.2 Proses persalinan

Perubahan yang terjadi pada setiap kala persalinan secara fisik dan psikis

yaitu:

1. Kala I (kala pembukaan)

Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir darah karena serviks mulai

membuka (dilatasi) dan mendatar.

Kala I dimulai dari pembukaan nol sampai pembukaan lengkap (10 cm)

lamanya kala I untuk primigravida berlangsung sekitar 12 jam, sedangkan

pada multigravida sekitar 8 jam berdasarkan kurva friedman diperkirakan

pembukaan untuk primigravida 1 cm/jam dan pembukaan untuk multigravida

2 cm/jam.

Kala pembukaan dibagi dua fase :

a. Fase laten : pembukaan serviks sampai ukuran 3 cm, berlangsung sekitar 7-8

jam.

b. Fase aktif : berlangsung sekitar 6 jam, dibagi atas 3 sub fase :

1. Periode akselerasi berlangsung 2 jam, pembukaan dari 3 cm

sampai dengan pembukaan 4 cm.


2. Periode dilatasi maksimal selama 2 jam, pembukaan berlangsung

sangat cepat dari 4 cm sampai dengan pembukaan 9 cm.


3. Periode deselerasi berlangsung lambat, selama 2 jam pembukaan

dari 9 cm sampai dengan 10 cm atau lengkap.


2. Kala II (kala pengeluaran janin)

Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Pada kali

ini his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali.

Kepala janin telah masuk ke rungan panggul sehingga terjadi tekanan pada

otot dasar panggul yang menimbulkan rasa ingin mengejan karena tekanan

pada rectum., ibu seperti ingin buang air besar dengan tanda anus membuka

7
pada saat his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka perineum

menegang. Dengan kekuatan his dan mengejan lebih, dapat mendorong kepala

bayi sehingga terjadi kepala berada di vulva, maka lahirlah berturut turut,

dimulai dari UUB, dahi, mata, hidung, mulut dan muka keluar seluruhnya,

diikuti oleh putaran paksi luar yaitu penyesuaian kepala dengan panggul ibu.

Setelah terjadinya putaran paksi luar, lahirkanlah bahu depan dan belakan

baru kemudian badan, bokong dan kaki. Lamanya kala II untuk primigravida

+ 120 menit dan multigravida + 60 menit

3. Kala III (kala pengeluaran uri)


Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang

berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir, kontraksi uterus

berhenti sekitar 5-10 menit, uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi

pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya. Beberapa saat

kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Pelepasan plasenta terjadi

karena pelekatan plasenta di dinding uterus bersifat adhesi sehingga pada saat

konteraksi mudah lepas dan berdarah. Lepasnya plasenta sudah dapat

diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda yaitu uterus menjadi globuler

dan terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim, tali

pusat bertambah panjang dan terjadi pengeluaran darah mendadak. Lepasnya

plasenta dari insersinya mungkin dari senteral ditandai dengan pendarahan

baru atau dari tepi /marginal jika tidak disertai pendarahan atau mungkin juga

serempak sentral dan marginal dalam waktu 5-10 menit seluruh plasenta lepas,

terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit

dorongan dari atas symphisis. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit

setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah

kira-kira 100-150cc.

8
2.1.3 Persiapan persalinan

Merupakan tindakan yang dibuat oleh ibu, suami, atau anggota

keluarganya dan bidan. Ada lima komponen penting dalam rencana atau

persiapan persalinan, yaitu :

1. Membuat keputusan klinik/Rencana persalinan.

Idealnya suatu keluarga mempunyai kesempatan untuk membuat suatu

rencana persalinan. Sebaiknya untuk persiapan ini, pasangan suami isteri

mendiskusikannya dengan bidan, dokter, atau ahli kandungan yang menangani

(Ariawan,2008). Hal-hal yang harus digali dan diputuskan dalam membuat

rencana persalinan meliputi :

b. Tempat persalinan.

Pendapat bahwa ibu hamil harus melahirkan di rumah sakit besar yang

berfasilitas lengkap tidak sepenuhnya benar, apalagi selama kehamilan dokter

atau bidan yang memeriksa tidak menemukan masalah atau faktor risiko

tertentu pada ibu dan janin, ada faktor lain yang harus dipertimbangkan

dimana ia akan melahirkan, yaitu jarak dan biaya persalinan.

Beberapa faktor lain yang harus dipertimbangkan saat memilih tempat

bersalin adalah :

a. Jarak tempat tinggal dengan tempat bersalin tidak terlalu jauh. Bila dokter atau

bidan menyatakan calon ibu dan janinnya dalam kondisi yang baik dan sehat,

maka boleh saja bersalin di klinik kecil ( rumah bersalin atau praktek swasta

9
bidan) di dekat rumah . Hal ini agar ibu yang akan segera melahirkan

mendapat penanganan secara cepat.


b. Memilih klinik/rumah bersalin yang memiliki fasilitas rujukan ke rumah sakit

yang lebih besar dan juga memiliki mobil ambulans yang berguna sewaktu-

waktu jika ibu mengalami kondisi darurat dan memerlukan rujukan ke rumah

sakit rujukan.
c. Rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap seperti ICU dan NICU

disarankan bagi ibu yang memiliki risiko tinggi seperti menderita pre aklamsi,

penyakit jantung bawaan, bayi dengan kemungkinan lahir premature, hingga

umur 38 minggu janin sungsang dan lebar panggul ibu tidak imbang serta

letak plasenta yang membahayakan janin.


2. Tenaga penolong persalinan.

Beberapa jenis tenaga yang memiliki kompetensi dalam pertolongan

persalinan adalah :

a. Bidan.

Adalah seorang wanita yang telah menyelesaikan pendidikan bidan yang

telah diakui oleh pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang

berlaku dicatat (register), diberi ijin secara sah untuk menjalankan praktek.

b. Dokter umum.

Adalah dokter yang belum mendalami keahlian pada jenis penyakit

tertentu (KBBI,2003). Dokter umum juga trelibat dalam asuhan

maternitas.Kadang dokter umum memiliki kelebihan karena memahami dan

merawat keluarga pasien, sehingga mengetahui secara lebih luas kebutuhan

atau permasalahan yang mempengaruhi kehamilan. Dokter umum biasanya

memiliki perjanjian dengan sejumlah dokter obsetri untuk keperluan

konsultasi dan rujukan jika pelayanan spesialis ini diperlukan. Beberapa

10
dokter umum mungkin memiliki diploma obsetri dan ginekologi, sehingga

mereka diperbolehkan melakukan tindakan obsetri sederhana, seperti

pemakaian vakum ekstraksi untuk persalinan tanpa komplikasi (Farrer,2003).

c. Dokter obsetri.

Adalah dokter yang sudah mendapatkan pendidikan dengan kualifikasi

khusus dalam bidang spesialisasi kebidanan atau obsetri (Helel &

Farrer,2003).

d. Perawat bidan.

Adalah ahli di bidang siklus masa usia subur normal. Perawat bidan

tidak mengabdi atau merupakan pengkhianat profesi keperawatan atau pun

kedokteran. Namun secara realistis mereka mengakui kebutuhan untuk

mendapat dukungan profesi keperawatan maupun kedokteran sebagai upaya

menumbuhkan pengakuan perawat kebidanan. Perawat bidan tetap menjaga

hubungan baik dengan kedua profesi tersebut, sehingga mereka bisa tetap

memberi bantuan demi kepentingan ibu dan bayi (Varney,2006).

3. Biaya yang dibutuhkan dan cara pengumpulan biaya.

Keluarga sebaiknya dianjurkan untuk menabung sejumlah uang

sehingga dana akan tersedia untuk asuhan selama kehamilan dan jika terjadi

kegawatan, karena banyak sekali kasus dimana ibu tidak mencari asuhan atau

mendapatkan asuhan karena tidak mempunyai dana yang diperlukan untuk

persalinan (Pusdiknakes,2003).

Pengorganisasian ambulans desa disesuaikan dengan kondisi atau

kesepakatan masing-masing daerah dan dapat dilakukan dengan

penginventarisasian kendaraan di desa yang dapat diikutsertakan, membuat

11
jadwal pendayagunaan kendaraan untuk membawa pasien dan mencari

dukungan dana dari dana pengusaha setempat untuk biaya operasional. Semua

kegiatan tersebut dilakukan oleh kepala desa atau Satgas GSI Desa yang telah

dibentuk ( Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI,2004).

a. Pola menabung.

Masalah mendasar lain yang dihadapi ibu hamil dan keluarganya

adalah tidak cukup dana untuk biaya persalinan di tenaga kesehatan dan

mencapai fasilitas kesehatan. Tabungan ibu bersalin bertujuan untuk

membantu ibu bersalin yang tidak mampu untuk membiayai persalinan di

tenaga kesehatan seperti bidan, puskesmas ataupun rumah sakit. Tabungan ibu

bersalin dapat disediakan oleh ibu sendiri atau oleh masyarakat ( Kementrian

Pemberdayaan Perempuan RI,2004).

Mekanisme pengorganisasian dana dapat disesuaikan dengan kondisi

masing-masing daerah, contoh di Lampung dibentuk arisan ibu bersalin

(ARLIN), di Kecamatan Singosari Kabupaten Malang dikembangkan tabulin

dalam bentuk pengadaan dana dengan sistem jimpitan yang dikelola oleh

bendahara desa dan ada LSM yang menyediakan dana bersalin, ada juga yang

dengan cara pinjaman biaya persalinan bagi ibu hamil kurang mampu

(Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI,2004).

4. Sistem transportasi ke tempat persalinan dan jika terjadi kegawatan.

Letak tempat tinggal yang jauh dengan fasilitas kesehatan dan sulit

dijangkau serta ketiadaan biaya untuk mencapai fasilitas kesehatan merupakan

masalah di sebagian besar wilayah di Indonesia, oleh sebab itu penting untuk

pengadaan ambulans desa yang bisa memfasilitasi ibu hamil yang perlu

12
dirujuk atau dibawa ke pelayanan kesehatan seperti bidan, puskesmas ataupun

rumah sakit. Ambulans desa tidak harus dalam bentuk mobil ambulans tetapi

dapat berupa alat transportasi lain yang dapat membawa ibu hamil ke tempat

pelayanan kesehatan seperti becak, mobil roda empat milik warga yang

dipinjamkan, Semua kegiatan tersebut dilakukan oleh kepala desa atau Satgas

GSI Desa yang telah (Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI,2004).

Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas kesehatan

rujukan atau yang memiliki sarana lebih lengkap diharapkan mampu

menyelamatkan para ibu dan bayi baru lahir. Meskipun sebagian besar ibu

menjalani persalinan normal, namun sekitar 10-15% diantaranya akan

mengalami masalah selama persalinan dan kelahiran, sehingga perlu dirujuk

ke fasilitas rujukan. Sangatlah sulit untuk menduga kapan penyulit itu terjadi,

sehingga sangat perlu kesiapan untuk merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan

secara optimal dan tepat waktu jika penyulit terjadi. Setiap tenaga penolong

atau fasilitas pelayanan harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan terdekat

yang mampu untuk melayani kegawatdaruratan obsetri dan bayi baru lahir

(Departemen Kesehatan RI,2004,).

Pada saat kunjungan antenatal, jelaskan bahwa petugas kesehatan,

klien dan suami akan selalu berupaya untuk mendapatkan pertolongan terbaik,

termasuk kemungkinan rujukan setiap ibu hamil, jika terjadi penyulit. Pada

saat terjadi penyulit, seringkali tidak cukup waktu membuat rencana rujukan,

sehingga keterlambatan dalam membuat keputusan dapat membahayakan jiwa

klien. Anjurkan pada ibu untuk membahas rujukan dan membuat rencana

rujukan dengan suami dan keluarganya untuk menjelaskan antisipasi rencana

rujukan (Departemen Kesehatan RI,2004).

13
Kegawatan yang bisa terjadi antara lain perdarahan, penyebab

kematian terbesar di Indonesia adalah perdarahan (42%), sehingga perlu

dipersiapkan calon pendonor darah bagi ibu yang akan melahirkan.

5. Mempersiapkan peralatan persalinan.

Seorang ibu dapat mempersiapkan segala sesuatunya untuk persalinan,

ibu dan keluarganya dapat mengumpulkan barang-barang seperti pembalut

wanita atau kain, sabun dan sprei dan menyimpannya untuk persiapan

persalinan (Pusdiknakes,2003).

Jika tanda-tanda persalinan sudah ada, maka segeralah datang ke

tenaga kesehatan, maka persiapan selama persalinan harus sudah tersedia

dalam tas (Tara, 2004), letakkan tas di tempat yang mudah dijangkau dan

jangan lupa memberitahu suami dimana tas tersebut diletakkan, agar ketika

hendak pergi ke tenaga kesehatan tidak terlupakan. Barang-barang tersebut

antara lain :

1. Barang-barang untuk ibu.

Menurut Tara, barang-barang untuk ibu yang perlu dibawa saat

bersalin antara lain :

a.2-3 daster dengan kancing depan untuk memudahkan menyusui


b. 2-3 kaus oblong longgar
c.Pembalut wanita khusus ibu bersalin
d. Peralatan mandi, sikat gigi, make up
e.2 buah BH dan celana dalam (secukupnya)
f. Gurita atau korset ibu bersalin
g. Beberapa kain panjang
2. Barang-barang untuk bayi.
a.Popok beberapa buah
b. Gurita
c.2 buah baju
d. Selimut
e.Beberapa buah bedong

14
f. Kaus kaki dan tangan
g. Gendongan
h. Sabun bayi

Bila bersalin di rumah sakit jangan lupa untuk membawa KTP,kartu rumah

sakit,surat pengantar dari dokter atau bidan (Jacken,2004).

2.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi persalinan


Power (kekuatan mendorong janin keluar)

Kekuatan terdiri dari kemampuan ibu melakukan kontarksi secara

bersamaan untuk mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus.

Passage (jalan lahir)

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu yakni bagian tulang padat, dasar

panggul, introitus vagina. Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-

lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi tetapi panggul

ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan.

Passenger(janin dan plasenta)


Passanger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat

interaksi beberapa faktor yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak,

sikap dan posisi janin. Karena plasenta juga harus melewati jalan lahir

maka dianggap sebagai bagian dari passanger yang menyertai janin.


Posisi ibu saat melahirkan
Ibu dan posisi selama persalinan dapat memfasilitasi hasil positif termasuk

penurunan nyeri, sirkulasi ibu janin baik, meningkatkan penurunan janin

melalui panggul sehingga memudahkan proses persalinan, dan

menurunkan trauma perinium.

Kondisi psikososial ibu


Kondisi psikososial ibu yang akan melahirkan menjadi aspek penting yang

perlu diperhatikan oleh bidan. Ada beberapa pertimbangan psikososial

yang perlu dikaji antara lain persiapan fisik untuk kelahiran bayi,

15
pengalaman melahirkan sebelumnya, integritas emosional, nilai dan

keyakinan sosiokultural, dan dukungan orang lain yang berpengaruh.


2.1.6 Peran pendamping persalinan
Menurut Hamilton (1995) menyatakan peran pendamping selama

proses persalinan yaitu:


a. Mengatur posisi ibu, dengan membantu ibu tidur miring atau sesuai

dengan keinginan ibu di sela-sela kontraksi dan mendukung posisi ini agar

dapat mengedan secara efektif saat relaksasi.


b. Mengatur nafas ibu, dengan cara membimbing ibu mengatur nafas saat

kontraksi dan beristirahat saat relaksasi.


c. Memberikan asuhan tubuh dengan menghapuskan keringat ibu, memegang

tangan, memberi pijatan, mengelus perut ibu dengan lembut.


d. Memberi informasi kepada ibu tentang kemajuan persalinan.
e. Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
f. Membantu ibu ke kamar mandi
g. Memberikan cairan dan nutrisi sesuai keinginan ibu
h. Memberikan dorongan spiritual dengan ikut berdoa
i. Memberi dorongan semangat mengedan saat kontraksi serta memberikan

pujian atas kemampuan ibu saat mengedan.

Dari wawancara yang di lakukan oleh Robert Foin terhadap sejumlah

ayah setelah kelahiran anaknya yang di kutip(Dagun, 2002) menyampaikan

bahwa sang ayah mendorong istrinya secara:

a. Suami mengukur lamanya kontraksi, bernafas seirama dengan istrinya,

membantu menopang istrinya pada detik-detik kontraksi, memijat-mijat

punggung istrinya , menyuguhkan minuman, menyampaikan pesan kepada

istrinya kepada perawat dan dokter, memberi perhatian yang terus menerus

dan mendorong semangat.


b. Suami dengan sabar dan setia mendampingi istrinya yang tengah

menghadapi situasi kritis, menghibur, memberikan harapan, menguatkan

hati, dan mengatakansabarlah sayang kesulitan ini akan segera berlalu.


2.1.7 Keuntungan pendamping persalinan

16
Ada beberapa keuntungan dari pendamping persalinan yaitu

memperlihatkan efektifnya dukungan fisik seperti memijat-mijat punggung

ibu yang sakit, menghapus keringat ibu, emosional dan psikologi

(memberikan dukungan dan semangat) selama persaliana dan kelahiran.

Memperlihatkan bahwa kehadiran seorang pendamping secara terus-menerus

selama persalinan akan menghasilkan:


a. Berkurangnya kelahiran dengan tindakan (forsep,vakum maupun seksio

sesaria).
b. APGAR skor < 7 lebih sedikit.
c. Lama persalinan menjadi semakin pendek Kepuasan ibu yang semakin

besar dalam pengalaman melahirkan mereka(Yanti, 2010)


2.1.8 Orang yang dapat melakukan pendampingan persalinan
Orang yang dapat melakukan pendamping persalinan antara lain

adalah suami,keluarga (biasanya ibu sendiri),teman,dan seorang wanita yang

pernah melahirkan dan membesarkan anak yang bekerja adalah membantu

wanita lain yang sedang melahirkan dan mengajarkan secara mengasuh bayi.

Dahulu calon ibu yang akan melahirkan secara di temani oleh wanita lain yang

mendukungnya (ibunya,saudarinya,tema dan lain-lain). Wanita bersalin di

dukung oleh pemberi pelayanan formal seperti bidan, serta memberi

perawatan informal, seperti keluarganya . persalinan adalah suatu peristiwa

dimana ibu masih bisa memilih untuk di temani oleh seorang yang sudah

menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari ibu, yaitu ibu kenal dengan baik

dan sepenuhnya mendukung ibu. Pendamping kelahiran akan membantu ibu

untuk rileks dan menikmati kelahiran bayi. Seorang pendukung kelahiran

dapat mempengaruhi peristiwa persalinan itu sendiri dan perasaan seorang ibu

terhadap persalinan. Para wanita yang mendapatkan dukungan selama

persalinan akan lebih sedikit campur tangan medis dan melahirkan bayi yang

lebih kuat. Setelah kelahiran bayinya wanita juga akan merasa lebih baik.

17
2.1.9 Persiapan sebagai seorang pendamping persalinan
Pendamping persalianan perlu menjaga dirinya sendiri mengenakan

pakaian yang nyaman agar tidak kepanasan, merasa pusing dan tidak

merepotkan calon ibu serta bidan jika pingsan. Makan dan minum yang cukup

agar tidak lelah karena lapar. Sama seperti calon ibu, perlu tahu dan mengerti

apa yang sedang terjadi selama persalianan juga mengalami pengalaman

emosional seperti pasangannya. Pendamping mempersiapkan persalinan yang

bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan, akan merencanakan

dengan baik di samping persiuapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila

tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat.


2.1.10 Situasi atau kondisi dimana suami tidak bisa mendampingi selama

proses persalinan
Ada beberapa suami yang tidak dapat menemani istrinya selama proses

persalinan karena suatu alasan tertentu, tetapi kebanyakan dari mereka merasa

senang bisa berpartisipasi di dalamnya. Penelitian menunjukan bahwa

kebanyakan pria tidak dapat secara aktif ikut ambil bagian dalam membantu

persalinan, mereka hanya melihat dan menyaksikan proses Persalinan istrinya.

Alasan lain suami tidak dapat melakukan pendampingan persalinan adalah.

Tidak semua orang mengetahui tentang prose persaalinan, apalgi peristiwa

tersebut baru pertama kali dia lihat.Ada sebagian istri yang tidak

menginginkan kehadiran suaminya di sana. Mungkin ia takut dan tertekan

oleh nyeri yang di derita istrinya, Mungkin ia tidak senang melihat istri

bertingkah laku seperti biasanya. Bagi beberapa suami, melihat tubuh

pasangannya dilihat oleh dokter pria adalah hal yang sangat tidak

menyenangkan. Menyaksikan pasangannya kesakitan dan organ seks wanita

rusak selama melahirkan bisa menimbulkan perasaan bersalah dan berdampak

jangka panjang pada kehidupan seks mereka. Perasaan bersalah karena mereka

18
menggap dirinya sebagai penyebab dari penderitaan istrinya sering muncul di

benak calon ayah, dan bagi pria pengalaman hadir selama persalinan adalah

sesuatu yang tidak ingin mereka inginkan kembali. Akan sulit untuk menjadi

pendukung yang total bagi orang lain, jika ia sendiri sedang kacau (Nolan,

2010). Dan jika seorang pria tidak setuju untuk hadir selama persalinan

padahal sebenarnya dia tidak ingin hadir, hal ini jelas sangat tidak membantu.

Keputusan akan kehadirannya harus merupakan suatu keputusan bersama. Dan

mungkin seorang pasangan memutuskan ayah tidak akan hadir, dia bantu

dalam bidang lain (misalnya mengurus anak yang lebih besar) (Nolan, 2010).
Menurut Lutfiatus Sholihah,2004 suami yang tidak dapat melakukan

pendampingan persalinan adalah.


a. Suami tidak siap mental umumnya suami tidak tega, lekas panik,saat

melihat istrinya kesakitan atau tidak tahan bila melihat darah yang keluar

saat persalin. Tipe suami ini bukanlah orang yang tepat menjadi

pendamping di ruang bersalin.


b. Tidak di ijinkan pihak rumah sakit.
Beberapa rumah sakit tidak mengijinkan kehadiran pendamping selain

petugas medis bagi ibu yang menjalani proses persalinan, baik normal

maupun cesar. Beberapa alasan yang di ajukan adalah kehadiran

pendamping dapat mengganggu konsentrasi petugas medis yang tengah

membantu proses persalinan, tempat yang tidak luas dan kestrilan ruang

operasi menjadi berkurang dengan hadirnya orang luar.


c. Suami sedang dinas
Apabila suami sedang sedang dinas ketempat yang jauh sehingga

tidak memungkinkan pulang untuk menemani istri bersalin tentu istri

harus memahami kondisi ini. Walaupun tidak ada suami masih ada

anggota keluarga yang lain seperti ibu yang dapat menemani. Momen

19
persalinan pun dapat di filmkan dalam kamera video, sehingga saat

kembali dari dinas suami dapat melihat kelahiran buah hatinya.

Tugas peran pendamping selama proses persalinan menurut Hamilton

(2012) yaitu :

a.Mengatur posisi ibu, dengan membantu ibu tidur miring atau sesuai dengan

keinginan ibu disela-sela kontraksi dan mendukung posisi ini agar dapat

mengedan secara efektif saat relaksasi.

b.Mengatur nafas ibu, dengan cara membimbing ibu mengatur nafas saat

kontraksi dan beristirahat saat relaksasi.

c.Memberikan asuhan tubuh, dengan menghapus keringat ibu, memegang

tangan, memberikan pijatan, mengelus perut ibu dengan lembut.

d. Memberi informasi kepada ibu tentang kemajuan persalinan.

e.Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.

f. Membantu ibu ke kamar mandi.

g. Memberi cairan dan nutrisi sesuai keinginan ibu.

h. Memberikan dorongan spiritual dengan ikut berdoa.

i. Memberi dorongan semangat mengedan saat kontraksi serta memberikan

pujian atas kemampuan ibu saat mengedan.

Menurut Ruth (2002) suami sebagai pendamping persalinan dapat

melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Memberi dorongan semangat yang akan dibutuhkan jika persalinan lebih

lama dari yang diperkirakan. Suami sebaiknya diberitahu terlebih dahulu

20
bahwa jika istri berteriak padanya hanya karena sang istri tidak mungkin

berteriak pada dokter.

2. Memijat bagian tubuh, agar anda tidak terlalu tegang atau untuk

mengalihkan perhatian istri dari kontraksi. Pukulan perlahan pada perut

yang disebut effleurage, dengan menggunakan ujung jari merupakan

pijatan yang disarankan.

3. Memastikan istri merasa nyaman dengan menyediakan bantal, air, permen

atau potongan es untuk istri atau memanggil perawat atau dokter jika istri

membutuhkan bantuan.

4. Memegang istri saat mengedan agar istri memiliki pegangan saat

mendorong dan memimpin istri agar mengedan dengan cara yang paling

efektif.

Beberapa faktor penghambat peran pendamping, diantaranya suami

tidak bersedia mendampingi saat proses persalinan, ibu sebaiknya jangan

berkecil hati, mungkin suami tidak tega melihat istrinya kesakitan, jadi jangan

paksa suami karena hal ini berakibat fatal. Kehadiran suami tanpa tekanan dari

luar pada proses persalinan akan sangat penting dalam membantu istri

terutama jika suami mengetahui banyak tentang proses melahirkan. Suami

sering mengeluh betapa tertekannya mereka karena sama sekali tidak

mengetahui apa yang harus dikerjakan untuk menolong istrinya.

( Sholilah,2004).

Situasi atau kondisi dimana suami tidak bisa mendampingi selama

proses persalinan, diantaranya karena suami tidak siap mental, biasanya

karena suami tidak tega, lekas panik, saat melihat istrinya kesakitan atau tidak

21
tahan bila harus melihat darah yang keluar saat persalinan. Tipe suami seperti

ini bukanlah orang yang tepat menjadi pendamping di ruang bersalin.

2.1.11 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendamping persalinan menurut

Hamilton tahun 1995.


a. Sosial
Manusia adalah mahluk sosial, dimana dalam kehidupan saling

berinteraksi antara satu dengan yang lain,individu yang dapat berinteraksi

kontiyu akan lebih besar terpapar informasi,sementara faktor hubungan

sosial juga mempengaruhi hubungan individu sebagai komunikassi untuk

menerima pesan menurut komunikasi media. Dengan demikian hubungan

sosial dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu

hal.
b. Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder,keluarga,

dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi di bandingkan dengan

keluarga status ekonomi lemah. Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan

akan informasi yang termasuk kebutuhan sekunder. Jadi dapat di

simpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang

tentang berbagai hal.

c. Budaya
Di berbagai wilayah di indonesia terutama di dalam masyarakat

yang masih tradisional menganggap istri adalah konco wingking,yang

artinya kaum wanita tidak sederajat dengan kaum pria,dan wanita

hanyalah bertugas untuk melayani kebutuhan dan keinginan suami saja.

Anggapan seperti ini mempengaruhi perlakuan suami terhadap kesehatan

reproduksi istri, misalnya kualitas dan kuantitas makanan yang lebih baik

di banding istri maupun anak karena menganggap suamilah yang mencari

nafkah dan sebagai kepala rumah tangga di lingkungan

22
Adanya kesadaran, sikap, peraktik pelastiran lingkungan intern

keluarga, lingkungan ekstern keluarga, pola hidup keluarga menuju keluarga

kecil bahagia sejahtera.

d. Pengetahuan

Bila seorang suami mempunyai pengetahuan baik maka akan dapat

mengetahui suatu keadaan dimana kehadiran sangat di perlukan dalam

pendamping proses persalinan.

e. Sikap

Bila seorang suami mempunyai sikap yang positif maka akan dapat

melakukan pendamping persalinan dengan baik.

f. Umur

Umur merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan.

Semakin tinggi umur seseorang maka semakin bertambah pula ilmu atau

pengetahuan seseorang.

g. Pendidikan

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan

suami sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah pengetahuan suami

maka akses terhadap informasi kesehatan istrinya akan berkurang sehingga

suami akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif.

23
2.1.12 Dukungan Suami

Dukungan keluarga atau suami adalah dukungan yang terdiri atas

informasi atau nasihat verbal dan non verbal bantuan nyata atau tindakan yang

diberikan oleh keakraban sosial dan didapat karena kehadiran mereka dan

mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima

(Nursalam & Kurniawati 2007)

Dukungan merupakan faktor penting yang dibutuhkan seseorang ketika

menghadapi masalah (kesehatan).Salah satu kelebihan masyarakat di

Indonesia adalah kekerabatannya yang kuat, dapat dilihat dari ketika ada

anggota keluarga yang sakit, semua keluarga dan tetangga memberikan

dukungan dengan menunggu/tidur di rumah sakit secara bergantian (Ratna

2010).

Macam-macam bentuk dukungan yaitu;

1. Dukungan emosional (emotional support)

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk pemulihan

serta membantu penguasaan terhadap emosi, meliputi ungkapan empati,

kepedulian dan perhatian terhadap angota keluarga yang menderita kusta

(misalnya; umpan balik, penegasan) (Utami dan Hasanat,2003).

2. Dukungan materi (tangibile assistance)

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan yang praktis

dan kongkrit, mencakup bantuan langsung seperti dalam bentuk uang,

peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun menolong dalam

pekerjaan waktu mengalami stress. (Utami dan Hasanat, 2003)

3. Dukungan informasi (information support)

24
Keluarga berfungsi sebagai Koletor dan Deseminator

(penyebar)informasi dunia, mencakup memberi nasehat, petunjuk-

petunjuk saran atau umpan balik.Bentuk dukungan keluarga yang

diberikan keluarga adalah dorongan semangat, pemberian nasehat atau

mengawasi pola makan sehari-hari dan pengobatan. Dukungan keluarga

juga merupakan perasaan individu yang mendapat perhatian, disenangi,

dan termasuk bagian dari masyarakat.(Utami dan Hasanat, 2003).

4. Dukungan sosial yang biasanya didapat dari orang-orang terdekat, antara

lain; orang tua bagi anak, istri atau suami, teman dekat, ataupun saudara.

5. Dukungan penilaian yaitu dukungan berupa saran dari teman, keluarga

terhadap keputusan yang diambil sudah tepat atau belum.

6. Dukungan penghargaan yaitu dukungan yang mengacu pada rasa

memiliki, hal ini biasanya melibatkan sebuah sistem kewajiban bersama

timbal balik informasi, dukungan sosial emosional dan instrumental.

Dalam hal ini keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan dan

menengahi pemecahan masalah diantaranya support, penghargaan, dan

perhatian.

Adapun sumber-sumber dukungan tersebut di atas antara lain adalah

sebagai berikut ( Ratna 2010):

a. Suami atau isteri, secara fungsional otomatis adalah orang yang paling

dekat dan paling berkewajiban memberikan dukungan ketika salah satunya

mengalami kesulitan.

b. Keluarga dan lingkungan, termasuk tenaga kesehatan / perawatan ketika

dia sedang mendapat perawataan baik di rumah sakit maupun komunitas.

25
c. Teman sebaya atau sekelompok adalah tempat anggota kelompok

berinteraksi secara inten setiap saat, solidaritas diantara mereka juga

tumbuh dengan kuat.

Pengaruh dukungan sosial dengan kesehatan antara lain (Ratna 2010):

1. Jaringan sosial terkecil adalah keluarga, sehingga dukungan dari keluarga

adalah hal yang penting, bahkan dapat membantu mempercepat proses

penyembuhan, tetapi sebaliknya klien dengan keadaan keluarga yang

kurang mendukung akan mempersulit proses penyembuhan.

2. Pada dasarnya secara alami manusia mempunyai kemampuan beradaptasi

dan mengelola maupun menyelesaikan masalahnya.

3. Dukungan yang diberikan tidak membuat seseorang menjadi tergantung

terhadap bantuan, tetapi harusnya menjadikan seseorang menjadi lebih

cepat mandiri karena yakin akan kemampuannya dan mengerti akan

keberadaannya.

4. Teman asosiasi kerja, tetangga, jaringan kerja komunitas (kelompok

komunitas, pengajian), jaringan kerja professional, saudara, kelompok

sosial tertentu merupakan pemberi dukungan sesuai dengan

kemampuannya.

5. Semakin banyak teman, semakin sehat.

6. Silaturakhmi, memperpanjang umur

Penelitian yang dilakukan Meyerowitz (Utami dan Hasanat, 2004),

menunjukkan bahwa ada tiga sumber dukungan sosial yaitu dokter atau

paramedis, pasangan atau keluarga, dan orang yang mempunyai kondisi sama.

Adapun dukungan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dukungan

yang berasal dari suami.

26
Dukungan yang diberikan suami sangat berperan penting, dukungan

tersebut berupa perhatian emosi, bantuan instrumental, bantuan informasi, dan

penilaian.Perhatian terhadap masalah psikologis termasuk mengikutsertakan

partisipasi keluarga ibu bersalin dapat membuat persalinan menjadi lebih

menyenangkan atau kadang-kadang menghebohkan. Hal ini dapat

mempengaruhi lama persalinan dan sikap ibu terhadap ayah,bayi serta

kehamilan berikutnya (Burroughs & Leifer,2008). Pendampingan selama

proses persalinan dapat mempersingkat lama persalinan, karena dengan

pendampingan akan membuat ibu merasa aman, nyaman, lebih percaya diri,

dan ibu merasa damai. Akibat persalinan lama menimbulkan kelelahan dan

ibu menjadi makin tidak nyaman. Tindakan stimulasi, ekstraksi vakum,

kadang-kadang operasi cesar untuk menyelamatkan ibu dan bayi perlu

dilalukan. Semua itu tidak akan terjadi kalau persalinan tidak berlangsung

lebih lama.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan sosial sebagai

berikut (Ratna 2010) :

a. Pemberian dukungan sosial lebih efektif dari orang-orang terdekat yang

mempunyai arti dalam hidup individu, antara lain : orang tua bagi anak,

isteri untuk suami, teman dekat, saudara, tergantung tingkat kedekatan

antara keduanya.

b. Jenis dukungan sosial akan memiliki arti bila dukungan itu bermanfaat dan

sesuai dengan situasi yang ada.

c. Penerima dukungan sosial perlu diperhatikan juga karakteristik orang yang

menerima bantuan, kepribadian dan peran sosial penerima dukungan.

27
d. Jenis dukungan yang diberikan sesuai dengan permasalahan yang

dihadapi.

e. Waktu pemberi dukungan, situasi yang tepat, hampir sama dengan jenis

dukungan, pemberi dukungan harus mempelajari waktu yang tepat.

f. Lamanya pemberian dukungan, tergantung dari masalah yang dihadapi,

kadang bila kasusnya kronis, maka diperlukan kesabaran dari pemberi

dukungan, karena membutuhkan waktu yang cukup lama, membutuhkan

waktu yang lama untuk menyelesaikan masalah atau keluar dari masalah.

2.2 SIKAP

2.2.1 Definisi

Sikap adalah keteraturan perasaan dan pikiran seseorang, dan

kecenderungan bertindak terhadap aspek lingkungan (Milton,1981).


New comb, salah satu seorang ahli pisikososial, menyatakan bahwa sikap

itu adalah kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu (Noto atmodjo,2003).


Menurut Rotbert kwiek (1974) sikap adalah kecenderungan untuk

mengadakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi

objek tersebut (Notoatmodjo,2003).

Sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai

kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi (Heri Purwanto,1998 )

1. Ciri-ciri sikap
Ciri-ciri sikap adalah (Heri Purwanto,1998 dalam A. Wawan dan Dewi

M, 2010)
a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melaikan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan itu dalah hubungan dengan objeknya.

28
b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat

berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat

tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.


c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu

terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau

berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat

dirumuskan dengan jelas.


d. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan

kumpulan dari hal-hal tersebut.


e. Sikap mempunyai segi-segi motipasi dan segi-segi perasaan, sipat alamiah

yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-

pengetahuan yang dimiliki orang.


2. Tingkatan sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan , sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan ( Soekidjo Notoatmodjo,2007) yaitu:


a. Menerima ( receiving )
Menerima diartikan bahwa orang ( subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan ( objek ).


b. Merespon ( responding )
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.Karena dengan suatu

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan.


c. Menghargai ( valuing )
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu

masalah adalah suatu indikasi sikap.

d. Bertanggung jawab ( responsible )

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau

melarang suami merokok disamping anak-anaknya, meskipun mendapatkan

tantangan dari suaminya sendiri.

29
3. Sifat sikap
Sikap dapat pula bersipat positip dan dapat pula bersipat negatip ( Heri

purwanto, 1998 dalam A. Wawan dan Dewi M, 2010 )


a. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan objek, tertentu.


b. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

membenci, tidak menyukai objek tertentu.


4. Komponen sikap
Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang (Azwar S,

2000 dalam Wawan dan Dewi, 2010 )


a. Komponen kognitif merupakan keyakinan dan pendapat seseorang.

Komponen ini berkaitan dengan proses berfikir yang menekankan pada

rasionalitas dan logika.Dimiliki seseorang diwujudkan dalam bentuk kesan

baik atau tidak baik terhadap lingkungan.


b. Komponen Afektif merupakan perrasaan yang menyangkut aspek

emosional.Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam

sebagai komponen sikap dan merupakan asfek yang paling bertahan

terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap

seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki

seseorang terhadap sesuatu.


c. Komponen Konatif merupakan asfek berperilakup tertentu sesuai dengan

sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau

kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan

cara-cara tertentu.

2.2.2 Cara pengukuran sikap

Pengukuran sikap dapat di lakukan dengan menilai pernyataan sikap

seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang menyatakan

sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak di ungkap. Pernyataan sikap

mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap,

30
yaitu kalimat yang bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap

(Favourable). Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal

negatif mengenai obyek sikap yang bersikap tidak mendukung maupun kontra

terhadap obyek sikap (tidak favourable). (Azwar ,2005 dalam A. Wawan dan

Dewi M, 2010).

Pengukuran sikap dapat di lakukan secara langsung atau tidak langsung

secara langsung dapat di nyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan

responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan

dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat

responden melalui kuesioner (Notoatmotmodjo, 2003 dalam A. Wawan dan

Dewi M, 2010)

2.2.3 Pengukuran sikap


a. Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)
Metode ini menemptkan sikap seseorang pada rentangan kontinum dari yang

sangat unfavorable hingga sangat favorable terhadap suatu obyek sikap.


b. Skala Likert (method of Summateds Ratings)
Menurut Likert dalam buku Azwar S (2011), sikap dapat di ukur dengan

metode rating yang dijumlahkan (method of Summateds Ratings). Metode ini

merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi

respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Nilai skala setiap pernyataan

tidak di tentukan oleh derajat favourable nya masing-masing akan tetapi akan

ditentukan oleh distribusi respons setuju dan tidak setuju dari sekelompok

responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba (pilot study). Prosedur

penskalaan dengan metode rating yang di jumlahkan didasari oleh 2 asumsi

(Azwar S,2011) yaitu:


1. Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai

pernyataan yang favourableatau pernyataan yang tidakfavourable.

31
2. Jawaban yang di berikan oleh individu yang mempunyai sikap positif

harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang

diberikan oleh responden yang mempunyai pernyataan negatif. Suatu cara

untuk memberikan interpretasi terhadap skor individual dalam skala rating

yang dijumlahkan adalah dengan membandingkan skor tersebut dengan

harga rata-rata atau mean skor kelompok dimana responden itu termasuk

(Azwar S, 2011)
c. Unobstrusive Measures
Metode ini berakar dari suatu situasi dimana seseorang dapat mencatat

aspek-aspek perilakunya sendiri atau yang berhubungan sikapnya dalam

pertanyaan.
d. Multidimensional Scalling
Teknik ini memberikan deskripsi seseorang lebih kaya bila dibandingkan

dengan pengukuran sikap yang bersifat unidimensional.


e. Pengukuran involuntary behavior (pengukuran terselubung) Pengukuran

dapat dilakukan jika memang diinginkan atau dapat dilakukan oleh

responden.
f. Dalam banyak situasi, ukuran pengukuran sikap di pengaruhi oleh

kerelaan responden. Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi

terhadap reaksi fisiologis yang terjadi tanpa disadari dilakukan oleh

individu yang bersangkutan.

2.2.4 Kriteria Penilaian Sikap

32
Menurut Sugiyono (2010), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

a. Baik, hasil persentase 76%-100%


b. Cukup, hasil persentase 56%-75%
c. Kurang, hasil persentase < 56%
2.2.5 Hubungan pengetahuan dan sikap tentang pendamping selama

proses persalinan

Ada kecenderungan apabila pengetahuan seseorang baik terhadap

suatu subjek maka akan mempengaruhi sikap yang positif terhadap obyek

tertentu (Notoatmodjo.1993) teori yang dikemukan oleh Allport (1954) dalam

Notoatmodjo (2003) yang menjelaskan ketiga komponen yang ditentukan oleh

peranan pengetahuan, perasaan, emosional. Hal ini ditunjukan bahwa ternyata

tingkat pengetahuan baik selalu diikuti sikap yang positif.

2.3 Faktor yang berhubungan dengan sikap ( Azwar, 2005 dalam A.Wawan

dan Dewi M, 2010).


a. Pengalaman pribadi
Seseorang harus mempunyai pengalaman, dimana bentuk penghayatan bisa

sikap positif atau negatif. Bila seseorang tidak mempunyai pengalaman sama

sekali terhadap obyek maka akan cenderung membentuk sikap yang negatif

terhadap obyek tersebut.


b. Pengaruh orang lain yang di anggap penting
Orang yang di anggap penting yaitu yang datang di harapkan dan di minta

persetujuannya bagi tindakan atau pendapat.


c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan telah menjadi sorak pengalaman individu-individu yang

menjadi anggota masyarakat tersebut, sehingga akan ikut mewarnai sikap

anggota masyarakat.
d. Pengaruh media masa
Ada pesan-pesan yang bersifat sugestif dalam suatu media masa, apa

bila pesan-pesan sugestif yang di bawa oleh informasi tersebut cukup kuat,

33
maka akan memberikan dasar yang efektif dalam menilai sesuatu, sehingga

terbentuklah arah sikaf tertentu.


e. Pengaruh pendidikan dan agama
Lembaga pendidikan dan agama telah meletakkan dasar pengertian dan

konsep dalam diri individu, sehingga menjadi faktor penting yang

mempengaruhi terbentuknya sikap.


f. Pengaru emosional
Suatu sikap di dasari oleh fakta emosi sebagai fungsi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego dimana sikaf ini ada yang

bersikap sementara dan segera hilang atau sikap yang lebih tahan lama.

2.4 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, kerangka teori penelitian

dalam penelitian ini adalah.

Faktor yang mempengaruhi proses persalinan

(Sarwono, Prawihardjo 2008)

Power(kekuatan ibu)

Passage (Jalan lahir) Pertimbangan psikologis ibu

Passenger(janin dan plasenta)

Sikap suami dalam


mendampingi persalinan

34
Gambar 2.4 Kerangka Teori Menurut Sarwono Prawiharjo (2008)

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

DAN HIPOTESIS

3.I Kerangka Konsep

Setelah ditinjau dari berbagai hal, faktor faktor yang berhubungan

dengan perilaku suami dalam mendampingi persalinan di puskesmas Jasinga

adalah antara lain: (pengetahuan, umur, pendidikan, dan pekerjaan) dari uraian

diatas sesuai dengan tujuan penelitian serta keterbatasan peneliti, maka

kerangka konsep yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

Bagan 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

35
Variabel Independen Variabel Dependen

1. Pengetahuan
2. Umur Sikap suami dalam
3. Pendidikan.
4. Pekerjaan. mendampingi persalinan

3.2 Definisi Operasional


Tabel 3.2
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala

ukur
1. Sikap suami Kecenderungan kuesioner Angket 0. Positif, jika Ordinal

dalam suami yang responden bisa

pendamping mencerminkan menjawab

persalinan dukungan positif atau pertanyaan

dukungan negativ 56-75%

terhadap peran suami 1. Negatif, jika

untuk menjadi responden bisa

pendamping bagi menjawab

istrinya dalam proses pertanyaan

persalinan. 76%-100%
2. Pengetahuan Kemampuan suami kuesioner Angket 0. Kurang jika Ordinal

suami menjawab benar responden bisa

pertanyaan suami menjawab

dalam pendamping pertanyaan

persalin di ukur dengan 75%


1. Baik, jika
pertanyaan

36
responden bisa

menjawab

pertanyaan76%-

100%
3. Umur Lama waktu hidup kuesioner Angket 0. 20-35 tahun Ordinal
1. <20- atau >35
atau ada (sejak
tahun
dilahirkan) sampai

sekarang
4. Pendidikan Lamanya sekolah kuesioner Angket 0.Rendah, Ordinal
( SD-SLTP)
atau tingkat sekolah
1.Tinggi,
yang di ikuti oleh
(SLTA-PT).
responden
5. Pekerjaan Kegiatan rutin yang Kuesioner Angket 0. Tidak bekerja Nominal
1. Bekerja
dilakukan oleh ibu

dan mendapat

imbalan tetap

3.3. Hipotesis Penelitian


3.3.1 Ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap suami dalam

mendampingi persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Tahun

2014
3.3.2 Ada hubungan antara umur dengan sikap suami dalam mendampingi

persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014


3.3.3 Ada hubungan antara pendidikan dengan sikap suami dalam mendampingi

persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014

37
3.3.4 Ada hubungan antara pekerjaan dengan sikap suami dalam mendampingi

persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analitik: yaitu jenis penelitian dimana peneliti melakukan analisis hubungan

antar variabel dengan pengujian hipotesis (Notoatmodjo, 2005)

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian analitik

yaitu peneliti mencari hubungan antara kedua variabel independen dan

dependen dimana data yang digunakan adalah data primer yang diambil

langsung di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor tahun 2014 dengan

38
pendekatan (cross sectional) untuk mengukur pajanan yang dalam hal ini

adalah variabel independen yaitu: pengetahuan, umur, pendidikan, pekerjaan

dengan sikap suami dalam mendampingi persalinan di Puskesmas Jasinga

Kabupaten Bogor tahun 2014

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang di teliti

(Notoatmodjo, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah para suami yang

istinya melahirkan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor tahun 2014.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang di ambil dari keseluruhan

obyek dan di anggap mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel

menggunakan total sampling yaitu seluruh responden yang istrinya

melahirkan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor tahun 2014. Pengambilan

data dilakukan pada bulan Maret tahun 2014 yang berjumlah 30 orang.

4.3 Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Jasinga Pada Bulan Maret Tahun

2014.

4.4 Intrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini berupa kuesioner. Sedangkan teknik pengumpulan

data dengan cara pengisian kuesioner.

4.5 Pengolahan Data

Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, maka selanjutnya data

tersebut diolah dengan tahap sebagai berikut ( Notoatmodjo 2010).

1. Editing

39
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner apakah

jawaban yang ada di kuesioner sudah:

a.Lengkap , semua pertanyaan sudah terisi jawabannya

b. Jelas, jawaban pertanyaan sudah cukup jelas.

c.Relevan, yaitu melihat apakah jawaban yang di berikan relevan dengan

pertanyaan.

d. Konsisten, yaitu apakah pertanyaan di jawab dengan konsisten.

2. Coding

Setelah proses editing kemudian data di beri kode kode angka sesuai

dengan yang telah ditetapkan sebelumnya pada definisi operasional.

3. Entry Data

Data yang sudah dilakukan pengkodean, kemudian dimasukan kedalam /

dipindahkan kedalam komputer untuk dilakukan pengolahan dengan

menggunakan program pengolahan data di komputer.

4.Cleaning Data

Sebelum data diolah dengan menggunakan komputer, dilakukan cleaning

data dengan maksud untuk melihat apakah data yang sudah di entry tersebut

ada atau tidak ada kesalahan. Adapun cara yang dilakukan dalam cleaning

data adalah:

1. Mengetahui ada tidaknya missing data dengan melakukan list dari variabel

dalam penelitian.

2. Mengetahui variasi data yang bertujuan apakah ada terjadi kesalahan pada

entry data.

40
3. Mengetahui konsistensi data dengan cara mendeteksi adanya ketidak

konsistensian data dengan menghubungkan dua variabel.

4.6 Analisa Data

Analisa data adalah proses penyederhanaan data menjadi informasi yang

lebih sederhana dan lebih mudah dipahami. (Hastono,2007)

4.6.1 Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran karateristik

setiap variabel yang di teliti. Dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentase dari setiap variabel. Rumusan yang digunakan untuk

mencari presentase adalah :

f
P = ---------- x 100%
N

Keterangan :

p = Persentase (%)
f = Frekuensi
n = Jumlah Responden.
d.6.2 Analisa Bivariat

Analisa Bivariat dilakukan untuk menguji hipotesa yang diajukan dari setiap

variabel. Dalam penelitian ini kedua variabel yang diuji adalah merupakan

skala ukur kategori, maka uji yang digunakan Chi square, dengan rumus :

(O E ) 2
X2 = E
Keterangan :

Df = (k-1) (b-1)

X2 = chi square

41
= jumlah

O = Observed / nilai yang diambil

E = nilai harapan

b = jumlah baris

k = jumlah kolom

Df = Degree Of Freedom (derajat kebebasan).

Uji statistik yang digunakan yaitu uji Chi Square dengan derajat

kemaknaan () =5%. Jika nilai P.value 0,05 berarti ada hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen, tetapi bila P.value > 0,05

berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dan variable

dependen.

42
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran umum responden

Pada bab ini penulis akan menyajikan hasil penelitian dan membahas

tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap suami dalam

mendampingi persalinan dengan jumlah populasi 30 orang. Hasil penelitian ini

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk analisa univariat dan

dalam bentuk tabel silang untuk hasil analisis bivariat.

5.2. Hasil Analisis Univariat

5.2.1. Sikap Suami

Tabel 5.2.1
Distribusi Frekuensi Sikap Suami Dalam Mendampingi Persalinan
Di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014

No. Sikap frekuensi presentasi (%)

0. Positif 5 16,7

1. Negatif 25 83,3

Jumlah 30 100,0

43
Berdasarkan table 5.2.1 diperoleh bahwa dari 30 responden yang diteliti,

ternyata suami yang bersikap Kurang sebanyak 5 orang (16,7%) sedangkan

yang bersikap baik sebanyak 25 orang (83,3%).

5.2.2 Pengetahuan

Tabel 5.2.2
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Suami Dalam Mendampingi Persalinan
Di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor 2014

No. Pengetahuan frekuensi presentasi (%)

0. Kurang 6 20,0
1. Baik 24 80,0

Jumlah 30 100,0

Berdasarkan tabel 5.2.2 diperoleh bahwa suami yang memiliki pengetahuan

kurang sebanyak 6 orang (20,0%), sedangkan yang pengetahuan baik

sebanyak 24 orang (80,0%)

5.2.3 BerdasarkanUmur

Tabel 5.2.3
Distribusi Frekuensi Umur Suami Dalam Mendampingi Persalinan
Di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor 2014

No. umur frekuensi presentasi (%)

0. 20-35 tahun 18 60,0


1. <20->35 tahun 12 40,0

Jumlah 30 100,0

44
Berdasarkan tabel 5.2.3 diperoleh data umur Suami 20-35 tahun berjumlah 18

orang ( 60,0% ), sedangkan umur suami <20->35 tahun berjumlah 12 orang

(40,0% )

5.2.4 Pendidikan

Tabel 5.2.4
Distribusi Frekuensi Pendidikan Suami Dalam Mendampingi Persalinan
Di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor 2014

No. Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


0 Rendah 14 46,7
1 Tinggi 16 53,3
Jumlah 30 100,0

Berdasarkan tabel 5.2.4 menunjukan bahwa suami yang memiliki

pendidikan tinggi berjumlah 16 orang (53,3%) , yang tidak memiliki

pendidikan rendah berjumlah 14 orang (46,7% ).

5.2.5 Pekerjaan Suami

Tabel 5.2.5
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Suami Dalam Mendampingi Persalinan
Di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor 2014

45
No Perkerjaan Frekuensi Presentasi(%)

0 Bekerja 12 40,0
1 Tidak bekerja 18 60,0

Jumlah 30 100,0

Berdasarkan tabel 5.2.5 menunjukkan bahwa suami yang bekerja berjumlah

12 orang (40,0%), yang tidak bekerja berjumlah 18 orang (60,0%).

5.3. Hasil Analisis Bivariat

46
5.3.1. Hubungan pengetahuan dengan sikap suami dalam mendampingi
persalinan
Tabel 5.3.1
Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Suami Dalam Mendampingi
Persalinan
Di RB Paramitra 1 dan II Bekasi Tahun 2016

Sikap suami dalam mendampingi persalinan Nilai P


Pengetahua
Positif Negatif Jumlah
n
N % N % N %
Baik 89 58 64 42 153 100 0,01
Kurang 14 32 30 68 44 100
Jumlah 103 52,9 94 47,1 197 100

Dari tabel 5.3.1 diperoleh pada Suami yang memiliki sikap positif pada
pengetahuan baik adalah 89 orang (58%), sedangkan pada suami dengan sikap
negative pada pengetahuan kurang adalah 30 orang (68 %). Hasil uji statistik
diperoleh nilai P =0,01 Maka disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan
dengan sikap suami dalam mendampingi persalinan.

5.3.2 Hubungan umur suami dengan sikap suami dalam mendampingi


persalinan
Tabel 5.3.2
Hubungan Jumlah Anak Suami Dengan Sikap Suami Dalam
Mendampingi Persalinan
Di RB Paramitra 1 dan II Bekasi Tahun 2016

Sikap suami dalam pendamping persalinan Nilai P


Jumlah Jumlah
Positif Negatif
Anak
N % N % n %
1 Orang 72 69 33 31 105 100, 0,03
0
0 Orang 27 29 65 71 92 100,0
Jumlah 99 51 98 49 197 100,0
Dari tabel 5.3.2 diperoleh pada suami yang memiliki sikap positif dengan jumlah
anak 1 Orang adalah sebanayk 72 orang (69%), sedangkan suami dengan sikap
negative dengan jumlah anak 0 orang adalah sebanyak 65 orang (71%). Hasil uji
statistik diperoleh nilai P = 0,0,03 Maka disimpulkan ada hubungan antara jumlah
anak dengan sikap suami dalam mendampingi persalinan.

47
5.3.3 Hubungan Pendidikan dengan sikap suami dalam mendampingi

persalinan

Tabel 5.3.3
Hubungan Pendidikan Dengan Sikap Suami Dalam Mendampingi
Persalinan
Di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor 2014

Sikap suami dalam pendamping persalinan Nilai P


Positif Negatif
Jumlah
Pendidikan
n % N % N

%
Rendah 4 28,6 10 71,4 14 100,0 0,157
Tinggi 1 6.2 15 93.8 16 100.0

Jumlah 5 16.7 25 83,3 30 100.0

Dari tabel 5.3.3 diperoleh dari 30 suami yang pendidikan rendah

berjumlah 4 orang (28,6% ), sedangkan suami yang berpendidikan tinggi

sebanyak 1 orang (6.2% ). Hasil uji Chi Square diperoleh nilai Pvalue = 0,157,

ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan sikap suami

dalam mendampingi persalinan.

48
5.3.4 Hubungan Pekerjaan Dengan Sikap Suami Dalam Mendampingi

Persalinan
Tabel 5.3.4
Hubungan Pekerjaan Dengan Sikap Suami Dalam Mendamping
iPersalinan
Di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014

Nilai P
Sikap suami dalam pendamping persalinan
Pekerjaan
Positif Negatif Jumlah
N % N % N %
Tidak Bekerja 3 25.0 9 75.0 12 100.0 0,364
Bekerja 2 11.1 16 88.9 18 100.0

Jumlah 5 16.7 25 83.3 30 100.0

Dari tabel 5.3.4 diperoleh dari 30 suami yang tidak bekerja berjumlah 3

orang ( 25.0% ), sedangkan suami yang bekerja sebanyak 2 orang (11,1% ),

Hasil uji Chi Square diperoleh nilai P value= 0,364 ini berarti bahwa tidak ada

hubungan antara pekerjaan suami dengan sikap suami dalam mendampingi

persalinan.

BAB VI

PEMBAHASAN

49
Berdasarkan hasil analisis secara univariat dan bivariat yang sudah

dilakukan pada bab V, maka pada bab ini akan diuraikan mengenai variabel

yang berhubungan dengan sikap suami dalam mendampingi persalinan.

6.1 Sikap suami dalam pendamping persalinan

6.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Sikap Suami

6.2.1 Pengetahuan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan

antara pengetahuan dengan sikap suami dalam pendamping persalinan dengan

Pv=0,003, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Bloom dan Skiner,

(2007) bahwa kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang

diketahuinya dalam bentuk bukti atau jawaban baik lisan maupun tulisan

dipengaruhi oleh pengetahuan, sehingga dengan pengetahuan yang baik akan

melakukan tindakan yang baik pula.

Menurut Notoatmodjo, (2005) bahwa semakin tinggi pengetahuan

seseorang akan sesuatu maka akan mempengaruhi perilaku dan tindakan untuk

hal yang lebih baik lagi.

Kesimpulan bahwa pengetahuan dengan sikap suami dalam

mendampingi persalinan ada hubungan karena dengan pengetahuan suami dapat

mempengaruhi sikap suami dalam pendamping persalinan.

6.3 Umur

Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan antara umur dengan sikap suami dalam mendampingi persalinan

50
dengan Pv = 0,622 hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukan oleh

Notoatmodjo, (2005) bahwa usia akan mempengaruhi seseorang dalam

mengambil keputusan contohnya dalam pemeliharaan kesehatan semakin

bertambah umurnya maka pengalaman dan pengetahuan semakin bertambah.


Menurut Nursalam (2001), usia seseorang mempengaruhi terhadap

daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin

berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik dan bertambah umur seseorang maka tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan

bekerja dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih

percaya daripada orang belum cukup tinggi kedewasaannya, hal ini sebagai

akibat dari pengalaman hidupnya, misalnya dalam kesehatan.


Kesimpulan bahwa umur dengan sikap suami dalam mendampingi

persalinan tidak ada hubungan karena dengan umur suami yang muda ataupun

tua mempengaruhi sikap suami dalam pendamping persalinan.

6.4 Pendidikan dan Sikap suami dalam mendampingi persalinan

Menurut DepKes RI, (2007) bahwa faktor pendidikan mempunyai

pengaruh positif terhadap pelayanan kesehatan termasuk didalamnya

pengobatan. Ibu dengan pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah menerima

pengetahuan, seperti pengetahuan tentang kondisi kesehatannya dan prilaku

kesehatan suami selama kehamilan dan persalinan.


Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara pendidikan dengan sikap suami dalam pendamping

persalinan dengan Pv=0,157 hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukan

oleh Prawiroharjo (2005), bahwa pendidikan adalah suatu usaha untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan dalam dan diluar sekolah dan

berlangsung seumur hidup. Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan

51
maka semakin baik pula pengetahuanya. Pengetahuan itu sendiri merupakan

kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbol, prosedur, teknik dan

teori.
Kesimpulan bahwa pendidikan dengan sikap suami dalam

mendampingi persalinan tidak ada hubungan karena sebagian besar responden

berpendidikan tinggi (SMA-PT) dibanding suami yang berpendidikan rendah

(SD-SMP) kemungkinan dalam penelitian ini sikap suami disebabkan faktor

lain.

6.5 Pekerjaan dan Sikap suami dalam mendampingi persalinan

Menurut Depkes RI (2007), bahwa masyarakat yang sibuk dengan

kegiatan atau pekerjaan sehari hari akan memiliki waktu yang lebih sedikit

untuk memperoleh informasi.


Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara pekerjaan dengan sikap suami dalam mendampingi

persalinan dengan Pv=0,364 hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukan

oleh Notoatmodjo (2005), bahwa dengan adanya pekerjaan seseorang akan

memerlukan banyak waktu dan memerlukan perhatian. Seseorang yang sibuk

hanya memiliki sedikit waktu untuk memperoleh informasi, sehingga

pengetahuan yang mereka peroleh kemungkinan juga berkurang dan terbatas

misalnya pengetahuan tentang kesehatan.


Kesimpulan bahwa pekerjaan dengan sikap suami dalam mendampingi

persalinan tidak ada hubungan karena dengan suami yang bekerja atau tidak

bekerja tidak mempengaruhi sikap suami dalam pendamping persalinan

kemungkinan dalam penelitian ini sikap suami dipengaruhi oleh faktor lain.

52
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Distribusi frekuensi sikap suami dalam mendampingi persalinan di

Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Tahun 2014 diperoleh suami yang

mendampingi istri sebanyak 25 orang ( 83,3%), dan yang tidak sebanyak

5 orang (16,7%).
7.1.2 Ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap suami dalam

mendampingi persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Tahun

2014 ( P value = 0,003 ).


7.1.3 Tidak terdapat hubungan antara umur suami dengan sikap suami dalam

mendampingi persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Tahun

2014 ( P value = 0,622 ).

53
7.1.4 Tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan sikap suami dalam

mendampingi persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Tahun

2014 ( P value = 0,157 ).


7.1.5 Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan dengan sikap suami dalam

mendampingi persalinan di Puskesmas Jasinga Kabupaten Bogor Tahun

2014 ( P value = 0,364 ).

7.2 Saran

7.2.1 Puskesmas

Perlu dipertahankan dan ditingkatkan sikap suami dalam pendamping

persalinan dengan mengijinkan suami untuk mendampingi proses

persalinan.

7.2.2 Institusi Pendidikan

Di harapkan agar pihak Akademi Kebidanan Sukawangi untuk

dapat menyediakan lebih banyak lagi buku-buku sumber dan literatur-

literatur terutama mengenai penelitian kesehatan serta diharapkan agar

mata kuliah tentang penelitian kesehatan lebih baik dari kuantitas

maupun kualitasnya

7.2.3 Peneliti

7.2.3.1 Pengalaman berharga dan bermanfaat yang dapat meningkatkan dan

menambah ilmu pengetahuan serta wawasan penelitian dalam

mengaplikasikan ilmu di masyarakat, khususnya yang terikat dengan

sikap suami dalam pendamping persalinan.

54
7.2.3.2 Mampu menerapkan ilmu yang telah didapat ke dalam situasi yang nyata

untuk mengurangi kesenjangan antara teori dan kenyataan.

55

You might also like