You are on page 1of 15

1. Solusio plasenta.

Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering pada pre-eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat, Zuspan menemukan 23 %
hipofibrinogenemia, maka dari itu dianjurkan dilakukan pemeriksaan kadar fibrinogen
secara berkala.
3. Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan gejala
klinis hemolisis yang dikenal sebagai ikterus. Penyebab ikterus belum diketahui dengan
pasti apakah karena kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis
periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat
menerangkan ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri,
6. Edema paru-paru. Hal ini disebabkan karena payah jantung.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada preeklampsia dan eklampsia merupakan
akibat vasosapasme arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi
ternyata ditemukan juga pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
dengan peningkatan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP ( haemolysis, elevated liver enzyme dan low platelet)
9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma, fraktur karena jatuh akibat kejang, pneumonia
aspirasi dan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin
HELLP SYNDROME

Salah satu komplikasi dari PEB atau Eklamsia adalah HELLP syndrome. Tahun 1982,
Weinstein yang mengusulkan istilah ini yang merupakan singkatan dari hemolysis (H), elevated
liver enzyme (EL), dan low platelets (LP) atau trombositopenia. HELLP syndrome dapat terjadi
mulai kehamilan pertengahan trimester 2 sampai beberapa hari postpartum. Suatu penelitian
mengungkapkan data sebanyak 10% terjadi sebelum 27 minggu kehamilan, 20% sebelum 37
minggu dan terbanyak 70% antara 27-37 minggu.

Diagnosa :
HELLP syndrome ditegakkan dengan hasil laboratorium yaitu : anemia hemolitik
mikroangiopati, disfungsi hepar dan trombositopenia.
Hasil laboratorium dapat menunjukkan sebagai berikut :
1. Hapus darah perifer akan menunjukkan gambaran sistiosit, burr cells, helmet cells yang
menunjukan keadaan adanya kerusakan eritrosit.
2. Meningkatnya LDH (Lactic dehydrogenase) dan penurunan haptoglobin
terjadi sebelum peningkatan kadar bilirubin indirek dan penurunan kadar Hb.
3. Trombositopenia menunjukkan terjadinya abnormalitas sistem koagulasi.
4. Kelainan prothrombin time, partial thromboplastin time dan fibrinogen pada proses
lanjut.
5. Peningkatan kadar SGOT, SGPT dan LDH. Kadar bilirubin indirek meningkat pada
kasus yang lanjut.
6. Kadar asam urat > 7,8 mg/dl, ureum > 200 IU/L dan kreatinin > 1,0.

Gejala klinis adalah :


Nyeri epigastrium, mual, muntah, nyeri supraorbita,lapang pandang menyempit, eklamsia,
hipertensi berat dan bahaya pada ibu serta janin dapat terjadi solusio plasenta.

Klasifikasi HELLP syndrome


Klasifikasi Mississippi :
Kelas I : trombosit < 50.000 L.
Kelas II : trombosit > 50.000 tapi < 100.000 L.
Kelas III : trombosit > 100.000 tapi < 150.000 L.
Disertai hemolisis dan disfungsi hepar : LDH > 600 IU/L,
SGOT dan atau SGPT > 40 IU/L

Klasifikasi Tennesse :
Komplit :1) Trombosit < 100.000/L 2)LDH > 600 IU/L 3) SGOT > 70 IU/L.
Inkomplit/parsial : Hanya terdapat 1 atau 2 tanda pada komplit.

Kelas I mempunyai resiko mortalitas dan morbiditas perinatal yang paling tinggi.
Penanganan HELLP syndrome :

1. Antisipasi dan buat diagnosis.


Bila dicurigai perburukan PEB menjadi HELLP syndrome harus dilakukan pemeriksaan
laboratorium lengkap untuk menegakkan diagnosis. Analisa kondisi ibu.
Lengkapi data laboratorium dan singkirkan diagnosa banding.

2. Analisa kondisi janin : terminasi kehamilan segera atau boleh ditunda ?


Terapi PEB hanya satu yaitu terminasi kehamilan dan evakuasi villi korialis dan faktor-
faktor sitotoksik yang dihasilkannya. Saat terminasi bergantung kepada berat ringannya
kondisi ibu, kondisi janin, fungsi plasenta dan usia kehamilan.

Fasilitas tempat bersalin juga dipertimbangkan. Secara umum semua kehamilan dengan
HELLP syndrome kelas I dan usia kehamilan > 34 minggu diterminasi dalam 24 jam baik
pervaginam atau perabdominam. Kehamilan antara 24-34 minggu perlu diberi
kortikosteroid untuk pematangan paru.
3. Kontrol tekanan darah.
Tujuan menurunkan tekanan darah adalah mencegah tekanan darah terlalu tinggi yang
menyebabkan komplikasi ibu atau terjadinya solusio plasenta tapi perfusi plasenta tetap
adekuat. Yang dianjurkan adalah tekanan sistolik tidak melebihi 150 mmHg dan tekanan
diastolik antara 80-90 mmHg. Nifedipin jika diberikan per-oral mempunyai beberapa
keuntungan seperti kontrol tekanan darah yang baik, meningkatkan output urin,
kembalinya trombosit kejumlah normal dengan cepat, dengan efek samping yang kecil.

4. Mencegah kejang dengan MgSO4.


Dianjurkan semua pasien dengan HELLP syndrome terutama inpartu atau kapan saja
terasa nyeri epigastirum untuk mendapat Inj MgSO4 4-6 g IV bolus lambat dilanjutkan
dengan 1,5-4 g/jam perinfus.
Protokol baru di bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM adalah 4 gram bolus
dalam 5-10 menit perlahan,dilanjutkan maintenance 1 gram/jam selama 6 jam dilanjutkan
sampai 24 jam hingga tekanan darah terkontrol.

5. Terapi cairan dan elektrolit


Yang dianjurkan adalah pemberian Dekstrosa 5%, NaCl 0,45% dan RL
dengan kecepatan 100 cc/jam untuk mempertahankan output
urine paling sedikit 20 cc/jam (ideal 30-40 cc/jam). Total cairan masuk adalah
maksimum 150 cc/jam. Kekurangan cairan menyebabkan kerusakan ginjal dan
kelebihan cairan menyebabkan edema paru, asites dan lainnya.

6. Tangani kelainan perdarahan.


Jika trombosit < 50.000/l, dianjurkan diberikan transfusi trombosit. Jumlah
trombosit 40.000/l merupakan batasan untuk dapat dilakukan operasi.

7. Rencana persalinan.
Jika memungkinkan persalinan pervaginam merupakan pilihan.
Persalinan perabdominam dipilih jika terjadi perburukan pada janin atau ibu,
malpresentasi janin dan persalinan pervaginam yang masih lama.
Insisi mediana juga dianggap lebih baik daripada Pfannenstiel karena akan
mengurangi perdarahan. Anestesi epidural dianggap aman pada trombosit > 100.000 l.

8. Perawatan perinatal yang optimal.


Resiko utama untuk janin pada kasus HELLP syndrome adalah prematuritas. Pada
kehamilan 24-34 minggu pemberian kortikosteroid sangat bermanfaat untuk
mempercepat pematangan paru, mengurangi resiko necrotizing enterocolitis dan
perdarahan intraventrikuler.

9. Penanganan intensif postpartum.


HELLP syndrome dapat terjadi postpartum. Pasien postpartum perlu diobservasi di
ruangan intermediate intensive care dan boleh pindah ke ruang rawat biasa bila :
a) trombosit menunjukkan kenaikan dan kadar LDH menurun.
b) Diuresis > 100 cc/jam pada 2 jam berturut-turut tanpa obat diretik
c) tekanan darah sistolik sekitar 150 mmHg dan diastolik < 100 mmHg.
d) secara klinis membaik dan tidak ada komplikasi lain.

Pemberian deksametason 10 mg IV 2 pemberian setiap 12 jam kemudian 5 mg IV 2


pemberian setiap 12 jam sangat membantu mempercepat pemulihan jumlah trombosit,
diuresis, kadar LDH, SGOT dan Mean Arterial Pressure.

10. Waspada untuk kemungkinan timbulnya gagal organ.


Jika terjadi perburukan parameter HELLP syndrome maka terjadi peningkatan
morbiditas dan mortalitas ibu. Ibu dengan nyeri epigastrium hebat mungkin terjadi
perdarahan hepar atau bahkan ruptur jika terjadi terapinya harus dengan pembedahan.
Daftar Pustaka

1.Williams Obst. 21st ed.,USA McGraw-Hill 2003 p: 342-343, 1990;163:1089


HELLP Syndrome
2.Sibai Bm. The Hellp syndrome ;much do about nothing? Am J Obstet Gynecol
2.5 Komplikasi pre-eklamsia berat
Komplikasi pada pre-eklamsia biasanya terjadi pada pre-eklamsia berat. Komplikasi yang
terjadi dapat mengenai ibu maupun janin. Beberapa diantaranya, yaitu:1
1. Pada ibu yang menderita hipertensi akut dapat mengalami solusio plasenta.
2. Terjadinya hipofibrinogenemia
3. Pada penderita pre-eklamsia berat dapat terjadi hemolisis. Walaupun penyebab
terjadinya hal tersebut masih belum diketahui pasti apakah merupakan kerusakan sel hati
atau destruksi sel darah merah.
4. Perdarahan otak
5. Kehilangan penglihatan untuk sementara dapat disebabkan oleh ablasio retina. Keadaan
ini dapat pulih kembali setelah proses persalinan. Perdarahan dapat terjadi di retina. Hal
ini merupakan tanda akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru yang biasanya disebabkan oleh dekompensasio jantung kiri.
7. Nekrosis periportal hati adalah akibat vasospasme arteriol umum.
8. Sindroma HELLP, yaitu haemolysis, elevated liver enzym, dan low platelet.
9. Kelainan pada ginjal yang dapat terjadi adalah pembengkakan sitoplasma sel endotelial
tubulus ginjal. Selain itu dapat pula terjadi anuria hingga gagal ginjal.
10. Prematuritas yang dapat disebabkan oleh kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap
rangsangan.
11. Gawat janin yang disebabkan oleh kekurangan oksigen karena adanya penurunan aliran
darah ke plasenta.

2.6 Manifestasi klinis pre-eklamsia berat


Penyakit hipertensi pada kehamilan terdiri dari:1
1. Hipertensi kronik
Hipertensi merupakan tanda yang lebih dahulu muncul. Dikatakan hipertensi apabila
tekanan darah 140/90 mmHg. Kenaikan tekanan darah 30/15 mmHg dibandingkan tekanan
darah awal sudah jarang digunakan, walaupun hasil akhirnya di bawah 140/90 mmHg. Hal ini
dikarenakan hasil akhir yang buruk sangat jarang, sehingga hanya dibutuhkan observasi.
Penentuan tekanan darah minimal dilakukan dua kali dengan jarak enam jam dalam keadaan
istirahat.1,2
2. Proteinuria
Proteinuria merupakan tanda yang terpenting dan lambat munculnya. Dikatakan
proteinuria apabila kadar protein dalam urin > 300 mg/24 jam atau menetap 30 mg/dl (+1
dipstick) pada pengambilan urin acak. Minimal dilakukan pengambilan dua kali dengan jarak
enam jam. Protenuria muncul apabila terdapat lesi glomerular yang dapat terlihat dari biopsi
ginjal.1,2
3. Edema
Edema perlu dicurigai pada peningkatan berat badan lebih dari satu kg/minggu atau
peningkatan tiba-tiba dalam satu sampai dua hari. Edema dapat normal terjadi pada wanita
hamil, misalnya edema pretibial, dan tidak semua wanita pre-eklamsia mengalami edema,
sehingga kriteria ini sudah ditinggalkan.1,2
4. Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium terjadi akibat nekrosis hepatoselular, iskemia dan edema yang
menyebabkan peregangan pada kapsul Glisson. Gejala ini biasanya diikuti dengan peningkatan
enzim hepar, dan merupakan tanda untuk terminasi kehamilan.1
5. Trombositopenia
Trombositopenia menandakan perburukan pre-eklamsia, yang diakibatkan pengaktifan
trombosit, agregasi dan hemolisis mikroangiopati yang diinduksi vasospasme berat. Dikatakan
trombositopenia apabila < 100.000/ul. Adanya trombositopenia dapat disertai hemolisis masif
yang mengakibatkan hemoglobinemia, hemoglobinuria, dan hiperbilirubinemia. Gangguan
koagulasi lainnya adalah pemanjangan trombin time, penurunan kadar antitrombin III dan
peningkatan fibronektin.1
6. Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan dapat timbul berupa skotoma, diplopia dan penglihatan kabur.
Amaurosis dapat dilihat pada radiografik di mana terdapat hipodensitas pada lobus oksipital yang
ekstensif. Ablasio retina biasanya akan sembuh dalam 2 hari sampai 2 bulan setelah terminasi
kehamilan.1,2
7. Keterlibatan sistem saraf pusat
Keterlibatan SSP dapat berupa edema serebri yang mengakibatkan obtundasi, konfusi
sampai koma. Prognosisnya buruk dan dapat terjadi komplikasi herniasi.1
8. Keterlibatan paru
Edema paru merupakan sebab kematian utama yang disebabkan oleh dekompensasio
kordis kiri.2
9. Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzymes, and Low platelets). Gejalanya
adalah malaise, nyeri epigastrium, mual, muntah, dan gejala nonspe-
sifik sepeti terinfeksi virus.3
10. Gangguan ginjal
Kadar renin, angiotensin II, dan aldosteron normalnya meningkat pada kehamilan.
Namun, pada kehamilan dengan hipertensi justru menurun mendekati nilai normal saat tidak
hamil. Kadar natrium urin meningkat, kadar kalsium urin turun. Konsentrasi asam urat plasma
meningkat. Gangguan pada filtrasi glomerolus diakibatkan volume plasma yang menurun dan
mengakibatkan kreatinin serum meningkat sampai 5 mg/dl.1
7. Ginjal
Terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan perfusi renal akibat vasospasme intrarenal.
Kelainan secara mikroskopis dideteksi pada sel-sel glomerulus, sel jukstaglomerular, dan tubulus
Henle. Perubahan ini menyebabkan proteinuri dan retensi garam dan air. Setelah persalinan,
kelainan akan menghilang.
Ekskresi kalsium berkurang akibat peningkatan reabsorbsi di tubulus. Namun, apabila
terdapat nekrosis pada korteks, kelainan ini ireversibel. Proteinuri yang terjadi adalah
albuminuri yang diikuti oleh protein lain seperti hemoglobin, globulin dan transferin.
8. Sindrom HELLP ( Hemolysis, Elevated liver enzymes, and Low platelets)
Sindrom HELLP mengakibatkan gangguan hati pada penderita. Insiden sekitar 20% (
Memphis group). Gangguan pada hati dapat berupa perdarahan dan nekrosis pada tepi lobulus
dan trombosis pembuluh darah kecil terutama daerah periporta. Komplikasi dari sindrom
HELLP ini adalah abruptio plasenta, gagal ginjal akut, edema pulmo, dan hematoma subkapsuler
hepar (Audibert, dkk, 1996).1,2
HELLP syndrome17
Haemolysis (abnormal peripheral smear or raised total bilirubin concentration ( 20.5 mol/l)), raised liver enzyme activity
(raised aspartate aminotransferase ( 70 U/l)) or raised -glutamyltransferase ( 70 U/l), and low platelets (<100x109/l))
HELLP Syndrome
Merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pre-eklampsia berat.
Ketika sebuah platelet yang jumlahnya kurang dari 100,000 /mm3 telah tampak pada pasien pre-eklampsia berat,
penting untuk melihat apusan darah untuk memeriksa keping sel darah merah dan kandungan serum haptoglobin,
sebagaimana penentuan enzim-enzim hati. Jika keeping eritrosit terlihat pada cairan tersebut, haptoglobin tidak ada
atau menurun secara drastic, dan enzim hati ditingkatkan, berarti pasien mengalami pre-eklampsia dengan
komplikasi hematologis. Hemolisis pada kasus ini hasil dari lintasan sel melalui pembuluh darah kecil dilenyapkan
sedikit demi sedikit dengan fibrin deposits. Komplikasi pre-eklampsia seperti ini telah dikenalkan sebagai HELLP
(Hemolytic anemia, Elevated Liver enzymes, Low Platelet count ) oleh Weinstein untuk menjelaskan kondisinya.
Kriteria dari diagnosis HELLP syndrome telah dijelaskan oleh Sibai, sebagai berikut :
Kriteria diagnosis HELLP Syndrome :
Hemolysis (hasil abnormal pada apusan darah tepi atau peningkatan kadar bilirubin)
Schistiocytes pada cairan darah
Bilirubin > = 1,2 ml/dl atau 20,5mol/L
Tidak ada plasma haptoglobin
Peningkatan aktivitas enzim hati
SGOT > 72 IU / L, atau -GT 70 U/L
LDH > 600 IU / L
Low Platelet Count
Platelet < 100 x 103 / mm3
Sulit untuk membedakan antara kelainan ini dengan trombotik trombositopenik purpura (TTP), karena kemiripan
dalam gejala klinis, laboratorium dan karakteristik histologik. Bagaimanapun, preeklampsia berat terjadi lebih sering
daripada TTP. Terkadang, jika salah mendiagnosis sebagai TTP lalu dilakukan terapi medikamentosa yang malah
memperpanjang saat persalinan, hal ini akan sangat membahayakan. Setiap pasien hamil dengan hipertensi dan
komplikasi hematologi harus diterapi dengan anggapan bahwa kelainan tersebut diakibatkan karena kehamilannya.
Pada banyak kasus, terjadi perbaikan setelah persalinan. Jika terdapat TTP, hemolisis dan gejala neurologik tidak
akan berubah dengan dengan proses persalinan.
Rencana penatalaksanaan pasien dengan HELLP sindrom termasuk :
1. Induksi oksitosin harus dimulai secepatnya, kecuali terdapat kontraindikasi partus pervaginam. Perubahan pada
serviks harus diobservasi secepatnya setelah dimulai induksi. Jika partus pervaginam tidak terjadi dalam waktu 12
jam setelah induksi, terminasi kehamilan dengan operasi Caesar lebih dipilih.
2. Trombosit tidak diberikan kecuali jumlahnya < 20.000 / mm3 atau < 40.000 dengan gejala terganggunya hemostasis.
Jika diperlukan transfusi trombosit, tiap unit akan menaikkan jumlah sekitar 10.000/mm3. Karena tujuannya
menaikkan jumlah sampai minimal 50.000/mm3, transfusi 10 U trombosit biasanya mencukupi. Waktu ketahanan
hidup trombosit yang ditransfusikan tersebut tergantung keparahan penyakitnya. Setelah persalinan, pada awalnya
jumlah trombosit masih rendah tetapi akan meningkat jumlahnya dengan cepat setelah tiga hari postpartum. Jumlah
trombosit > 600.000/mm3 tidak jarang ditemukan pada hari ketujuh atau kedelapan. Peningkatan jumlah trombosit
dan penurunan LDH terlihat pada hari keempat post partum pada pasien yang sembuh tanpa komplikasi.
PRC (packed red cell) ditransfusikan jika hematokrit turun sampai < 30%. Ini sering terjadi pada awal masa nifas.
3. Pasien sering oliguric dan batas CVP (central Venous Pressure) dibutuhkan secara teratur untuk memoniitor
pengaturan cairan intravenous. Gais subclavian adalah kontra indikasi pada pasien pre-eklampsia dengan
thrombocytopenia karena karena tingginya resiko pendarahan dalam dan hemomediastinum. CVP line harus
dimasukkan melalui vena jugularis interna atau vena perifer.
4. Semua pasien tersebut, plasmapheresis mungkin menjadi ukuran keselamatan hidup. Plasmapheresis mempunyai
efek yang dramatis bagi penyakit dan mempercepat proses pemulihan. Resiko utama dari plasmapheresis adalah
potensi untuk hepatitis virus.
Sindroma HELLP
Komplikasi lain dari preeklampsia adalah terjadinya sindroma HELLP, yang terdiri dari
hemolisis sel darah merah, meningkatnya kadar enzim hati, dan hitung trombosit yang menurun.
Kriteria untuk diagnosis sindroma HELLP adalah:
Hemolisis : Bilirubin 1,2 ml/dl , ditemukannya schistosit pada sediaan darah
apus, tidak adanya haptoglobin plasma.
Enzim hati : SGOT > 78 IU/L, LDH > 600 IU/L
Hitung trombosit : < 100.000/mm3

Edema paru
Edema paru merupakan akibat dari kelebihan volume cairan dan kegagalan jantung kiri.
Kematian karena edema paru biasanya terjadi pada periode post partum dan ditandai dengan
adanya Respiratory distress, hipoksemia berat dan terdengarnya rales yang difus pada
auskultasi. Edema paru pada periode antepartum merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan
( persalinan ).

You might also like