You are on page 1of 5

F.

Diagnosis Plasenta Previa


Apabila plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester kedua,
sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Untuk
memastikannya dapat dilakukan pemeriksaan USG, namun bagi beberapa wanita
mungkin bahkan tidak terdiagnosis sampai persalinan, terutama dalam kasuskasus
plasenta previa sebagian (Faiz & Ananth, 2003).
Menurut Mochtar (1998) diagnosa dari plasenta previa bisa ditegakkan dengan
adanya gejala klinis dan beberapa pemeriksaan yaitu:
1. Anamnesia, pada saat anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang berkaitan
dengan perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya
perdarahan, apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan,
frekuensi serta banyaknya perdarahan (Wiknjosastro, 2007).
2. Inspeksi, dapat dilihat melalui banyaknya darah yang keluar melalui vagina,
darah beku, dan sebagainya. Apabila dijumpai perdarahan yang banyak maka ibu
akan terlihat pucat (Mochtar, 1998).
3. Palpasi abdomen, sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi fundus uteri
yang rendah karena belum cukup bulan. Juga sering dijumpai bahwa bagian
terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih
bergoyang, terapung atau mengolak di atas pintu atas panggul (Mochtar, 1998).
4. Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara hati-hati dilihat
dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun terdapat kelainan pada
serviks, vagina, varises pecah, dll (Mochtar, 1998).
5. Pemeriksaan radio-isotop
6. Plasentografi jaringan lunak
7. Sitografi
8. Plasentografi indirek
9. Arteriografi
10. Amniografi
11. Radio isotop plasentografi
12. Ultrasonografi, transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih
yang dikosongkan akan memberikan kepastian diagnosa plasenta previa.
Walaupun transvaginal ultrasonografi lebih superior untuk mendeteksi keadaan
ostium uteri internum namun sangat jarang diperlukan, karena di tangan yang
tidak ahli cara ini dapat menimbulkan perdarahan yang lebih banyak (Chalik,
2008). Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografis sangat tepat dan tidak
menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin (Mochtar, 1998).
13. Pemeriksaan dalam, pemeriksaan ini merupakan senjata dan cara paling akhir
yang paling ampuh dalam bidang obstetrik untuk diagnosa plasenta previa.
Walaupun ampuh namun harus berhati-hati karena dapat menimbulkan
perdarahan yang lebih hebat, infeksi, juga menimbulkan his yang kemudian akan
mengakibatkan partus yang prematur. Indikasi pemeriksaan dalam pada
perdarahan antepartum yaitu jika terdapat perdarahan yang lebih dari 500 cc,
perdarahan yang telah berulang, his telah mulai dan janin sudah dapat hidup
diluar janin (Mochtar, 1998). Dan pemeriksaan dalam pada plasenta previa hanya
dibenarkan jika dilakukan dikamar operasi yang telah siap untuk melakukan
operasi dengan segera (Mose, 2004). Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan
fornises dengan hati-hati. Jika tulang kepala teraba, maka kemungkinan plasenta
previa kecil. Namun jika teraba bantalan lunak maka, kemungkinan besar
plasenta previa.

G. Penatalaksanaan Plasenta Previa


Menurut Mose (2004) penatalaksanaan pada plasenta previa dapat dibagi dalam 2
golongan, yaitu:
1. Ekspektatif
Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di
dunia masih kecil baginya. Sikap ekspektasi tertentu hanya dapat dibenarkan
jika keadaan ibu baik dan perdarahannya sudah berhenti atau sedikit sekali.
Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera
diakhiri untuk menghindari perdarahan yang fatal.
Menurut Scearce, (2007) syarat terapi ekspektatif yaitu:
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas
normal). d. Janin masih hidup.
2. Terminasi
Dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum terjadi
perdarahan yang dapat menimbulkan kematian, misalnya: kehamilan telah
cukup bulan, perdarahan banyak, dan anak telah meninggal. Terminasi ini
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta,
dengan cara ini maka pembuluh-pembuluh darah yang terbuka dapat
tertutup kembali (tamponade pada plasenta) ( Mose, 2003). Menurut
Mochtar (1998) penekanan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa
cara yaitu:
- Amniotomi ( pemecahan selaput ketuban)
Cara ini merupakan cara yang dipilih untuk melancarkan persalinan
pervaginam. Cara ini dilakukan apabila plasenta previa lateralis,
plasenta previa marginalis, atau plasenta letak rendah, namun bila ada
pembukaan. Pada primigravida telah terjadi pembukaan 4 cm atau
lebih. Juga dapat dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis
dengan janin yang sudah meninggal (Mochtar, 1998).
- Memasang cunam Willet Gausz
Pemasangan cunam Willet Gausz dapat dilakukan dengan mengklem
kulit kepala janin dengan cunam Willet Gausz. Kemudian cunam
diikat dengan menggunakan kain kasa atau tali yang diikatkan
dengan beban kira-kira 50-100 gr atau sebuah batu bata seperti katrol.
Tindakan ini biasanya hanya dilakukan pada janin yang telah
meninggal dan perdarahan yang tidak aktif karena seringkali
menimbulkan perdarahan pada kulit kepala janin (Mochtar, 1998).
- Metreurynter
Cara ini dapat dilakukan dengan memasukkan kantong karet yang
diisi udara dan air sebagai tampon, namun cara ini sudah tidak
dipakai lagi (Mochtar, 1998).
- Versi Braxton-Hicks
Cara ini dapat dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari
kakinya sehingga dapat ditarik keluar. Cara ini dilakukan dengan
mengikatkan kaki dengan kain kasa, dikatrol, dan juga diberikan
beban seberat 50-100 gr (Mochtar, 1998).
b. Dengan cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk mengosongkan rahim
sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Selain
itu seksio sesarea juga dapat mencegah terjadinya robekan serviks dan
segmen bawah rahim yang sering terjadi pada persalinan pervaginam
(Mochtar, 1998). Persalinan seksio sesarea diperlukan hampir pada
seluruh kasus plasenta previa. Pada sebagian besar kasus dilakukan
melalui insisi uterus transversal. Karena perdarahan janin dapat terjadi
akibat insisi ke dalam plasenta anterior (Cunningham et al, 2005).
Menurut Mochtar (1998) Indikasi dilakukannya persalinan seksio sesarea
pada plasenta previa adalah:
- Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau
meninggal, serta semua plasenta previa lateralis, posterior, karena
perdarahan yang sulit dikontrol.
- Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan
tidak berhenti dengan tindakan yang ada.
- Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.
Menurut Winkjosastro (1997) dalam Sihaloho (2009) gawat janin
maupun kematian janin dan bukan merupakan halangan untuk
dilakukannya persalinan seksio sesarea, demi keselamatan ibu. Tetapi
apabila dijumpai gawat ibu kemungkinan persalinan seksio sesarea
ditunda sampai keadaan ibunya dapat diperbaiki, apabila fasilitas
memungkinkan untuk segera memperbaiki keadaan ibu, sebaiknya
dilakukan seksio sesarea jika itu merupakan satu-satunya tindakan yang
terbaik untuk mengatasi perdarahan yang banyak pada plasenta previa
totalis.

H. Komplikasi Plasenta Previa


Menurut Dutta (2004) komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi yaitu: Selama
kehamilan pada ibu dapat menimbulkan perdarahan antepartum yang dapat
menimbulkan syok, kelainan letak pada janin sehingga meningkatnya letak bokong
dan letak lintang. Selain itu juga dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Selama
persalinan plasenta previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps
tali pusat, perdarahan postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat menyebakan
melekatnya plasenta sehingga harus dikeluarkan secara manual atau bahkan dilakukan
kuretase. Sedangkan pada janin plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir
dengan berat badan rendah, munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus, kelainan
kongenital serta cidera akibat intervensi kelahiran.
G. Prognosis Plasenta Previa
Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan kecepatan
perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu dapat dihindari
apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan segera lakukan pembedahan
seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih burik oleh karena kelahiran yang
prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa melalui proses persalinan
spontan maupun melalui tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang
intensif pada neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal
(Cunningham, 2005).

You might also like