You are on page 1of 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga
disebut dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian
atau organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB paru.1
Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan
orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah
diagnosis, pengobatan, pencegahan serta TB dengan keadaan khusus.2
Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda
dengan TB pada orang dewasa. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB anak
sering kali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman
TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya.
Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis
yang diikuti overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan
undertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya
adalah orang dewasa dengan sputum basil tahan asam positif sehingga
penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan pengobatan TB dewasa.
Akibatnya penanganan TB anak kurang diperhatikan.2
Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat pesat. Sekurang-
kurangnya 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Di Indonesia
proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB yang ternotifikasi dalam
program TB berada dalam batas normal yaitu 8-11 %, tetapi apabila dilihat
pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan
variasi proporsi yang cukup lebar yaitu 1,8 15,9%. Untuk menangani
permasalahan TB anak telah diterbitkan berbagai panduan tingkat global.

1
TB pada anak saat ini merupakan salah satu komponen penting dalam
pengendalian TB, dengan pendekatan pada kelompok risiko tinggi, salah
satunya adalah anak mengingat TB merupakan salah satu penyebab utama
kematian pada anak dan bayi di negara endemis TB. Penatalaksanaan kasus
TB pada anak merupakan upaya komprehensif, yang menggabungkan aspek
klinis, program serta upaya kesehatan masyarakat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman mikobakterium
tuberkulosis yang bersifat sistemik sehingga bisa mengenai hampir semua
organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer.
Tuberkulosis pada anak didefinisikan sebagai tuberkulosis yang diderita
oleh anak <15 tahun.1 Seorang anak dikatakan terpapar TB jika anak
memiliki kontak yang signifikan dengan orang dewasa atau remaja yang
terinfeksi TB, pada tahap ini test tuberkulin negatif, rontgen toraks negatif.
Infeksi terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei Mycobacterium
tuberculosis dan kuman tersebut menetap secara intraseluler pada jaringan
paru dan jaringan limfoid sekitarnya, pada tahap ini rontgen toraks bisa
normal atau hanya terdapat granuloma atau kalsifikasi pada parenkim paru
dan jaringan limfoidnya serta didapatkan uji tuberkulin yang positif.
Sementara itu, seseorang dikatakan sakit TB jika terdapat gejala klinis yang
mendukung serta didukung oleh gambaran kelainan rontgen toraks, pada
tahap inilah seseorang dikatakan menderita tuberkulosis.4
TB ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita TB).
Ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka
memercikkan kuman TB atau basil ke udara. Seseorang dapat terpapar
dengan TB hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TB. Penderita TB
dengan status TB BTA (Basil Tahan Asam) positif dapat menularkan
sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya. Sepertiga dari
populasi dunia sudah tertular dengan TB. Seseorang yang tertular dengan
kuman TB belum tentu menjadi sakit TB. Kuman TB dapat menjadi tidak
aktif (dormant) selama bertahun-tahun dengan membentuk suatu dinding sel
berupa lapisan lilin yang tebal. Bila sistem kekebalan tubuh seseorang
menurun, kemungkinan menjadi sakit TB menjadi lebih besar. Seseorang

3
yang sakit TB dapat disembuhkan dengan minum obat secara lengkap dan
teratur.2
B. Epidemiologi
Akhir tahun 1990-an, World Health Organization memperkirakan bahwa
sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M.
tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia dan Amerika Latin.
Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya
di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap
merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik
di negara berkembang maupun di negara maju.3
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara
berkembang karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 4050%
dari jumlah seluruh populasi.

Gambar.Jumlah populasi berdasarkan usia


Sekurang-kurangnya 500.000 anak menderita TB setiap tahun. 200 anak di
dunia meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap tahun
akibat TB. Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya
alat diagnostik yang child-friendly dan tidak adekuatnya sistem pencatatan
dan pelaporan kasus TB anak. Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak
mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan
strategi DOTS. Kondisi ini akan memberikan peningkatan dampak negatif
pada morbiditas dan mortalitas anak.
Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di
antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi
8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per

4
provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini
menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level
provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun
dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang
lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak
tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011
naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.

C. Etiologi
Terdapat 60 lebih spesies Mycobacterium, tetapi hanya separuhnya yang
merupakan patogen terhadap manusia. Hanya terdapat 5 spesies dari
Mycobacterium yang paling umum menyebabkan infeksi, yaitu: M.
Tuberculosis, M. Bovis, M. Africanum, M. Microti dan M. Canetti. Dari
kelima jenis ini M. Tuberkulosis merupakan penyebab paling penting dari
penyakit tuberkulosis pada manusia. Ada 3 varian M. Tuberkulosis yaitu
varian humanus, bovinum dan avium. Yang paling banyak ditemukan
menginfeksi manusia M. Tuberkulosis varian humanus.5
M. Tuberkulosis berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak
berkapsul, nonmotil, pleomorfik, dan termasuk bakteri gram positif lemah,
serta memiliki ukuran panjang 1-10 mikrometer dan lebarnya 0,2-0,6
mikrometer. M. Tuberkulosis tumbuh optimal pada suhu 37-410C dan
merupakan bakteri aerob obligat yang berkembang biak secara optimal pada
jaringan yang mengandung banyak udara seperti jaringan paru. Dinding sel
yang kaya akan lipid menjadikan basil ini resisten terhadap aksi bakterisid
dari antibodi dan komplemen. Sebagian besar dari dinding selnya terdiri atas
lipid (80%), peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid membuat kuman tahan
terhadap asam sehingga disebut BTA dan kuman ini tahan terhadap gangguan
kimia dan fisika. Oleh karena ketahanannya terhadap asam, M. Tuberkulosis
dapat membentuk kompleks yang stabil antara asam mikolat pada dinding
selnya dengan berbagai zat pewarnaan golongan aryl methan seperti
carbolfuchsin, auramine dan rhodamin. Kuman ini dapat bertahan hidup di

5
udara yang kering atau basah karena kuman dalam keadaan dorman. Dan dari
keadaan dorman ini kuman dapat reaktivasi kembali.1
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yaitu di dalam
sitoplasma makrofag karena pada sitoplasma makrofag banyak mengandung
lipid. Kuman ini bersifat aerob, sifat ini menunjukan bahwa kuman ini
menyenangi jaringan yang tinggi mengandung oksigen sehingga tempat
predileksi penyakit ini adalah bagian apikal paru karena tekanan O2 pada
apikal lebih tinggi dari pada tempat lainnya.4
M. Tuberkulosis dapat tumbuh pada medium klasik yang terdiri kuning
telur dan glyserin (medium Lowenstein-Jensen). Bakteri ini tumbuh secara
lambat, dengan waktu generasi 12- 24 jam. Pengisolasian dari spesimen klinis
dari media sintetik yang solid membutuhkan waktu 3-6 minggu dan untuk uji
sensitivitas terhadap obat membutuhkan tambahan waktu 4 minggu.
Sementara itu, pertumbuhan bakteri ini dapat dideteksi dalam 1- 3 minggu
dengan menggunakan medium cair yang selektif seperti BACTEC dan uji
sensitivitas terhadap obat hanya membutuhkan waktu tambahan 3-5 hari.5
D. Patogenesis
Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil (<5 m), kuman TB dalam droplet nuklei yang
terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik. Akan
tetapi pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada
individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus
akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi,
sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus
berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi ditempat tersebut, yang
dinamakan fokus primer Ghon.2
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya

6
inflamasi disaluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis)
yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan
jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis
dinamakan kompleks primer.3
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa
inkubasi TB berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya selama 4-8 minggu.6
Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan telah
terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB
terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji
tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun
yang berfungsi baik, pada saat sistem imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian kecil kuman TB akan dapat tetap
hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru
yang masuk kedalam alveoli akan segera dimusnakan oleh imunitas seluler
spesifik (cellular mediated immunity, CMI ).3
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer dijaringan paru.
Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.2
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional.
Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau
pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi
akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di
jaringan paru (kavitas).3

7
Kelenjar limfe parahilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal
pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,
sehingga bronkus akan terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat
tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui
mekanisme ventil. Obstruksi total dapat menyebabkan ateletaksis kelenjar
yang mengalami inflamsi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan
obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gangguan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi.6
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen,
kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer
atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi
penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi
darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.3
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara
ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga
tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai
berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe
superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati,
tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap
hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses patologiknya.
Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari
dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,

8
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke
seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis
penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. Tuberkulosis
diseminata ini timbul dalam waktu 26 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang
beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata
terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi
infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun (balita) terutama di bawah
dua tahun.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding
vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar
kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB
akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized
hematogenic spread.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah terjadi infeksi (terutama 1 tahun
pertama) biasanya sering terjadi komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga
bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB
endobronkial, dan TB paru kronik. Tuberkulosis paru kronik adalah TB
pascaprimer sebagai akibat reaktivasi kuman di dalam fokus yang tidak
mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi
sering terjadi pada remaja dan dewasa muda.6
Tuberkulosis ekstrapulmonal, yang biasanya juga merupakan manifestasi
TB pascaprimer, dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB.
Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, paling
banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun setelah infeksi
primer. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi
primer.2

9
Gambar. Patogenesis Tuberculosis Primer
Catatan:
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult
hematogenic spread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di
berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi
mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan
limfadenitis regional (3).
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.

10
4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB
(endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar
(eksogen), ini disebut TB tipe dewasa (adult type TB)
Perjalanan alamiah
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang
konstan, sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu
kalender terjadinya TB di berbagai organ.3

Gambar Kalender perjalanan penyakit TB primer


Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin
biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB.
Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan
eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga
jarang terdeteksi. Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini.2
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung
dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis
TB. Tuberkulosis pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB.
Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama, walaupun dapat
terjadi pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih
lama, yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar manifestasi

11
klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama,
dan 90% kematian karena TB terjadi pada tahun pertama setelah diagnosis
TB.3
E. Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TBC pada
anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor
risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit).
1. Risiko infeksi TBC
Faktor risiko terjadinya infeksi TBC antara lain adalah anak yang
terpajan dengan orang dewasa yang TBC aktif (kontak TBC positif),
daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higieni dan
sanitasi yang tidak baik), dan tempat penampungan umum (panti asuhan,
penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak pasien TB dewasa aktif.
Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting aalah pajanan terhadap
orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA (+). Berarti, bayi
dengan seorang ibu dengan BTA sputum (+) memiliki risiko tinggi
terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar
pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang
infeksius.
Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa keanak akan
lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum (+),
infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan
encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang
kurang sehat terutama sirkulasi udara yang tidak baik.
Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang
dewasa sekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang
ditemukan didalam sekret endobronkial pasien anak. Ada beberapa hal
yang dapat menjelaskan hal tersebut. Pertama, kuman pada TB anak
biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas anak masih lemah,
jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit. Kedua,
lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer

12
biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak
terjadi produksi sputum. Ketiga, tidak ada atau sedikitnya produksi sputum
dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim menyebabkan
jarangnya terdapat gejala batuk pada TB anak.
2. Risiko sakit TB
Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya
infeksi TB menjadi sakit TB. Faktor risiko yang pertama adalah usia.
Anak berusia 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi
infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selularnya belum berkembang
sempurna (immature). Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang
secara bertahap seiring dengan pertambahan usia. Pada bayi yang
terinfeksi TB, 43%nya akan menjadi sakit TB, pada anak usia 1-5 tahun
yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15%, dan pada dewasa 5-
10%. Anak berusia <5 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB
diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB), dengan angka angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Risiko tertinggi terjadinya progresivitas dari infeksi menjadi sakit TB
adalah satu tahun pertama setelah infeksi, terutama selama 6 bulan
pertama. Pada bayi, rentang waktu antara infeksi dan timbulnya sakit TB
singkat (<1 tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut.
Faktor risiko lain adalah infeksi baru yang ditandai dengan adanya
konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam satu tahun
terakhir malnutrisi, keadaan imunokompromais (misalnya HIV,
keganasan, transplantasi organ an pengobatan imunosupresi ), diabetes
mellitus dan gagal ginjal kronik. Faktor yang tidak kalah penting pada
epidemiologi TB adalah status sosial ekonomi yang rendah, pengahsilan
yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, pendidikan yang rendah,
dan kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat. Di negara maju, migrasi
penduduk termasuk menjadi faktor risiko, sedangkan di Indonesia hal ini
belum menjadi masalah yang berarti.

13
Faktor lainnya yang mempunyai risiko terjadi penyakit TB adalah
virulensi dari M.tuberculosis dan dosis infeksinya. Akan tetapi, secara
klinis hal ini sulit dibuktikan.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, keadaan immunokompromais
merupakan salah satu risiko penyakit TB. Pada infeksi HIV,terjadi
kerusakan sisitem imun sehingga kuman TB yang dorman mengalami re-
aktivitas. Pandemi infeksi HIV dan AIDS menyebabkan peningkatan
pelaporan TB secara bermakna di beberapa negara. Diperkirakan resiko
terjadiya sakit TB pada pasen HIV dengan tuberkulin positif adalah 7-10%
per tahun,dibandingkan dengan pasain non HIV yang risiko terjadinya
sakit TB adalah 5-10% selama hidupnya. Pada tahun 1990,4,6%kematian
akibat TB disebabkan oleh infeksi HIV dan diperkirakan akan meningkat
menjadi lebih dari 14%pada tahun 2000. Angka kejadian TB yang telah
menurun pada awal abad ke-20 kembali meningkat pada akhir tahun
1980. Hal tersebut terjadi bersamaan dengan meningkatnya epidem HIV
dan resistensi multiobat (Multi Drug Resistence-MDR),bahkan sudah
terjadi resistensi obat yang eksrim ( Extreme drug Resistence- XDR).
Secara ringkas risiko sakit TB pada anak yang terinfeksi TB dapat di
lihat pada tabel 1.
Umur saat Risiko sakit
infeksi primer Tidak sakit TB paru TB diseminata
(tahun) (milier, meningitis)
<1 50% 30-40% 10-20%
1-2 75-80% 10-20% 2-5%
2-5 95% 5% 0,5%
5-10 98% 2% <0,5%
>10 80-90% 10-20% <0,5%
Sumber: marais dkk, 2004 dan marais dkk.2006

14
F. Klasifikasi
Beberapa istilah dalam definisi kasus TB anak:

1. Terduga pasien TB anak: setiap anak dengan gejala atau tanda


mengarah ke TB Anak
a. Pasien TB anak berdasarkan hasil konfirmasi bakteriologis:
adalah pasien TB anak yang hasil pemeriksaan sediaan biologinya
positif dengan pemeriksaan mikroskopis langsung atau biakan atau
diagnostik cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI. Pasien
TB paru BTA positif masuk dalam kelompok ini.
b. Pasien TB anak berdasarkan diagnosis klinis: pasien TB anak
yang TB yang tidak memenuhi kriteria bakteriologis dan mendapat
pengobatan TB berdasarkan kelainan radiologi dan histopatologi
sesuai gambaran TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah
Pasien TB Paru BTA negatif, Pasien TB dengan BTA tidak
diperiksa dan Pasien TB Ekstra Paru.
2. Penentuan klasifikasi dan tipe kasus TB pada anak tergantung dari hal
berikut:
a. Lokasi atau organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis Ekstra Paru. Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Anak dengan gejala hanya pembesaran kelenjar tidak selalu
menderita TB Ekstra Paru.
3) Pasien TB paru dengan atau tanpa TB ekstra paru
diklasifikasikan sebagai TB paru

15
b. Riwayat pengobatan sebelumnya:
1) Baru
Kasus TB anak yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan ( 28 dosis) dengan hasil pemeriksaan bakteriologis
sesuai definisi di atas, lokasi penyakit bisa paru atau ekstra
paru.
2) Pengobatan ulang
Kasus TB Anak yang pernah mendapat pengobatan dengan
OAT lebih dari 1 bulan ( 28 dosis) dengan hasil pemeriksaan
bakteriologis sesuai definisi di atas, lokasi penyakit bisa paru
atau ekstra paru. Berdasarkan hasil pengobatan sebelumnya,
anak dapat diklasifikasikan sebagai kambuh, gagal atau pasien
yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).
c. Berat dan ringannya penyakit
1) TB ringan: tidak berisiko menimbulkan kecacatan berat atau
kematian, misalnya TB primer tanpa komplikasi, TB kulit, TB
kelenjar dllb. TB berat: TB pada anak yang berisiko
menimbulkan kecacatan berat atau kematian, misalnya TB
meningitis, TB milier, TB tulang dan sendi, TB abdomen,
termasuk TB hepar, TB usus, TB paru BTA positif, TB
resisten obat, TB HIV.
2) Status HIV
Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada semua anak
suspek TB pada daerah endemis HIV atau risiko tinggi
terinfeksi HIV. Berdasarkan pemeriksaan HIV, TB pada anak
diklasifikasikan sebagai:
HIV positif
HIV negatif
HIV tidak diketahui

16
HIV expose/ curiga HIV. Anak dengan orang tua penderita
HIV diklasifikasikan sebagai HIV expose, sampai terbukti
HIV negatif. Apabila hasil pemeriksaan HIV
menunjukkan hasil negatif pada anak usia < 18 bulan,
maka status HIV perlu diperiksa ulang setelah usia > 18
bulan.
d. Resistensi Obat
Pengelompokan pasien TB berdasarkan hasil uji kepekaan M.
tuberculosis terhadap OAT terdiri dari:
1) Monoresistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap
salah satu jenis OAT lini pertama.
2) Polydrug Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan
terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid
(H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
3) Multi Drug Resistance (MDR) adalah M. tuberculosis yang
resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) dengan atau
tanpa OAT lini pertama lainnya.
4) Extensive Drug Resistance (XDR) adalah MDR disertai
dengan resistan terhadap salah satu OAT golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua
jenis suntikan yaitu Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin.
5) Rifampicin Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan
terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistansi terhadap
OAT lain yang dideteksi menggunakan metode pemeriksaan
yang sesuai, pemeriksaan konvensional atau pemeriksaan
cepat. Termasuk dalam kelompok ini adalah setiap resistansi
terhadap rifampisin.
G. Diagnosis
1. Penemuan Pasien TB Anak
Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan
pada :

17
a. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular. Yang dimaksud
dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau sering
bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah
terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif
dan umumnya terjadi pada pasien TB dewasa. Pemeriksaan kontak
erat ini akan diuraikan secara lebih rinci dalam pembahasan pada
bab profilaksis TB pada anak.
b. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan
TB anak. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan
organ yang paling sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit
ini dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait.
Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas,
karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit
selain TB.
2. Manifestasi sistemik TB anak
a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan
upaya perbaikan gizi yang baik.
b. Demam lama (2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan
merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai
dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.
c. Batuk lama 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah
reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain
batuk telah dapat disingkirkan
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal
tumbuh (failure to thrive).
e. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
f. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.

18
3. Manifestasi spesifik paru
a. TB Asimptomatis
Infeksi asimptomatis (atau laten) didefinisikan sebagai infeksi yang
diasosiasikan dengan hipersensitivitas tuberkulis dan tes tuberkulin
positif tanpa gejala klinis dan manifestasi radiologis. Dari CT scan
dapat dilihat pembesaran nodus limfe di rongga dada, walaupun pada
rontgen hasil dapat normal. Kadang-kadang, demam subfebris
ditemukan pada onset penyakit. Sekiranya anak berkontak dengan
individu dengan TB menular yg tes tuberkulin positif, diagnosis TB
asimptomatis harus segera disingkirkan setelah rontgen foto thorak
dan pemeriksaan fisik yang teliti.4
b. TB Paru Primer
Kompleks primer mengandung 3 elemen: fokus primer, limfangitis
dan limfadenitis regional. Tanda yang khas pada penyakit ini adalah
daerah adenitis yang relatif besar berbanding lokus pada paru. Karena
aliran limfatik thorak berlangsung secara predominan dari kiri ke
kanan, nodus pada bagian kanan atas paratrakeal sering dinilai paling
terafeksi.4
Interpretasi ukuran nodus limfe intratoraks pada rontgen sulit, tapi
akan terlihat jelas apabila terdapat adenopati yang disebabkan oleh
tuberkulosis. Apabila nodus limfe membesar, obstruksi parsial dari
bronkus dapat menimbulkan hiperinflasi dan berlanjut kepada
atelektasis. Gambaran radiologis pada penyakit ini mirip penyakit
yang disebabkan oleh aspirasi benda asing. Atelektasis segmental dan
lesi hiperinflasi dapat terjadi bersamaan.3
Balita cenderung memperlihatkan tanda dan gejala karena
perbahan diameter saluran nafas berbanding nodus limfe parenkim.
Simptom yang paling sering adalah batuk non produktif dan dispneu.
Gangguan respiratorik contohnya obstruksi bronkus dengan tanda
adanya air trapping dan gejala wheezing jarang dikeluhkan.6

19
Gambar.Tuberkulosis primer dengan limfadenopati para-tracheal.

Gambar. Tuberkulosis primer infiltrat di paru-paru kanan lobus atas, serta atelektasis
c. TB Paru Progresif
TB paru progresif merupakan komplikasi lanjutan dari TB paru
primer. Kompleks primer yang menjadi fokus awal paru yang tidak
mengalami kalsifikasi membesar dengan stabil membentuk caseous
centre yang kemudiannya meleleh ke dalam broncus adjacent
membentuk kavitas primer. Likuifikasi ini berhubungan dengan
besarnya jumlah basil TB, merupakan faktor yang menyebabkan
seorang anak dapat mentransmisikan M. tuberkulosis kepada individu

20
lainnya. Dapat terjadi diseminasi lanjut basil tuberkel ke lobus lain
dan ke seluruh paru. Gambaran klinis pada penyakit ini adalah
bronkopneumonia dengan demam tinggi, batuk sedang sampai berat,
keringat malam, dullness pada perkusi, rales, dan penurunan bunyi
nafas.4
d. TB Paru Kronis/Reaktivasi
Sebelum penemuan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), TB paru
kronis sangat jarang ditemukan pada anak. Penyakit ini lebih sering
ditemukan pada anak-anak yang mempunyai strata sosioekonomi
yang rendah, anak perempuan dan pada anak dengan diagnosis TB
yang lambat ditegakkan. Penyakit ini sering ditemukan pada remaja
berbanding anak dengan gambaran radiologis mirip pada orang
dewasa, dengan gambaran infiltrat pada lobus atas dan kavitas. Anak
dengan penyakit ini cenderung mengalami demam, anoreksia,
malaise, penurunan berat badan, keringat malam, batuk produktif,
nyeri dada dan hemoptisis.3
e. Efusi pleura

Gambar. Tuberkulosis primer serta efusi pleura kanan


Efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat dilokalisir
atau digeneralisir, unilateral atau bilateral. Efusi pleura TB jarang
ditemukan pada anak kurang dari 2 tahun dan hampir tidak ditemukan

21
pada anak usia dibawah 5 tahun. Onset dari pleurisy berlangsung
cepat mirip pneumonia bakteri, dengan gambaran klinis nyeri dada,
sesak nafas, perkusi dullness dan penurunan bunyi nafas. Demam
tinggi dan jika tidak dirawat dapat berlangsung beberapa minggu.7,8
f. Gejala klinis TB-ekstra paru pada anak
1) Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):
Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter 1 cm, konsistensi
kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.
2) Tuberkulosis otak dan selaput otak:
Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali
disertai gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.
3) Tuberkulosis sistem skeletal:
Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang
(gibbus).
Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau
tanda peradangan di daerah panggul.
Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut
tanpa sebab yang jelas.
Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
4) Skrofuloderma:
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi
ulkus (skin bridge).
5) Tuberkulosis mata:
Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
6) Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB
ginjal dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ
tersebut tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya
infeksi TB.

22
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai
sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada
seseorang yang telah terinfeksi TB, maka akan terjadi reaksi berupa
indurasi di lokasi suntikan. Uji tuberkulin cara mantoux dilakukan
dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-23 2TU secara intrakutan di
bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah
penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul.
Jika tidak timbul indurasi sama sekali hasilnya dilaporkan sebagai
negatif.2,5
Secara umum hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi 10
mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif
ini sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih
mungkin disebabkan oleh imunisasi BCG atau infeksi M. atipik. Pada
anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-14 cm
dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi
TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCG-nya, tapi
bila ukuran indurasinya 15 mm sangat mungkin karena infeksi
alamiah. Apabila diameter indurasi 0-4 mm dinyatakan uji tuberkulin
negatif. Diameter 5-9 cm dinyatakan positif meragukan. Pada keadaan
imunokompromais atau pada pemeriksaan foto thorak terdapat
kelainan radiologis hasil positif yang digunakan 5mm.2,5
Hasil uji tuberculin positif didapatkan pada :
1) Infeksi TB alamiah
a) Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
b) Infeksi TB dan sakit TB
c) TB yang telah sembuh
2) Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)
3) Infeksi Mikrobakterium atipik
Uji tuberculin negatif dapat didapatkan pada :

23
1) Tidak ada infeksi TB
2) Dalam masa inkubasi infeksi TB
3) Anergi
Anergi adalah keadaan penekanan sistem imun oleh
berbagai keadaan, sehingga tubuh tidak memberikan reaksi
terhadap tuberculin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB.
Beberapa keadaan dapat menimbulkan anergi, misalnya gizi
buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatika,
penyakit morbili pertusis arisela, influenza, TB yang berat, serta
pemberian vaksinasi dengan vaksin virus hidup yang dimaksud
dengan influenza adalah infeksi oleh virus influenza, bukan batuk
pilek panas biasa, yang umumnya disebabkan oleh rhinovirus dan
disebut selesma common cold).
Hasil Positif Palsu didapatkan pada :
1) Penyuntikan salah
2) Interpretasi tidak betul
3) Reaksi silang dengan Myocbacterium atipik
Hasil negatif palsu didapatkan pada :
1) Masa Inkubasi
2) Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah
3) Interpretasi tidak betul
4) Menderita tuberculosis luas dan berat
5) Disertai infeksi virus (campak,rubella, cacar air, influenza,HIV)
6) Imunoinkompetensi selular, termasuk pemakaian kortikosteroid
7) Demam
8) Leukositosis
9) Malnutrisi
10) Sarkoidosis
11) Psoriasis
12) Jejunoileal by pass
13) Terkena sinar ultraviolet (matahari,solaria)

24
14) Defisiensi pernisiosa
15) Uremia
b. Uji interferon
Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan
antigen tertentu, diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumya
limfosit T tersebut telah tersensitisasi dengan antigen TB maka
limfosit T akan menghasilkan interferon gamma yang kemudian di
kalkulasi. Akan tetapi, pemeriksaan ini hingga saat ini belum dapat
membedakan antara infeksi TB dan sakit TB.5
c. Radiologi
Gambaran foto Rontgen toraks pada TB tidak khas, kelainan-
kelainan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain.
Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah:
1) Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
2) Konsolidasi segmental/lobar
3) Milier
4) Kalsifikasi dengan infiltrat
5) Atelektasis
6) Kavitas
7) Efusi pleura
8) Tuberkuloma
d. Serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang ada di antaranya adalah PAP
TB, mycodot, Immuno Chromatographic Test (ICT), dan lain-lain.
Akan tetapi, hingga saat ini belum ada satupun pemeriksaan serologis
yang dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB.5
e. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan
biakan kuman M. Tuberkulosis dan pemeriksaan PCR.

25
Pada anak pemeriksaan mikroskopik langsung sulit dilakukan
karena sulit mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilas
lambung. Dari hasil bilas lambung didapatkan hanya 10 % anak yang
memberikan hasil positif. Pada kultur hasil dinyatakan positif jika
terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat ini PCR masih
digunakan untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk
pemeriksaan klinis rutin.2,5
f. Patologi Anatomik
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang
ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi
oleh limfosit. Granuloma tresebut mempunyai karakteristik perkijuan
atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas
lainnya ditemukannya sel datia langhans.2
g. Rapid Test TB
Rapid Test TB (Xpert MTB-RIF) adalah sebuah tes molekular
diagnostik baru yang saat ini sedang gencar di rekomendasikan oleh
WHO. Pemeriksaan Xpert MTB-RIF awalnya ditujukan oleh WHO
untuk pasien yang datang dengan multi drug resistance tuberculosis
(MTDR-TB) dan pasien HIV-TB.
Pemeriksaan baru ini sedang gencar direkomendaikan oleh WHO
karena dapat mendeteksi tuberculosis dengan cepat (dalam 2 jam) dan
resistensi pasien terhadap rifampisin. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
di;uar ruangan laboratorium. Meski memiliki banyak manfaat namun
karena biaya penggunaannya yang masih tinggi, pemeriksaan ini
jarang dilakukan di Indonesia.
5. Penegakan Diagnosis
Diagnosisi kerja TB anak dibuat berdasarkan adanya kontak
terutama dengan pasien TB dewasa aktif/baru, kumpulan gejala dan tanda
klinis, uji tuberculin dan gambaran sugestif pada foto toraks. Meskipun
demikian, sumber penularan/kontak tidak selalu dapat teridentifikasi,

26
sehingga analisis yang seksama terhadap semua data klinis sangat
diperlukan.
Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
pada pemeriksaan apusan langsung (direct smear), dan / atau biakan yang
merupakan pemeriksaan baku emas (gold standard)atau gambaran PA TB
hanya saja diagnosis pasti pada anak sulit didapatkan karena jumlah
perenkim yang jauh dari bronkus, sehingga hanya 10 15% pasien TB
anak yang hasil pemeriksaan mikrobiologiknya positif/ditemukan kuman
Tb. Diagnosis TB tidak dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan radiologist. Oleh karena itu, analis kritis perlu dilakukan
terhadap sebanyak mungkin fakta untuk menegakkan diagnosis.
Kesulitan menegakkan diagmosis TB pada anak menyebabkan
banyak usaha membuat pedoman diagnosis dengan sistem skorsing dan
alur diagnostic, misalnya pedoman yang dibuat oleh WHO, stegen dan
jones, dan UKK respriologi PP IDAL.
Pedoman WHO untuk diagnosis TB anak:
a. Dicurigai tuberculosis
1) anak sakit dengan riwayat kontak pasien tuberculosis dengan
diagnosis pasti
2) anak dengan :
a) keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak atau
batuk rejan
b) berat badan menurun, batuk dan mengi tidak membaik dengan
pengobatan antibiotika untuk penyakit pernapasan
c) pembesaran kelenjar superfisialis yang tidak sakit.
3) Mungkin tuberculosis
Anak yang dicurigai tuberkulosisi ditambah :
a) Uji tuberculin positif (10 mm atau lebih )
b) Foto tontgen paru sugestif tuberculosis
c) Pemeriksaan histologis biopsy sugestif tuberculosis
d) Respons yang baik pada pengobatan dengan OAT

27
4) Pasti tuberculosis pada pemeriksaan langsung atau biakan
identifikasi Myobacterium tuberculosis pada karekateristik biakan
Untuk memudahkan diagnosis TB paru pada anak, IDAI
merekomendasiskan diagnosis TB anak dengan sistem skoring, yaitu
pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.9,10

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak jelas - Laporan BTA(+)


keluarga (BTA
negatif atau
tidak jelas)
Uji Tuberkulin Negatif - - Positif ( 10 mm
atau 5 mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan / - BB/TB < Klinis gizi -
Status Gizi 90% atau buruk

BB/U < 80% atau BB/TB <


70%

atau BB/U <


60%
Demam tanpa - 2 minggu - -
sebab yang jelas
Batuk - 3 minggu - -
Pembesaran - 1 cm, jumlah - -
kelenjar koli,
> 1, tidak nyeri
aksila, inguinal
Pembengkakan - Ada - -
tulang / sendi pembengkakan

28
panggul, lutut,
falang
Foto Thorak Normal/kelainan Gambaran - -
tidak jelas sugestif TB
Catatan:
Diagnosis dengan sistem skor ditegakkan oleh dokter.
Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat datang.
Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.
Gambaran sugestif TB, berupa; pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi dengan
infiltrat; atelektasis; tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam
skor karena diperlakukan secara khusus.
Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak,
maka sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan.
Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG ( 7
hari) harus dievaluasi dengan sistim skoring TB anak, BCG bukan
merupakan alat diagnostik.
Didiagnosis TB Anak ditegakkan bila jumlah skor 6, (skor maksimal
13).
Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto toraks,
dan/atau terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan
penurunan kesadaran serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas,
pasien harus di rawat inap di RS.

Penegakan diagnosis tuberkulosis pada anak


1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di
fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter,
pelimpahan wewenang terbatas dapat diberikan pada petugas kesehatan
terlatih strategi DOTS untuk menegakkan diagnosis dan tatalaksana TB
anak mengacu pada Pedoman Nasional.

29
2. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 13)
3. Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA
positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis,
maka dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari
umur anak tersebut Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama
pada TB anak
4. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut
5. Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala
klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka
dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan
dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis,
maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.
6. Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG
dicurigai telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring
TB anak
7. Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB
8. Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas
(uji tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi
dengan sistem skoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis TB
dengan syarat skor 6 dari total skor 13.
9. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan
klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor
penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta,
gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari
pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke RS.
Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal
yang ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.

30
ALOGARITMA TB ANAK

H. Differential Diagnosis
1. Pneumoniae
Pneumonia adalah infeksi akut perenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan interstitiil, yang ditandai oleh demam, batuk, sesak

31
(peningkatan frekuensi pernafasan), nafas cuping hidung, retraksi dinding
dada dan kadang-kadang sianosis.
Gejala klinis yang muncul tergantung dari umur pasien, dan
pathogen penyebabnya, sedangkan pada anak-anak bisa tidak muncul
gejala. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan
grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis,
batuk,panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam,
batuk ( non produktif / produktif ), takipneu, dan dispneu yang ditandai
dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja,
dapat dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif ), nyeri dada,
nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan
dijumpai adanya nafas cuping hidung. 3
2. Bronkitis
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau
bronki. Peradangan tersebut disebabkan oleh virus, bakteri, merokok,
atau polusi udara. Definisi bronkitis kronis adalah batuk disertai sputum
setiap hari selama setidaknya 3 bulan dalam setahun selama paling
sedikit 2 tahun berturut-turut.
Gejala klinisnya biasa dimulai dengan batuk.
a. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada
awalnya pasien mengalami batuk produktif di pagi hari dan tidak
berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak
berwarna putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen.
b. Sesak nafas. Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin
hebat. Terutama pada musim dimana udara dingin dan berkabut.
c. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).

32
d. Wheezing (mengi).Saluran napas menyempit dan selama bertahun-
tahun terjadi sesak progresif lambat disertai mengi yang semakin
hebat pada episode infeksi akut.
e. Pembengkakan pergelangan kaki dan tungkai kiri dan kanan.
f. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan.
g. Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek,
yaitu hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot,
demam ringan dan nyeri tenggorokan. Pada bronkitis berat, setelah
sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi
selama 3-5 hari dan batuk bias menetap selama beberapa minggu.3
3. Bronkitis asmatis
Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran
pernapasan yang dihubungkan dengan hiper-responsif, keterbatasan
aliran udara yang reversible dan gejala pernapasan. Pemicu yang
berbeda-beda dapat menyebabkan eksaserbasi asma oleh karena
inflamasi saluran napas atau bronkospasme akut atau keduanya. Faktor
yang dapat memicu yaitu allergen, polusi udara, infeksi saluran napas,
obat dan ekspresi emosi berlebihan.
Mekanisme keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini
bervariasi sesuai dengan rangasangan. Allergen akan memicu terjadinya
bronkhokonstriksi akibat dari pelebpasan IgE dependent dari mast sel
saluran pernapasan dari mediator, termasuk di antaranya histamin,
prostaglandin, leukotrin sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Penyempitan saluran pernapasan yang bersifat progresif yang
disebabkan oleh inflamasi saluran pernapasan dan atau peningkatan tonus
otot polos bronkhioler merupakan gejala serangan asma akut dan
berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiperinflasi pulmoner
dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Apabila tidak dilakukan
koreksi terhadap obstruksi saluran pernapasan ini, akan terjadi gagal
napas yang merupakan konsekuensi dari peningkatan kerja pernapasan,
inefisiensi pertukaran gas dan kelelahan otot pernapasan. Interaksi

33
kardiopulmoner dan sistem kerja paru sehubungan dengan obstruksi
saluran napas.4
I. Tuberkulosis Anak dalam Keadaan Khusus
Sebagian besar kasus TB anak adalah kasus TB paru dengan lesi minimal
dengan gejala klinis yang ringan, tidak mengancam kehidupan ataupun
menimbulkan kecacatan. Pada beberapa kasus, dapat muncul gejala klinis
yang berat seperti TB meningitis, TB milier, dll.
1. TB dengan konfirmasi bakteriologis
Pada anak kuman TB sangat sulit ditemukan disamping karena
sulitnya mendapatkan spesimen pemeriksaan, TB anak bersifat
paucibacillary (kuman sedikit). Sehingga tidak ditemukannya kuman TB
pada pemeriksaan dahak tidak menyingkirkan diagnosis TB anak. TB
dengan konfirmasi bakteriologis terdiri dari hasil positif baik dengan
pemeriksaan BTA, biakan maupun tes cepat.
TB anak yang sudah mengalami perjalanan penyakit post primer,
dapat ditemukan hasil BTA positif pada pemeriksaan dahak, sama dengan
pada dewasa. Hal ini biasa terjadi pada anak usia remaja awal. Anak
dengan BTA positif ini memiliki potensi untuk menularkan kuman M
tuberculosis kepada orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu pada anak
terutama dengan gejala utama batuk dan dapat mengeluarkan dahak sangat
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis. Selain itu
apabila memungkinkan, spesimen untuk pemeriksaan laboratorium dapat
diperoleh melalui aspirasi dahak, bilasan lambung atau induksi sputum,
Berdasarkan data Program TB Kementerian Kesehatan pada tahun
2011, prosentase kasus TB BTA positif pada anak 0-14 tahun adalah 6,3 %
dari seluruh kasus TB anak, angka ini meningkat dari tahun 2010 yaitu
sebesar 5,3%.
2. Tuberkulosis Meningitis
Tuberkulosis meningitis, merupakan salah satu bentuk TB pada
Sistem Saraf Pusat yang sering ditemukan pada anak, dan merupakan TB
dengan gejala klinis berat yang dapat mengancam nyawa, atau

34
meninggalkan gejala sisa pada anak. Anak biasanya datang dengan
keluhan awal demam lama, sakit kepala, diikuti kejang berulang dan
kesadaran menurun khususnya jika terdapat bukti bahwa anak telah kontak
dengan pasien TB dewasa BTA positif.
Apabila ditemukan gejala-gejala tersebut, harus segera dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan rujukan. Pada keadaan ini, diagnosis dengan
sistem skoring tidak direkomendasikan. Di rumah sakit rujukan, akan
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dilengkapi dengan uji
tuberkulin, laboratorium darah serta pengambilan cairan serebrospinal
untuk dianalisis.
Apabila didapatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti
muntah-muntah dan edema papil, perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan
kepala atau MRI, untuk mencari kemungkinan komplikasi seperti
hidrosefalus. Apabila keadaan anak dengan TB meningitis sudah melewati
masa kritis, maka pemberian OAT dapat dilanjutkan dan dipantau di
fasilitas pelayanan kesehatan primer.
3. TB Milier
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB dengan gejala
klinis berat dan merupakan 37% dari seluruh kasus TB, dengan angka
kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). TB milier terjadi
oleh karena adanya penyebaran secara hematogen dan diseminata, bisa ke
seluruh organ, tetapi gambaran milier hanya dapat dilihat secara kasat
mata pada foto torak.
Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
a. Kuman M. tuberculosis (jumlah dan virulensi),
b. Status imunologis pasien (nonspesifik dan spesifik), seperti infeksi
HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal
ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama
c. Faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan
yang padat, polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat bius,
serta sosioekonomi).

35
Gejala dan tanda awal TB milier sama dengan TB lainnya, dapat
disertai sesak nafas, ronki dan mengi. Dalam keadaan lanjut bisa juga
terjadi hipoksia, pneumotoraks, dan atau pneumomediastinum, sampai
gangguan fungsi organ, serta syok. Lesi milier dapat terlihat pada foto
toraks dalam waktu 23 minggu setelah penyebaran kuman secara
hematogen.
Gambarannya sangat khas, yaitu berupa tuberkel halus (millii) yang
tersebar merata di seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan
ukuran yang hampir seragam (13 mm). Jika dokter dan petugas di
fasyankes primer menemukan kasus dengan klinis diduga TB milier, maka
wajib dirujuk ke RS rujukan.
Diagnosis ditegakkan melalui rewayat kontak dengan pasien TB BTA
positif, gejala klinis dan radiologis yang khas. Selain itu perlu dilakukan
pemeriksaan pungsi lumbal walaupun belum timbul kejang atau penurunan
kesadaran. Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB milier biasanya
berjalan lambat. Respon keberhasilan terapi antara lain adalah
menghilangnya demam setelah 23 minggu pengobatan, peningkatan
nafsu makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari, dan peningkatan berat
badan.
Gambaran milier pada foto toraks berangsur-angsur menghilang
dalam 510 minggu, tetapi mungkin juga belum ada perbaikan sampai
beberapa bulan. Pasien yang sudah dipulangkan dari RS dapat melanjutkan
pengobatan di fasyankes primer.
4. Tuberkulosis Tulang/ Sendi
Tuberkulosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi TB
ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi. Insidens TB sendi
berkisar 17% dari seluruh TB. Tulang yang sering terkena adalah:
tulang belakang (spondilitis TB), sendi panggul (koksitis), dan sendi lutut
(gonitis).
Gejala dan tanda spesifik spesifik berupa bengkak, kaku, kemerahan,
dan nyeri pada pergerakan dan sering ditemukan setelah trauma. Bisa

36
ditemukan gibbus yaitu benjolan pada tulang belakang yang umumnya
seperti abses tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan. Warna
benjolan sama dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan, dan menimbulkan
abses dingin. Kelainan neurologis terjadi pada keadaan spondilitis yang
lanjut, membutuhkan operasi bedah sebagai tatalaksananya.
Kelainan pada sendi panggul dapat dicurigai jika pasien berjalan
pincang dan kesulitan berdiri. Pada pemeriksaan terdapat pembengkakan
di daerah lutut, anak sulit berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang
ditemukan atrofi otot paha dan betis. Pemeriksaan penunjang yang
diperlukan adalah foto radiologi, CT scan dan MRI. Prognosis TB tulang
atau sendi sangat bergantung pada derajat kerusakan sendi atau tulangnya.
Pada kelainan minimal umumnya dapat kembali normal, tetapi pada
kelainan yang sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele (cacat) sehingga
mengganggu mobilitas pasien.
5. Tuberkulosis Kelenjar
Infeksi TB pada kelenjar limfe superfisial, yang disebut dengan
skrofula, merupakan bentuk TB ekstrapulmonal pada anak yang paling
sering terjadi, dan terbanyak pada kelenjar limfe leher. Kebanyakan kasus
timbul 69 bulan setelah infeksi awal M. tuberculosis, tetapi beberapa
kasus dapat timbul bertahun-tahun kemudian.
Lokasi pembesaran kelenjar limfe yang sering adalah di servikal
anterior, submandibula, supraklavikula, kelenjar limfe inguinal,
epitroklear, atau daerah aksila. Kelenjar limfe biasanya membesar
perlahan-lahan pada stadium awal penyakit. Pembesaran kelenjar limfe
bersifat kenyal, tidak keras, discrete, dan tidak nyeri. Pada perabaan,
kelenjar sering terfiksasi pada jaringan di bawah atau di atasnya.
Limfadenitis ini paling sering terjadi unilateral, tetapi infeksi bilateral
dapat terjadi karena pembuluh limfatik di daerah dada dan leher-bawah
saling bersilangan.
Uji tuberkulin biasanya menunjukkan hasil positif, Gambaran foto
toraks terlihat normal. Diagnosis definitif memerlukan pemeriksaan

37
histologis dan bakteriologis yang diperoleh melalui biopsi, yang dapat
dilakukan di fasilitas rujukan.
6. Tuberkulosis Pleura
Efusi pleura adalah penumpukan abnormal cairan dalam rongga
pleura. Salah satu etiologi yang perlu dipikirkan bila menjumpai kasus
efusi pleura di Indonesia adalah TB. Efusi pleura TB bisa ditemukan
dalam 2 bentuk, yaitu (1) cairan serosa, bentuk ini yang paling banyak
dijumpai ; (2) empiema TB, yang merupakan efusi pleura TB primer yang
gagal mengalami resolusi dan berlanjut ke proses supuratif kronik.
Gejala dan tanda awal meliputi demam akut yang disertai batuk
nonproduktif (94%), nyeri dada (78%), biasanya unilateral (95%). Pasien
juga sering datang dalam keadaan sesak nafas yang hebat. Pemeriksaan
foto toraks dijumpai kelainan parenkim paru. Efusi pleura hampir selalu
terjadi di sisi yang sama dengan kelainan parenkim parunya.
Untuk diagnosis definitif dan terapi, pasien ini harus segera dirujuk.
Penunjang diagnostik yang dilakukan di fasilitas rujukan adalah analisis
cairan pleura, jaringan pleura dan biakan TB dari cairan pleura. Drainase
cairan pleura dapat dilakukan jika cairan sangat banyak. Penebalan pleura
sebagai sisa penyakit dapat terjadi pada 50% kasus.
7. Tuberkulosis Kulit
Skrofuloderma merupakan manifestasi TB kulit yang paling khas dan
paling sering dijumpai pada anak. Skrofuloderma terjadi akibat penjalaran
perkontinuitatum dari kelenjar limfe yang terkena TB. Manifestasi klinis
skrofuloderma sama dengan gejala umum TB anak.
Skrofuloderma biasanya ditemukan di leher dan wajah, dan di tempat
yang mempunyai kelompok kelenjar limfe, misalnya di daerah parotis,
submandibula, supraklavikula, dan daerah lateral leher. Selain itu,
skrofuloderma dapat timbul di ekstremitas atau trunkus tubuh, yang
disebabkan oleh TB tulang dan sendi.
Lesi awal skrofuloderma berupa nodul subkutan atau infiltrat subkutan
dalam yang keras (firm), berwarna merah kebiruan, dan tidak

38
menimbulkan keluhan (asimtomatik). Infiltrat kemudian meluas/
membesar dan menjadi padat kenyal (matted and doughy). Selanjutnya
mengalami pencairan, fluktuatif, lalu pecah (terbuka ke permukaan kulit),
membentuk ulkus berbentuk linear atau serpiginosa, dasar yang
bergranulasi dan tidak beraturan, dengan tepi bergaung (inverted),
berwarna kebiruan, disertai fistula dan nodul granulomatosa yang sedikit
lebih keras. Kemudian terbentuk jaringan parut/sikatriks berupa
pita/benang fibrosa padat, yang membentuk jembatan di antara ulkus-
ulkus atau daerah kulit yang normal.
Pada pemeriksaan, didapatkan berbagai bentuk lesi, yaitu plak dengan
fibrosis padat, sinus yang mengeluarkan cairan, serta massa yang
fluktuatif. Diagnosis definitif adalah biopsi aspirasi jarum halus/ BAJAH/
fine needle aspiration biopsy=FNAB,) ataupun secara biopsi terbuka (open
biopsy). Pada pemeriksaan tersebut dicari adanya M. tuberculosis dengan
cara biakan dan pemeriksaan histopatologis jaringan. Hasil PA dapat
berupa granuloma dengan nekrotik di bagian tengahnya, terdapat sel datia
Langhans, sel epiteloid, limfosit, serta BTA. Tatalaksana pasien dengan
TB kulit adalah dengan OAT dan tatalaksana lokal/topikal dengan
kompres atau higiene yang baik.
8. Tuberkulosis Abdomen
TB abdomen mencakup lesi granulomatosa yang bisa ditemukan di
peritoneum (TB peritonitis), usus, omentum, mesenterium, dan hepar. M
tuberculosis sampai ke organ tersebut secara hematogen ataupun
penjalaran langsung.
Peritonitis TB merupakan bentuk TB anak yang jarang dijumpai, yaitu
sekitar 15% dari kasus TB anak. Umumnya terjadi pada dewasa dengan
perbandingan perempuan lebih sering dari laki-laki (2:1). Pada peritonium
terbentuk tuberkel dengan massa perkijuan yang dapat membentuk satu
kesatuan (konfluen).
Pada perkembangan selanjutnya, omentum dapat menggumpal di
daerah epigastrium dan melekat pada organ-organ abdomen, sehingga

39
pada akhirnya dapat menyebabkan obstruksi usus. Di lain pihak, kelenjar
limfe yang terinfeksi dapat membesar, menyebabkan penekanan pada vena
porta dengan akibat pelebaran vena dinding abdomen dan asites.
Umumnya, selain gejala khusus peritonitis TB, dapat timbul gejala
klinis umum TB anak. Tanda yang dapat terlihat adalah ditemukannya
massa intraabdomen dan adanya asites. Kadang-kadang ditemukan
fenomena papan catur, yaitu pada perabaan abdomen didapatkan adanya
massa yang diselingi perabaan lunak, kadang-kadang didapat pada
obstruksi usus dan asites.
Tuberkulosis hati jarang ditemukan, hasil penyebaran hematogen
melalui vena porta atau jalur limfatik, yaitu rupturnya kelenjar limfe porta
hepatik yang membawa M. tuberculosis ke hati. Lesi TB di hati dapat
berupa granuloma milier kecil (tuberkel). Granuloma dimulai dengan
proliferasi fokal sel Kupffer yang membentuk nodul kecil sebagai reaksi
terhadap adanya M. tuberculosis dalam sinusoid hati. Makrofag dan basil
membentuk tuberkel yang mengandung sel-sel epiteloid, sel datia
Langhans (makrofag yang bersatu), dan limfosit T.
Diagnosis pasti TB abdomen dilaksanakan di fasyankes rujukan.
Beberapa pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan adalah foto polos
abdomen, analisis cairan asites dan biopsi peritoneum. Pada keadaan
obstruksi usus karena perlengketan perlu dilakukan tindakan operasi.
9. Tuberkulosis Mata
Tuberkulosis pada mata umumnya mengenai konjungtiva dan kornea,
sehingga sering disebut sebagai keratokonjungtivitis fliktenularis (KF).
Keratokonjungtivitis fliktenularis adalah penyakit pada konjungtiva dan
kornea yang ditandai oleh terbentuknya satu atau lebih nodul inflamasi
yang disebut flikten pada daerah limbus, disertai hiperemis di sekitarnya.
Umumnya ditemukan pada anak usia 315 tahun dengan faktor risiko
berupa kemiskinan, kepadatan penduduk, sanitasi buruk, dan malnutrisi.
Manifestasi klinis KF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi, fotofobia,
dan dapat mengeluarkan sekret mata, disertai gejala umum TB. Untuk

40
menyingkirkan penyebab stafilokokus, perlu dilakukan usap konjungtiva.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah untuk mencari
penyebabnya seperti uji tuberkulin, pemeriksaan radiologis, dan
pemeriksaan feses. Komplikasi yang mungkin timbul adalah ulkus
fasikuler, parut kornea, dan perforasi kornea. Penggunaan kortikosteroid
topikal mempunyai efek yang baik tetapi dapat menyebabkan glaukoma
dan katarak.
10. Tuberkulosis Ginjal
Tuberkulosis ginjal pada anak jarang karena masa inkubasinya
bertahun-tahun. TB ginjal merupakan hasil penyebaran hematogen. Fokus
perkijuan kecil berkembang di parenkim ginjal dan melepaskan kuman TB
ke dalam tubulus. Massa yang besar akan terbentuk dekat dengan korteks
ginjal, yang mengeluarkan kuman melalui fistula ke dalam pelvis ginjal.
Infeksi kemudian menyebar secara lokal ke ureter, prostat, atau epididimis.
Tuberkulosis ginjal seringkali secara klinis tenang pada fase awal,
hanya ditandai piuria yang steril dan hematuria mikroskopis. Disuria, nyeri
pinggang atau nyeri abdomen dan hematuria makroskopis dapat terjadi
sesuai dengan berkembangnya penyakit. Superinfeksi dengan kuman lain,
yang sering kali menyebabkan gejala yang lebih akut, dapat
memperlambat diagnosis TB sebagai penyakit dasarnya. Hidronefrosis
atau striktur ureter dapat memperberat penyakitnya. BTA dalam urine
dapat ditemukan. Pielografi intravena (PIV) sering menunjukkan massa
lesi, dilatasi ureter-proksimal, filling defect kecil yang multipel, dan
hidronefrosis jika ada striktur ureter. Sebagian besar penyakit terjadi
unilateral. Pemeriksaan pencitraan lain yang dapat digunakan adalah USG
dan CT scan.
Pengobatan TB ginjal bersifat holistik, yaitu selain pemberian OAT
juga dilakukan penanganan terhadap kelainan ginjal yang terjadi. Apabila
diperlukan tindakan bedah, dapat dilakukan setelah pemberian OAT
selama 46 minggu.

41
11. Tuberkulosis Jantung
Tuberkulosis yang lebih umum terjadi pada jantung adalah perikarditis
TB, tetapi hanya 0,54% dari TB anak. Perikarditis TB biasanya terjadi
akibat invasi kuman secara langsung atau drainase limfatik dari kelenjar
limfe subkarinal.
Gejalanya tidak khas, yaitu demam subfebris, lesu, dan BB turun.
Nyeri dada jarang timbul pada anak. Dapat ditemukan friction rub dan
suara jantung melemah dengan pulsus paradoksus. Terdapat cairan
perikardium yang khas, yaitu serofibrinosa atau hemoragik.
Basil Tahan Asam jarang ditemukan pada cairan perikardium, tetapi
kultur dapat positif pada 3070% kasus. Hasil kultur positif dari biopsi
perikardium yang tinggi dan adanya granuloma sering menyokong
diagnosis TB jantung. Selain OAT diberikan juga kortikosteroid.
Perikardiotomi parsial atau komplit dapat diperlukan jika terjadi
penyempitan perikard.
J. Tatalaksana
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis
primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:
1. Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi.
2. Pemberian gizi yang adekuat.
3. Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.
Paduan OAT Anak Prinsip pengobatan TB anak:
1. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk
mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman
intraseluler dan ekstraseluler.

42
2. Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka
panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kekambuhan.
3. Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
a. Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif,
diberikan minimal 3 macam obat (H,R,Z), tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
b. Tahap Lanjutan, diberikan 2 macam obat (R,H) selama 4-10 bulan
selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat
ringannya penyakit. Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada
anak diberikan setiap hari untuk mengurangi ketidakteraturan
minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap
hari.
c. Etambutol ditambahkan pada kasus berat seperti TB milier,
meningitis TB, TB tulang dan TB ekstra paru berat lainnya.
4. Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain -
lain dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
5. Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis
TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi
dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama
pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh
dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan
pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan
mencegah terjadi perlekatan jaringan.
6. Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
a. Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
b. Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR

43
7. Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
8. OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.

Gambar. Tatalaksana Tuberkulosis Anak

44
Skema Pemberian OAT pada Anak

45
Keterangan :
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
1. Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk
kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
2. Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
3. Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur).
4. OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak
boleh digerus)
5. Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum
(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).

46
6. Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah
makan
7. Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer

Pemantauan Pengobatan
Pemantauan pengobatan pasien TB Anak Pada fase intensif pasien TB
anak kontrol tiap minggu, untuk melihat kepatuhan, toleransi dan
kemungkinan adanya efek samping obat. Pada fase lanjutan pasien kontrol
tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon pengobatan pasien
harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis
berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam
menghilang, dan batuk berkurang.
Apabila respon pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai
dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respon pengobatan kurang atau tidak baik
maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana
yang lebih lengkap. Sistem skoring hanya digunakan untuk diagnosis, bukan
untuk menilai hasil pengobatan.
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan
melakukan evaluasi klinis. Pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan
sebagai pemeriksaan untuk pemantauan pengobatan, karena uji tuberkulin
yang positif masih akan memberikan hasil yang positif. Meskipun gambaran
radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai
perbaikan klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien
dinyatakan selesai.
Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan
dahaknya BTA positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan dahak ulang sesuai dengan alur pemantauan pengobatan pasien
TB BTA pos.

47
Efek Samping Pengobatan TB

Efek Samping pengobatan TB Anak Pasien dengan keluhan neuritis


perifer (misalnya: kesemutan) dan asupan piridoksin (vitamin B6) dari bahan
makanan tidak tercukupi, maka dapat diberikan vitamin B6 10 mg tiap 100
mg INH.

Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/ hari


direkomendasikan diberikan pada :
1. bayi yang mendapat ASI eksklusif
2. pasien gizi buruk,
3. anak dengan HIV positif.

Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur


Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab
kegagalan terapi.
1. Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan
di fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan
kembali mulai dari awal.
2. Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan
di fase lanjutan dan menunjukan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan
sampai selesai.

Pengobatan Ulang TB anak


Anak yang pernah mendapatkan pengobatan TB, apabila datang kembali
dengan keluhan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar
benar menderita TB. Evaluasi dapat dilakukan dengan sistem skoring atau
pemeriksaan dahak. Apabila hasil evaluasi menunjukan hasil positif, anak
diklasifikasikan sebagai kasus kambuh. Pada pasien tb anak yang pernah
mendapat pengobatan tb, tidak dianjurkan dilakukan uji tuberkulin ulang.

48
Tatalaksana Non Medikamentosa
1. Pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)
Keteraturan pasien untuk menelan obat dikatakan baik apabila
pasien menelan obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam
panduan pengobatan. Keteraturan dalam menelan obat ini menjamin
keberhasilan pengobatan serta mencegah relaps dan terjadinya
resistensi. Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah
dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan
(directly observed treatment). Directly observed treatment shortcours
(DOTS) adalah strategi yang telah direkomendasikan oleh WHO
dalam pelaksanaan program penanggulangan TB, dan telah
dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1955. Penanggulangan TB
dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang
tinggi.2
Sesuai rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas lima
komponen yaitu sebagai berikut : 2,12
Komitmen politis dari para pengambil keputusan, temasuk
dukungan dana.
Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis.
Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh pengawas minum obat (PMO).
Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu
terjamin.
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan
pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.

2. Sumber penularan dan case finding


Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus
dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.
Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan
kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan

49
dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan
sentripetal). Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan
pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitasnya yang
mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberkulin.2
Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak
disekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya
infeksi TB (pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan
dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang yaitu uji tuberkulin.3,5
3. Aspek edukasi dan sosial ekonomi
Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosial ekonomi. Karena
pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam
jangka waktu yang cukup lama, maka biaya yang diperlukan cukup
besar. Selain itu, diperlukan juga penanganan gizi yang baik, meliputi
kecukupan asupan makanan, vitamin, dan mikronutrien. Tanpa
penanganan gizi yang baik, pengobatan dengan medikamentosa saja
tidak akan tercapai hasil yang optimal. Edukasi ditujukan kepada
pasien dan keluarganya agar mengetahui mengenai TB. Pasien TB
anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB padak anak tidak
menular kepada orang disekitarnya. Aktivitas fisik pasien TB anak
tidak perlu dibatasi, kecuali pada TB berat.3,5
K. Pencegahan
1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (Bacille Calmette-Gurin) diberikan pada usia sebelum
2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml,
diberikan secara intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan
(penyuntikan lebih mudah dan lemak subkutis lebuh tebal, ulkus tidak
menggangu struktur otot dan sebagai tanda baku). Bila BCG diberikan
pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih
dahulu. Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan

50
kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin
dan intensitas pemaparan infeksi.3,5
Manfaat BCG telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, yaitu antara 0-
80%. Imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TB milier,
meningitis TB dan spondilitis TB pada anak. Imunisasi ini memberikan
perlindungan terhadap terjadinya TB milier, meningitis TB, TB sistem
skletal, dan kavitas. Fakta di klinik sekitar 70% TB berat dengan biakan
positif telah mempunyai parut BCG. Imunisasi BCG ulangan dianjurkan di
beberapa negara, tetapi umumnya tidak dianjurkan di banyak negara lain,
temasuk Indonesia.
Imunisasi BCG relatif aman, jarang timbul efek samping yang serius.
Efek samping yang sering ditemukan adalah ulserasi lokal dan limfadenitis
(adenitis supuratif) dengan insidens 0,1-1%. Kontraindikasi imunisasi
BCG adalah kondisi imunokompromais, misalnya defisiensi imun, infeksi
berat, gizi buruk, dan gagal tumbuh. Pada bayi prematur, BCG ditunda
hingga bayi mencapai berat badan optimal.5
2. Kemoprofilaksis
Terdapat dua jenis kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan
kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder
mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis
primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis
tunggal. Kemoprofilaksis ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB
menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji
tuberkulin negatif). Pada akhir bulan ketiga pemberian profilaksis
dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika tetap negatif dan sumber penularan
telah sembuh dan tidak menular lagi (BTA sputum negatif), maka INH
profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi tuberkulin positif, evaluasi
status TB pasien. Jika didapatkan uji tuberkulin negatif dan INH
profilaksis telah dihentikan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin ulang 3
bulan kemudian untuk evaluasi lebih lanjut.2,3

51
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi,
tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis
dan radiologis normal. Tidak semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder,
tetapi hanya anak yang termasuk dalam kelompok resiko tinggi untuk
berkembang menjadi sakit TB, yaitu anak-anak pada keadaan
imunokompromais. Contoh anak-anak dengan imunokompromais adalah
usia balita, menderita morbili, varisela, atau pertusis, mendapat obat
imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid), usia remaja, dan
infeksi TB baru (konvensi uji tuberkulin dalam kurun waktu kurang dari
12 bulan). Lama pemberian untuk kemoprofilaksis sekunder adalah 6-12
bulan. Baik profilaksis primer, profilaksis sekunder dan terapi TB, tetap
dievaluasi tiap bulan untuk menilai respon dan efek samping obat.3,5
L. Komplikasi
Limfadenitis, meningitis, osteomielitis, arthtritis, enteritis, peritonitis,
penyebaran ke ginjal, mata, telinga tengah dan kulit dapat terjadi. Bayi yang
dilahirkan dari orang tua yang menderita tuberkulosis mempunyai risiko yang
besar untuk menderita tuberkulosis. Kemungkinan terjadinya gangguan jalan
nafas yang mengancam jiwa harus dipikirkan pada pasien dengan pelebaran
mediastinum atau adanya lesi pada daerah hilus.13,14
M. Prognosis
Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan OAT
terkini memberikan hasil yang potensial untuk mencapai kesembuhan. Jika
kuman sensitif dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak sembuh dengan
gejala sisa yang minimal. Terapi ulangan lebih sulit dan kurang memuaskan
hasilnya. Perhatian lebih harus diberikan pada pasien dengan imunodefisiensi,
yang resisten terhadap berbagai rejimen obat, yang berespon buruk terhadap
terapi atau dengan komplikasi lanjut. Pasien dengan resistensi multiple
terhadap OAT jumlahnya meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi
karena para dokter meresepkan rejimen terapi yang tidak adekuat ataupun
ketidakpatuhan pasien dalam menjalanin pengobatan. 14

52
Ketika terjadi resistensi atau intoleransi terhadap Isoniazid dan Rifampin,
angka kesembuhan menjadi hanya 50%, bahkan lebih rendah lagi. Dengan
OAT (terutama isoniazid) terjadi perbaikan mendekati 100% pada pasien
dengan TB milier. Tanpa terapi OAT pada TB milier maka angka kematian
hampir mencapai 100%.12,14

53
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga
disebut dengan Pulmonary TB. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke
bagian atau organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari
pulmonary TB.
Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik
karena dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Beberapa
manifestasi sistemik yang dapat dialami anak yaitu, demam lama (>2
minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas, berat badan turun tanpa
sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan ,anoreksia dengan failure to
thrive, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya
multiple, batuk lama lebih dari 3 minggu, diare persisten serta malaise (letih,
lesu, lemah, lelah).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah uji tuberculin, interferon,
radiologi, tes serologi, mikrobiologi dan pemeriksaan patologi anatomi.
Untuk memudahkan diagnosis dapat digunakan sistem skoring TB
Prinsip dasar pengobatan TB minimal tiga macam obat pada fase intensif
dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau
lebih). Obat TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin (R),
isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S).
Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan
pirazinamid, etambutol, dan streptomisin.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah Limfadenitis, meningitis,
osteomielitis, arthtritis, enteritis, peritonitis, penyebaran ke ginjal, mata,
telinga tengah dan kulit dapat terjadi.

54
B. Saran
1. Banyaknya jumlah anak yang terinfeksi TB menyebabkan tingginya
biaya pengobatan yang diperlukan. Oleh karena itu, pencegahan infeksi
TB merupakan salah satu upaya penting yang harus dilakukan.
Pencegahan ini dilakukan dengan pengendalian berbagai faktor resiko
infeksi TB.
2. Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, diperlukan usaha
penyegaran kembali tentang TB anak, khususnya bagi dokter umum
maupun dokter anak yang sering menangani kasus TB anak.
3. Memberikan penyuluhan tentang tuberculosis dewasa maupun anak dan
cara pencegahan yang dapat dilakukan kepada masyarakat

55
DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan


tuberkulosis di Indonesia (Konsensus TB). 2011. Hal.1-5.

Depkes RI. 2013. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta : Kementrian


Kesehatan RI

IDAI. 2010. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia. Jilid 1.
Jakarta. IDAI.

Depkes RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis. Jakarta :


Kementrian Kesehatan RI

Garna. H, Melinda. H, Rahayuningsih. S.E. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi


Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-3. Bandung : Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran.

World Health Organization. Guidance for national tuberculosis programmes on


the management of tuberculosisin children. 2nd edition. Geneva: WHO
Document Production Services; 2014. Hal.33-40

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI

Mansjoer, Arief M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ke-3. Jakarta:
Media Aesculapius

PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2005. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak.


Jakarta

WHO Indonesia. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Jakarta

56
Hassan R, Alatas H. Tuberkulosis pada anak. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Vol II. 11th ed. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia:2007.h.573-84.

Behrman R E, Kliegman R M. Esensi pediatric Nelson. Edisi ke -5. Jakarta: EGC;


2010. h.431-49.

57

You might also like

  • Mini Ce-X
    Mini Ce-X
    Document18 pages
    Mini Ce-X
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pages
    Daftar Pustaka
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Cover Manajemen Mutu
    Cover Manajemen Mutu
    Document11 pages
    Cover Manajemen Mutu
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • BAB IV Fix New
    BAB IV Fix New
    Document23 pages
    BAB IV Fix New
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Bab I
    Bab I
    Document4 pages
    Bab I
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document2 pages
    Cover
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pages
    Daftar Pustaka
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Lapsus Gemelli+PE New
    Lapsus Gemelli+PE New
    Document59 pages
    Lapsus Gemelli+PE New
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Penyuluhan TBC Puskesmas Bangetayu
    Penyuluhan TBC Puskesmas Bangetayu
    Document18 pages
    Penyuluhan TBC Puskesmas Bangetayu
    Inggit Azzahra Herfianti
    100% (1)
  • Refer at
    Refer at
    Document27 pages
    Refer at
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Bab I
    Bab I
    Document5 pages
    Bab I
    Farida Durotul
    No ratings yet
  • Bab I
    Bab I
    Document4 pages
    Bab I
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Penyuluhan TBC Puskesmas Bangetayu
    Penyuluhan TBC Puskesmas Bangetayu
    Document18 pages
    Penyuluhan TBC Puskesmas Bangetayu
    Inggit Azzahra Herfianti
    100% (1)
  • Pla Sent A Previa
    Pla Sent A Previa
    Document28 pages
    Pla Sent A Previa
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Draft Lapsus
    Draft Lapsus
    Document93 pages
    Draft Lapsus
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Pla Sent A Previa
    Pla Sent A Previa
    Document29 pages
    Pla Sent A Previa
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Refleksi Kasus
    Refleksi Kasus
    Document47 pages
    Refleksi Kasus
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Kds
    Kds
    Document21 pages
    Kds
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Lapsus Ikterik
    Lapsus Ikterik
    Document30 pages
    Lapsus Ikterik
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Ppi
    Ppi
    Document6 pages
    Ppi
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Lapsus KD
    Lapsus KD
    Document24 pages
    Lapsus KD
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Draft Lapsus KDS
    Draft Lapsus KDS
    Document57 pages
    Draft Lapsus KDS
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • REFLEKSI KASUS Kejang Demam Zim
    REFLEKSI KASUS Kejang Demam Zim
    Document24 pages
    REFLEKSI KASUS Kejang Demam Zim
    Amalia Octavianny
    No ratings yet
  • Refrat - Tuberkulosis Anak
    Refrat - Tuberkulosis Anak
    Document35 pages
    Refrat - Tuberkulosis Anak
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Sadari
    Sadari
    Document1 page
    Sadari
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Referat Fix
    Referat Fix
    Document26 pages
    Referat Fix
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Manfaat Ivermectin Topikal Dan Oral Dalam Pengobatan Kudis Manusia
    Manfaat Ivermectin Topikal Dan Oral Dalam Pengobatan Kudis Manusia
    Document8 pages
    Manfaat Ivermectin Topikal Dan Oral Dalam Pengobatan Kudis Manusia
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • Lapsus Ikterik
    Lapsus Ikterik
    Document36 pages
    Lapsus Ikterik
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet
  • S Pondy Lolis Thesis
    S Pondy Lolis Thesis
    Document35 pages
    S Pondy Lolis Thesis
    Inggit Azzahra Herfianti
    No ratings yet