You are on page 1of 4

Eclampsia

Preeklampsia dengan komplikasi kejang umum tonik klonik disebut dengan eklampsia.
Koma fatal tanpa kejang juga disebut eklampsia. Namun demikian, lebih baik membatasi
diagnosis pada wanita dengan kejang dan pada kasus kematian tanpa kejang karena
preeklampsia berat. Sesaat diagnosis eklampsia ditegakkan maka risiko pada ibu dan
anak harus mendapat perhatian. Sebagai contoh, Mattar dan Sibai dalam studinya pada
399 wanita eklampsia tahun 1977-1998 di Memphis mendapatkan beberapa komplikasi
mayor seperti abruptio plasenta, defisit neurologis, pneumonia aspirasi, edema paru,
cardiopulmonary arrest, gagal ginjal akut, dan kematian.
Hampir tanpa kecuali, preeklampsia mendahului terjadinya eklampsia. Tergantung
apakah kejang tejadi pada sebelum, ketika, atau setelah persalinan, maka eklampsia
dibagin menjadi antepartum, intrapartum, atau postpartum. Eklampsia paling sering
terjadi pada trimester akhir dan jumlahnya menjadi meningkat pada masa aterm.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, terjadi peningkatan insidens eklampsia pada saat
postpartum. Hal ini diperkirakan berkaitan dengan peningkatan pelayanan asuhan
prenatal, deteksi awal preeklampsia, dan penggunaan profilaksis magnesium sulfat.
Kapanpun kejang timbul, biasanya pergerakan kejang ini dimulai dari mulut dalam
bentuk facial twitchings. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam
kontraksi otot umum. Fase ini dapat berlangsung 15-20 detik. Kemudian rahang bawah
mulai membuka dan menutup secara kasar, dan segera diikuti juga dengan kelopak mata.
Otot-otot wajah lain dan lalu seluruh otot bergantian kontraksi dan relaksasi dalam waktu
yang cepat. Pergerakan otot ini sangat kuat sehingga dapat melemparkan tubuh wanita
keluar ranjang, dan bila tidak dilindungi maka lidahnya dapat tergigit oleh pergerakan
rahangnya. Fase ini, dimana otot-otot bergantian kontraksi dan relaksasi dapat
berlangsung dalam satu menit. Secara bertahap pergerakan otot ini menjadi lebih sedikit
dan jarang dan akhirnya sampai tidak bergerak.
Pada saat kejang, diafragma menjadi menetap tidak bergerak, dengan pernapasan menjadi
berhenti. Untuk beberapa detik pasien tampak meninggal karena henti napas, tetapi
kemudian pasien akan menarik napas panjang dan dalam, dan pernapasan kembali
berlanjut. Kecuali ditatalaksana, kejang pertama biasanya menjadi pemicu timbulnya
kejang lainnya, yang dapat bervariasi dalam jumlah dari satu atau dua kali kejang pada
kasus ringan sampai kejang yang terus menerus status epileptikus pada kasus berat
yang tidak ditatalaksana. Setelah kejang, maka timbul koma. Pasien tidak ingat dengan
kejang yang terjadi atau kejadian segera sebelum dan sesudah kejang. Bersamaan dengan
berjalannya waktu, ingatan ini kembali.
Lamanya koma setelah kejang bervariasi. Ketika kejang jarang, biasanya pasien segera
kembali sadar setelah tiap serangan. Ketika pasien tidak sadar, keadaan semiconscious
combative dapat terjadi. Pada kasus yang sangat berat, koma dapat terus terjadi diantara
kejang, dan kematian dapat terjadi sebelum pasien sempat sadar. Pada kasus yang jarang,
sekali kejang dapat diikuti koma dan pasien dapat meninggal, walaupun biasanya
kematian timbul setelah kejang sering terjadi.
Pernapasan pada saat eklampsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50 kali atau
lebih per menit. Hal ini terjadi karena respon dari keadaan hiperkarbia akibat lactic
acidemia, dan juga karena hipoksia. Sianosis dapat terjadi pada kasus yang berat. Demam
tinggi merupakan tanda keadaan yang berat karena hal ini mungkin terjadi karena adanya
pendarahan pada sistem saraf pusat.
Proteinuria hampir selalu terjadi. Output urin biasanya berkurang dan terkadang dapat
timbul anuria. Hemoglobinuria juga sering terjadi, tetapi hemoglobinemia jarang
ditemukan. Biasanya edema juga jelas ditemukan dan masif, namun dapat juga tidak
ditemukan.
Pada preeklampsia berat, setelah persalinan, keadaan peningkatan output urin biasanya
merupakan pertanda awal terjadinya perbaikan. Proteinuria dan edema biasanya
menghilang dalam seminggu. Pada kebanyakan kasus, tekanan darah kembali normal
dalam beberapa hari sampai 2 minggu setelah persalinan. Semakin lama hipertensi
bertahan pada postpartum, maka semakin rentan terjadi penyakit vaskuler kronik.
Pada eklampsia antepartum, persalainan dapat terjadi secara spontan segara setelah
kejang terjadi dan berlangsung dengan cepat, terkadang sebelum penolong persalinan
menyadari bahwa pasien yang sedang tak sadar tersebut memiliki kontraksi uterus yang
efektif.
Jika kejang terjadi ketika persalinan, kontraksi dapat meningkat dalam frekuensi dan
intensitas, dan durasi persalinan dapat menjadi lebih singkat. Karena hipoksemia
maternal dan lactic acidemia akibat kejang, bukan keadaan yang biasa bila terjadi
bradikardia fetal setelah kejang. Keadaan ini biasanya akan membaik dalam 3 5 menit;
jika hal ini menetap lebih dari 10 menit, penyebab lain, seperti abruptio plasenta atau
imminent delivery perlu dipertimbangkan.
Edema pulmoner dapat terjadi setelah eklampsia. Hal ini terjadi karena pneumonitis
aspirasi akibat inhalasi isi lambung jika terjadi muntah-muntah bersamaan dengan
kejang. Edema pulmoner ini bisa juga terjadi karena gagal jantung akibat kombinasi dari
hipertensi berat dan pemberian cairan intravena berlebihan.
Pada beberapa wanita dengan eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan
atau segera setelah kejang. Hal ini karena pendarahan cerebral masif. Hemiplegia dapat
terjadi karena pendarahan subletal. Pendarahan serebral biasanya terjadi pada wanita tua
dengan penyakit hipertensi kronik. Bisa juga terjadi akibat ruptur aneurisma berry atau
malformasi arterivena.
Sekitar 10% wanita mengalami gangguan penglihatan setelah kejang. Kebutaan jarang
berkembang spontan dengan preeklampsia. Dua penyebab kebutaan atau gangguan
penglihatan adalah lepasnya retina atau iskemia dan edema lobus oksipital.
Sekitar 5% wanita mengalami perubahan kesadaran, termasuk koma persisten, setelah
mengalami kejang. Hal ini terjadi karena edema serebral ekstensif dan herniasi uncus
transtentorial yang dapat menyebabkan kematian.
Eklampsia juga dapat menyebabkan pasien menjadi psikosis walaupun jarang. Hal ini
biasanya berlangsung beberapa hari sampai 2 minggu, tetapi prognosis untuk kembali
normal baik. Antipsikosis dengan dosis titrasi terbukti efektif.

Diagnosis Banding
Secara umum, eklampsia sering didiagnosis terlalu sering dibandingkan mencari dulu
diagnosis lain seperti epilepsi, ensefalitis, meningitis, tumor serebri, sistiserkosis, dan
ruptur aneurisma serebral. Sampai penyebab lain dieksklusi, seluruh wanita dengan
kejang harus dipertimbangkan sebagai eklampsia.

Prognosis
Prognosis eklampsia selalu serius. Karena eklampsia merupakan salah satu kondisi paling
berbahaya dalam kehamilan. Untungnya, mortalitas maternal karena eklampsia telah
menurun dari 4 dekade lalu.

Tatalaksana
Pada tahun 1955, Pritchard mengeluarkan tatalaksana standard untuk eklampsia pada
rumah sakit Parkland dan tatalaksana ini sampai sekarang masih digunakan. Kebanyakan
rejimen eklampsia yang digunakan di Amerika Serikat memiliki filosofi yang sama
yakni:
1. Pengontrolan kejang menggunakan magnesium sulfat intravena loading dose.
Kemudian dilanjutkan dengan pemberian magnesium sulfat kontinu melalui infus
atau pemberian loading dose secara intramuskular dan injeksi intramuskular
secara periodik.
2. Pemberian obat antihipertensi intravena atau oral secara intermiten untuk
menurunkan tekanan darah ketika tekanan diastolik meningkat berbahaya.
Beberapa klinisi memulai tatalaksana ketika tekanan diastolik 100 mmHg,
beberapa pada 105 mmHg, dan ada pula yang mulai mentatalaksana pada 110
mmHG
3. Hindari diuretik dan membatasi pemberian cairan intravena kecuali adanya
kehilangan cairan ang banyak. Agen hiperosmotik dihindari
4. Persalinan.

You might also like