Professional Documents
Culture Documents
A. DEFINISI
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsisten diatas
140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi tidak berdasarkan pada peningkatan tekanan darah
hanya sekali. Ada dua macam hipertensi, yaitu hipertensi esensial (primer) dan sekunder.
Sembilan puluh persen dari semua kasus hipertensi adalah primer. Tidak ada penyebab
yang jelas tentang hipertensi primer, sekalipun ada beberapa teori yang menunjukkan
adanya factor-faktor genetic, perubahan hormone, dan perubahan simpatis. Hipertensi
sekunder adalah akibat dari penyakit atau gangguan tertentu ( Baradero., Dayrit., Siswadi.,
2008).
B. EPIDEMIOLOGI
Penderita hipertensi di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 77,9 juta atau 1 dari 3
penduduk pada tahun 2010. Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat
sebanyak 7,2% dari estimasi tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa
sebanyak 81,5% penderita hipertensi menyadari bahwa bahwa mereka menderita
hipertensi, 74,9% menerima pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan darahnya
terkontrol dan 47,5% pasien yang tekanan darahnya tidak terkontrol. Presentase pria yang
menderita hipertensi lebih tinggi disbanding wanita hingga usia 45 tahun dan sejak usia
45-64 tahun presentasenya sama, kemudia mulai dari 64 tahun keatas, presentase wanita
yang menderita hipertensi lebih tinggi dari pria (Alan, 2014)
C. MEKANISME HIPERTENSI
Beberapa factor yang saling berhubungan mungkin juga turut serta menyebabkan
peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensif, dan peran mereka berbeda pada setiap
individu. Diantara factor-faktor yang telah dipelajari secara intensif adalah asupan garam,
obesitas dan resistensi insulin, system renin-angiotensin, dan system saraf simpatis. Pada
beberapa tahun belakangan, factor lainnya telah dievaluasi, termasuk genetik, disfungsi
endotel (yang tampak pada perubahan endotelin dan nitrat oksida).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak kebawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska
ganglion ke pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu
dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bias terjadi.
Pada saat bersamaan dimana saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang yang mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mengekskresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokonstriksi. Medulla adrenal mengekskresi epinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mengekskresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosterone oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
pencetus keadaan hipertensi.
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh darah perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah.
Konsekuensi nya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan
curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Wijaya dan Putri, 2013).
D. ETIOLOGI
Berikut yang menyebabkan hipertensi:
1. Usia
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada yang
berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner
dan kematian prematur.
2. Gender
Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada usia
pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia
diatas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi.
3. Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih.
Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitas
pasien pria hitam dengan diastole 115 atau lebih, 3,3 leboh daripada pria berkulit putih,
dan 5,6 kali bagi wanita putih.
4. Pola Hidup
Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain telah diteliti, tanpa
hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah, dan kehidupan atau
pekerjaan yang penuh stress agaknya berhubungan dengan insiden hipertensi yang
lebih tinggi. Obesitas dipandang sebagai faktor resiko utama. Bila berat badannya
turun, tekanan darahnya sering turun menjadi normal. Merokok juga dipandang sebagai
faktor resiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia
dan hiperglikemia adalah faktor utama untuk perkembangan aterosklerosis, yaitu
berhubungan erat dengan hipertensi.
5. Diabetes Mellitus
Hubungan antara diabetes mellitus dan hipertensi kurang jelas, namun secara statistik
nyata ada hubungan antara hipertesi dan penyakit arteri koroner. Penyebab utama
kematian pasien diabetes mellitus adalah penyakt kardiovaskuler, terutama yang
mulainya dini dan kurang terkontrol. Hipertensi dengan diabetes mellitus dapat
meningkatkan moralitas. (Tambayong, 2000).
F. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan derajatnya klasifikasi hipertensi ialah:
Tabel 2.1
Derajat Hipetensi
Sistol Diastole
Kategori Dan/atau
(mmHg) (mmHg)
3) Endokrin (1%)
Pertimbangkan aldosteronisme primer (sindrom Conn) jika terdapat
hypokalemia bersama hipertensi. Tingginya kadar aldosterone dan renin yang
rendah mengakibatkan kelebihan natrium dan air. Biasanya disebabkan oleh
adenoma jinak soliter atau hyperplasia adrenal bilateral.
c. Hipertensi Maligna
Hipertensi maligna terjadi jika tekanan darah naik cepat sehingga diastolic diatas
130-150 mmHg. Terjadi pada >1% pasien hipertensi primer, tetapi lebih sering
pada kasus-kasus hipertensi sekunder, terutama feokromositoma dan kondisi
penyebab gagal ginjal progresif cepat.
(Gray, dkk., 2006)
G. FAKTOR RESIKO
Seseorang yang menderita hipertensi akan memiliki penderitaan yang lebih berat jika
semakin banyak factor resiko yang menyertai. Hampir 90% penderita hipertensi tidak
diketahui penyebabnya dengan pasti. Para ahli membagi dua kelompok factor resiko
pemicu timbulnya hipertensi, yaitu factor yang tidak dapat di kontrol dan factor yang dapat
di kontrol.
1. Faktor yang tidak dapat dikontrol.
a. Keturunan
Sekitar 70-80% penderita hipertensi essensial ditemukan riwayat hipertensi di
dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orangtua maka
dugaan hipertensi essensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada
penderita yang kembar monozigot (satu telur) apabila salah satunya menderita
hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa factor genetic mempunyai peran dalam
terjadinya hipertensi.
b. Jenis Kelamin
Hipertensi lebih mudah menyerang kaum laki-laki daripada perempuan. Hal itu
kemungkinan karena laki-laki banyak memiliki factor pendorong terjadinya
hipertensi, seperti stress, kelelahan, dan makan tidak terkontrol. Adapun hipertensi
pada perempuan peningkatan resiko terjadi setelah menopause (sekitar 45 tahun).
c. Umur
Pada umumnya, hipertensi menyerang pria pada usia diatas 31 tahun, sedangkan
pada wanita terjadi setelah usia 45 tahun (menopause).
c. Kurang Olahraga
Olahraga isotonic, seperti bersepeda, jogging, dan aerobic yang teratur dapat
memperlancar peredarah darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Non Farmakologi
Penatalaksanaa nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat penting dalam
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam mengobati tekanan darah tinggi (Ridwanamiruddin, 2007 dalam Wijaya, 2013).
Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara
modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu:
a. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index (BMI) dengan rentang
18,5 24,9 kg/m2 (Kaplan, 2006). BMI dapat diketahui dengan membagi berat
badan anda dengan tinggi badan anda yang telah dikuadratkan dalam satuan meter.
Mengatasi obesitas (kegemukan) dapat juga dilakukan dengan melakukan diet
rendah kolesterol namun kaya dengan serat dan protein, dan jika berhasil
menurunkan berat badan 2,5 5 kg maka tekanan darah diastolic dapat diturunkan
sebanyak 5 mmHg (Radmarssy, 2007).
e. Menghindari Rokok
Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya
hipertensi, tetapi merokok dapat meningkatkan resiko komplikasi pada pasien
hipertensi, tetapi merokok dapat meningkatkan resiko komplikasi pada pasien
hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari mengonsumsi
tembakau (rokok) karena dapat memperberat hipertensi (Dalimartha, 2008).
f. Penurunan Stress
Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika periode
stress sering terjadi, dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat tinggi
(Sheps, 2005). Menghindari stress dengan menciptakan suasana yang
menyenangkan bagi penderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode
relaksasi seperti yoga atau meditasi yang dapat mengontrol system saraf yang
akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
g. Terapi Massage
Pada prinsipnya, terapi pijat yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk
memperlancar aliran energy dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan
komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur energy terbuka dan aliran
energy tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka resiko
hipertensi dapar ditekan (Dalimartha, 2008).
2. FARMAKOLOGIS
Pengobatan Farmakologi:
a. Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan tubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
d. Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh
darah.
e. ACE Inhibitor
1) Menghambat pembentukan zat angiotensin II
2) Efek samping: batuk kering, pusing, sakit kepala, lemas.
3) Efek obat selama 8 jam.
g. Antagonis Kalsium
Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Memiliki onset time awal 15 menit,
dan waktu kerja obat 8 jam.
(Wijaya, 2013)
I. KOMPLIKASI
Tekanan darah tinggi apabila tidak ditangani dan diobati dengan baik, maka dalam jangka
panjang akan menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat
suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ organ
sebagai berikut:
1. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan penyakit
jantung coroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot
jantung akan mengendur dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi.
Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan
diparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak napas atau oedema.
Kondisi ini sering disebut gagal jantung.
2. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila tidak diobati
resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
3. Ginjal
Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi dapat
menyebabkan kerusakan system penyaringan atau filtrasi di dalam ginjal yang
mengakibatkan ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh
tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan didalam tubuh.
4. Mata
Mata pada penderita hipertensi dapat terjadi retinopati hipertensi dan dapat
menimbulkan kebutaan. (Wijaya, 2013)