You are on page 1of 3

Transcranial Magnetic Stimulation

(TMS).

Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) adalah saiah satu alat bidang Neurofisiologi yang
dapat digunakan dalam membantu diagnosis gangguan saraf maupun digunakan dalam
terapi/pengobatan gangguan saraf, baik gangguan fungsi saraf pusat maupun saraf tepi.
Dr. Tugas Ratmono, Sp.S, seorang dokter spesialis saraf dari RSPAD Gatot Subroto
menjelaskan cara kerja alat ini adalah dengan memberikan stimulasi pada sel saraf otak
sehingga sel-sel otak yang terganggu dapat bekerja kembali dengan lebih baik.TMS
berguna meningkatkan aktivitas sel yang tidak begitu aktif melalui peningkatan kerja
neurotransmiter, yaitu suatu zat penghantar padajalur sel-sel saraf. Terapi TMS dilakukan
dengan rnemberikan gelombang elektromagnetik frekuensi rendah
atau frekuensi tinggi untuk memberikan efek inhibisi/hambatan pada saraf yang terlalu aktif
ataupun menga ktivasi sel-sel yang kurang aktif. "Prinsipnya adaiah menyeirnbangkan kerja
sel saraf", imbuhnya.

TMS Adalah Terapi Lanjutan.

TMS adalah terapi tambahan, bukan pengganti obat pada tatalaksana gangguan saraf.
Pasien dengan gangguan sistern saraf tetap diberikan pengobatan sesuai standar setelah
itu dapat diberikan terapi TMS untuk menunjang atau mempercepat proses penyembuhan.

Persiapan Sebelurn Terapi TMS.

Beberapa persiapan perlu dilakukan sebelum penggunaan TMS, seperti pemeriksaan klinis,
pemeriksaan neurobehavior, penelusuran riwayat kejang, ada tidaknya metal atau logam
pada otak,serta skrining fungsi sel saraf otak.

Pada pasien dengan riwayat kejang atau epilepsi, dapat dilakukan pemeriksaan EEG. Dari
pemeriksaan EEG dapat diketahui apakah terdapat fokus epileptikus. Dengan ditemukannya
fokus epileptikus pada pemeriksaan EEG dapat membantu untuk menentukan dosis TMS
yang sesuai.Penggunaan TMS pada pasien epilepsi harus lebih hati-hati karena stimulasi
yang berlebihan dapat memicu terjadinya kejang. Namun dengan pemberian dosis TMS
yang tepat yaitu frekuensi rendah dapat membantu mengurangi kejadian frekuensi kejang
pada kasus-kasus yang tidak dapat diatasi dengan obat rnaupun operasi. "Inilah pentingnya
persiapan sebelurnTMS, salah satunya menggunakan EEG", tegas dokter yang telah hampir
3 tahun menggunakan TMS untuk terapi pasiennya ini.
TMS ini tidak dapat dilakukan pada orang yang mempunyai benda logam di otaknya karena
prinsip kerja TMS ini adalah menggunakan meclan magnet- Namun bila benda logam
tersebut berada di Iuar kepala seperti pada pasien yang menggunakan kawat gigi, TMS
masih bisa dilakukan.
Pemeriksaan fungsi saraf otak bertujuan untuk memastikan bahwa pasien yang akan
dilakukan TMS adalah pasien yang mengalami gangguan sistem sarafserta dapat menjadi
acuan dalam pemberian dosis TMS.
Untuk mengetahui fungsi saraf otak dapat menggunakan EEG, EMG/EP/ MEP, CT scan
atau MRI.
Sebelum diterapi pasien biasa nya juga akan diminta untuk menandatangani informed
consent apabila dia setuju untuk dilakukan terapi TMS.
Fungsi Sel Saraf Yang Diperiksa.
Sebelum dilakukan TMS, pasien akan diperiksa fungsi sel sarafnya rnenggunakan Evoked
Potential yang merupakan salah satu alat dalam rangkaian TMS. Melalui alat ini dapat
mendeteksi gelombang otak melalui permukaan otak (cortex cerebri) yang di dalamnya
terdapat banyak sel - sel saraf atau neuron. Melalui pemeriksaan Evoked Potential, dapat
diketahui koneksitas antar sel saraf, efek menimbulkan gelombang - gelombang, sensitifitas
sel saraf dimana semakin sensitif sel saraf, semakin baik, dan waktu konduksi sentral sel
saraf. Waktu konduksi ini menggambarkan kemampuan sel saraf untuk menghantarkan
sinyal atau pesan,jika semakin panjang waktunya berarti terdapat gangguan. Selain itu juga
dapat diketahui tingginya gelombang (amplitudo) yang dihasilkan sel saraf. Semakin rendah
amplitudo biasanya terdapat gangguan.

Gambar 1 . Alat Evoked Potential Pemberian

Pemberian TMS.
Satu program terapi TMS diberikan sebanyak 10 kali selarna dua minggu secara berurutan.
Minggu pertarna diberikan 1 kali sehari selama 5 hari, kemudian jeda 2 hari untuk
mengistirahatkan otak setelah pemberian stimulasi, lalu dilanjutkan minggu kedua selama 5
hari juga seperti minggu pertama. Satu kali pemberian TMS dapat berlangsung antar 10-20
menit untuk masing-masing belahan otak Terapi 'TMS dapat dilakukan lebih dari satu
program tergantung keperluan. Misalnya pada kasus stroke dapat diberikan sampai 4
minggu.
Pemilihan lokasi pemberian tergantung dari kebutuhan pasien. Misalnya pada pasien yang
mengalami gangguan bicara, maka sel-sel saraf yang berfungsi untuk bicara yang akan
distimulasi. Pada pasien dengan gangguan motorik seperti tidak bisa berjalan, maka akan
dipilih lokasi yang sesuai yang mengatur proses berjalan. Demikianjuga untuk gangguan
lainnya pemberian TMS disesuaikan dengan fungsi otak yang terganggu.
Setelah pemberian TMS terka dang pasien dapat merasa sakit kepala atau mengantuk. Tapi
tidak perlu khawatir, efek ini sifatnya sementara. Sakit kepala yang timbul dapat diredakan
dengan obat sakit kepala biasa. Dan sampai saat ini belum ada yang melaporkan adanya
efek jangka panjang.
Dimana Bisa Terapi TMS

Terapi TMS telah digunakan di Klinik Stimulasi Otak Non lnvasif di RSPAD Gatot
Subroto, tepatnya di Jl. Dr. Abdul Rach man Saleh No.24,Jakarta Pusat untuk
membantu proses penyembuhan pasiennya yang mengalami gangguan saraf.
Cakupan pelayanan klinik ini adalah terapi pada kasus stroke, Parkinson, pasca trauma otak
dan saraf, neuropati, distonia, depresi, nyeri kronik termasuk Low Back Pain, gangguan
keseimbangan, tinitus (telinga berdenging), gangguan bahasa (sulit bicara), gangguan
kognitif, penyakit degeneratif seperti Multiple Sclerosis, dan post Barre Syndrome (GBS).
Sebagian besar pasien yang telah diterapi menggunakan TMS di klinik ini adalah pasien
stroke dan beberapa penyakit saraf lainnya.

Gambar 2. Kasus stroke: amplitude normal [atas], amplitudo lemah (bawah)

Gambar 3. Kasus Stroke Dengan Sisi Kiri Lumpuh. Sebelum Terapi (A) dan Setelah
Terapi TMS, Pasien Sudah Bisa Berjalan (B)

You might also like