You are on page 1of 25

WORKSHOP ON CARDIO-PEDIATRIC.

March 01,2011

DUKTUS ARTERIOSUS PERSISTEN .

Duktus Arteriousus Persisten (DAP) adalah masih terdapatnya pembuluh darah fetal yang
menghubungkan percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri (left pulmonary arteri) ke aorta
desendens tepat di sebelah distal arteri subklavia kiri. Penutupan fungsional duktus terjadi dalam
2-4 hari sesudah lahir pada bayi cukup bulan, namun dapat terbuka kembali secara intermiten
sampai 7 hari setelah lahir. Angka kejadian PDA sebesar 5-10% dari seluruh PJB ( tidak
termasuk bayi prematur ), wanita lebih banyak dari laki-laki 3 : 1. Angka kejadian PDA
bertambah dengan kelahiran prematur dan menjadi problem perawatan. Manifestasi klinis
tergantung dari besar kecilnya duktus dan tahanan vaskular paru. Pada yang kecil tidak
memberikan gejala klinis namun risiko endokarditis lebih besar, pada PDA sedang atau besar
biasanya menyebabkan gangguan tumbuh kembang, gagal jantung dan infeksi napas berulang.
Duktus arteriousus menutup secara fungsional pada 10-15 jam setelah lahir, jadi pirau ini
berlangsung relatif singkat. Penutup permanen terjadi pada usia 2-3 minggu.
Peningkatan tekanan oksigen arteri (Pa02) menyebabkan konstriksi duktus, sebaliknya
hipoksemia akan membuat duktus terbuka. Karena itulah DAP lebih banyak ditemukan pada
keadaan dengan Pa02 yang rendah termasuk bayi dengan sindrom gangguan pernafasan,
prematuritas, dan bayi yang lahir di dataran tinggi.
Peningkatan kadar katekolamin (norepinefrin, epinefrin) dan penurunan kadar prostaglandin
menyebabkan konstriksi duktus dan penutupan duktus.

Manifestasi klinis

Pada pemeriksaan fisis DAP didapatkan peningkatan aktifitas prekordium, tekanan nadi melebar
dengan tekanan diastolik yang rendah dan bounding pada pulsasi perifer. Bunyi jantung pada
umumnya normal, kadang-kadang komponen pulmonal dari bunyi jantung ke 2 terdengar agak
mengeras. Pada DAP besar dapat terdengar bunyi jantung ke 3 akibat pengisian cepat ventrikel
pada saat diastolik dan dapat terdengar di daerah apeks.
Pada bayi prematur terdengar bising sistolik pada tepi kiri sternum sela iga 2-3 dapat terdengar
pada usia 24-72 jam. Bising kontinyu yang biasanya terdengar pada anak biasanya tidak
terdengar. Pada bayi aterm yang baru lahir dengan DAP biasanya tidak terdengar bising.
Kemudian timbul bising sistolik yang secara progresif berubah menjadi bising kontinyu yang
khas yaitu aksentuasi pada akhir sistolik dan kontinyu melewati bunyi jantung kedua menuju
fase diatolik. Bising terdengar segera setelah bunyi jantung pertama mencapai puncak pada saat
bunyi jantung ke dua berakhir pada akhir bunyi jantung ketiga pada fase diastolik.

1
Bising kontinyu

Elektrokardiografi

Pada tahap tahap awal gambaran elektrokardiografi pada penderita DAP tidak menunjukkan
kelainan, tetapi jika DAP cukup besar pada beberapa minggu kemudian akan tampak garnbaran
hipertrofi ventrikel kiri dan atrium kiri. Pada DAP besar atau bila terdapat penyakit vaskular paru
dapat tampak gambaran hipertrofi ventrikel kanan.

Radiologi

Gambaran foto toraks pada penderita DAP yang cukup besar menunjukkan pembesaran atrium
kiri dan ventrikel kiri. Tampak peningkatan corakan vaskular paru. Dilatasi aorta ascending
biasanya tidak tampak pada bayi prematur dengan DAP. Pada DAP besar tampak segmen
pulmonal menonjol. Bila telah terdapat penyakit vaskular paru akan tampak pembesaran
ventrikel kanan, ventrikel kiri mengecil dan corakan vaskular paru berkurang.

Ekokardiografi

Ekokardiografi dapat secara langsung memperlihatkan duktus arteriosus. Dengan tehnik Doppler
(Pulsed, continous wave dan color) dapat dilihat gambaran aliran yang khas pada DAP. Besarnya
atrium kiri dapat dinilai dengan mengukur dimensinya dan
perbandingan atrium kiri dan aorta (LA/Ao). Rasio normal LA/Ao adalah 1,3:1.

Tatalaksana

Tatalaksana DAP meliputi medikal, intervensi bedah dan intervensi non bedah.
Terapi medikal ditujukan untuk pengelolaan infeksi, gagal jantung, gagal tumbuh kembang.
Pada bayi prematur penurunan hemoglobin akan meningkatkan curah jantung sebagai
kompensasi untuk memenuhi oksigenasi perifer, dan transport oksigen ke miokardium
tergantung oksigen content sehingga anemia akan menyebabkan iskemia miokardium dan
jaringan lain. Sehingga pada bayi-bayi prematur dengan DAP hematokrit dipertahankan diatas
45%.
Beban volume pada bayi prematur dengan DAP dapat menyebabkan gagal jantung sehingga
perlu dilakukan retriksi cairan dan Na+. Dahulu bayi prematur dengan DAP yang mengalami
gagal jantung diberikan digitalis dan furosemid. Saat ini telah diketahui bahwa digitalis tidak

2
efektif pada bayi bayi prematur dan sering menimbulkan intoksikasi, sehingga pilihan terapi
pada bayi prematur dengan DAP adalah menutup DAP secara bedah.
Cara lain ialah dengan pemberian indometasin yang diberikan sebelum usia 10 hari, dengan dosis
0,2 mg /kg BB intravena sebanyak 3 kali dg selang waktu 12 jam.
Indometasin tidak diberikan bila terdapat :
1. gangguan ginjal (serum kreatinin >1,6 mg/dl atau BUN >20 mg/dl)
2. perdarahan
3. Syok
4. NEC
5. EKG menunjukkan iskemia miokardium

Algoritma TATALAKSANA DUKTUS ARTERIOSUS PERSISTEN (DAP)


Keterangan : GJK = gagal jantung kongestif; HP = hipertensi pulmonal

Intervensi non bedah

Intervensi kardiologi pada DAP dengan menggunakan kateter telah dikenal sejak 20 tahun yang
lalu. Sebagian ahli kardiologi anak memakai tehnik tersebut tanpa operasi dengan hasil yang
memuaskan dengan menggunakan coil Gianturco atau Amplatzer device occluder ( ADO)
Adapun Syarat ADO adalah sbb:
diameter pda lebih 2 mm
berat badan lebih atau sama dg 5 kg.
tidak ada kelainan jantung lain
hipertensi pulmonal dg PARI < 8 um

3
Amplatzer device ADO terpasang baik

4
KAWASAKI DISEASE

Penyakit Kawasaki (PK), juga dikenal sebagai Kawasaki syndrome atau mucocutaneous lymph
node syndrome merupakan acute self- limited vasculitis disease yang terutama mengenai bayi
dan balita. Pertama kali dilaporkan pada tahun 1967 di Jepang oleh Tomisaku Kawasaki dengan
gejala demam akut disertai konjungtivitis bilateral non eksudatif, eritema pada bibir dan mukosa
mulut, eritema dan edema pada ekstrimitas, rash dan limfadenopati serfikal yang saat itu disebut
sebagai mucocutaneous lymph node syndrome.1. dan sekarang, dikenal sebagai penyakit
Kawasaki. Tidak ada pemeriksaan khusus untuk menegakkan diagnosis, diagnosis PK didasarkan
atas anamnesis dan manifestasi klinis serta laboratories berdasar atas criteria AHA Committee
on Rheumatic Fever, Endocarditis and Kawasaki Disease.

Gambaran klinik dan diagnosis

Tidak adanya tes diagnostik yang spesifik dan gambaran klinis yang patognomonik, dibuatlah
kriteria klinis untuk membantu membuat diagnosis penyakit Kawasaki. (Tabel. dibawah.)
Manifestasi klinis PK dapat dibagi menjadi 3 yaitu fase akut ( 10 hari pertama) , fase sub akut
( hari ke 11-25 ) dan konvalesen.

Fase Akut (10 Hari Pertama)

Diagnosis klasik penyakit Kawasaki didasarkan pada adanya demam 5 hari dan setidaknya
ditemukan 4 dari 5 gejala klinis utama. Biasanya, semua gejala klinis tidak timbul bersamaan
sehingga memerlukan kewaspadaan selama menunggu penegakkan diagnosis. Demam
merupakan gejala awal pertama yang dijumpai, biasanya tinggi berkisar 38-40C dengan pola
hektik dan tidak turun dengan pemberian antipiretik dan antibiotik dan dapat lebih dari 11 hari.
Perubahan-perubahan pada ekstremitas dimulai sejak awal demam dan dianggap sebagai tanda
yang paling khas dari penyakit ini. Telapak tangan dan kaki berwarna merah difus dengan
eritema konfluen yang menutupi permukaannya, seringkali berbatas tegas sebatas telapak tangan.
Bagian dorsum tangan dan kaki membengkak dan mengalami indurasi, jari-jari tangan dan kaki
seringkali mengalami pembengkakan yang fusiformis. Kedua tangan maupun kaki terasa
nyeri,sehingga anak akan menolak berjalan atau menggunakan tangannya, dan lebih memilih
duduk atau tidur sambil menjaga tangannya pada posisi yang terlindungi.
Ruam/ rash kemerahan biasanya timbul pada hari ke-5 setelah onset. Ruam ini dapat ditemukan
dalam berbagai bentuk. Ruam yang paling sering muncul adalah erupsi makulopapular difus
nonspesifik. Pada kasus penyakit Kawasaki tidak ditemukan erupsi vesikular dan bulosa. Ruam
biasanya ditemukan menyebar luas dengan melibatkan badan, ekstremitas dan kadang pada derah
inguinal serta dapat ditemukan deskuamasi awal.
Injeksi konjungtiva dapat ditemukan beberapa saat setelah onset. Injeksi konjungtiva dapat
melibatkan bulber (sebagian limbus, zona avaskuler pada iris) yang sering ditemukan dari pada
injeksi palpebra atau tarsus dimana tidak berkaitan dengan eksudat, edema konjungtiva atau
ulserasi kornea dan biasanya tidak nyeri. Perubahan yang terjadi pada bibir dan rongga mulut
berupa (1) bibir yang eritema, kering, terdapat fissura, mengelupas, pecah dan berdarah; (2) pada
lidah dapat ditemukan strawberry tongue yang masih rancu dengan streptococcal scarlet fever,

5
disertai papila eritema fungiformis yang menonjol; dan (3) eritema difusa dari mukosa orofaring.
Tidak ditemukan ulserasi oral dan eksudat pada faring.
Limfadenopati leher merupakan tanda yang paling sedikit ditemukan pada gejala klinis pokok.
Biasanya unilateral dan terdapat pada trigonum coli anterior, dan kriteria klasiknya berupa 1
limfonodi dengan diameter > 1.5 cm, teraba keras dan nyeri tekan.

Fase Subakut ( Hari 11-25 )

Temuan klinis yang didapatkan pada fase subakut adalah deskuamasi kulit pada ujung jari
tangan dan kemudian diikuti jari kaki (karakteristik). Pada fase ini eksentema, demam dan
limfadenophati menghilang. Perubahan kardiovaskuler nyata yang mungkin timbul adalah
terjadinya dilatasi/aneurisma, efusi perikardium, gagal jantung dan infark miokard.

Fase Konvalesen ( 6-8 minggu dari awitan )

Pada fase ini laju endap darah dan hitung trombosit mencapai nilai normal kembali, dapat
dijumpai garis tranversa yang dikenal dengan Beaus line. Meskipun anak tampak menunjukkan
perbaikan klinis, namun kelainan jantung dapat berlangsung terus.

Diagnostic criteria for Kawasaki Disease.

Fever persisting at least 5 d


Presence of at least 4 principal features:
- Changes in extremities
Acute: Erythema of palms, soles; edema of hands, feet
Subacute: Periungual peeling of fingers, toes in weeks 2 and 3
- Polymorphous exanthem
- Bilateral bulbar conjunctival injection without exudate
- Changes in lips and oral cavity: Erythema, lips cracking, strawberry
- tongue, diffuse injection of oral and pharyngeal mucosae
- Cervical lymphadenopathy (_1.5-cm diameter), usually unilateral
Exclusion of other diseases with similar findings

Diagnosis banding penyakit Kawasaki :


1. Campak
2. Scarlet fever
3. Reaksi obat
4. Sindroma Steven-Johnson
5. Eksantem-eksantem viral lainnya:
-Virus Epstein-Barr
-Adenovirus
-Enterovirus
-Parvovirus
6. Rocky Mountain spotted fever
7. Staphylococcal scalded skin syndrome.

Komplikasi kardiovaskular
Congestive heart failure

6
Myocarditis
Pericarditis
Valvular regurgitation
Aneurysms of medium-sized noncoronary arteries
Raynauds pnenomenon
Coronary artery changes

Risiko kelainan koroner, antara lain :


Age < 1 year or > 6 years
Male
Fever 14 days
Serum sodium < 135 mEq/L
Hematocrit < 35
White blood count > 12 ooo/mm3
Failure to respond to therapy

Temuan Laboratorium

Pada fase akut ditemukan lekositosis dengan predominan granulosit, 50% kasus dengan
leukosit > 15 000/mm3, peningkatan fase akut reaktan seperti laju endap darah dan C reaktif
protein, trombositosis 700 000 /mm 3 ( 500 000 - > 1000 000 /mm 3) biasanya terjadi pada
minggu ke 2 dan puncaknya pada minggu ke 3 dan secara menjadi normal pada minggu ke 4 sd
minggu ke 8, jarang terjadi trombositopeni namun trombositopeni merupakan salah satu risiko
aneurysma a koronaria. Pemeriksaan laboratorium yang lain anemia, hipoalbuminemia,
hiponatremi, peningkatan serum transaminase, kelainan profil lipid, pleositosis pada LCS.
Profil lipid mengalami perubahan yang bermakna, pada fase akut dijumpai penurunan kadar
kolesterol total maupun HDL dan peningkatan trigliserid.

Terapi
Tujuan terapi adalah mengurang inflamasi pada a.koroner dan miokardium dan mencegah
trombosis dengan menghambat agregasi trombosit sehingga dapat mencegah kesakitan dan
kematian. Tidak ada terapi yang spesifik, terapi standar yang dianjurkan adalah kombinasi
immunoglobulin dosis tinggi, tunggal sebesar 2 g/kg dan Aspirin

Aspirin

Manfaatnya adalah sebagai antiinflamasi dan anti trombotik. Pada 10 hari pertama sakit, dosis
Aspirin yang diberikan adalah 80 100 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis diberikan bersama-
sama dengan Imunoglobulin intra vena (IVIG) . Ada perbedaan cara pemberian Aspirin.
Sebagian ahli memberikannya sampai 48 72 jam bebas demam. Sementara lainnya
memberikan sampai 14 hari dan kemudian diikuti dengan pemberian dengan dosis kecil 3 5
mg/kgbb/hari.1,13 Dosis kecil ini diberikan sampai terbukti tidak terdapat kelainan arteri koroner
6- 8 minggu setelah onset penyakit.

Imunoglobulin

7
Imunoglobulin intravena (IVIG) sangat bermanfaat bila diberikan pada fase akut untuk
mencegah risiko koroner. Dosis yang direkomendasikan adalah 2 g/kg1 diberikan dalam waktu 10
12 jam. Immunoglobulin paling baik diberikan dalam 10 hari pertama demam, bila
memungkinkan 7 hari pertama. Pemberian imunoglobulin sebelum hari ke 5 ternyata hasilnya
kurang efektif mencegah kelainan arteri koronaria, sehingga perlu pengulangan dosis.

Kortikosteroid

Kortikosteroid dapat memperpendek masa demam, namun tidak terbukti menurunkan kejadian
kelainan koroner. Kortikosteroid diberikan kepada pasien yang tidak memberikan respons
dengan terapi standar 2 kali dimana demam dan penanda peradangan lainnya menetap.
Regimen yang diberikan adalah metilprednisolon intravena 30 mg/kg sekali sehari diberikan
dalam waktu 2 3 jam, selama 2 3 hari.

Recommended guideline for the management of Kawasaki disease in the UK


Establish diagnosis
(1) Complete Kawasaki disease (any age)
(2) Incomplete Kawasaki (< 1 year)
IVIG 2 g/kg as a single infusion over 12 hours
Aspirin 3050 mg/kg/day in 4 divided doses
Echocardiography and ECG
Aspirin 25 mg/kg/day when fever settled (disease defervescence) continuing for a minimum of 6 weeks

Disease defervescence
Repeat echocardiography at 2 and 6 weeks
No CAA CAA ,8 mm, no stenoses CAA . 8 mm and/or stenoses
Stop aspirin at 6 weeks Continue aspirin Lifelong aspirin 25 mg/kg/day
Lifelong follow up at least every 2 Repeat echocardiography and Consider warfarin
years ECG at 6 monthly intervals
Discontinue aspirin if resolves Consider coronary aneurysm angiography
and exercise stress testing
Consider exercise stress test if Repeat echocardiography and ECG at 6
multiple aneurysms monthly intervals
Specific advice on minimising Specific advice on minimizing atheroma
atheroma risk factors risk factors
Lifelong follow up Lifelong follow up

No disease defervescence within 48 hours, or disease recrudescence within 2 weeks


Seek expert advice to consider:
Second dose of IVIG at 2 kg/kg/day.
Pulsed methylprednisolone at 600 mg/m2 twice daily for 3 days, or prednisolone 2 mg/kg/day once daily, weaning over 6 weeks

Evaluasi Penderita Penyakit Kawasaki Inkomplit.

8
Demam 5 hari dan 2 atau 3 kriteria klinis

Lakukan penilaian karakteristik3

Sesuai PK Tidak sesuai PK


Febris
menetap
Lakukan tes laboratorium Tidak yakin PK

CRP <3.0 mg/Dl dan ESR CRP >3.0 mg/Dl dan ESR
<40 mm/jam >40 mm/jam

Pantau harian Kriteria laboratoris Kriteria laboratoris


tambahan <34 tambahan 34

Panas berlanjut Panas berhenti Pengbatan dan


selama 2 hari Echo Echo5

Tidak ada Ada pengelupasan


pengelupasan tipikal8 Echo - Echo +

Tidak ada flu Echo Febris menetap


Febris reda Pengobatan

Konsul ulang ke Tidak yakin PK


ahli PK

9
Kasus 1

Seorang anak laki-laki usia 4 tahun dibawa ke dokter dengan 4 hari panas tinggi. Pada
pemeriksaan didapatkan : suhu 38.9 C, tonsil T 1-1 kemerahan, vat injeksi (+). Pemeriksaan
darah Hb 9 g%, leukosit 9000 mm3, hematokrit 36% dan trombosit 325 000/mm3. Diberi
pengobatan Amoksilin, dan penurun panas, dan diadviskan untuk kembali bila belum sembuh.

Tiga hari kemudian oleh orang tua di bawa kembali ke dokter oleh karena panas tidak turun dan
timbul bercak kemerahan pada tubuhnya. Dokter menduga adanya alergi obat, namun disarankan
untuk ke spesialis Anak.

Pertanyaan 1. apa yang perlu dilakukan terhadap anak tersebut :


Ditemukan :

Pertanyaan 2. apakah diagnosa pada anak tersebut?


Diagnosis
Alasannya
Diagnosa banding?
Apakah perlu pengobatan?

Pertanyaan 3. Apakah perlu konsultasi ? Alasannya ?


Temuan lebih lanjut

Pertanyaan 4. Sesuai dengan hasil pemeriksaan lebih lanjut, bagaimana pengelolaannya.

Pertanyaan 5. Bagaimana perjalanan alamiahnya ? dan kemungkinan dikemudian hari.

10
Kasus 2.

Seorang anak laki-laki usia 23 bulan dengan sejak usia 4 bulan anak sering sakit batuk pilek
berulang, panas nglemeng (+), sesak (-), biru-biru (-). Bila diperiksakan dan diberi obat, sembuh,
namun sering kambuh. Anak bisa menetek lama, tidak putus-putus. Orang tua merasa BB anak
sulit naik. Saat berobat di RS Rembang dilakukan X-foto thorax dan hasilnya dikatakan ada
kelainan jantung. Kemudian anak dibawa ke RS Kariadi, diperiksa oleh dokter SpA.
Anak lahir dari ibu G1P1A0, 24 th, hamil 9 bulan. ANC di bidan, ANB (-), sakit selama
kehamilan (-). Riwayat minum obat selain vitamin (-), minum jamu (-). Anak lahir secara
spontan, langsung menangis, biru-biru (-), BB lahir lupa. Riwayat menetek atau minum susu
terputus putus (-)

Pemeriksaan Fisik:
An. Perempuan 1 th 11 bulan, BB 7,5 kg, TB 79 cm
TV: HR: 110x/mnt RR: 24x/mnt N: pulsus bounding Suhu: 37 C Tensi: 90/30 mmHg
napas cuping (-), sianosis (-),dada simetris, retraksi (-). IC teraba di SIC V LMCS, kuat angkat
(-) melebar (-). BJ I-II Normal, bising (+) kontinyu gr III/6, PM di SIC II LPSS, dijalarkan ke
supraclavikular sinistra. Pulmo : dbn, Abdomen dbn, Hepar/lien tak teraba
Extremitas dbn
Status Gizi WHZ -3,55 (kesan gizi buruk antropometri)

Pertanyaan dan diskusi


1. Apa diagnosis anak tersebut
2. Apa memerlukan pemeriksa.

Hasil Pemeriksaan nya adalah sbb: pada silde.

Pertanyaan :
3. Diagnosis sekarang ?
4. Tatalaksana ?

Diskusi dan Kesimpulan dari Pasien tersebut : pada slide.

11
COMPLETE TRANSPOSITION OF THE GREAT ARTERIES

Complete transposition of the great arteries disebut juga D-TGA, karena posisi aorta yang
normalnya berada di kiri belakang arteri pulmonalis, pada kelainan ini posisinya terbalik berada
di kanan (Dextra) depan arteri pulmonalis.
Patologi
- Pada D-TGA, aorta berada di sebelah anterior kanan keluar dar ventrikel kanan,
membawa darah yang rendah saturasi oksigennya ke seluruh tubuh, sementara arteri
pulmonalis membawa darah yang kaya oksigen kembali ke paru. Sebagai akibatnya,
sirkulasi ke paru sama sekali terpisah dengan sirkulasi sistemik atau terjadi sirkulasi
parallel. Pada keadaan ini keberadaan defek (VSD, ASD, PDA) yang dapat menjamin
terjadinya percampuran darah mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup bayi.
-

Gambar 1. A. Sirkulasi normal, seperti rangkaian seri. B. Sirkulasi parallel pada TGA, memerlukan adanya
defek di tingkat atrium, ventrikel atau duktus arteriosus untuk tetap hidup. (Sumber: Park MK, Pediatric
cardiology for practitioners, 2008)

- Lebih kurang 50% yang menderita kelainan ini tidak memiliki defek tersebut, atau hanya
terjadi percampuran darah yang minimal saja melalui foramen ovale persisten (Persisten
foramen ovale=PFO) atau PDA. D-TGA yang tanpa disertai dengan adanya defek seperti
ini disebut simple TG, yang merupakan salah satu jenis lesi yang tergantung duktus (duct
dependent lesion).

Gambar 2. A. TGA dengan percampuran darah tidak adekuat. B. TGA dengan percampuran darah adekuat. Angka di luar
kotak menunjukkan tekanan, angka di dalam kotak menunjukkan kadar saturasi oksigen. VC=vena cava, RA=right atrium, 12
RV=right ventricle, Ao=aorta, PV=pulmonary vein, LA= left atrium, LV=left ventricle, PA= pulmonary artery. ((Sumber: Park
MK, Pediatric cardiology for practitioners, 2008)
Manifestasi klinis

Riwayat penyakit:
1. Biru tampak segera setelah lahir
2. Gagal jantung terjadi pada masa neonatus

Pemeriksaan fisis:
1. Sianosis sentral. Bila percampuran darah tidak adekuat maka bayi tampak sianosis berat.
2. Lebih sering pada bayi besar, laki-laki. Bayi tampak takipneu tetapi tidak dijumpai
retraksi, kecuali bila terjadi gagal jantung kongestif.
3. Bunyi jantung-2 (S2) terdengar tunggal dan keras. Bila tedapat VSD akan terdengar bising
regurgitan, dan anak dapat tampak tidak telalu biru.
4. Bila terdapat gagal jantung, akan dijumpai sesak napas dengan retraksi akibat edema
paru dan hepatomegali dengan tepi tumpul.

Laboratorium:
1. Analisis gas darah menunjukka hipoksemia arterial berat dengan atau tanpa asidosis.
Hipoksemia ini tidak berespon dengan pemberian oksigen.
2. Seringkali disertai hipoglikemia dan hipokalsemia

EKG
EKG menunjukkan:
Aksis ke arah kanan, hipertrofi ventrikel kanan atau atau biventricular hipertrofi.

13
Gambaran Radiologi

Gambar 3. Kardiomegali, jantung seperti telur dengan vaskularisasi paru yang meningkat (Sumber:
((Sumber: Park MK, Pediatric cardiology for practitioners, 2008)

Perjalanan alamiah:
1. Hipoksia progresif akan terjadi berakhir dengan kematian, kecuali terdapat percampuran
darah yang adekuat. Gagal jantung terjadi pada usia neonatus. Tanpa intervensi bedah,
biasanya pasien akan meninggal sebelum usia 6 bulan.
2. TGA tanpa VSD memerlukan tindakan intervensi septostomi atrium dengan balon (ballon
atral septostomy=BAS) untuk meningkatkan percampuran darah.
3. TGA dengan VSD atau PDA yang besar akan cepat mengalami gagal jantung kongestif.
4. Hipertensi pulmonal berat aan terjadi sangat dini pada usia 3 -4 bulan, sehingga
diperlukan operasi sebelum usia tersebut.
5. Bila disertai adanya stenosis pulmonal, maka umur anak dapat lebih panjang karena
paru terlindungi dari hipertensi pulmonal.

Tatalaksana:
Medikal:
1. Analisis gas darah harus dilakukan untuk menilai beratnya hipoksemia dan adanya
asidosis
2. Diperlukan pemberian Prostaglandin E1 untuk memperbaiki oksigenasi arterial melalui
carra mempertahankan atau membuka kembali duktus arteiosus.
3. Gagal jantung diobati dengan digoksin dan diuretic.
4. Oksigen harus tetap diberikan agar tahanan paru menurun sehingga lebih banyak aliran
darah menuju paru dan memperbaiki saturasi oksigen.
5. Tindakan Ballon atrial septostomy (BAS) secara transkateter diperlukan untuk
menambah percampuran darah. Pada keadaan percampuran darah sudah cuku baik
(misalnya terdapat VSD/PDA/ASD yang cukup besar) yang ditandai dengan bayi yang
tidak terlalu sianosis, BAS tidak diperlukan.

14
Operasi:

Tindakan operasi paliatif dan definitive secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 4. Alur
tatalaksana TGA

1. Paliatif.
- Jenis operasi adalah Pulmonary artery banding (PAB) dan Blalock Taussig shunt,
tergantung pada besarnya aliran darah ke paru.

2. Korektif

- Arterial switch.
- Bila terdapat LVOTO, dilakukan operasi Ratelli

ALUR TATALAKSANA D-TGA

Gambar 4. Alur tatalaksana D-TGA. Keterangan: TAB=transposisi arteri besar, PAB=pulmonary artery
banding, BTS=Blalock Taussig Shunt, LVOTO= left ventricle outflow tract obstruction, PARI=pulmonary
atery resistance index, PGE1=Prostaglndin E1. (Sumber: Sumber: Madiyono B, dkk. Penanganan penyakit
jantung pada bayi dan anak. UKK Kardiolog IDAIi, 2005)

15
TETRALOGY OF FALLOT

Dalam bahasa Indonesia disebut Tetralogi Fallot. Merupakan penyakit jantung bawaan sianotik
terdiri dari: pulmonal stenosis, overriding aorta, VSD, hipertrofi ventrikel kanan.
Penyakit ini ditandai dengan gejala sianosis yang nampak setelah bayi berusia beberapa minggu
atau bulan. Beratnya sianosis ditentukan oleh derajat dari stenosis pulmonal, semakin berat
stenosis anak semakin sianotik. Bila stenosis pulmonal ringan, maka bayi atau anak tidak tampak
biru, keadaan ini disebut sebagai pink Fallot .

A.Asianotik TF (Pink Fallot) B. Sianotik atau TF klasik (Sumber: Park MK. Pediatric cardiology for practitioners, 2008.)

Squatting position (posisi berjongkok atau knee chest). Penderita TF seringkali berjongkok saat
bermain atau lelah. Posisi ini khas pada TF.
Pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan akan dijumpai sianosis sentral, jari tabuh. Biasanya anak
kurus dan mengalami gagal tumbuh. Dada tampak menonjol. Paru biasanya normal. Pemeriksaan
jantung menunjukkan bunyi jantung-1 normal, bunyi-2 tunggal, bising ejeksi sistolik yang keras
di daeral linea sternalis kiri atas.
Serangan sianosis. Serangan sianosis atau sianotik spells ditandai dengan sianosis yang
bertambah hebat, nafas menjadi cepat dan dalam, pada bayi biasanya menangis terus sulit tidak
dapat dihentikan. Serangan ini sering terjadi pada pagi hari, setelah anak buang air besar, bila
kelelahan, saat menangis keras. Sianotik spell dapat mengakibatkan kejang bahkan berakhir
dengan kematian.
Laboratorium
Jumlah eritrosit dan trombosit meningkat sesuai dengan derajat beratnya stenosis pulmonal.
Semakin berat stenosis, jumlah eritrosit semakin tinggi dan anak tampak makin sianotik. Bila
anak TF tidak tampak biru, mungkin ia mengalami anemia defisiensi besi. Pada keadaan
demikian, bila diperiksa SpO2nya rendah, namun kadar hemoglobin dan hematokrit normal.
Tromositopenia dan gangguan koagulasi dapat terjadi.
Radiologi
Jantung tidak besar dengan apeks terangkat dan segmen pulmonal cekung tampak seperti sepatu
atau terompah. Corakan vaskularisasi paru menurun (oligemia)
EKG
Deviasi aksis ke kanan, T positif di V1 dan gambaran hipertrofi ventrikel kanan. Dapat dijumpai
p pulmonal dan gel Q di V1

16
Ekokardiografi
Ekokardiografi dilakukan untuk menegakkan diagnosis TF. Dilakukan pemeriksaan
ekokardiografi 2 dimensi (2-D) dan color Doppler.
Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung dilakukan sebelum bedah koreksi. Tujuan: 1) mencari defek septum
ventrikel yang multiple 2) mendeteksi kelainan a koronaria 3) mencari stenosis pulmonal perifer
4) menilai besarnya ventrikel kiri
Tatalaksana
1. Serangan sianosis:
- Posisi lutut dada
- Morfin sulfat 0,1 - 0,2 mg/kg SC,IM,IV
- Bikarbonas natrikus 1 mEq/kgBB
- Oksigen
- Propanolol 0,01-0,25 mg/kg iv
- Pemberian volume cairan

2. Medikamentosa
- Propanolol oral 2 4 mg/kgBB/hari untuk berulangnya serangan sianosis
- Anemia defisiensi besi segera diatasi
- Jangan dehidrasi

3. Operasi paliatif
B-T shunt, yaitu menghubungkan a subklavia dengan a pulmonalis untuk meningkatkan
aliran darah ke paru. Tindakan ini bila stenosis pulmonal berat sehingga a pulmonalis
kecil karena tidak berkembang.

3. Operasi korektif
Total koreksi TF, yaitu menutup VSD, menghilangkan stenosis pulmonal dan melebarkan a
pulmonalis.
Komplikasi bila tidak dioperasi:
1. Polisitemia
2. Abses serebri
3. Trombositopenia
4. Gangguan koagulasi
5. Endokarditis
6. Gizi buruk
7. Gagal tumbuh

17
ALUR TATALAKSANA TETRALOGI FALLOT

Gambar 1. Alur tatalaksana tetralogi Fallot Keterangan: BTS= Blalock Taussig shunt, PDA sent=paten duktus
arteriosus stenting, Kath=kateterisasi jantung (Sumber: Madiyono B, dkk. Penanganan penyakit jantung pada
bayi dan anak. UKK Kardiolog IDAIi, 2005)

18
DIAGRAM ALIR PJB ASIANOTIK

19
DIAGRAM ALUR PJB SIANOTIK

20
Ross Clasification of Heart Failure in infants
Class I No limitation or symptoms
Mild tachypnea or diaphoresis with feeding in infants
Class II Dyspnea on exertation in older children
No growth failure
Marked tachypnea or diaphoresis with feeds or exertion
Class III Prolonged feeding times
Growth failure from CHF
Class IV Symptoms at rest with tachypnea,retractions, grunting, or
diaphoresis
CHF, congestive heart failure

Pediactric Clinical Heart Failure Score


SCORE (POINTS)
0 1
2
History
Diaphoresis Head only Head only and body
Head and body
During exercise
at rest
Tachypnea Rare Several times
Frequent
Physical Examination
Breathing
Respiratory rate/min Normal Retraction
Dyspnea
0-1 yr <50 50-60
>60
1-6 yr <35 35-45
>45
7-10 yr <25 25-35
>35
11-14 yr <18 18-28
>28
Heart rate
0-1 yr <160 160-170
>170
1-6 yr <105 105-115
>115
7-10 yr <90 90-100
>100
11-14 yr <80 80-90
>90
Liver edge from costal margin <2 cm 2-3 cm
>3 cm
Modified from Ross and Reithmann

21
Kasus 3

Bayi laki-laki, usia 15 hari, lahir aterm dengan berat lahir 3.300 g. Anak lahir langsung menangis keras,
namun tampak sianosis, jika menangis anak semakin terlihat biru. Menetek sering terputus-putus dan
terlihat berkeringat banyak di dahi. Anak sering batuk. Ibu tidak tahu apakah sakit DM atau tidak karena
tidak pernah melakukan pemeriksaan.

Pemeriksaan fisik:

Anak sadar aktif, takipneu, sianosis, SpO2 keempat ekstremitas 60%


Terdengar bunyi jantung I normal, II tunggal, bising (+) kontinyu di infra klavikular kiri derajat
3/6,
Paru: terdengar ronkhi halus di bagian basal
Abdomen: lunak, hepatomegali 5 cm bawah arcus costa, tumpul, kenyal

sup inf
Extremitas: Sianosis +/+ +/+
Clubbing Finger -/- -/-
Nadi teraba sama kuat di keempat ekstremitas.

Pertanyaan:
1. Apa diagnosis banding pasien tersebut?(lihat flow diagram PJB sianotik)
2. Pemeriksaan apa yang diusulkan ?

X foto thorax

22
EKG

Pertanyaan :
1. Apa diagnosis kerja pasien tersebut? ( lihat flow diagram alir PJB
sianotik)
2. Pemeriksaan apa lagi yang diusulkan?

Jawaban : pada silde.

Pertanyaan :
1. Apa diagnosis akhir pasien tersebut?
2. Apa tatalaksana selanjutnya ?

Jawaban : pada slide

23
Kasus 4

Seorang anak laki-laki, usia 6 tahun 7 bulan. Orang tua melihat anaknya tampak biru sejak umur
1 tahun, terutama di mulut dan ujung-ujung jari. Warna kebiruan di mulut tampak semakin biru
bila menangis. sesak napas (-), sering batuk-batuk (-), anak masih terlihat aktif bermain tetapi
sering jongkok saat anak kelelahan bermain (berlari), tampak lebih biru dari biasanya, sesak
napas dan lemas.

1 bulan ini serangan sesak dan kebiruan makin sering 4-5x seminggu. Anak menjadi lebih
lemah dan nafsu makan berkurang.

Riwayat Perinatal : Lahir aterm, berat lahir 2800 gr, penyakit kehamilan (-), lahir spontan,
langsung menangis dan anak tidak terlihat biru.

Pemeriksaan Fisik:
BB: 13 kg, TB: 108 cm,
Tampak kurus. sianosis, takipneu, tekanan darah = 90/60 mmHg, SpO2 80%, di semua
ekstremitas. Nadi teraba sama kuat.
Dada tampak menonjol, BJ I normal, BJ II tunggal, bising (+) ejeksi sistolik grade 3/6, PM di di
daerah para sternalis kiri, dijalarkan ke precordial
Paru tidak dijumpai kelainan
Abdomen: lunak, tidak hepatomegali
Extremitas: Sianosis +/+ +/+
Jari tabuh +/+ +/+
Nadi sama kuat di keempat ekstremitas
Pertanyaan :
1. Apakah diagnosis bandingnya?
2. Pemeriksaan penunjang apa yang diusulkan?

Thorax Foto:

24
EKG :

Pertanyaan:
1. Apa diagnsosis kerjanya sekarang?
2. Pemeriksaan lebih lanjut apa yang saudara usulkan?

Jawaban pada slide

Pertanyaan :
1. Apa diagnosis pasti pasien tersebut sekarang?
2 . Bagaimana tatalaksana selanjutnya?

25

You might also like