You are on page 1of 9

Asy Syams 1 8

Asy Syams 9 15
Di sini Tuhan Allah mengambil persumpahan dengan beberapa makhluk yang Dia
ciptakan, yang samasekali itu adalah makhluk besar jika dibandingkan dengan kejadian
manusia. Mula sekali di Surat ini Tuhan bersumpah dengan matahari, dan matahari
pula yang menjadi nama Surat ini; Demi matahari dan cahaya siangnya. (ayat 1).

Karena apabila matahari telah mulai terbit, kian lama dia akan kian tinggi dan kian
memancar pulalah cahaya siangnya. Maka terasalah betapa sangkut=pautnya
kehidupan manusia dengan cahaya matahari di siang hari itu.

Dalam ayat ini ada disebut waktu Dhuha, yaitu sejak matahari mulai beransur panas,
sampai matahari di pertengahan langit. Waktu itu disebut waktu Dhuha. Syaikh
Muhammad Abduh dalam tafsir Juzu ammanya mengatakan bahwa matahari dijadikan
persumpahan oleh Tuhan agar kita perhatikan terbitnya dan terbenamnya, karena dia
adalah makhluk Tuhan yang besar dan dahsyat. Dan Tuhan ambil pula cahaya
siangnya jadi persumpahan karena cahaya itulah sumber kehidupan dan penerang
mencari petunjuk dalam alam ciptaan Tuhan yang luas ini. Di mana engkau akan dapat
hidup kalau cahaya matahari tak menerangi? Dan di mana engkau akan dapat melihat
sesuatu yang tumbuh dan berkembang? Bahkan di mana engkau dapat mengetahui
dirimu sendiri, kalau tak ada cahaya Sang Surya?
Demi bulan apabila dia mengikutinya. (ayat 2). Yang dimaksud bulan mengikuti
matahari ini ialah di saat-saat bulan mencapai purnamanya, sejak 13 haribulan sampai
16 haribulan. Waktu itulah bulan penuh sebagaimana adanya kelihatan dari muka bumi,
sehingga malam pun mendapat sinaran dari bulan sepenuhnya sejak matahari
terbenam sampai fajar menyingsing. Oleh sebab itu persumpahan Ilahi tertuju di sini
bukan semata kepada bulannya, tetapi terutama lagi kepada perbandingan cahayanya
dengan cahaya matahari. Bukanlah maksud ayat ini bahwa bulan sendirilah yang
mengikuti matahari, sebab sebagai tersebut di dalam Surat 36, Yaa-Siin ayat 40
perjalanan bulan itu jauh lebih cepat dari perjalanan matahari, sehingga Tidaklah
selayaknya matahari menukar bulan, sebab perjalanan matahari itu lebih lambat (365
hari edaran satu tahun) dan bulan lebih cepat (354 hari dalam setahun).

Demi siang apabila menampakkannya. (ayat 3). Artinya, apabila hari telah pertambah
siang, bertambah nampak jelaslah matahari itu, bahkan adanya matahari yang jelas
itulah yang menyebabkan adanya siang. Karena di waktu itulah matahari yang
memancarkan cahaya itu menjadi lebih jelas. Sehingga jelaslah dalam ayat ini betapa
pentingnya cahaya itu bagi seluruh alam dalam kekeluargaan matahari, terutama di
muka bumi kita ini. Dan kepentingan perhatian kita di hadapan cahaya itu bertambah
lagi karena ayat yang berikutnya; Demi malam apabila menutupinya. (ayat 4). Karena
bila matahari telah terbenam datanglah malam. Malam ialah saat-saat berpengaruhnya
kegelapan, karena matahari tidak kelihatan lagi. Dan kegelapan malam itu
mempengaruhi kepada urat-urat saraf kita. Dengan datangnya malam, yang matahari
laksana tersimpan dahulu, kita pun dapat beristirahat menunggu matahari terbit pula.

Demi langit dan apa yang mendirikannya. (ayat 5). Setelah diambil perhatian kita
kepada matahari, bulan dan siang dan malam, pada yang kelima diperingatkanlah
keindahan langit itu sendiri, dan apa atau siapakah yang membina langit yang demikian
indah, yang kadang-kadang dinamai gubah hijau, demi indah permainya di siang hari
ketika awan beriring ke tepi, bukan berarak ke tengah. Dan lebih indah lagi bila
kelihatan di malam hari dengan hiasan bintang-bintang, tidak pernah membosankan
mata memandang, lebih-lebih lagi mereka yang berperasaan halus.
Demi bumi dan apa yang menghamparkannya. (ayat 6). Kelihatan pula keindahan
bumi dengan lautan dan daratannya, gunung dan ganangnya, danau dan tasiknya,
rimba dan padang belantaranya. Kayu-kayuannya, rumput-rumputannya, binatang-
binatangnya, ikannya di laut, ternaknya di padang. Sebagai ayat 5 tentang langit,
perhatian pun ditarik untuk memperhatikan apa yang menghamparkan bumi itu begitu
indah, dengan padang saujananya yang serenjana mata memandang. Alangkah
dahsyatnya kejadian bumi itu, apakah agaknya, atau siapakah yang
menghamparkannya sehingga manusia dapat hidup di dalam bumi terhampar itu? Di
kedua ayat ini, ayat lima dan ayat enam; dikatakan apa untuk mencari siapa!
Untuk menegaskan dari apa kepada siapa, datanglah ayat selanjutnya; Demi sesuatu
diri dan apa yang menyempurnakannya. (ayat 7). Atau sesuatu jiwa, yang dimaksud
ialah peribadi seorang Insan, termasuk engkau, termasuk aku. Sesudah kita disuruh
memperhatikan matahari dan bulan, siang dan malam, langit dan bumi dan
latarbelakang segala yang nyata itu, yang di dalam filsafat dinamai fisika, kita
disuruh mencari apa metafisikanya, sampai hendaknya kita menginsafi bahwa segala-
galanya itu mustahil terjadi dengan sendirinya. Semuanya teratur, mustahil tidak ada
yang mengatur. Untuk sampai kesana, sesudah melihat alam keliling, hendaklah kita
melihat diri sendiri; Siapakah AKU ini sebenarnya? Aku lihat matahari dan bulan itu,
siang dan malam itu, langit dan bumi itu, kemudian aku fikirkan; Aku yang melihat ini
sendiri siapakah adanya? Mula-mula yang kita dapati ialah; Aku Ada! bukti bahwa
aku ini ADA ialah karena aku berfikir. Aku Ada, karena aku bertanya. Sesudah Aku yakin
akan ADAnya aku, datanglah pertanyaanku terakhir; secara kebetulankah AKU ADA
ini? Secara kebetulankah aku ini berfikir? Dan apa artinya AKU ADA ini? Siapakah yang
aku? Apakah tubuh kasar ini, yang dinamai fisika pula. Kalau hanya semata-mata tubuh
kasar ini yang aku, mengapa waktu berhenti bernafas dan orang pun mati? Dan
barulah sempurna hidupku karena ada gabungan pada diriku ini di antara badan dan
nyawa. Dan nyawa itu pun adalah sesuatu yang metafisika, di luar kenyataan! Maka
lanjutlah pertanyaan! Apa dan siapakah yang menyempurnakan kejadianku itu?
Di sinilah kita mencari Tuhan Maha Pencipta, setelah kita yakin akan adanya diri kita. Di
sinilah terletak pepatah terkenal:

Barang siapa yang telah mengenal akan dirinya, niscaya akan kenallah dia kepada Tuhannya.

Sedangkan diri sendiri lagi menjadi suatu persoalan besar, apakah lagi persoalan
tentang mencari hakekat Tuhan. Maka akan nyatalah dan jelaslah Tuhan itu pada
matahari dengan cahaya siangnya, bulan ketika mengiringinya, siang ketika
menampakkannya, malam ketika menutupinya, langit yang jelas betapa kokoh
pendiriannya dan bumi yang jelas betapa indah penghamparannya; akhirnya diri kita
sendiri dengan serba-serbi keajaibannya.

Maka menujukkanlah Dia. (pangkal ayat 8). Dia, yaitu Tuhan yang mendirikan langit
menghamparkan bumi dan menyempurnakan kejadian Insan. Diberi-Nya Ilham diberi-
Nya petunjuk kepadanya. Artinya kepada diri Insan tadi; Akan kejahatannya dan
kebaikannya. (ujung ayat 8).
Diberilah setiap diri itu Ilham oleh Tuhan, mana jalan yang buruk, yang berbahaya, yang
akan membawa celaka supaya janganlah ditempuh, dan bersamaan dengan itu
diberinya pula petunjuk mana jalan yang baik, yang akan membawa selamat dan
bahagia dunia dan akhirat.

Artinya, bahwa setiap orang diberi akal buat menimbang, diberikan kesanggupan
menerima Ilham dan petunjuk. Semua orang diberitahu mana yang membawa celaka
dan mana yang akan selamat. Itulah tanda cinta Allah kepada hamba-Nya. Di Surat Al-
Balad yang baru lalu pada ayat 10 dikatakan juga:

Maka berbahagialah barangsiapa yang membersihkannya. (ayat 9). Setelah Tuhan


memberikan Ilham dan petunjuk, mana jalan yang salah dan mana jalan kepada takwa,
terserahlah kepada manusia itu sendiri, mana yang akan ditempuhnya, sebab dia diberi
Allah akal budi. Maka berbahagialah orang-orang yang membersihkan jiwanya atau
dirinya, gabungan di antara jasmani dan rohaninya. Jasmani dibersihkan dari hadas
dan najis, hadas besar atau kecil, baik najis ringan atau berat. Dan jiwanya dibersihkan
pula daripada penyakit-penyakit yang mengancam kemurniannya. Penyakit paling
berbahaya bagi jiwa ialah mempersekutukan Tuhan dengan yang lain, mendustakan
kebenaran yang dibawa oleh Rasul, atau bersifat hasad dengki kepada sesama
manusia, benci, dendam, sombong, angkuh dan lain-lain.

Dan celakalah barangsiapa yang mengotorinya. (ayat 10). Lawan dari mensucikan
atau membersihkan ialah mengotorinya. Membawa diri ke tempat yang kotor; kotor
jasmani tersebab najis, tidak istinja (bersuci daripada najis dan hadas), tidak berwudhu
lalu tidak sembahyang, tidak tahu kebersihan. Seorang yang beriman hendaklah selalu
mengusahakan pembersihan diri luar dan dalam, dan jangan mengotorinya. Sebab
kekotoran akan membuka segala pintu kepada berbagai kejahatan yang besar. Sebagai
salah satu bukti dari kekotoran jiwa itu ialah perbuatan kaum Tsamud, kaum yang
didatangi oleh Rasul Allah yang bernama Shalih.

Telah mendustakan Tsamud, tersebab kesombongannya. (ayat 11). Kesombongan


adalah salah satu akibat dari kekotoran jiwa. Kaum Tsamud sombong, angkuh dan
lantaran itu mereka tidak memperdulikan peraturan dan tidak menghargai janji yang
telah diikat dengan Allah; Seketika telah bangkit orang yang paling celaka di
antaranya. (ayat 12). Di dalam Surat-surat yang lain yang telah kita tafsirkan, telah kita
ketahui bahwa sekelompok orang-orang celaka yang tidak menghargai nilai-nilai budi
dan sopan, santun, peminum tuk dan pezina, telah bangkit menantang dan melanggar
peraturan Allah.
Lalu berkata Rasul Allah kepada mereka. (pangkal ayat 13). Yaitu Rasul Allah dan
Nabi-Nya, Shalih alaihis-salam, yang telah diutus Allah kepada kaum itu. Mulanya
mereka tidak mau percaya kepada Risalat yang dibawa oleh Nabi Shalih; lalu akhirnya
mereka meminta ayat, atau tanda dan mujizat akan jadi bukti bahwa dia memang
Utusan Tuhan. Lalu Tuhan ciptakan seekor unta besar. Maka dibuatlah janji bersama,
bahwa jika unta itu tercipta, maka minuman akan dibagi; sehari minuman untuk unta
dan sehari untuk penduduk negeri itu. Air itu timbul dari satu mata-air yang jernih. Di
hari minuman unta mereka tidak boleh mengambil air, walaupun seteguk. Di hari minum
mereka unta tidak akan minum, walaupun seteguk. Itulah yang diperingatkan oleh Nabi
Shalih; (Jagalah) unta Allah dan minumannya. (ujung ayat 13). Artinya janganlah
perjanjian dan pembahagian itu dilanggar, turutilah baik-baik dan jangan unta Allah itu
diganggu supaya kalian selamat.

Tetapi mereka dustakan dia. (pangkal ayat 14). Mulanya mereka langgar peraturan
yang telah diperbuat itu. Karena si celaka itu, dua orang kepalanya, yaitu si Qadar dan
si Mashda ingin minuman tuak di rumah kekasih mereka seorang perempuan jahat.
Setelah tuak itu dihidangkan ternyata sangat tebal alkoholnya. Mereka ingin ditambah
sedikit dengan air. Tetapi pada malam itu air tidak ada dalam kendi perempuan itu, dan
malam itu air tidak boleh diambil ke telaga, sebab sedang hari minuman unta. Maka
dengan sombongnya kedua kepala penjahat atau orang celaka itu menyuruh anak buah
mereka menyauk air dan minum sepuas-puasnya dan jangan diperdulikan peraturan
yang dibuat Nabi Shalih itu. Kalau membuat-buat peraturan yang mengikat
kemerdekaan mereka, kalau perlu Shalih sendiri dibunuh; Lalu mereka bunuh unta itu.
Yang dinamai Naqat Allah, unta Allah. Unta itu mereka bunuh beramai-ramai pada
malam itu juga, mereka bagi-bagi dagingnya dan mereka makan bersama-sama. Maka
Tuhan mereka pun mencurahkan azab kepada mereka lantaran dosa mereka itu.
Sebagaimana telah disebutkan dalam beberapa Surat sebelum ini, didatangkan
Tuhanlah kepada mereka siksaan tiga hari lamanya; khusus kepada sekalian mereka
yang telah memakan daging unta itu; Hari pertama seluruh badan jadi kuning, hari
kedua masak jadi merah, hari ketiga menjadi hitam. Dan pada petang hari yang ketiga
itu kedengaranlah suara pekik yang sangat hebatnya, sehingga pecahlah anak telinga
mendengarkannya dan sampai kepada perut pun jadi pecah. Adapun orang yang tidak
turut memakan daging unta itu telah dibawa oleh Nabi Shalih terlebih dahulu
meninggalkan negeri itu, sehingga mereka pun selamat; Hingga Dia ratakan
kebinasaan itu. (ujung ayat 14). Tidak ada yang terlepas, semua yang bersalah, laki-
laki dan perempuan, bahkan siapa saja pun rata disapu oleh azab itu, kecuali orang-
orang yang beriman yang telah dapat memelihara diri di bawah pimpinan Nabi Shalih
sebelum azab turun.

Maka tidaklah Dia menghiraukan akibat dari kesalahan mereka. (ayat 15). Artinya, jika
semua yang bersalah itu mendapat siksa yang rata dari Allah, tanpa kecuali, janganlah
sampai orang menyangka bahwa Allah berbuat aniaya kepada hamba-Nya. Azab Allah
itu adalah akibat saja. Di dalam ayat tersebut uqbaaha daripada pelanggaran yang
telah mereka lakukan. Maka segala manusia pun demikianlah jalan yang akan mereka
tempuh. Tidaklah mereka dengan tiba-tiba datang dan diazab saja. Tuhan terlebih
dahulu memberikan Ilham mana jalan yang salah dan yang buruk dan mana pula jalan
yang takwa dan selamat. Untuk perlengkapannya maka Allah mengutus Rasul, guna
menyempurnakan ilham yang diberikan Tuhan itu. Berbahagialah orang yang berusaha
mensucikan dirinya lahir dan batin, dan celakalah orang yang mengotorinya. Cobalah
perhatikan kaum Tsamud itu; telah Tuhan utus seorang Rasul kepada mereka. Lalu
mereka meminta tanda dia jadi Utusan Tuhan. Permohonan mereka dikabulkan. Lalu
diikat janji dan disetujui bersama, dan Tuhan pun menciptakan Unta Allah itu. Tetapi
rupanya masih ada di antara mereka yang mengotori diri dengan perangai-perangai
jahat dan celaka, sampai mereka bunuh unta itu, dan mereka bagi-bagikan dagingnya
dan mereka makan bersukaria, seakan-akan mempertontonkan bahwa peraturan dan
perjanjian dengan Allah itu tidaklah akan mencelakakan diri kalau dilanggar. Akibatnya
ialah bahwa Allah mengambil sikap; mereka pun dihncurkn.
Maka tidaklah Allah menghiraukan atau sedikit pun Allah tidak merasa kasihan,
meskipun sifat Allah itu adalah Rahman, dan Rahim, Pengasih dn Penyayang.
Terhadap orag ini Tuhan melakukan sifatnya: Aziizun, dzun-tiqaam. Artinya Gagah
Perkasa dan membalas kesalahan dengan setimpal. Karena dalam sifat-sifat yang
demikian tidak sedikit pun kurang atau rusak sifat Rahman dan Rahim Allah itu. Bahkan
Rahman dan Rahim kepada makhluk-Nya dan hamba-Nya yang lain, diperlihatkan hal
ini kepada mereka, karena Allah Kasih dan Sayang, jangan sampai hamba yang lain
menempuh jalan yang salah itu pula.
Itulah artinya bahwa Allah tiada menghiraukan akibat dari kesalahan mereka,
sebagaimana yang terlukis pada ayat 15 ayat penutup Surat.

You might also like