You are on page 1of 9

DIABETES MELITUS

DIABETES MELITUS
1. Definisi
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen
dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara
klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemi puasa dan postprandial, aterosklerotik dan
penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemi biasanya sudah
bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dengan
kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat
tetap beresiko mengalami komplikasi.

2. Klasifikasi etiologis Diabetes Mellitus


Etiologi
Obat-obatan seperti steroid, Dilantin, dan lain-lain dapat menaikkan gula darah melalui berbagai
mekanisme. obat lain tertentu, seperti aloksan, streptozocin, dan diuretik thiazide, adalah racun bagi
sel-sel beta pankreas dan dapat menyebabkan diabetes. Sindrom tertentu (misalnya, Prader-Willi,'s,
Down Progeria, dan Turner's) dapat menyebabkan hiperglikemia, jika keadaan ini berlanjut, hasilnya
bisa diabetes permanen.
(http://chinese-school.netfirms.com/diabetes-causes.html)

Klasifikasi
I. Diabetes Melitus Tipe 1
(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)
a. Melalui proses imunologik
b. Idiopatik
II. Diabetes Melitus Tipe 2
(bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
III. Diabetes Melitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel beta :
B. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall,
diabetes lipoatrofik, lainnya.
C. Penyakit Eksokrin Pankreas : pankreatitis akut, trauma/prankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik,
hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.
D. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromasitoma, hipertiroidisme somatostatinoma,
lainnya
E. Karena Obat/Zat Kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat glukokortikoid, hormon tiroid,
diazoxid, agonis B adrenergik, tiazid, dilantin, interferon alfa, lainnya
F. Infeksi : Rubella congenital , CMV, lainnya
G. Imunologi
H. Sindroma Genetik
IV. Diabetes kehamilan

3. Patofisologi
Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan
insulin sebagai berikut:
a. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsenstrasi gula
darah setinggi 300 sampai 1200 mg/100ml
b. Peningkatan nyata mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkam
kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskular yang mengakibatkan
aterosklerosis
c. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

Akan tetapi, selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes melitus yang tidak mudah
tampak, yaitu kehilangan glukosa ke dalam urin penderita. Bila jumlah glukosa yang masuk ke
tubulus ginjal dalam filtrat glomerulus meningkat kira-kira di atas 225 mg/menit, glukosa dalam
jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urin. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap
menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa darah meningkat melebihi 180 mm
persen. Akibatnya sering disebutkan bahwa ambang darah untuk timbulnya glukosa di dalam urin
sekitar 180 mg persen.
Kehilangan glukosa dalam urin menyebabkan diuresis karena efek osmotik glukosa di dalam tubulus
mencegah reabsopsi cairan oleh tubulus. Keseluruhan efeknya adalah dehidrasi ruagan ekstrasel, yang
kemudian menyebabkan dehidrasi ruangan intrasel juga. Jadi, salah satu gambaran diabetes yang
penting adalah kecenderungan timbulnya dehidrasi ekstrasel dan intrasel, dan ini sering juga disertai
dengan kolaps sirkulasi.
Asidosis pada diabaetes. Bila tubuh menggantungkan hanpir seluruh energinya pada lemak, kadar
asam aseto-asetat dan asam b-hidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 mEq/liter
sampai setinggi 1 mEq/liter. Jelas hal ini mudah mengakibatkan asidosis.

4. Diagnosis Banding
a. Cystic fibrosis
b. Diabetes mellitus type l
c. Diabetic ketoacidosis
d. Drug-induced glucose intolerance
e. Gestational diabetes
f. Glucose intolerance
g. Pancreatitis

5. Diagnosis
Gejala klinis :
Diagnosis DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia,
lemas, dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal,
mata kabur, dan impotensi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, harus diperhatikan asal bahan
darah dan cara pemeriksaan (cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena). Untuk pemantuaun
hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.
Ada perbedaan antara ujia diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan
pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Serangkaian ujia
diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk
memastikan diagnosis definitif.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai berikut :
a. Usia > 45 tahun
b. Berat badan lebih : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
c. Hipertensi (140/90 mmHg)
d. Riwayat DM dalam garis keturunan
e. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram
f. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau 250 mg/dl
*catatan: untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan
penyaring ulangan dilakukan tiap tahun ; sedangakan bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa
faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Kadar Glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) Plasma vena <110 110-199 200
Darah kapiler <90 90-199 200
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) Plasma vena <110 110-125 126
Darah kapiler <90 90-109 110
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa :
a. Poliuria
b. Polidipsia
c. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Keluhan yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah
sewaktu 200mg/dl sudah cukup menegakkan diagnosis DM.

a) Uji Toleransi Glukosa


Digunakan oleh dokter untuk mengevaluasi kasus-kasus hiperglikemi atau bahkan hipoglikemi yang
tidak jelas. Pasien yang menjalani GTT harus dalam :
keadaan status gizi yang normal
tidak boleh minum salisilat, diuretik, antikejang, steroid, atau kontrasepsi oral
jangan merokok, makan atau minum apapun selain air selama 12 jam sebelum pemeriksaan.
Deplesi karbohidrat dan inaktivasi atau tirah baring mengganggu toleransi glukosa, sehingga GTT
jangan dilakukan pada pasien harus bertirah baring atau tidak dapat bergerak atau pasie yang
makanannya tidak adekuat.

Interpretasi
Dua jam setelah pemberian beban glukosa, glukosa darah seyogyanya turun ke kadar puasa.
Peningkatan yang menetap pada 2 jam adalah abnormal;
Peningkatan sedang pada 2 jam dan kadar 3 jam yang normal mengisyaratkan gangguan
metabolisme glukosa tanpa jelas mengidap diabetes
Peningkatan yang sangat tajam diikuti oleh penurunan sampai kadar subnormal dapat terjadi pada
hipertiroidism dan penyakit hati alkoholik.
Seiring dengan pertambahan usia, kecepatan penurunan glukosa berkurang, kadar 2 jam pada orang
yang tidak mengidap diabetes dan mereka yang riwayat keluarganya negatif meningkat rata-rata 6
mg/dl untuk setiap dekade setelah usia 30 tahun. Apabila terjadi glukosuria tanpa hiperglikemi, pasien
harus dievaluasi untuk mengetahui ada tidaknya gangguan fungsi tubulus ginjal.

Pemantuan Pengengalian Diabetes


Pemeriksaan urine
Dengan strip yang telah mengandung enzim, pasien dapat dengan mudah mendeteksi kebocoran
glukosa di urine setelah makan , suatu indeks yang signifikan tetapi kurang sensitif untuk
hiperglikemia. Harus diketahui bahwa konsentrasi glukosa urine mencerminkan kadar glukosa
sebelumnya dan mungkin tidak secara akurat menunjukkan perubahan akut dalam pengaturan
glukosa.

Pemeriksaan Glukosa Darah


The American Diabetes Association sekarang menganjurkan bahwa pasien diabetes memantau sendiri
glukosa darah mereka dalam sampel tusukan ujung jari dengan pengukur-pengukur elektronik yang
dapat dibawa-bawa menggunakan strip reagen serupa dengan pemeriksaan glukosa urine. Hasil
pemeriksaan ini bersifat segera , sehingga pengendalian glukosa darah menjadi lebih baik.

6. Terapi
Farmakologis
Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pendekatan
nonfarmakologis, yaitu berupa perencanaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan
penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obes.

Macam-macam obat anti hiperglikemik oral


Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita
diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid,
tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang
pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.
Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon
tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di
dalam usus.

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga
gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.

Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan
2-3 kali pemberian.

Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu
diberikan suntikan insulin.
Terapi Sulih Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin
pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam
lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).

Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin
yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda
menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.

Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding
perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang
berbeda:
1. Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar.
Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya
dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap
harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
2. Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja
selama 18-26 jam.
Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat
disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
3. Insulin kerja lambat.
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-
mana.

Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:


Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan dosisnya
Aktivitas harian penderita
Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja sedang. Tetapi
sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal.
Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin kerja
cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak
tidur malam.

Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang
pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap harinya; penderita
lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar
gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah
raga.

Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan
insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin
pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap
insulin harus meningkatkan dosisnya.

Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat suntikan.
Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam.

Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit tampak berbenjol-benjol)
atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara
mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis
jarang terjadi resistensi dan alergi.

Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis
dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol
yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi
cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan.

Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk mengontrol
penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari terjadinya komplikasi.

Penderita juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki sehingga kukunya harus
dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan matanya supaya bisa diketahui perubahan yang
terjadi pada pembuluh darah di mata.

Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
a) Akut
- Hipoglikemia dan hiperglikemia
b) Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
1) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner
(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
2) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
3) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro
intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
4) Proteinuria
5) Kelainan koroner
6) Ulkus/gangren

Adapun grade ulkus diabetikum antara lain:


(a) Grade 0 : tidak ada luka
(b) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
(c) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
(d) Grade III : terjadi abses
(e) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
(f) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
http://rajawana.com/artikel/kesehatan/368-diabetes-mellitus-gejala-klinis-dan-komplikasi.pdf

Komplikasi Diabetes Melitus dapat dibagi 2


a. Komplikasi metabolik akut
b. Komplikasi vaskular jangka panjang

Komplikasi metabolik diabetes merupakan akibat perubahan yang relatif akut dari kadar glukosa
plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius adalah ketoadosis diabetik. Apabila kadar insulin
sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipognesis,
peningkatan liposis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton
(asetosetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis,
peningkatan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga
dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien
dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak,
pasien akan mengalami koma dan meninggal.
Yang termasuk komplikasi vaskular jangka panjang adalah:
a. Nefropati Diabetik
Keluhan yang tersering adalah rasa kesemutan, rasa lemah dan baal. Manifertasi lain dari nenropati
diabetik adalah adanya hiportensi aotostatik serta gangguan pengeluaran keringat. Terkadang dapat
pula terjadi inkontinensia fekal dan urin
b. Retinopati Diabetik
Manifertasi diri metinupati berupa mikronenrisma dari areriola retina. Akibatnya terjadi perdarahan,
neovaskularisasi dan jaringan pant retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Selain itu katarak pada
pasien diabetes melitus dapat terjadi lebih dini.
c. Nefrotika Diabetik
Pasien dengan nefrotik diabetik dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas,
mual, pucat sampai keluhan sesak nafas akibat penimbungan cairan. Menifertasi dini dari nefrotik
diabetik juga berupa hipertensi dan proteinia.
d. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah terjadinya kekurangan glukosa dalam tubuh sehingga kan menimbulkan
gangguan fungsi otak, kerusakan jaringan atau mungkin kematian apabila berkepanjangan.
Hipoglikemia pada pasien Diabetes Melitus kadang dihubungkan dengan gangguan pengguanaan
obat-obatan sulfonslurea dan insulin. Hipomerupakan salah satu komplikasi Diabetes Melitus yang
sering terjadi.

Prognosis
Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk,
pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III) yang terawat baik
prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma
hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia lanjut
biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen. Karena
hiporesmolas adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya
tinggi.
http://arbaa-fivone.blogspot.com/2007/06/diabetes-melitus.html
Ulkus Kaki Diabetik
II. 1. Definisi
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes
mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut
9:
1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
3. Nyeri saat istirahat.
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini
terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa
sakit pun berkurang. 3,8
II. 2. Faktor Risiko Terjadinya Kaki Diabetik
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki. Pertama,
berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering
mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan
karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang
sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu
lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan
perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang
dilakukan untuk mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang).
8
Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi
angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya,
perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat
berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan
amputasi. 8
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan
mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan
mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri
patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri
anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai
kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan
oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang
biak. 8,9
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan
terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih memakan dan membunuh kuman
berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila
KGD menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman
akan menambah persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh
tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat).
6,7,8
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes sehingga
meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain 4:
Luka kecelakaan
Trauma sepatu
Stress berulang
Trauma panas
Iatrogenik
Oklusi vaskular
Kondisi kulit atau kuku
Faktor risiko demografis
Usia
Semakin tua semakin berisiko
Jenis kelamin
Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis kelamin tidak jelas mungkin dari
perilaku, mungkin juga dari psikologis
Etnik
Beberapa kelompok etnik secara signifikan berisiko lebih besar terhadap komplikasi kaki.
Mekanismenya tidak jelas, bisa dari faktor perilaku, psikologis, atau berhubungan dengan status sosial
ekonomi, atau transportasi menuju klinik terdekat.

Situasi sosial
Hidup sendiri dua kali lebih tinggi
Faktor risiko perilaku
Ketrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan dengan adanya komplikasi kaki diabetik. Ini
berhubungan dengan perhatian terhadap kerentanan.
Faktor risiko lain
Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko paling utama dari ulkus)
Berat badan
Merokok
II. 3. Patofisiologi dan Patogenesis Kaki Diabetik
Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam
kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang
signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya
kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke
kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. 7
Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi darah
yang buruk dan neuropati. Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang merupakan faktor
endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya
kaki diabetik. 3,5
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor risiko yang
lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan
hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang
dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi
gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang
kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah
terutama derah kaki. 5
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan
nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut,
lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil
ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan
amputasi. neuropati juga dapat menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari
martil), dan Charcot Foot. 5

Schteingart, D. Pankreas Metabolisme Glukosa Dan Diabetes Mellitus. Dalam Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Sylvia AP, Lorraine MW, eds., Buku II, Edisi 4, Jakarta : EGC;
1997;163 : 117-1119

You might also like