You are on page 1of 20

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di
depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat
dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang
masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. (American
Optometric Association, 1997)
Miopia diklasifikasikan menjadi: miopia simpel, pseudomiopia, miopia
nocturnal, mopia didapat atau sekunder, miopia patologi. (American Optometric
Association, 1997)
Miopia patologi sampai saat ini masih belum jelas, dimana menurut David
A. Goss miopia patologi adalah miopia tinggi yang terkait dengan perubahan
patologi terutama disegmen posterior mata. Tingginya derajat miopia ini
disebabkan peningkatan panjang aksial bola mata. (Widodo, 2007)
Miopia patologi merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia
seiring dengan penanganan yang kurang efektif sehingga kebanyakan ahli
ophtalmologis beranggapan bahwa penyebabnya tidak diketahui atau hilang.
Sebagai hasilnya, kondisi ini menyebabkan hilangnya penglihatan dari begitu
banyak orang selama bertahun-tahun pada periode pertengahan kehidupan dan
usia tua.
Miopia patologi pertama kali diidentifikasi oleh Von Graefe pada tahun
1864. Miopia patologi merupakan penyakit yang cukup berat dan mempunyai
konsekuensi menurunnya tajam penglihatan serta penyakit mata yang serius.
Faktor resiko pada miopia tinggi adalah riwayat keluarga menderita miopia tinggi,
penyakit ibu selama kehamilan, bayi berat badan lahir rendah, bayi lahir
premature. Oleh karena itu pemeriksaan serta evaluasi berkala secara teliti perlu
dilakukan pada penderita ini. (Widodo, 2007)

Miopia Patologis Page 1


BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi Mata


2.1.1. Kornea

Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya, merupakan


jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Tebal kornea rata-rata orang
dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer dan 0,55 mm di bagian tengah (terdapat
variasi menurut ras), diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya
10,6 mm. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan tempat
masuknya cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina. Sumber nutrisi kornea
adalah pembuluh-pembuluh darah di limbus, cairan mata dan air mata. Kornea
terdiri dari lima lapisan, yaitu:

Lapisan epitel mempunyai lima lapis sel.


Membran Bowman merupakan lapisan jernih aselular.
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea yang tersusun
atas serat-serat kolagen.

Membran Descement merupakan lamina basalis endotel kornea


Lapisan endotel hanya mempunyai satu lapis sel dan berperan dalam
mempertahankan deturgesensi stroma kornea. (Ilyas, 2013)

2.1.2. Sklera

Sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu
sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata dan tebal 1 mm.
Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan yang elastis dan
halus, yaitu episklera yang banyak mengandung pembuluh darah yang mendarahi
sklera sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen
berwarna coklat, yaitu lamina fuska yang membatasi sklera dengan koroid. (Ilyas,
2013)

Miopia Patologis Page 2


2.1.3. Uvea

Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh
kornea dan sklera yang terdiri dari 3 bagian, yaitu:

a. Iris, merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai


permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat
ditengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan
untukmengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara
otomatis dengan mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil
akibat suasana cahaya yang terang dan melebar akibat suasana cahaya
yang redup atau gelap yang dipengaruhi oleh persarafan simpatis
(midriasis) dan parasimpatis (miosis).
b. Badan siliar, merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi mengubah
tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk objek dekat atau
jauh dalam lapang pandang dan mempunyai sistem ekskresi yang terdiri
dari dua bagian, yaitu korona siliar yang berkerut-kerut dengan tebal 2 mm
dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4 mm.
c. Koroid, merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan
sklera yang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat
besar, berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang
terletak di bawahnya. Bagian dalam pembuluh darah koroid disebut
koriokapilaris. (Ilyas, 2013)

2.1.4. Lensa

Lensa merupakan struktur bikonveks, avaskular dan terletak dibelakang iris


yang terdiri dari zat tembus cahaya yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi (terfokusnya objek dekat pada retina) dengan tebal 4 mm
dan diameter 9 mm yang mempuyai sifat kenyal atau lentur dan jernih
(transparan). Kapsul lensa adalah membran semipermeabel yang dapat dilewati air
dan elektrolit. 65% lensa terdiri atas air dan 35% protein. Lensa ditahan di
tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinii.

Miopia Patologis Page 3


Seiring dengan bertambah usia, lensa perlahan menjadi lebih besar dan kurang
elastis. (Ilyas, 2013)

2.1.5. Badan Kaca

Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak
antara lensa dan retina. Badan kaca bersifat semicair yang mengandung 99% air
dan 1% terdiri dari 2 komponen, yaitu kolagen dan asam hialuronat. Fungsi badan
kaca adalah mempertahankan bola mata agar tetap bulat dan meneruskan sinar
dari lensa ke retina. (Ilyas, 2013)

2.1.6. Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan


multilapis yang melapisi bagian dalam 2/3 poterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan corpus sillier, dan berakhir di
tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada disekitar 6,5 mm di
belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada
sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel pigmen
retina sehingga juga bertumpuk dengan membrana Bruch, koroid, dan sklera. Di
sebagian besar tempat, retina dan epithelium pigmen retina mudahterpisah hingga
membentuk ruang subretina. tetapi pada discus optikus dan ora serrata, retina dan
epithelium pigmen retina saling melekat kuat. (Ilyas, 2013)

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada sentral
retina. Di tengah-tengah retina posterior terdapat macula. Di tengah macula,
sekitar 3,5 mm sebelah lateral discus optikus terdapat fovea. Retina menerima
asupan darah dari dua sumber : khoriokapilaria yang berada tepat di luar
membrana Bruch yang memperdarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan inti luar fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen
retina; serta cabang-cabang dari ateria sentralis retina yang memperdarahi dua
pertiga sebelah dalam. Berdasarkan topografi, retina dibagi menjadi retina sentral
yaitu kurang lebih sama dengan daerah macula dan retina perifer yaitu di daerah
retina di luar daerah macula. (Ilyas, 2013)

Miopia Patologis Page 4


Fungsi retina pada dasarnya ialah menerima bayangan visual yang dikirim
ke otak. Bagian sentral retina atau daerah makula mengandung lebih banyak
fotoreseptor kerucut daripada bagian perifer retina yang memiliki banyak sel
batang. (Ilyas, 2013)

Retina manusia terdiri atas sepuluh lapis. Urutan lapisan-lapisan tersebut


(ke arah kornea) adalah:

1. Retinal pigment epithelium (RPE)


2. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel
batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucu (Rods/Cones).

3. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.


4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel batang dan
kerucut. Ketiga lapis diatas avaskuler dan mendapat metabolism dari
kapiler koroid.
5. Lapisan plexiformis luar, atau dikenal sebagai "Lapisan serat Henle"
(Fiber layer of Henle) merupakan lapisan aseluler dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal


dan sel muller. Lapis ini mendapat metabolism dari arteri retina sentral.

7. Lapisan plexiformis dalam, merupakan lapisan aseluler, tempat sinaps sel


bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan yang terdiri dari inti sel ganglion
dan merupakan asal dari serat saraf optik.
9. Lapisan serabut saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju
kearah saraf optik. Di dalam lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retrina.
10. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retinadan
badan kaca.
Epitel pigmen retina ( RPE ) terbentuk dari satu lapis sel, melekat longgar
pada retina kecuali di perifer ( ora serata ) dan disekitar lempeng optik. RPE ini

Miopia Patologis Page 5


membentuk mikrovili yang menonjol diantara lempeng segmen luar sel batang
dan sel kerucut dan menyeimbanginya. Lapisan ini berfungsi memfagosit sisa
segmen eksternal sel batang dan kerucut, memfasilitasi pasase nutrien dan
metabolit antara retina dan koroid, serta berperan dalam regenerasi rodopsin dan
opsin sel kerucut, pigmen visual fotoreseptor yang mengolah kembali vitamin A.
RPE juga mengandung granula melanin yang mengabsorpsi cahaya yang
terpencar. (Ilyas, 2013)

Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
Batang lebih banyak daripada kerucut, kecuali didaerah makula, dimana kerucut
lebih banyak. Fotoreseptor kerucut berfungsi untuk sensasi terang, bentuk serta
warna. Fovea hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Apabila fovea atau daerah
makula menderita penyakit, maka visus sentral (dan tajam penglihatan) akan
terganggu. Fotoreseptor batang berfungsi untuk melihat dalam suasana gelap atau
remang-remang. Apabila bagian retina perifer menderita penyakit, maka
penglihatan malam, adaptasi gelap dan penglihatan samping akan terganggu. .
(Ilyas, 2013)

Daerah papil saraf optik terutama terdiri atas serabut saraf optik dan tidak
mempunyai daya penglihatan (bintik buta). Penyakit retina biasanya tidak
memberi keluhan nyeri dan mata tidak merah. Pemeriksaan retina dilakukan
dengan oftalmoskop direk atau oftalmoskop indirek, foto fundus biasa dan
angiografi. (Ilyas, 2013)

2.2. Fisiologi Melihat

Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan
menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal,
pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika
sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen
kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler
dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah
termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells. (Guyton &
Hall, 2008)

Miopia Patologis Page 6


Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan
melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi
dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan
ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat
atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan
bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata. (Guyton &
Hall, 2008)
Beberapa media refraksi mata yaitu kornea, aqueous humour, lensa dan
vitroeus humor. Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa.
Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata
terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi,
melewati pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah
perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks
serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina. (Guyton & Hall, 2008)
Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan sensory
retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin
yang bersama-sama dengan pigmen pada koroid membentuk suatu matriks hitam
yang mempertajam penglihatan dengan mengurangi penyebaran cahaya dan
mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada sensory retina, terdapat tiga
lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari
setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai
lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan
ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan sel
bipolar dan ganglionic .Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina,
sinyal yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract,
lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks serebri. (Guyton
& Hall, 2008)

2.3 Miopia
Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di
depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat
dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang

Miopia Patologis Page 7


masuk pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari
bahasa Yunani muopia yang memiliki arti menutup mata. (American Acedemy
of Ofthalmology, 2011)
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata,
miopia dapat dibagi kepada dua yaitu :
1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang
ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat.
Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa
mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi
biasanya kurang dari-6D. Keadaan ini disebut juga dengan miopia fisiologi.
2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna
atau miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi
sejak lahir. Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan
fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini
sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan miopia dengan
waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia patologik
biasanya melebihi -6 D (Ilyas, 2013).
Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis
dapat terbagi lima yaitu:
1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu
panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.
2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling
kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap
tahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil
yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga
menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.
3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot otot siliar yang
memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena
memang sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat
direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru buru memberikan lensa
koreksi.

Miopia Patologis Page 8


4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia patologi, miopia maligna
atau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam
penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia
jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.
5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat obatan, naik
turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan
sebagainya.
Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan
untuk mengkoreksikannya (Ilyas, 2013):
1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.

Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Ilyas, 2013):


1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.
4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun)

2.4 Definisi Miopia Patologi


Miopia patologi menurut David A. Goss adalah miopia tinggi yang terkait
dengan perubahan patologi terutama di segmen posterior bola mata. Tingginya
derajat miopia ini disebabkan peningkatan panjang aksial bola mata. (American
Optometric Association, 1997)
Menurut Georgia E. Garcia, miopia patologi adalah suatu bentuk miopia
yang meningkat cepat (4,00 D tiap tahun) dan terkait dengan perubahan-
perubahan abnormal disegmen posterior bola mata. (Widodo, 2007)

2.5 Etiologi
Faktor Keturunan
Penelitian ginekologis telah memberikan banyak bukti bahwa faktor
keturunan merupakan faktor etiologi utama terjadinya miopia patologi. Cara

Miopia Patologis Page 9


transmisi dari miopia patologi adalah autosomal resesif, autosomal dominan, sex
linked dan derajat miopia yang diturunkan ternyata bervariasi. (Widodo, 2007)
Faktor Perkembangan
Bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor prenatal dan perinatal turut
berperan serta menyebabkan miopia patologi. Penyakit ibu yang dikaitkan dengan
penderita miopia kongenital adalah hipertensi sistemik, toksemia dan penyakit
retina. Faktor lain yang dianggap berhubungan dengan miopia patologi adalah
kelahiran prematur yakni berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Brain
menyebutkan bahwa hal ini berkaitan dengan defek mesodermal yang berkaitan
denga prematuritas. (Widodo, 2007)

2.6 Patogenesis
Berbagai teori dikemukakan mengenai terjadinya miopia patologi, tetapi ada
dua teori pokok yang saling bertentangan, yaitu:
Teori Mekanik
Timbul pada abad ke 19, yang mengatakan bahwa terjadinya miopia
patologi disebabkan karena peregangan sklera. Peregangan ini dapat terjadi pada
sklera yang normal ataupun yang sudah lemah. (Widodo, 2007)

Adanya konvergensi yang berlebihan, akomodasi yang terus menerus dan


kontraksi muskulus orbikularis okuli akan mengakibatkan tekanan intraokuler
meningkat yang selanjutnya menimbulkan peregangan sklera. Selain itu pada
akomodasi dimana terjadi kontraksi muskulus ciliaris akan menarik koroid,
sehingga akan menyebabkan atropi. Konvergensi dan posisi bola mata ke arah
inferior pada waktu menyebabkan pole posterior tertarik ke arah nervus optikus.
(Widodo, 2007)

Perlemahan sklera diduga juga menjadi penyebab membesarnya bola mata.


Perlemahan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

Kongesti sklera
Inflamasi sklera
Malnutrisi
Endokrin

Miopia Patologis Page 10


Keadaan umum
Skleromalasia
Menurut teori ini terdapat kaitan antara timbulnya dan progresivitas
miopia dengan kebiasaan melihat dekat dan keadaan umum seseorang. (Widodo,
2007)
Teori Biologi
Teori ini timbul setelah pengamatan bahwa miopia aksial adalah herediter,
penipisan bola mata hanya di daerah pole posterior, degenerasi retina terjadi
sekunder setelah atrofi yang tidak sesuai dengan besarnya pemanjangan bola
mata. (Widodo, 2007)
Vogt mengatakan bahwa faktor timbulnya miopia terdapat pada jaringan
ektodermal yaitu retina, sedangkan jaringan mesodermal di sekitarnya tetap
normal. Retina tumbuh lebih menonjol dibanding dengan koroid dan sklera.
Pertumbuhan retina yang abnormal ini diikuti dengan penipisan sklera dan
peregangan koroid. Koroid yang peka terhadap regangan akan menjadi atrofi.
Seperti diketahui pertumbuhan sklera berhenti pada janin berumur 5 bulan
sedangkan bagian posterior retina masih tumbuh terus sehingga bagian posterior
sklera menjadi paling tipis. (Widodo, 2007)

2.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari miopia patologis dapat bervariasi. Mulai dari


gangguan penglihatan, floaters, asthenopia, sefalgia, fotopsia, metamorfopsia,
diplopia hingga penurunan rigiditas okular. Pertama adalah menurunnya
penglihatan jauh, bahkan dengan koreksi refraksi, sering dijumpai penurunan
kemampuan untuk melihat dengan jelas. Kedua adalah penderita merasa tidak
nyaman ketika menggunakan lensa koreksi, dimana kacamata untuk miopia tinggi
biasanya berat dengan distorsi yang bermakna ditepi lensa, lapang pandang
dengan juga terbatas. Penderita merasa tidak nyaman, tetapi juga tidak dapat
melakukan aktivitas tanpa kacamatanya. Ketiga adalah sering dijumpai degenerasi
vitreous, dimana vitreous lebih cair dan mempunyai prevalensi yang tinggi untuk
pelepasan vitreous posterior (PVD). Proses ini menyebabkan filament-filamen
vitreous meningkat sehingga tampak mengapung (floaters). Gejala lain yang

Miopia Patologis Page 11


terkait dengan vitreous liquefaction adalah traksi atau tarikan vitreous pada retina
yang menghasilkan kilatan cahaya. (Widodo, 2007).
2.8 Diagnosis

Pada pemeriksaan funduskopi dapat dijumpai :

Penipisan sclera
Penipisan sklera dan lokalisasi ektasia di pole posterior adalah khas untuk
miopia patologi. Pemanjangan diameter bola mata antero-posterior (AP)
disertai penipisan sklera di posterior tampak sebagai posterior ectasia atau
stafiloma. Curtin pada tahun 1977 menemukan stafiloma tersebut di
daerah pole posterior, area makular, area peripapil, area nasal atau inferior.
Juga ditemukan bentuk campuran dan kompleks. Penelitian tersebut
stafiloma posterior terdapat pada 19% mata miopia dengan axial length
26,5 mm. Peningkatan usia juga sangat mempengaruhi timbulnya
stafiloma posterior dan adanya stafiloma posterior merupakan petunjuk
bagi prognosa visus, sebab 19,6% diantaranya termasuk dalam keadaan
buta sosial. Sesudah usia 60 tahun, 53,3% mata dengan stafiloma termasuk
buta sosial. Stafiloma posterior merupakan tanda karakteristik pada miopia
patologi.
Retina schisis
Pada miopia pembesaran bola mata tidak disertai pemanjangan vassa
retina sebagaimana retina. Dan inilah salah satu mekanisme terjadinya
retina schisis yaitu pemisahan vassa retina yang besar pada membrana
limitan interna dari lapisan retina yang lain. Perubahan degenerasi pada
lapisan koroid Perubahan degenerasi pada lapisan koroid pada awalnya
akan melibatkan koriokapilaris, vitreous, dan retinal pigment epitel (RPE).
Lacquer cracks
Bila proses degenerasi pada koroid berlanjut timbul pembentukan jaringan
kolagen menggantikan jaringan koriokapilaris. Tetapi bila hal ini tidak
terjadi, penipisan koroid akan berkembang sampai ke membran Bruchs
dan akan terjadi robekan. Klein dan Curtin tahun 1975 memperkirakan
bahwa robekan-robekan ini akan membaik lalu mengecil dan kemudian

Miopia Patologis Page 12


membentuk garis kuning tak beraturan, bercabang, dan membentuk garis
bersilang di sekitar pole posterior. Garis-garis tersebut disebut dengan
lacquer cracks yang hanya tampak pada 4,3% penderita miopia tinggi dan
terdapat pada kelompok laki-laki muda. Pada penelitian Clein dan Curtin
ditemukan 22 pasien dengan lacquer cracks, semuanya mengalami
stafiloma dan temporal crescent. (Vaughan, 2007)

Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan :

Ultrasonography
Dapat digunakan untuk mendeteksi adanya staphyloma dan mengukur
panjang axial dari mata
Fluorescein angiography
Untuk melihat kondisi pembuluh darah di koroid dan retina. Pemeriksaan
ini dilakukan apabila pasien diduga memiliki Choroidal
Neovascularization.
Optical Coherence Tomography
Merupakan salah satu teknik imaging yang digunakan untuk menentukan
adanya vitreomacular traction dan macular schisis.

Gambar 1. Lacquer cracks

Miopia Patologis Page 13


Gambar 2. Staphyloma

Perdarahan koroid sepanjang lacquer cracks dan membran neovaskular.


Keadaan ini diperkirakan merupakan proses robeknya membran Bruch dan
merupakan faktor predisposisi terbentuknya membran neovaskular pada
sub RFE yang selanjutnya bisa berakibat timbulnya perdarahan maupun
sikatrik.
Fuchs spot
Sebanyak 5,2% penderita miopia patologi yang telah diteliti mempuyai
lesi berpigmen di area sentral dan dikenal dengan Fuchs spot. Lesi ini
berbeda dengan degenerasi makula senilis yang juga mempunyai
kecenderungan tinggi terbentuknya deposit pigmen. Pada miopia hal ini
terjadi pada daerah atrofi korioretinal. Kebanyakan Fuchs spot diikuti
neovaskularisasi koroid yang menembus membran Bruch kemudian
hingga mengakibatkan detachment RPE tipe serous dan hemorraghic.
Secara histologi, tampak bercak sebagai jaringan sikatriks fibrovaskular.

Miopia Patologis Page 14


Gambar 3. Fuchs spot

Degenerasi Lattice
Pertama kali dideskripsikan oleh Gonin tahun 1904. Merupakan bercak
penipisan retina berbatas tegas, terletak di lapisan retina dalam. Beberapa
lesi bisa disertai dengan hiperpigmentasi atau tanpa pigmen. Di daerah
tersebut tampak vitreous encer dan kondensasi serabut vitreous tampak
melekat di daerah tersebut. Merupakan hal yang serius pada miopia
patologi karena merupakan predileksi timbulnya robekan dan ablasio
retina. Biasanya terdapat dikuadran supratemporal. Pada penelitian
terhadap 1437 mata oleh Karlin dan Curtin tahun 1976 ada hubungan
positif diantara prevalensi keempat tanda degenerasi yaitu stafiloma
posterior, lattice degenerasi, pavingstone appearance, dan white without
pressure dengan axial length mata.

Miopia Patologis Page 15


Gambar 4. Degenerasi Lattice

Degenerasi peripapil nervus optikus.


Degenerasi juga meliputi daerah peripapil yang merupakan tanda awal
yang dapat dilihat, sehingga terlihat lapisan koroid di area tersebut. Pada
papil nervus optikus terlihat gambaran klasik akibat miopia. Dengan
oftalmoskop papil nervus optikus arahnya tampak miring ke arah sisi
temporal (tilted disc) dengan permukaan datar, tampaknya peningkatan
ratio cup dan disc yang sesuai dengan axial length. Di daerah temporal
disc terlihat kresen putih terang dari sklera yang dipinggirnya ada
pigmentasi. Pigmen di daerah kresen disebabkan oleh hipertrofi dan
kadang-kadang hiperplasia RPE. (Vaughan, 2007 & Widodo, 2007)

2.9 Terapi

Koreksi Refraksi
Langkah pertama dalam penatalaksanaan miopia patologi adalah
koreksi refraktif baik dengan lensa oftalmik maupun lensa kontak. Koreksi
refraktif yang paling sesuai adalah koreksi refraksi minimal yang
memberikan tajam penglihatan maksimal. Penggunaan lensa kontak
memberikan keuntungan yang lebih banyak, sebab dapat mempercantik
penampilan, mamperluas lapangan pandang serta mengurangi distorsi dan
aberasi.

Miopia Patologis Page 16


Modifikasi Lingkungan
Beberapa penelitian mendukung efektivitas diet dalam pengelolaan
miopia, tapi penelitian yang lain masih belum mendukung. Telah
dianjurkan pada penderita miopia yang terpapar secara genetik untuk
meningkatkan konsumsi protein hewani, mengurangi karbohidrat dan gula.
Duke Elder manyarankan diet kaya vitamin D dan kalsium untuk penderita
miopia ini. Aktivitas lingkungan yang dianjurkan adalah olahraga luar
ruang misal jogging, namun aktivitas lain yang cenderung meningkatkan
tekanan intrakranial dan stres sebaiknya dihindari, misal angkat berat.

Tindakan Operatif
Tindakan operatif kornea tidak disarankan pada penderita miopia
patologis, misal tindakan LASIK, namun implantasi IOL merupakan
tindakan bedah refraksi yang disarankan.

Fotokoagulasi Laser
Bila terdapat choroidal neovascularization membran dilakukan
argon laser photokoagulasi, tetapi harap dipertimbangkan bahwa pada
miopia patologi ini terdapat pemanjangan dan peregangan bola mata
sehingga sikatrik diakibatkan oleh laser akan menambah peregangan bola
mata tersebut.

Pengawasan Tekanan Intraokuler


Tekanan intraokuler harus dipantau karena memiliki peranan dalam
pemanjangan aksial bola mata. Black merekomendasikan bahwa penderita
miopia patologi harus memiliki tekanan intraokuli dibawah 20 mmHg.
(Kanski,2011)

Miopia Patologis Page 17


2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari miopia patologis yaitu :

a) Rhegmatogenous Retinal Detachment


Disebabkan oleh lepasnya vitreus bagian posterior, degenerasi lattice,
asymptomatic atropic holes, macular holes dan reibeknya retina.

b) Choroidal Neovascularization
c) Foveal Retinoschisis
d) Macular Hole
e) Dapat muncul secara spontan maupun setalah trauma ringan, dan
berhubungan dengan pelepasan retina. Vitrectomy merupakan terapi yang
efektif.
f) Katarak
g) Glaukoma
h) Amblyopia
i) Dislokasi Lensa. (Ursekar,1990)

2.11 Prognosis
Prognosis pasien dengan miopia patologis bervariasi dilihat dari perubahan
yang muncul pada retina dan okular. Pemeriksaan mata secara berkala perlu
dilakukan tergantung dari keparahan dari perubahan retina dan okular.
Pemeriksaan retina, pemeriksaan lapangan pandang, pengukuran tekanan
intraokuler merupakan pemeriksaan yang penting untuk dilakukan. (Kanski, 2011)

Miopia Patologis Page 18


BAB 3
KESIMPULAN

Miopia patologi menurut American Academy of Ophthalmology (AAO)


disebutkan dengan istilah miopia tinggi atau miopia patologi. Miopia patologi
adalah miopia dengan perubahan retina disertai dengan sangat bertambahnya
panjang bola mata dan biasanya walaupun tidak selalu, besar refraksinya 8 dioptri
atau lebih atau axial lenght (AL) sama dengan 32,5 mm atau lebih.

Manifestasi klinis dari miopia patologis dapat bervariasi. Mulai dari


gangguan penglihatan, floaters, asthenopia, sefalgia, fotopsia, metamorfopsia,
diplopia hingga penurunan rigiditas okular.

Dapat dilakukan koreksi refraksi pada pasien penderita miopia patologis .


Koreksi refraksi yang paling sesuai adalah koreksi refraksi minimal yang
memberikan tajam penglihatan maksimal. Modifikasi Lingkungan dapat
dilakukan dengan cara meningkatkan konsumsi protein hewani, mengurangi
karbohidrat dan gula. Bila terdapat choroidal neovascularization membran
dilakukan argon laser photokoagulasi. Hal ini dapat dapat dilakukan sehingga
pasien mampu menjalani aktifitasnya dengan baik.

Pemeriksaan mata secara berkala perlu dilakukan tergantung dari keparahan


dari perubahan retina dan okular. Pemeriksaan retina, pemeriksaan lapangan
pandang, pengukuran tekanan intraokuler merupakan pemeriksaan yang penting
untuk dilakukan. Tekanan intraokuler harus dipantau karena memiliki peranan
dalam pemanjangan aksial bola mata. Black merekomendasikan bahwa penderita
miopia patologi harus memiliki tekanan intraokuli dibawah 20 mm Hg.

Miopia Patologis Page 19


DAFTAR PUSTAKA

American Academy Of Ophthalmology. 2011. Pediatric Ophthalmology And


Strabismus

American Optometric Association. 1997. Optometric Clinical Practice Guideline:


Care of the patient with myopia. USA

Curtin, BJ. The Nature of Pathologic Myopia. In : The Myopias. Basic Science
and Clinical Management. Philadelphia. Harper and Row, Publisher 1985

Guyton & Hall.2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC

Ilyas, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata Edisi keempat. Jakarta: Badan Penerbit
FK-UI

Kanski, Jack J. Special Syndromes. In Clinical Ophthalmology, A Systemic


Approach, Ed. 7th. London: Elsevier. 2011; 637-640.

Urserkar, TN. 1983. Classification, Etiology And Pathology Of Myopia. Indian


Journal Of Ophthalmology. Available on :
http://www.ijo.in/printarticle.asp?issn=0301-
4738;year=1983;volume=31;issue=6;spage=709;epage=711;aulast=Ursekar

Vaughan and Asbury. 2007. General Ophthalmology Edisi 17. Jakarta: Penerbit
Buku kedokteran EGC. 189-190.

Widodo, Agung. 2007. Miopia Patologi. Jurnal oftalmologi Indonesia Vol. 5

Miopia Patologis Page 20

You might also like