You are on page 1of 28

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA


Mata memiliki seperangkat komponen optik yang mampu
membiaskan sinar yang melaluinya. Komponen optik tersebut adalah sistem
lensa yang terdiri atas kornea, Aqueous humour pada anterior chamber,
lensa, dan vitreous humour pada posterior chamber. Pembiasan sistem lensa
bersifat konvergen menuju ke retina. Konvergensi pembiasan sistem lensa
mempengaruhi tajam pengihatan (visus) normal manusia. Hasil pembiasan
sinar pada mata ditentukan oleh media refraksi yang terdiri atas kornea,
aquous humour, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang
normal susunan pembiasan oleh media refraksi dan panjangnya bola mata
demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media refraksi
dibiaskan tepat didaerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai
mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
jauh.9
2.1.1 Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada palpebra (suatu sambungan mukokutan)
dan dengan epitel kornea di limbus. 9
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata
dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus
jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. 9
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices
dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola
mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera
dibawahnya, keculai di limbus. 9
4

2.1.2 Kapsul Tenon (Fasia Bulbi)


Kapsul tenon adalah suatu membran fibrosa yang membungkus bola
mata dari limbus sampai nervus opticus. Di dekat limbus, konjungtiva,
kapsul Tenon, dan episklera menyatu. Lebih posterior lagi, permukaan
dalam kapsul tenon berhadapan langsung dengan sklera, dan sisi luarnya
berhadapan dengan lemak orbita dan struktur-struktur lain dalam kerucut
otot ekstraokular. 9
2.1.3 Sklera & Episklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar,
yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen (Gambar 1&2), Jaringan ini
padat dan berwarna putih serta berbatasan dengan kornea di sebelah anterior
dan durameter nervus optikus di posterior. Pita-pita kolagen dan jaringan
elastin membentang di sepanjang foramen sklera posterior, membentuk
lamina cribosa yang diantaranya dilalui oleh berkas akson nervus opticus.
Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis jaringan
elastik halus episklera yang banyak mengandung pembuluh darah dan
mevaskularisasi skelera. Lapisan berpigmen coklat pada permukaan dalam
sklera adalah lamina fusca, yang membentuk lapisan luar ruang suprakoroid.

Gambar 2.1. Struktur bagian dalam bola mata manusia


5

2.1.4 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil (Gambar 2). Kornea ini
disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan
ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata memiliki ketebalan 550
um di pusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter horizontalnya
sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior,
kornea memiliki lapisan yang berbeda-beda (Gambar 3) : lapisan epitel
(yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. 9

Gambar 2.2 Struktur luar mata. Sklera dilapisi oleh konjungtiva transparan
6

Gambar 2.3 Potongan melintang kornea

2.1.5 Traktus Uvealis


Traktus uvealis terdiri atas iris, corpus ciliare, dan koroid (Gambar 1).
Bagian ini merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh
kornea dan sklera. Struktur ini ikut mendarahi retina. 9
2.1.5.1 Iris
Iris adalah perpanjangan corpus ciliare ke anterior. Iris berupa
permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah, pupil. Iris
terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan
bilik mata depan dari bilik mata belakang yang masing-masing berisi
aqueous humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot
dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior iris
merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah
anterior. 9
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata.
Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara
konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus
cranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis. 9
2.1.5.2 Corpus Ciliare
Corpus ciliare, yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan
melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal
iris (sekitar 6 mm). Corpus ciliare terdiri atas zona anterior yang
berombak-ombak, pars plicata (2 mm), dan zona posterior yang datar,
7

pars plana (4 mm). Processus ciliare berasal dari pars plicata (Gambar 4).
Processus ciliares ini terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang
bermuara ke vena vorticosa. Kapilernya besar dan berlubang sehingga
membocorkan fluoresin yang disuntikkan secara intravena. Processus
ciliares dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk
aqueous humor. 9

Gambar 2. 4 Tampilan posterior corpus ciliare, zonula, lensa, dan ora serrata

Musculus ciliaris, tersususn dari gabunganserat longitudinal,


sirkular, dan radial, Fungsi serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan
relaksasi serat-serat zonula, yang berorigo di lembah-lembah diantara
processus ciliares (Gambar 5). Otot ini mengubah tegangan pada kapsul
lensa sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek
berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapang pandang. Serat
longitudinal musculus ciliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula
untuk mempengaruhi besar porinya. 9

Gambar 2.5 Sudut bilik mata depan dan struktur di sekitanya


8

2.1.5.3 Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sklera.
Koroid tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid; besar, sedang,
dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam koroid, semakin
lebar lumennya (Gambar 6). Bagian dalam pembuluh darah koroid
dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh kororid dialirkan
melalui empat vena corticosa, satu ditiap kuadran posterior. Koroid
disebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan disebelah luar oleh
skleera. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi nervus opticus. Di
sebelah anterior, koroid bergabung dengan corpus ciliare. 9

Gambar 2.6 Potongan melintang koroid

2.1.6 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4mm dan diameternya sekita
9mm. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula
menghubungkannya dengan corpus ciliare. Di sebelah anterior lensa
terdapat aqueous humor sedangkan disebelah posterior adalah vitreus.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeable (sedikit lebih permeable
daripada dinding kapler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit
masuk. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi sehingga
lensa perlahan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks
terbentuk lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan
(suture line) yang terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamelar
tampak seperti huruf Y dengan slitlamp (Gambar 7). Huruf Y ini tampak
tegak di anterior dan terbalik di posterior. Lensa ditahan di tempatnya oleh
9

ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula (Zonula Zinii), yang


tersusun atas banyak fibril; fibril ini berasal dari permukaan corpus ciliare
dan menyisip kedalam ekuator lensa. 9

Gambar 2.7 Zona-zona lensa menunjukkan sambungan bentuk Y

2.1.7 Aqueous Humor


Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah itu
memasuki bilik mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke
bilik mata depan (Gambar 1), kemudian menuju ke perifer menuju sudut
bilik mata depan. 9
2.1.8 Sudut Bilik Mata Depan
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea
perifer dan pangkal iris (Gambar 5 & 8). Ciri anatomis utama sudut ini
adalah garis schwalbe, anyaman trabekula (yang terletak diatas kanal
schlemm) dan taji sklera (scleral spur). Garis schwalbe menandai
berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekula berbentuk segitiga pada
potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke corpus ciliare.
Anyaman ini tersusun atas lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik
yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin mengecilketika
mendekati kanal sclemm. Bagian dalam anyaman ini, yang menghadap ke
bilik mata depan, dikenal sebagai anayaman uvea; bagian luar, yang berada
di dekat kanal Sclemm disebut anyaman korneoskleral. 9
10

Gambar 2.8 Fotomikograf sudut bilik mata depan dan struktur yang berkaitan

2.1.8 Vitreous
Vitreous adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk 2/3 volume dan berat mata. Vitreous mengisi ruangan yang
dibatasi oleh lensa, retina, dan diskus optikus (Gambar 1). Permukaan luar
vitreous-membran hyaloid-normalnya berkontak dengan struktur berikut:
kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina,
dan caput nervi optici. Basis vitreous mempertahankan penempelan yang
kuat seumur hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakan
ora serrata. Diawal kehidupan, vitreus melekat kuat pada kapsul lensa dan
caput nervi optici, tetapi segera berkurang di kemudian hari. Vitreus
mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen, kolagen dan
asam hialorunat yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel pada
vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air. 9

2.2 FISIOLOGI PENGLIHATAN


Mata mempunyai sistem lensa, sistem apertura yang dapat berubah-
ubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film. Sistem lensa
mata terdiri atas empat perbatasan refraksi, yaitu: perbatasan antara
permukaan anterior kornea dan udara; perbatasan antara permukaan
posterior kornea dan humor aquosus; perbatasan antara humor aquosus dan
permukaan anterior lensa mata; dan perbatasan antara permukaan posterior
lensa dan humor vitreous. Indeks internal udara adalah 1; kornea 1,38;
11

humor aquous 1,33; lensa kristalina (rata-rata) 1,40; dan humor vitreous
1,34.
2.2.1 Mekanisme Penglihatan
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada
retina dan menghasilkan sebuah bayangan. Ketika dilatasi maksimal, pupil
dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika
sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua
elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-
otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil
yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial
cells. Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan
melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata.
Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya
berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau
objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya
memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada
kemampuan refraksi mata. Beberapa media refraksi mata yaitu kornea
(n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi
cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk
menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang
dekat dan jauh. Sistem lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan
yang terbentuk di retina terbalik dari benda aslinya. Namun demikian,
persepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik
seperti bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap
bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,
pembiasan sinar/ cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan
yang berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humour
aquous, lensa, dan humour vitreous. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses
lensa menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu
dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil
agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga
mengecil apabila cahaya yang terlalu terang memasukinya atau
12

melewatinya. Hal ini penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya
yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan
kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah
objek yang sedang dilihat.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh
dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea
mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.
Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan
akomodasi atau melihat benda yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan
sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang
(lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat
terfokus pada makula.
Kemampuan akomodasi lensa membuat cahaya tidak berhingga akan
terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka benda
pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina atau makula lutea.
Akibat akomodasi, daya pembiasan bertambah kuat. Kekuatan akomodasi
akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, semakin dekat benda makin kuat
mata harus berakomodasi (mencembung). Akomodasi terjadi akibat kotraksi
otot siliar. Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks
akomodasi akan meningkat bila mata melihat kabur dan pada waktu
konvergensi atau melihat dekat.
Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi
trias akomodasi yaitu: (i) kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar
zonula Zinii mengendor, lensa dapat mencembung, sehingga cahaya yang
datang dapat difokuskan ke retina; (ii) konstriksi dari otot rektus internus,
sehingga timbul konvergensi dan mata tertuju pada benda itu, (iii) konstriksi
otot konstriksi pupil dan timbullah miosis, supaya cahaya yang masuk tak
berlebih, dan terlihat dengan jelas.
2.2.2 Akomodasi
Proses Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya
pembiasannya. Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler muskulus
siliaris. Fungsi serat-serat sirkuler adalah mengerutkan dan relaksasi serat-
serat zonula yang berorigo di antara prosesus siliaris. Otot ini mengubah
13

tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai


focus baik untuk objek dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan
pandang. Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara lain:
a. Teori Helmholtz. Jika muskulus siliaris berkontraksi maka iris dan
korpus siliaris digerakkan ke depan bawah, sehingga zonulla Zinnii
menjadi kendor sehingga lensa menjadi cembung.
b. Teori Schoen. Terjadi akibat mm.siliaris pada bola karet yang
dipegang dengan kedua tangan dengan jari akan mengakibatkan
pencembungan bola di bagian tengah.
c. Teori dari Tichering. Jika muskulus siliaris berkontraksi maka iris
dan korpus siliaris digerakkan ke belakang atas/luar, sehingga
zonulla Zinnii menjadi tegang, bagian perifer lensa juga menjadi
tegang, sedangkan bagian tengahnya didorong ke sentral dan
menjadi cembung.

Gambar 2.9 Akomodasi lensa

Punctum remotum (R) adalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan
nyata tanpa akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tak terhingga. Punctum
proksimum (P) adalah titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi
maksimal. Daerah akomodasi adalah daerah di antara titik R dan titik P.
Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang dibutuhkan untuk melihat daerah
akomodasi. Lebar akomodasi dinyatakan dengan dioptri, besarnya sama
14

dengan kekuatan lensa konfeks yang harus diletakkan di depan mata yang
menggantikan akomodasi untuk punctum proksimum.
A = 1/P1/R
Kekuatan akomodasi makin berkurang dengan bertambahnya umur
dan punctum proksimumnya (P) semakin menjauh. Hal ini disebabkan oleh
karena berkurangnya elastisitas dari lensa dan berkurangnya kekuatan otot
siliarnya.
2.2.3 Refraksi
Interpretasi informasi penglihatan yang tepat bergantung pada
kemampuan mata memfokuskan berkas cahaya yang datang ke retina, untuk
memahami proses ini diperlukan penguasaan terhadap konsep optik
geometrik yang mendefinisikan efek berkas cahaya sewaktu melewati
berbagai permukaan dan benda berbeda.
A. Kecepatan, frekuensi, dan panjang gelombang cahaya
Kecepatan, frekuensi dan panjang gelombang cahaya saling
berhubungan sesuai lambang berikut :

=

Di media optis yang bereda, kecepatan dan panjang gelombang


cahaya berubah, tetapi frekuensinya tetap. Warna bergantung pada
frekuensi sehingga warna dari seberkas cahaya tidak diubah sewaktu
melewati media optis kecuali oleh fluoresensi atau nontransmittance
yang selektif. Dalam hampa udara, kecepatan frekuensi cahaya sama
yakni 299.729,46 kilometer per detik (186.282,40 statute mile per
second).
B. Indeks Refraksi
Jika kecepatan suatu berkas cahaya berubah akibat perubahan
medium optis, akan terjadi pula pembiasan/refraksi berkas cahaya
tersebut. Efek suatu bahan optis terhadap kecepatan cahaya
dinyatakan oleh indeks refraksinya (indeks bias), n. Semakin tinggi
indeks, semakin lambat kecepatan, dan semakin besar efek
pembiasannya. Dalam hampa udara, n memiliki nilai 1,00000. Indeks
15

refraksi absolut suatu bahan adalah rasio kecepatan cahaya dalam


ruang hampa udara terhadap kecepatan cahaya dalam bahan. Indeks
refraksi relatif dihitung dengan mengacu kepada kecepatan cahaya di
udara. Indeks refraksi absolut udara bervariasi, tergantung pada suhu,
tekanan dan kelembaban udara serta frekuensi cahaya, tetapi nilainya
adalah sekitar 1,00032. Pada optik, n dianggap sebagai indeks relatif
terhadap udara, kecuali dinyatakan sebagai absolut.
C. Koefisien Termal Indeks Refraksi
Indeks refraksi berubah sesuai suhu mediumnya, nilainya lebih
tinggi bila mediumnya lebih dingin. Labilitas n terhadap suhu
berbeda-beda untuk bahan yang berlainan. Perubahan dalam n per
derajad celcius untuk bahan-bahan berikut (semua dikalikan 107)
adalah sebagai berikut : kaca 1; fluorit 10; plastik 140; air; aqueous
humour dan vitreous 185. Hal ini membuat plastik kurang memuaskan
sebagai perangkat optis yang tepat.
D. Dispersi Cahaya
Dalam hampa udara, kecepatan semua frekuensi cahaya adalah
sama, oleh karena itu, indeks refraksi juga sama untuk semua warna
(1,0000). Pada semua bahan, n berbeda untuk tiap warna atau
frekuensi, lebih besar pada ujung biru dan lebih kecil pada ujung
merah spektrum.
E. Transmittance Cahaya
Pada frekuensi yang berbeda, bahan optis memiliki transmittance
atau transparansi yang berlainan. Sebagian bahan yang transparan,
misal kaca, hampir opak bagi cahaya ultraviolet. Kaca merah hampir
opak bagi frekuensi hijau. Medium optis harus dipilih sesuai dengan
panjang gelombang cahaya spesifik yang akan dikenakan kepadanya.
F. Hukum refleksi dan refraksi
Hukum refleksi (pemantulan) dan refraksi (pembiasan)
diformulasikan pada tahun 1621 oleh ahli astronomi dan matematika
Willebord Snell. Hukum ini bersama dengan prinsip Fermat,
membentuk dasar optik geometri terapan :
16

1. Berkas cahaya yang datang, dipantulkan, dan dibiaskan semua


terletak pada bidang yang dikenal sebagai bidang datang, yang
normal (tegak lurus) terhadap permukaan.
2. Sudut datang sama dengan sudut refleksi tetapi memiliki tanda
yang berlawanan :
I = -I.
3. Hasil kali indeks refraksi medium berkas cahaya datang dan
sinus sudut datang berkas cahaya yang datang sama dengan
hasil kali besaran-besaran yang sama pada berkas cahaya biasan.
Berkas cahaya yang dibiaskan dinyatakan oleh :
n sin I = n sin I (huktum Snell).
4. Berkas cahaya yang berjalan dari satu titik ke titik lainnya
mengikuti lintasan yang memerlukan waktu paling singkat untuk
dijalani (prinsip Fermat). Panjang lintasan optis adalah indeks
refraksi dikali panjang lintasan sebenarnya.
G. Sudut kritis dan refleksi total
Bila berkas cahaya datang terletak pada medium yang kurang
padat maka akan dibiaskan menuju normal ke dalam medium yang
lebih padat. Sebaliknya bila berkas cahaya datang terletak di medium
yang lebih padat, maka akan dibiaskan menjauhi normal. Pada situasi
ini bila sudut datang makin diperbesar, sudut kritis akan dicapai
sewaktu cahaya dipantulkan secara tiba-tiba, total dan sempurna
(refleksi internal total) dan sinus berkas cahaya datang di medium
yang lebih padat mencapai nilai n/n. Ini adalah salah satu metode
yang digunakan untuk menentukan indeks refraksi. Refraksi total
mengikuti hukum refleksi biasa I = -I. Hal ini memungkinkan
terjadinya refleksi sempurna tanpa pelapisan dan digunakan secara
luas dalam prisma dan serat optik. Sistem lensa mata yang positif
menyebabkan terkumpulnya sinar hasil pembiasan pada retina. Posisi
bintik kuning retina sendiri terletak pada garis median dari sistem
lensa mata. Bila sinar datang sejajar sumbu utama akan dibelokan
melalui jari-jari lensa, sedangkan bila sinar datang melalui pusat
17

kelengkungan lensa akan diteruskan dan bila sinar datang dari arah
selain itu akan dibelokan sejajar sumbu utama.
Konvergensi tepat pada retina hanya diperoleh bila benda yang
dilihat berada 6 meter atau lebih jauhnya dari mata. Bila jarak benda
kurang dari 6 meter, maka konvergensi berkurang dan bayangan yang
terbentuk tidak tepat pada retina. Jarak 6 meter adalah jari-jari
kelengkungan lensa mata, sehingga benda harus berada di ruang 3
agar bayangan yang terbentuk tepat pada retina. Semakin jauh jarak
benda, semakin jelas bayangan yang terbentuk.
2.2.4 Kelainan Refraksi
Emetropia (mata tanpa kelainan refraksi) dapat didefinisikan sebagai
suatu keadaan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang dari jarak tak
terhingga difokuskan tepat pada retina tanpa akomodasi. Ametropia (mata
dengan kelainan refraksi) dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan refraksi
mata, dimana sinar sejajar dari jarak tak terhingga difokuskan didepan atau
dibelakang retina, pada satu atau dua meridian. Ametropia dapat ditemukan
dalam bentuk kelainan presbiopia, miopia (rabun jauh), hipermetropia
(rabun dekat), dan astigmatisme.
2.2.4.1 Miopia
Definisi
Kata miopia diambil dari bahasa Yunani muopia yang berarti
menutup mata. Miopia merupakan suatu keadaan mata yang mempunyai
kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang
datang dibiaskan di depan retina, pada kondisi mata yang tidak
berakomodasi. Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan
terletak di depan makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik
(pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang.
Kelainan ini menyebabkan penglihatan buram untuk jarak jauh, popular
dengan istilah nearsightness.
Kata miopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2,
yang mana terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup,
dan ops yang berarti mata. Ini memang menyiratkan salah satu ciri ciri
penderita myopia yang suka menyipitkan matanya ketika melihat sesuatu
18

yang baginya tampak kurang jelas, karena dengan cara ini akan
terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang
tadinya berada di depan retina, akan bergeser ke belakang mendekati retina

Gambar 2.10 Proses penglihatan normal dan miopia


ETIOLOGI
1. Axial myopia. Merupakan akibat dari peningkatan panjang diameter
anteriorposterior bola mata. Merupakan bentuk yang paling sering
dijumpai.
2. Curvatural myopia. Terjadi akibat peningkatan lengkung kornea,
lensa, atau eduanya.
3. Positional myopia. Akibat dari penempatan lensa di bagian
anterior.
4. Index myopia. Akibat dari peningkatan indeks refraksi lensa terkait
dengan sklerosis nukleus.
5. Myopia due to excessive accommodation. Terjadi pada pasien
dengan spasme akomodasi.
KLASIFIKASI
a. Berdasarkan Manifestasi Klinis :
Simple : Status refraksi mata dengan miopia sederhana tergantung
pada daya optik kornea dan lensa kristal, dan panjang aksial. Mata
dengan miopi simple merupakan mata normal yang terlalu panjang
untuk kekuatan optiknya atau memiliki kekuatan optik yang terlalu
kuat untuk panjang aksisnya. Bentuk miopi ini adalah yang paling
19

umum, biasanya kurang dari 6 Dioptri atau kurang dari 4-5 D.


Ketika derajad miopi pada kedua mata tidak sama, hal ini disebut
anisomiopia. Jika salah satu mata emetrop sementara yang lainnya
miopi, ini disebut simple miopi anisometropia. Anisometropia
menjadi signifikan bila perbedaannya mencapai 1 D atau lebih.
Miopia Nokturnal : terjadi pada kondisi pencahayaan redu akibat
dari peningkatan respon akomodasi.
Pseudomiopia : akibat dari peningkatan kekuatan refraksi mata
akibat dari overstimulasi pada mekanisme akomodasi mata atau
terjadinya spasme siliar. Dinamakan pseudo karena pasien hanya
mengalami miopi jika respon akomodaasi tidak tepat.
Miopia degeneratif : derajad miopia berkaitan dengan perubahan
degeneratif pada segmen posterior mata. Perubahan degeneratif
dapat menyebabkan penurunan koreksi mata terbaik atau
perubahan lapang pandang.
Miopia terinduksi : merupakan hasil dari eksposur agen farmako,
perubahan tingkat gula darah, sklerosis nukleus lensa kristalin.
Miopi jenis ini reversible.

b. Berdasarkan penyebab myopia :


Miopia refraktif : Miopia yang terjadi akibat bertambahnya indeks
bias media penglihatan, seperti pada katarak.
Miopia aksial : Miopia yang terjadi akibat panjangnya sumbu bola
mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.

c. Menurut perjalanan penyakitnya :


Miopia stasioner : Miopia yang menetap setelah dewasa.
Miopia progresif : Miopia yang bertambah terus pada usia
dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.
Miopia maligna : Keadaan yang lebih berat dari miopia
progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.
20

d. Berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk


mengkoreksinya :
Miopia ringan : Lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
Miopia sedang : Lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
Miopia berat : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita miopia
kategori ini rawan terhadap bahaya pengelupasan retina dan
glaukoma sudut terbuka.
e. Berdasarkan umur :
Juvenile-Onset Myopia (JOM) : JOM didefinisikan sebagai miopia
dengan onset antara 7-16 tahun yang disebabkan terutama oleh
karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata yang fisiologis.
Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan kerja
berlebihan yang menggunakan penglihatan dekat merupakan
faktor-faktor risiko yang dilaporkan oleh berbagai penelitian. Pada
wanita, peningkatan prevalensi miopia terbesar terjadi pada usia 9-
10 tahun, sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12 tahun.
Semakin dini onset dari miopia, semakin besar progresi dari
miopianya. Miopia yang mulai terjadi pada usia 16 tahun biasanya
lebih ringan dan lebih jarang ditemukan. Progresi dari miopia
biasanya berhenti pada usia remaja ( pada usia 16 tahun, pada
usia 15 tahun)
Adult-Onset Myopia (AOM) : AOM dimulai pada usia 20 tahun.
a. Youth-onset myopia miopia yang terjadi pada usia kurang
dari 20 tahun
b. Early adult onset myopia miopia yang terjadi pada usia 20
sampai 40 tahun
c. Late adult onset myopiamyopia yang terjadi setelah usia 40
tahun
Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan dekat merupakan
faktor risiko dari perkembangan miopia.
21

f. Klasifikasi secara klinik :


Miopia kongenital
Myopia kongenital biasanya ada sejak lahir, namun biasanya
baru didiagnosis pada usia 2-3 tahun. Kebanyakan kelainan refraksi
yang terjadi unilateral dan jarang bilateral. Anak dapat sering
memicingkan mata untuk melihat lebih jelas titik jauh. Myopia
kongenital kadang berkaitan dengan anomali kongenital lainnya
seperti katarak, microthalmos, aniridia, megalokornea, dan
pemisahan retina kongenital. Koreksi dini miopia kongenital
disarankan.
Miopia simplek
Miopia simplek adalah jenis yang paling sering terjadi. Jenis
ini dianggap sebagai kelainan fisiologis tanpa berkaitan dengan
penyakit mata lain. Prevalensinya meningkat dari 2% pada usia 5
tahun menjadi 14% pada usia 15 tahun. Karena peningkatan terjadi
pada usia sekolah, yaitu usia 8 sampai 12 tahun, hal ini disebut juga
school myopia.
Etiologi
Miopia ini merupakan variasi biologis normal pertumbuhan
mata yang dapat atau tidak berkaitan dengan genetik. Beberapa
faktor yang berkaitan dengan miopia simplek yaitu :

Miopia simplek tipe aksial hanya merupakan variasi fisiologis


panjang bola mata atau dapat berkaitan dengan pertumbuhan
neurologis dini saat usia anak.
Miopia simplek tipe kurvatura dianggap akibat kurang
berkembangnya bola mata
Peran diet saat usia anak telah dilaporkan tanpa ada hasil
konklusif.
Peran genetik. Genetik berperan pada variasi biologis
perkembangan mata, dimana prevalensi miopia lebih banyak
pada anak dengan kedua orang tua miopia (20%) daripada
anak dengan 1 orang tua miopia (10%) dan anak tanpa orang
22

tua miopia (5%).


Teori pekerjaan jarak dekat berlebihan. Namun teori ini tidak
membuktikan adanya hubungan miopia dengan pekerjaan jarak
dekat, menonton televisi dan tidak melakukan pemakaian
kacamata.
Gejala subjektif
penurunan visus untuk jarak jauh adalah keluhan utama miopia
Gejala astenopia dapat terjadi pada pasien dengan miopia
ringan
Sering memicingkan mata mungkin dikeluhkan oleh orang tua
pasien dengan anak miopia.
Gejala objektif
Bola mata yang sedikit menonjol
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan
pupil yang relatif lebar.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang
normal atau dapat disertai cresen myopia (myopiaic crescent)
yang ringan di sekitar papil saraf optik
Kelainan refraksi: miopia simplek biasa terjadi antara usia 5 -
10 tahun dan akan terus naik sampai usia 18 - 20 tahun. Miopia
simplek kelainan refraksinya biasanya tidak melebihi 6-8 D.
Miopia patologik
Miopia patologi/ degeneratif/ progresif, seusai dengan
namanya, adalah kelainan progresif yang cepat dimulai dari usia 5-
10 tahun dan menghasilkan miopia yang berat pada dewasa muda
dan biasanya berkaitan dengan perubahan degeneratif pada mata.
Etiologi
Belum ada hipotesis yang dapat menjelaskan etiopatologis dari
miopia patologis secara memuaskan. Namun, diketahui bahwa hal
ini berhubungan dengan genetik dan proses pertumbuhan secara
general.
23

Peran herediter
Telah dikonfirmasi bahwa faktor genetik memegang peranan
penting pada etiologinya, dimana miopia progresif: (i) familial,
(ii) lebih sering pada ras tertentu seperti Cina, Jepang, Arab,
Yahudi, dan jarang pada Negroid, Nubian, dan Sudan. Telah
disimpulkan bahwa pertumbuhan retina terkait dengan
herediter sangat berpengaruh terhadap perkembangan miopia.
Sklera karena distensibilitasnya mengikuti pertumbuhan retina,
namun koroid mengalami degenerasi karena peregangan, yang
akhirnya menyebabkan degenerasi retina.

Peran proses pertumbuhan secara general


Walaupun tidak berpengaruh banyak, namun hal ini tidak
dapat di lupakan dalam progres miopia. Pemanjangan segmen
posterior dari bola mata dimulai hanya saat periode
pertumbuhan aktif. Oleh karena itu, faktor defisiensi nutrisi,
penyakit penyerta, gangguan endokrin yang mempengaruhi
proses pertumbuhan general juga mempengaruhi progres dari
miopia.
Gejala subjektif :
1. Defek pada visus. Terdapat penurunan fungsi penglihatan
karena biasanya kelainannya berat. Pada tahap lanjut,
penurunan visus tidak dapat terkoreksi karena terdapat
perubahan degeneratif.
2. Muscae volitantes yaitu terlihat bintik hitam berterbangan di
depan mata yang disebabkan degenerasi vitreus.
3. Night blindness dapat dikeluhkan yang disebabkan kelainan
miopia yang sangat berat dengan perubahan degeneratif
signifikan.
Gejala objektif:
1. Mata yang menonjol. Mata yang mengalami pemanjangan
adalah bagian posterior. Bagian anterior bola mata biasanya
normal.
24

2. Kornea terlihat besat


3. COA dalam
4. Pupil terlihat sedikit membesar dan reaksi terhadap cahaya
lambat
5. Pemeriksaan funduskopi:
Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan
atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-
benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang
ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan miopia.
Papil saraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia,
papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian
temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil,
sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang
atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang
ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.
Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian
perifer.
Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan
koroid dan retina. Akibat penipisan retina ini maka bayangan
koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.
GEJALA KLINIS
Sebagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan
pada jarak pandang.Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila
penderita telah diperiksa.
Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka
penderita miopia hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat,
sedangkan penglihatan kabur bila melihat objek jauh.
Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi
dari miopianya dapat disembuhkan.
Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh
25

untuk mendapatkan efek pinhole agar dapat melihat dengan lebih


jelas.
Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah
melakukannya tanpa usaha akomodasi
DIAGNOSIS
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan
objektif, setelah diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa
kelainan organik. Cara subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur
terangnya saat di periksa.Pemeriksaan dilakukan guna mengetahui derajat
lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan
sehingga menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik. Alat yang
digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan dan sebuah set lensa
coba.
Tehnik pemeriksaan :
1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter (minimal 5
meter), jika kurang dari 5 meter akan terjadi akomodasi.
2. Pada mata dipasang bingkai percobaan/trial frame dan satu mata ditutup
dengan occlude, didahului dengan mata kanan.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan
diteruskan sampai huruf terkecil yang masih dapat terbaca.
4. Lensa sferis negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam
penglihatan menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan
hingga dapat terbaca huruf pada baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6.
6. Jika ditambah lensa sferis masih tidak bisa, kemungkinan pasien
mempunyai astigmatisma. Dilakukan Fogging Test.
7. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
Cara Obyektif
Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana
tambah atau kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan
alat-alat tertentu yaitu retinoskop. Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi
mata dengan cara mengamati gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang
26

dipantulkan kembali oleh retina. Pada saat pemeriksaan retinoskop tanpa


sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi), pasien harus menatap
jauh.Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata kanan dengan mata kanan
dan jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visual mata. Jarak
pemeriksaan biasanya meter dan dipakai sinar yang sejajar atau sedikit
divergen berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak
di pupil bergerak searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus.
Terus tambah sampai tampak hampir diam atau hampir terbalik arahnya.
Keadaan ini dikatakan point of reversal (POR), sebaliknya bila terbalik
tambahkan lensa minus sampai diam. Nilai refraksi sama dengan nilai POR
dikurangi dengan ekivalen dioptri untuk jarak tersebut, misalnya untuk jarak
meter dikurangi 2 dioptri.
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada
setiap pasien. Cara ini sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang
yang tidak kooperatif, cukup dengan pemeriksaan objektif.Untuk yang tidak
terbiasa, pemeriksaan subjektif saja pada umumnya bisa dilakukan.

TATALAKSANA
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata
difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :
Cara optik
1. Kacamata (Lensa Konkaf)
Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan
lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu
lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya
bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia,
keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan
mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum
masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah
retina.
2. Lensa kontak
Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan
kornea. Lensa ini tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang
27

mengisi ruang antara lensa kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus
dari lensa kontak adalah menghilangkan hampir semua pembiasan yang
terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air mata
mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea sehingga
permukaan anterior kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan
optik mata. Sehingga permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan
penting.
Cara operasi
Ada beberapa cara, yaitu :
1. Insisi Radikal
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan
ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik.Pada penyembuhan insisi ini terjadi
pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan
refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahannya:
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah
RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet,
tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak
sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat
malam hari.
2. Laser photorefractive keratektomy (PRK)
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi
dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan
sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk miopi -2 sampai -
6 dioptri.
Kelemahan PRK:
- Penyembuhan postoperatif yang lambat
- Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya
penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa
minggu.
- Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan
- PRK lebih mahal dibanding RK
28

3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)


Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea
anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung
diablasi dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat.
Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
Umur lebih dari 20 tahun.
Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
Motivasi pasien
Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK
Keuntungan LASIK
- Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif
- Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
- Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena
trauma
- Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
- Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
Kekurangan LASIK
- LASIK jauh lebih mahal
- Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
- Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap
putus saat operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.
4. Ekstraksi lensa jernih (Fucala's operation)
Dianjurkan untuk miopi -16 sampai -18D, terutama pada kasus unilateral.
Baru-baru ini, ekstraksi lensa yang jernih dengan implantasi IOL dengan kekuatan
yang sesuai direkomendasikan untuk mopia lebih dari 12 D.
5. Phakic Intraocular Lens
Atau implantasi intraocular contact lens (ICL) juga dipertimbangkan untuk
koreksi miopia lebih dari 12 D. Pada teknik ini, IOL khusus diimplantasi di COA
atau di COP di anterior dari lensa asli.
29

6. Orthokeratology
Metode reversibel nonbedah dengan memakai lensa kontak rigid gas
permeabel saat malam. Metode ini dapat dipertimbangkan untuk koreksi miopia
hingga -5D dan dapat digunakan untuk pasien usia kurang dari 18 tahun.

KOMPLIKASI
a. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D (- 4,75)D sekitar 1/6662.
Sedangkan pada (- 5) D (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari
(-10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada
miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.
b. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air
dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara
perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi.
Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal,
penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut,
dapat terjadi kolaps badan vitreus sehingga kehilangan kontak dengan retina.
Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan
kerusakan retina. Vitreusdetachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya
volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.
c. Miopic makulopaty
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah
kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang
berkurang.Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa
menyebabkan kurangnya lapangan pandang.Miopia vaskular koroid/degenerasi
makular miopik juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal,
dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah
sentral retina.
d. Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia
sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi
30

dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat
penyambung pada trabekula.
e. Skotoma
Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina
maka akan timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan daerah
penglihatan sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan
mencair berkumpul di muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar
diretina sangat menggangu pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan
tersebut cenderung berkembang secara perlahan dan selama itu pasien tidak
pernah menggunakan indera penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya
tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat
atau ablasio retina.

You might also like