You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hakikatnya manusia hidup ingin memiliki rasa aman terhadap dirinya,


harta bendanya, maupun pekerjaannya. Untuk itulah hadirnya asuransi
menjadi penting dalam kehidupan manusia. Asuransi menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang Pasal 246, adalah : asuransi adalah perjanjian
dimana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat
dari suatu evenemen.

Perjanjian asuransi memiliki sifat yang khusus dan unik, dalam arti
manfaat asuransi itu baru akan terlihat di masa yang akan datang ketika
terjadi pembayaran atas kerugian yang timbul terhadap obyek yang resikonya
dipertanggungkan. Asuransi terjadi sejak tercapainya kesepakatan antara
tertanggung dan penanggung, kemudian kesepakatan trsebut dibuat dalam
bentuk akta yang disebut polis. Terdapat 5 (lima) elemen pokok dalam
asuransi :

1. Terdapat pihak tertanggung dan penanggung


2. Adanya peralihan resiko dari tertanggung ke penanggung
3. Adanya premi yang harus dibayar oleh tertanggung kepada
penanggung
4. Adanya suatu kejadian yang tidak pasti (evenemen)
5. Adanya penggantian kerugian.

Salah satu unsur terpenting dalam peristiwa asuransi yang terdapat dalam
rumusan Pasal 246 KUHD adalah ganti kerugian. 1 Namun, ternyata ada
perjanjian asuransi yang dilarang oleh Undang-Undang dalam praktiknya, yaitu

1 Arif Rahman, Diktat Hukum Asuransi. Hlm. 4.

1
asuransi rangkap dan reasuransi. Sehingga, meskipun perjanjian asuransi
tersebut telah dibuat, kemudian menjadi batal dan tidak menimbulkan
kewajiban ganti kerugian jika di masa yang akan datang terjadi suatu
evenemen terhadap benda yang telah diasuransikan tersebut. Sedangkan
asuransi solvabilitas tidak termasuk kedalam pengertian asuransi rangkap,
walaupun asuransi solvabilitas ini juga secara penuh di tanggung oleh kedua
perusahaan asuransi. meskipun begitu, ternyata masih ada saja terjadi
asuransi rankap yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurang puas
terhadap asuransi yang telah ada, kurang pahamnya tertanggung dengan
aturan-aturan hukum yang berlaku. Hal ini yang kemudian menarik minat
penulis untuk mengetahui bagaimana Perbedaan antara asuransi rangkap dan
asuransi solvabilitas ini melalui penulisan yang berjudul Perbedaan
Asuransi Rangkap dan Asuransi Solvabilitas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asuransi rangkap dan asuransi solvabilitas serta
yang membedakan asuransi rangkap dan asuransi solvabilitas?

BAB II

PEMBAHASAN

2
1. Apa yang dimaksud dengan asuransi rangkap dan asuransi solvabilitas serta
yang membedakan asuransi rangkap dan asuransi solvabilitas
a. Asuransi Rangkap
Asuransi rangkap tidak disebut secara eksplisit dalam KUHD, namun dapat
dilihat ketentuan mengenai asuransi ini dalam Pasal 252 KUHD : kecuali
dalam hal yang ditntukan oleh undang-undang, tidak boleh diadakan asuransi
kedua untuk waktu yang sama dan untuk evenemen yang sama atas benda
yang sudah diasuransikan dengan nilai penuh, dengan ancaman asuransi yang
kedua tersebut batal.
Dari ketentuan Pasal di atas diketahui bahwa apabila suatu benda telah
diasuransikan dengan nilai penuh, tidak boleh lagi diasuransikan untuk waktu
yang sama dan atas evenemen yang sama. Jika masih diadakan lagi asuransi
kedua, maka asuransi kedua ini menjadi batal. Asuransi semacam ini disebut
asuransi rangkap.2 Namun, ada asuransi rangkap yang tidak dilarang seperti
yang diatur dalam pasal 277 KUHD : apabila beberapa asuransi dengan itikad
baik diadakan untuk benda yang sama, sedangkan asuransi pertama diadakan
dengan nilai penuh, maka asuransi inilah yang mengikat dan asuransi lainnya
dibebaskan. Apabila asuransi pertama tidak diadakan dengan nilai penuh,
maka asuransi-asuransi berikutnya hanya mengikat untuk nilai sisanya
menurut urutan waktu asuransi itu diadakan.
Dari dua Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa asuransi rangkap adalah
asuransi atas suatu benda yang sama, evenemen yang sama, dan dalam
waktu yang sama diadakan beberapa asuransi. Pelarangan dalam asuransi
rangkap adalah apabila asuransi pertama sudah diadakan dengan nilai penuh. 3
Namun, dalam Pasal 277 KUHD menentukan, jika pada perjanjian pertama
benda tersebut belum diasuransikan secara penuh maka tertanggung dapat
mengasuransikannya dan asuransi tersebut kemudian tetap mengikat sebesar
nilai sisanya.

2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia. Cetakan kelima. PT. Citra Aditya Bakti. 2011. Hlm.
139.
3 Ibid.

3
Tujuan adanya pelarangan praktik asuransi rangkap seperti ketentuan
Pasal 252 KUHD adalah untuk mencegah jangan sampai tertanggung
memperoleh ganti kerugian melebihi nilai benda sesungguhnya, sehingga
melanggar asas keseimbangan.4 Seperti yang diketahui bahwa salah satu
aspek dalam asas keseimbangan dalam perjanjian asuransi adalah
berhubungan dengan tujuan dari ganti kerugian, yang tidak boleh diarahkan,
bahwa pihak tertanggung karena pembayaran ganti rugi jelas akan menduduki
posisi yang lebih menguntungkan. 5 Dengan jelas dikatakan oleh Prof. Emmy
Pangaribuan, bahwa asas keseimbangan ini ditarik pada asas umum dari
hukum perdata, yaitu larangan memperkaya diri secara melawan hukum atau
memperkaya diri sendiri tanpa hak.6
Untuk mengetahui apakah ada asuransi rangkap atau tidak adalah ketika
terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian, bukan pada waktu asuransi
kedua itu diadakan. Dalam hal terjadi asuransi rangkap yang terjadi dalam
tanggal dan jam yang bersamaan dan para penanggung menolak menyatakan
bahwa asuransi yang satu lebih kemudian terjadinya daripada yang lain
sehingga menimbulkan sengketa, untuk mengetahui perjanjian asuransi mana
yang terjadi lebih dulu beban pembuktiannya ada di pihak tertanggung. 7
Dalam asuransi rangkap, sesuai dengan ketentuan Pasal 252 KUHD, maka
asuransi kedua dianggap batal. Namun batalnya perjanjian asuransi kedua
tidak memberikan hak kepada tertanggung untuk menagih pengembalian
premi yang telah di bayarkan. Penanggung tetap berhak atas preminya yang
dibayar sebelum perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 252 KUHD merupakan
peringatan bagi tertanggung supaya tidak mengadakan asuransi rangkap yang
dilarang, terutama dengan itikad buruk untuk memperkaya diri tanpa hak.

4 Ibid. hlm. 140.


5 Sri Rejki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Ed.1. Ct. 4. Sinar Grafika. Jakarta, 2008.
Hlm. 98.
6 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangan (Badan Pembinaan Hukum
Nasional, 1980). Hal. 40. Dalam ibid. hlm. 99.
7 Abdulkadir Muhammad. Loc cit.

4
Pengecualian Pasal 252 KUHD

Pengecualian yang dimaksud oleh pasal 252 KUHD itu adalah asuransi
yang diatur di dalam pasal 277, pasal 278, dan pasal 279 KUHD adalah , yaitu:

Pasal 277 KUHD :

Pasal 277 mempunyai tujuan, adalah walapun pasal 252 KUHD tidak
memperbolehkan adanya asuransi berganda, baik yang dirahasiakan dengan
tujuan baik maupun yang tidak, terhadap suatu barang pada suatu hari yang
tidak sama serta dalam beberapa polis, asuransi pertamalah yang yang
menanggung harga taksiran semua barangnya, sedangkan para asurador
menurut ayat (1) Pasal 277 KUHD berbeda, yaitu lepas dari kewajibannya 8.

Pasal 278 KUHD :

bila pada satu polis saja, meskipun pada hari yang berlainan oleh berbagai
penanggung dipertanggungkan lebih dari nilainya, mereka bersama-sama,
menurut perimbangan jumlah yang merka tandatangani, hanya memikul nilai
sebenarnya yang dipertanggungkan. Ketentuan itu juga berlaku, bila hari yang
sama, terhadap satu benda yang sama diadakan berbagai pertanggungan.

Pasal ini mengatur mengenai joint insurance (persekutuan para penanggung),


asuransi dengan persekutuan pada penanggung yang dikukuhkan melalui satu
polis, namun dapat juga melalui polis tersendiri. 9
Pembayaran ganti kerugian
oleh penanggung dilakukan menurut perimbangan jumlah asuransi masing-
masing sesuai dengan jumlah nilai yang telah diperjanjikan.

Pasal 279 KUHD:

8 Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia. Rineka Cipta : Jakarta. Hlm 154
9 http://akubukanmanusiapurba.blogspot.com/2010/07/asuransi-rangkap.html. Diunduh tanggal 26 Mei 2017.

5
tertanggung dalam hal-hal yang disebut dalam dua Pasal lalu, tidak boleh
membatalkan pertanggungan yang lama agar dengan demikian penanggung
yang kemudian terikat. Bila tertanggung membebaskan penanggung-
penanggung pertama, ia dianggap menetapkan diri mengganti tempat mereka
sebagai penanggung untuk jumlah yang sama dan urutan yang sama. Bila ia
mengadakan pertanggungan ulang untuk dirinya, maka para penanggung
ulang mengganti tempatnya dalam urutan itu juga.

Pasal ini melarang tertanggung membebaskan penanggung pada asuransi


yang terjadi lebih dahulu. Kemudian membebankan kewajiban pada
penanggung berikutnya. Jika terjadi hal demikian, dia dianggap menggantikan
kedudukan penanggung yang bersangkutan untuk jumlah asuransi yang sama.
Apabila tertanggung mengasuransikan resikonya itu kepada penanggung lain,
maka penanggung baru tersebut menggantikan kedudukan tertanggung selaku
penanggung.10

b. Asuransi Solvabilitas

Pengertian Solvabilitas oleh Conant et al (1996) sebagai kemampuan


organisasi bisnis untuk memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada
waktunya. Untuk perusahaan asuransi definisi mengenai solvabilitas harus
diatur oleh regulator, dalam hal ini Departemen Keuangan, karena
menyangkut kekayaan masyarakat umum. Tingkat Solvabilitas bagi sebuah

10 Abdulkadir Muhammad, op cit. hlm. 146.

6
perusahaan asuransi adalah nilai minimum dari uang dan surplus yang
harus dijaga.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999


tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian disebutkan: Tingkat
Solvabilitas merupakan selisih antara jumlah kekayaan yang diperkenankan
dan kewajiban.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Solvabilitas


merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua utang-
utang perusahaan,baik utang jangka pendek maupun utang jangka
panjang. Solvabilitas diukur dengan perbandingan antara total aktiva
dengan total utang,ukuran tersebut mensyaratkan agar perusahaan
mampu memenuhi semua kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek
maupun kewajiban jangka panjang. Perusahaan dapat dikatakan
dalam kondisi ideal, apabila perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka
pendeknya (Likuid) dan juga dapat memenuhi kewajiban jangka panjangnya
(Solvable). Analisis Solvabilitas memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui
apakah kekayaan perusahaan mampu untuk mendukung kegiatan
perusahaan tersebut.

Asuransi solvabilitas diatur dalam Psal 280 KUHD. Menurut ketentuan


pasal : Tidak dianggap sebagai perjanjian terlarang apabila benda yang
sudah diasuransikan dengan nilai penuh itu diasuransikan lagi, baik untuk
sebagian maupun untuk seluruhnya, dengan ketentuan yang tegas bahwa
tertanggung hanya akan menggunakan haknya terhadap penanggung
belakangan ini apabila dan sekedar dia tidak dapat mengklaim ganti
kerugian kepada penanggung terdahulu. Dalam hal ada perjanjian yng
demikian ini, maka asuransi yang dibuat terdahulu harus dinyatakan dengan

7
jelas dalam polis, dengan ancaman asuransi belakangan ini batal, demikian
pula akan berlaku ketentuan Pasal 277 dan 278 KUHD 11.

Asuransi Solvabilitas atau (solvability insurance) tidak termasuk dalam


pengertian asuransi rangkap. Dikatakan asuransi solvabilitas karena
mempunyai perbedaan tertentu dengan asuransi rangkap perbedaan
tertentu itu terletak pada perjanjian yang harus dinyatakan dengan tegas
dalam polis yang berisi ketentuan bahwa tertanggung hanya akan
mengklaim penanggung belakangan ini apabila dan sekedar dia tidak dapat
mengklaim penanggung terdahulu. Purwosutjipto juga mengemukakan,
pada asuransi solvabilitas kepentingannya adalah kemampuan membayar
penanggung terdahulu, sedangkan pada asuransi terdahulu kepentingannya
adalah hak milik tertanggung jangan sampai lenyap atau berkurang.

Maksud diadakan asuransi solvabilitas adalah untuk menjaga


kemungkinan penanggung tidak mampu mengganti kerugian jika benda
asuransi ditimpa oleh evenemen. Asuransi Solvabilitas bukan pengecualian
yang dimaksud oleh pasal 252 KUHD karena kepentingannya berbeda
antara asuransi terdahulu dan asuransi belakangan (Solvabilitas).
Kepentingan dalam asuransi terdahulu adalah hak milik, sedangkan
kepentingan dalam asuransi belakangan (solvabilitas) adalah kemampuan
penanggung Pasal 280 KUHD dengan tegas menyatakan bahwa asuransi
solvabilitas bukan asuransi yang dilarang.

Batas Tingkat Solvabilitas

Ukuran yang digunaka untuk menilai kemampuan perusahaan asuransi


dalam memenuhi kewajibannya kepada Pemegang Polis atau Tertanggung,
yang dicerminkan dengan suatu perbandingan anatara nilai kekayaan yang
diperkenankan dengan kewajiaban perusahaan yang bersangkutan.
11 Abdulkadir Muhammad. Hukum Asurasni Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm 148-149.

8
Batas Tingkat Solvabilitas Minimum

Jumlah minimum tingkat sovabiilitas yang ditetapkan, yaitu sebesar


jumlah dana yang dibutuhkan untuk menutup risiko kerugian yang mungkin
timbul sebagai akibat dari deviasi pengelolaan kekayaan dan kewajiaban
sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Apa yang dimaksud dengan asuransi rangkap dan asuransi solvabilitas


serta yang membedakan asuransi rangkap dan asuransi solvabilitas

9
a. Asuransi Rangkap
Asuransi rangkap tidak disebut secara eksplisit dalam KUHD, namun
dapat dilihat ketentuan mengenai asuransi ini dalam Pasal 252 KUHD :
kecuali dalam hal yang ditntukan oleh undang-undang, tidak boleh
diadakan asuransi kedua untuk waktu yang sama dan untuk evenemen
yang sama atas benda yang sudah diasuransikan dengan nilai penuh,
dengan ancaman asuransi yang kedua tersebut batal.
Dalam asuransi rangkap, sesuai dengan ketentuan Pasal 252 KUHD,
maka asuransi kedua dianggap batal. Namun batalnya perjanjian
asuransi kedua tidak memberikan hak kepada tertanggung untuk
menagih pengembalian premi yang telah di bayarkan. Penanggung
tetap berhak atas preminya yang dibayar sebelum perjanjian itu batal
demi hukum. Pasal 252 KUHD merupakan peringatan bagi tertanggung
supaya tidak mengadakan asuransi rangkap yang dilarang, terutama
dengan itikad buruk untuk memperkaya diri tanpa hak.

Pengecualian Pasal 252 KUHD

Pengecualian yang dimaksud oleh pasal 252 KUHD itu adalah asuransi
yang diatur di dalam pasal 277, pasal 278, dan pasal 279 KUHD

b. Asuransi Solvabilitas

Pengertian Solvabilitas oleh Conant et al (1996) sebagai kemampuan


organisasi bisnis untuk memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada
waktunya. Untuk perusahaan asuransi definisi mengenai solvabilitas
harus diatur oleh regulator, dalam hal ini Departemen Keuangan, karena
menyangkut kekayaan masyarakat umum. Tingkat Solvabilitas bagi
sebuah perusahaan asuransi adalah nilai minimum dari uang dan
surplus yang harus dijaga.

o Batas Tingkat Solvabilitas

10
Ukuran yang digunaka untuk menilai kemampuan perusahaan
asuransi dalam memenuhi kewajibannya kepada Pemegang Polis
atau Tertanggung, yang dicerminkan dengan suatu perbandingan
anatara nilai kekayaan yang diperkenankan dengan kewajiaban
perusahaan yang bersangkutan.

o Batas Tingkat Solvabilitas Minimum

Jumlah minimum tingkat sovabiilitas yang ditetapkan, yaitu sebesar


jumlah dana yang dibutuhkan untuk menutup risiko kerugian yang
mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi pengelolaan kekayaan
dan kewajiaban sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Tentang
Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia. Cetakan kelima. PT. Citra


Aditya Bakti. 2011.

Sri Rejki, Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Ed.1. Ct. 4. Sinar
Grafika. Jakarta, 2008.

11
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangan
(Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1980).

Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia. Rineka Cipta : Jakarta.

Arif Rahman, Diktat Hukum Asuransi.

Prodjodikoro, Wirjono. 1996. Hukum Asuransi di Indonesia. Penerbit Intermasa,


Jakarta.

Abdulkadir Muhammad. Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan. Alumni. Bandung.


1983

Puwosutjipto, , h.m.n. 1998. Pengertian pokok hukum dagang Indonesia hukum


pertanggungan. penerbitan djambatan, Jakarta.

Subekti, R dan R. Tjitrosudibio. 1992. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


Terjemahan. Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta.

Hartono, siti sumarti. 1995. Kitab Undang- Undang Hukum Dagang Dan Peraturan
Kepailitan. Terjemahan. Penerbit Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

12

You might also like