You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan olahraga yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan ditingkatkan
bukan hanya olahraga prestasi atau kompetisi, tetapi olahraga juga untuk kebugaran jasmani
secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya keuntungan secara pribadi, tetapi juga
memberikan keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu kegiatan olahraga
sekarang ini semakin mendapat perhatian yang luas.

Bersamaan dengan meningkatnya aktivitas keolahragaan tersebut, korban cedera olahraga


juga ikut bertambah. Sangat disayangkan jika hanya karena cedera olahraga tersebut para
pelaku olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi.

Semakin banyak orang yang melakukan olahraga rekreasional dapat mendorong dirinya
sendiri diluar batas kondisi fisiknya dan terjadi lah cedera olahraga. Cedera terhadap sistem
mukoluskletal dapat bersifat akut (sprain, strain, dislokasi, fraktur) atau sebagai akibat
penggunaan berlebihan secara bertahap (kondromalasia, tendinitis, fraktur sterss). Atlet
profesional juga rentan terhadap cedera, meskipun latihan mereka disupervisi ketat untuk
meminimalkan terjadinya cedera. Namun sering kali atlet tersebut juga dapat mengalami
cedera muskoluskletal, salah satunya adalah sprain.

Sprain atau keseleo merupakan cedera umum yang dapat menyerang siapa saja, tetapi
lebih mungkin terjadi pada individu yang terlibat dengan olahraga, aktivitas berulang, dan
kegiatan dengan resiko tinggi untuk kecelakaan. Ketika terluka, ligamen otot atau tendon
mungkin rusak, atau terkilir yang mengacu pada ligamen yang cedera. Ligamen adalah pita
sedikit elastis jaringan yang menghubungkan tulang pada sendi, menjaga tulang ditempat
sementara memungkinkan gerakan.

Sprain biasanya terjadi pada jari-jari, pergelangan kaki, dan lutut. Bila kekurangan
ligamen mayor, sendi menjadi tidak stabil dan mungkin diperlukan perbaikan bedah.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sprain?
2. Apa etiologi sprain?
3. Bagaimana menjelaskan klasifikasi sprain?
4. Bagaimana menjelaskan patofisiologi sprain?
5. Bagaimana menjelaskan manifestasi klinis sprain?
6. Bagaimana menjelaskan pemeriksaan penunjang sprain?
7. Bagaimana menjelaskan komplikasi sprain?
8. Bagaimana menjelaskan penatalaksanaan sprain?
9. Bagaimana pencegahan sprain?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum : Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma musculoskeletal
khususnya sprain.
Tujuan Khusus : Untuk mengidentifikasi pengertian, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, klasifikasi, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan, dan pemeriksaan
penunjang tentang sprain.

D. Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian sprain
2. Untuk mengetahui etiologi sprain
3. Untuk mengetahui klasifikasi sprain
4. Untuk mengetahui patofisiologi sprain
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis sprain
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang sprain
7. Untuk mengetahui komplikasi sprain
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan sprain
9. Untuk mengetahui pencegahan sprain

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sprain

2
Sprain atau keseleo merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen
penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi sesudah gerakan
memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011).

Sprain adalah cedera pada sendi, dengan terjadinya robekan pada ligamentum, hal ini
terjadi karena stress berlebihan yang mendadak atau penggunaan berlebihan yang berulang-
ulang dari sendi. (Giam & Teh, 1993)

Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan
yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas
sendi. Kerusakan yang parah pada ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan
ketidakstabilan pada sendi.

Pengertian lain cedera sprain adalah cedera pada ligamen di sekitar persendian tulang
yang dibentuk oleh permukaan tulang rawan sendi yang membungkus tulang-tulang yang
berdampingan.

B. Etiologi Sprain

Sprain dapat disebabkan oleh persendian tulang dipaksa melakukan suatu gerak yang
melebihi jelajah sendi atau range of movement normalnya. Trauma langsung ke persendian
tulang, yang menyebabkan persendian bergeser ke posisi persendian yang tidak dapat
bergerak, jatuh, terpelintir, atau tekanan pada tubuh yang menyebabkan tulang pada sendi
bergeser sehingga menyebabkan ligamen teregang atau bahkan robek.

Biasanya, sprain terjadi pada keadaan seperti saat orang terjatuh dengan bertumpu pada
tangan, mendarat dengan bagian luar dari kaki, atau mendatar keras di tanah sehingga
menyebabkan lutut terpelintir. Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak
sendi yang normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.

Beberapa faktor sebagai penyebab sprain :

1. Umur. Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan
jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh tahun kekuatan otot akan
relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia tiga puluh tahun.

3
2. Terjatuh atau kecelakan. Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh
sehingga jaringan ligamen mengalami sprain.

3. Pukulan. Sprain dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian sendi dan
menyebabkan sprain.

4. Tidak melakukan pemanasan. Pada atlet olahraga sering terjadi sprain karena kurangnya
pemanasan. Dengan melakukan pemanasan otot-otot akan menjadi lebih lentur.

Menurut Kowalak, etiologi keseleo meliputi :

1. Pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan ligamen dengan
menimbulkan gerakan sendi diluar kisaran gerak (RPS) normal

2. Fraktur atau dislokasi yang terjadi secara bersamaan

Faktor Risiko terjadinya sprain :

1. Riwayat keseleo sebelumnya (faktor risiko yang paling sering)

2. Gangguan pada jaringan ikat

3. Kaki Cavovarus

C. Klasifikasi Sprain
Sprain dapat diklasifikasikan dengan beberapa tingkatatan, antara lain :
Sprain Tingkat I

1. Merupakan robekan dari beberapa ligament akan tetapi tidak menghilangkan dan
menurunkan fungsi sendi tersebut.

2. Pasien bisa merawat sendiri selama proses rehabilitasi, atau setelah mendapatkan
diagnosa dari dokter.

3. Masa penyembuhan antara 2-6 minggu.

4. Terjadi rasa sakit, pembengkakan kecil, sedikit perdarahan tetapi tidak terjadi leksitas
abnormal.

Sprain Tingkat II

4
1. Dimana terjadi kerusakan ligamen yang cukup lebih besar tetapi tidak sampai terjadi
putus total.

2. Terjadi rupture pada ligament sehingga menimbulkan penurunan fungsi sendi.

3. Untuk pemulihannya membutuhkan bantuan fisioterapi dengan rentang waktu 2-6


minggu.

4. Rasa sakit/nyeri,bengkak terjadi perdarahan yang lebih banyak.

Sprain Tingkat III

1. Terjadi rupture komplit dari ligamen sehingga terjadi pemisahan komplit ligamen dari
tulang.

2. Untuk bisa pulih kembali maka diperlukan tindakan operasi dan fisioterapi dan rata-rata
memakan waktu 8-10 minggu.

3. Pada tingkatan ini ligamen pada lutut mengalami putus secara total dan lutut tidak dapat
digerakkan.

D. Patofisiologi Sprain

Sprain biasanya terjadi sesudah gerakan memuntir yang tajam. Keseleo atau sprain jika
difiksasi dapat sembuh dalam dua hingga tiga minggu tanpa tindakan bedah korektif. Sesudah
itu secara berangsur-angsur pasien dapat kembali melakukan aktivitas normal. Keseleo atau
sprain pada pergelangan kaki merupakan cedera sendi yang paling sering dijumpai dan
kemudian diikuti oleh keseleo pada pergelangan tangan, siku, serta lutut.

Jika sebuah ligamen mengalami ruptur maka eksudasi inflamatori akan terjadi dalam
hematoma diantara kedua ujung potongan ligamen yang putus itu. Jaringan granulasi tumbuh
kedalam dari jaringan lunak dan kartilago sekitarnya. Pembentukan kolagen dimulai empat
hingga lima hari sesudah cedera dan pada akhirnya akan mengatur serabut-serabut tersebut
sejajar dengan garis tekanan/stres.

Dengan bantuan jaringan fibrosa yang vaskular, akhirnya jaringan yang baru tersebut
menyatu dengan jaringan disekitarnya. Ketika reorganisasi ini berlanjut, ligamen yang baru

5
akan terpisah dari jaringan sekitarnya dan akhirnya menjadi cukup kuat untuk menahan
tegangan otot normal.

E. Manifestasi Klinis Sprain

Tanda dan gejala yang mungkin timbul karena keseleo meliputi :

1. Nyeri lokal (Khususnya pada saat menggerakkan sendi)

2. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi

3. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam setelah cedera)

4. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah kedalam jaringan sekitarnya

F. Pemeriksaan Diagnostik Sprain

1.Foto rontgen untuk menyingkirkan kemungkinan fraktur

2.Stress radiography untuk memfisualisasi cedera ketika bagian tersebut digerakkan

3. Artrografi, yaitu sebuah prosedur di mana media konras disuntukkan ke dalam sendi untuk
mentrasir jaringan lunak seperti meniskus di lutut atau struktur robek seperti manset rotator di
bahu.

4. Artroskopy, merupakan prosedur pembedahan untuk melihat, mendiagnosis, dan


menangani masalah di dalam sendi.

5. MRI ( Magnetic Resonance Imaging), Yaitu pemeriksaan dengan menggunakan


gelombang magnet dan gelombang frekuensi radio, tanpa menggunakan sinar x atau bahan
radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh yang lebih detail.

G. Komplikasi Sprain

Komplikasi yang mungkin muncul pada kondisi seseorang yang terkena sprain meliputi :

6
1. Disklokasi berulang akibat ligamen yang ruptur tersebut tidak sembuh dengan sempurna
sehingga diperlukan pembedahan untuk memperbaikinya

2. Gangguan fungsi ligamen (jika terjadi tarikan otot yang kuat sebelum sembuh dan
tarikan tersebut menyebabkan regangan pada ligamen yang ruptur, maka ligamen ini dapat
sembuh dengan bentuk memanjang, yang disertai pembentukan jaringan parut secara
berlebihan).

H. Penatalaksanaan Sprain

1. Penatalaksanaan medis

Farmakologi

Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri. Berikut contoh obat
analgetik :

Aspirin:

Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa 1 tablet atau 3 tablet
perhari,anak > 5tahun setengah sampai 1tablet,maksimum 1 sampai 3tablet perhari.

Bimastan :

Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ; Indikasi : nyeri


persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi : hipersensitif, tungkak lambung, asma, dan ginjal ;
efeksamping : mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal 500mg lalu
250mg tiap 6jam.

Analsik :

Kandungan : Metampiron 500mg, Diazepam 2mg ; Indikasi : nyeri otot dan sendi ; Kontra
indikasi : hipersensitif ; Efek samping : agranulositosis ; Dosis : sesudah makan (dewasa
3xsehari 1 kaplet, anak 3xsehari 1/2kaplet).

Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat)


Pemasangan pembalut elastis atau gips, atau jika keseleo berat, pemasangan gips
lunak atau bidai untuk imobilisasi sendi

7
Pembedahan yang segera dilakukan untuk mempercepat kesembuhan, termasuk
penjahitan kedua ujung potongan ligamen agar keduanya saling merapat (pada
sebagia altet).

2. Penatalaksanaan Perawatan

RICE (Rice, Ice, Compression, Elevation)

Prinsip utama penatalaksanaan sprain adalah mengurangi pembengkakan dan nyeri yang
terjadi. Langkah yang paling tepat sebagai penatalaksanaan tahap awal (24-48 jam) adalah
prinsip RICE (rest, ice, compression, elevation), yaitu :

Rest (istirahat)

Kurangi aktifitas sehari-hari sebisa mungkin. Jangan menaruh beban pada tempat yang cedera
selama 48 jam. Dapat digunakan alat bantu seperti crutch (penopang/penyangga tubuh yang
terbuat dari kayu atau besi) untuk mengurangi beban pada tempat yang cedera.

Ice (es)

Letakkan es yang sudah dihancurkan kedalam kantung plastik atau semacamnya. Kemudian
letakkan pada tempat yang cedera selama maksimal 2 menit guna menghindari cedera karena
dingin.

Compression (penekanan)

Untuk mengurangi terjadinya pembengkakan lebih lanjut, dapat dilakukan penekanan pada
daerah yang cedera. Penekanan dapat dilakukan dengan perban elastik. Balutan dilakukan
dengan arah dari daerah yang paling jauh dari jantung ke arah jantung.

Elevation (peninggian)

Jika memungkinkan, pertahankan agar daerah yang cedera berada lebih tinggi daripada
jantung. Sebagai contoh jika daerah pergelangan kaki yang terkena, dapat diletakkan bantal
atau guling dibawahnya supaya pergelangan kaki lebih tinggi daripada jantung. Tujuan
daripada tindakan ini adalah agar pembengkakan yang terjadi dapat dikurangi.

8
Penanganan sprain menurut klasifikasi

a. Sprain tingkat satu (first degree)

Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada tingkat ini cukup diberikan istirahat saja
karena akan sembuh dengan sendirinya.

b. Sprain tingkat dua (Second degree).

1). Pemberian pertolongan dengan metode RICE

2). Tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cedera
tidak dapat digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs. Biasanya
istirahat selama 3-6 minggu.

c. Sprain tingkat tiga (Third degree).

1). Pemberian pertolongan dengan metode RICE

2). Dikirim kerumah sakit untuk dijahit/ disambung kembali

Selama mengalami sprain, klien harus menghindari HARM, yaitu :

1. H: heat, peberian panas justru akan meningkatkan perdarahan

2. A: alcohol, akan meningkatkan pembengkakan

3. R: running, atau exercis/latihane terlalu dini akan memburuk cidera

4. M: massage, tidak boleh diberikan pada masa akut karena akan merusak jaringan.

I. Pencegahan Sprain
Strain dapat dicegah dengan :

1. Saat melakukan aktivitas olahraga memakai peralatan yang sesuai seperti sepatu yang
sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan kaki selama aktivitas.

9
2. Selalu melakukan pemanasan atau stretching sebelum melakukan aktivitas atletik, serta
latihan yang tidak berlebihan.

3. Cedera olahraga terutama dapat dicegah dengan pemanasan dan pemakaian


perlengkapan olahraga yang sesuai.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SPRAIN

10
A. Pengkajian

1. Keluhan utama : Keluhan utama adalah nyeri.

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Penyakit Sekarang : Dikarenakan nyeri merupakan pengalaman interpersonal,


perawat harus menanyakannya secara langsung kepada pasien dengan teknik P, Q, R, S, T.

Provoking (penyebab):apa yang menimbulkan nyeri (aktivitas, spontan, stress setelah makan
dll)?

Quality (kualitas) :apakah tumpul, tajam, tertekan, dalam, permukaan dll?

Apakah pernah merasakan nyeri seperti itu sebelumnya?

Region (daerah) :dimana letak nyeri?

Severity (intensitas) :jelaskan skala nyeri dan frekuensi, apakah di sertai dengan gejala
seperti (mual, muntah, pusing, diaphoresis, pucat, nafas pendek, sesak, tanda vital yang
abnormal dll)?

Timing (waktu) : kapan mulai nyeri? Bagaimana lamanya? Tiba-tiba atau bertahap?
Apakah mulai setelah anda makan? Frekuensi?

b. Riwayat Penyakit Dahulu

1) Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami trauma
pada muskuloskeletal lainnya?

c. Riwayat Penyakit Keluarga

1) Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini?

3. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

a. Data Biologis

1) Gerak dan Aktivitas

Kaji kemampuan aktifitas dan mobilitas kehidupan klien sehari-hari.

2) Kebersihan Diri

11
Kaji apakah ada kesulitan dalam memelihara dirinya.

b. Data Psikologis

1) Rasa Aman

Kaji kemampuan pasien dalam melakukan keamanan dan pencegahan pada saat
melaksanakan akitivitas hidup sehari-hari, termasuk faktor lingkungan, faktor sensori, serta
faktor psikososial.

2) Rasa Nyaman

Kaji apakah pasien mengalami mual dan nyeri (PQRST).

c. Data Sosial

1) Sosial

Melalui komunikasi antar perawat, pasien, dan keluarga dapat dikaji mengenai pola
komunikasi dan interaksi sosial pasien dengan cara mengidentifikasi kemampuan pasien
dalam berkomunikasi.

2) Prestasi

Kaji tentang latar belakang pendidikan pasien.

3) Bermain dan Rekreasi

Kaji kemampuan aktifitas rekreasi dan relaksasi (jenis kegiatan dan frekuensinya)

4) Belajar

Kaji apakah pasien sudah mengerti tentang penyakitnya dan tindakan pengobatan yang akan
dilakukan. Kaji bagaimana cara klien mempelajari sesuatu yang baru.

d. Data Spiritual

1) Ibadah

Kaji bagaimana klien memenuhi kebutuhan spiritualnya sebelum dan ketika sakit.

4. Pemeriksaan Fisik

12
a. Inspeksi :

1) Kelemahan

2) Edema

3) Ketidakstabilan fungsi ligamen

b. Palpasi : Mati rasa

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang sering muncul pada klien dengan Sprain antara lain:

1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan eritema

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam melaksanakan


akitivitas

C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi Rasional
. Keperawatan Hasil
1. Nyeri berhubungan Dalam waktu 3 x 24 1. Berikan 1. Membantu pasien

13
dengan agen cidera jam setelah dilakukan lingkungan tenang dan untuk dapat beristirahat.
fisik, ditandai tindakan keperawatan nyaman
dengan : diharapkan nyeri
DO: pasien tampak berkurang 2. Ajarkan teknik 2. Mengurangi rasa
kesakitan, pasien KH : ditraksi dan relaksasi nyeri yang dirasakan
tampak merintih, 1. Skala nyeri pasien
skala nyeri 4 dari 10 berkurang secara
skala nyeri yang subjektif 3. Kolaborasi 3. Mengurangi rasa sakit
diberikan, TD= 2. Pasien dapat pemberian analgesik yang dirasakan pasien
90/60 mmHg. beristirahat sesuai indikasi
3. Ekspresi 4. Mengetahui skala
DS: pasien meringis (-) 4. Kaji skala nyeri nyeri pasien
mengeluh nyeri, 4. TTV dalam batas
pasien mengatakan normal (TD : 110-
nyerinya seperti di 120/70-80 mmHg, N : 5. Pantau TTV pasien 5. Untuk mengetahui
tusuk-tusuk, pasien 60-100, RR : 16-24 status kesehatan pasien
mengatakan nyeri x/menit, T : 36,5-
bertambah apabila 37,5C) 6. . Ajar teknik 6. Memperlihatkan
kakinya digerakkan. relaksasi secara teknik relaksasi secara
individual yang efektif individual yang efektif
untuk mencapai untuk mencapai
kenyamanan. kenyamanan.

2. Gangguan mobilitas Setelah diberikan 1.Kaji derajat 1.Mengetahui persepsi


fisik berhubungan asuhan keperawatan imobilisasi yang diri pasien mengenai
dengan selama x24 ajm, dihasilkan oleh keterbatasan fisik
pembengkakan di diharapkan pasien cedera / pengobatan aktual, mendapatkan
tandai dengan : dapat memperlihatkan dan perhatikan informasi dan
DS : pasien mobilitas pergerakan persepsi pasien menentukan informasi
mengatakan kakinya sendi dan otot dengan terhadap immobilisasi. dalam meningkatkan
sulit digerakan kriteria hasil : kemajuan kesehatan
DO : pasien tampak 1. Pasien mampu pasien
mengalami melakukan ROM
perubahan cara aktif dan ambulasi 2.Instruksikan pasien /

14
berjalan, pasien dengan perlahan bantu dalam rentang 2,Meningkatkan aliran
tampak kesulitan 2. Berjalan dengan gerak klien / aktif pada darah ke ligamen dan ke
dalam membolak- menggunakan ekstremitas yang sakit tulang untuk
balik posisi langkah-langkah yang dan yang tidak sakit mempertahankan gerak
tubuhnya, pasien benar sejauh 2 m. sendi
tampak berbaring di 3. Berikan lingkungan
tempat tidur. yang aman, misalnya 3.Menghindari
ingin ke kamar mandi terjadinya cedera
ataupun ingin duduk di berulang.
bantu menggunakan
pegangan tangan,
penggunaan alat bantu
moblilitas atau kursi
roda penyelamat

4. Ajarkan cara-cara
yang benar dalam 4.Agar pasien terhindar
melakukan macam- dari kerusakan kembali
macam mobilisasi pada ekstremitas yang
seperti body luka.
mechanic ROM aktif
dan ambulasi

5. Kolaborasi dengan
fisioterapi dalam 5.Penanganan yang
penanganan traksi tepat dapat
yang boleh digerakkan mempercepat waktu
dan yang belum boleh penyembuhan.
digerakkan.

3. Gangguan integritas Dalam waktu 2 x 24 1.Inspeksi seluruh 1.untuk mengetahui


kulit berhubungan jam setelah diberikan lapisan kulit seberapa keparahan
dengan imobilitas tindakan keperawatan tingkat gangguan
fisik ditandai klien tidak integritas kulit

15
dengan: kerusakan mengalami gangguan
lapisan kulit. integritas kulit 2. Lakukan perubahan 2.mencegah dekubitus
dengan kriteria hasil: posisi
1. Tidak ada
dekibitus 3.Berikan terapi 3.mengurangi atau
2. Kulit kering kinetik sesuai mencegah dekubitus
kebutuhan

4. Defisit perawatan Setelah diberikan 1.Kaji kebersihan 1. Untuk mengetahui


diri berhubungan asuhan keperawatan tubuh dan mulut tingkat kebersihan
dengan selama x 24 jam pasien. pasien.
ketidakmampuan diharapkan pasien
dalam melaksanakan mampu melakukan 2.Bantu pasien dalam 2.Menjaga kebersihan
akitivitas ditandai perawatan diri secara melakukan mandi dan pasien agar terhindar
dengan : mandiri dengan hygiene oral sampai dari bakteri dan
DS : pasien kriteria hasil : pasien benar-benar mikroorganisme dan
mengatakan belum 1. Pasien tampak mampu melakukan menciptakan
mandi sejak bersih dan rapi. perawatan diri. kemandirian pasien.
kemarin, pasien 2. Pasien
mengatakan mengatakan badannya 3. Ajarkan 3.Agar pasien dan
badannya terasa tidak lengket dan pasien/keluarga keluarga mengerti
lengket dan kulit kulit tidak kusam penggunaan metode tentang metode
kusam. Pasien lagi. alternatif untuk mandi alternatif untuk mandi
mengatakan tidak 3. Pasien tampak dan hygiene oral. dan hygiene oral dan
bisa kekamar mandi. dapat melakukan melatih pasien dalam
DO : pasien tampak perawatan gigi dan menjaga kebersihan diri.
kusam dan kotor, mulut.
pasien tampak tidak 4. Kolaborasi dengan 4.Pemberian sabun yang
mampu pergi ke dokter dalam baik untuk kesehata
kamar mandi. pemberian sabun mencegah kuman pada
kesehatan yang baik kulit pasien, air hangat
sebelum mandi, dapat mendilatasi
anjurkan mandi pembuluh darah.
menggunakan air

16
hangat

D. Implementasi

No. Dx Implementasi Evaluasi Formtif


1. 1.Memberikan lingkungan tenang dan S : Pasien mengatakan nyeri
nyaman berkurang.
2.mengajarkan teknik ditraksi dan relaksasi O : Pasien terlihat tidak meringis
3. Mengolaborasikan pemberian analgesik kesakitan.
sesuai indikasi A : Tercapai
4. Mengkaji skala nyeri
5. Memantau TTV pasien
6. mengajarkan teknik relaksasi secara
individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan.

2. 1.Mengkaji derajat imobilisasi yang S : Pasien mengatakan bahwa ia


dihasilkan oleh cedera / pengobatan dan sudah bias berjalan dengan jarak
memperhatikan persepsi pasien terhadap 2m.
immobilisasi. O: Mampu melakukan ROM aktif
2.Menginstruksikan pasien / bantu dalam dan ambulasi dengan perlahan.
rentang gerak klien / aktif pada ekstremitas A: Tercapai
yang sakit dan yang tidak sakit.
3. Memberikan lingkungan yang aman,
misalnya ingin ke kamar mandi ataupun
ingin duduk di bantu menggunakan
pegangan tangan, penggunaan alat bantu
moblilitas atau kursi roda penyelamat
4. Mengajarkan cara-cara yang benar
dalam melakukan macam-macam

17
mobilisasi seperti body mechanic ROM
aktif dan ambulasi
5. Mengkolaborasi dengan fisioterapi
dalam penanganan traksi yang boleh
digerakkan dan yang belum boleh
digerakkan.

3. 1.Menginspeksi seluruh lapisan kulit S : pasien merasa segar.


2. Melakukan perubahan posisi O: kulit pasien terlihat cerah
3.Memberikan terapi kinetik sesuai A: Tercapai
kebutuhan P: Hentikan Implementasi

4. 1.Mengkaji kebersihan tubuh dan mulut S: Pasien mengatakan badannya


pasien. tidak lengket dan kulit tidak kusam
2.Membantu pasien dalam melakukan lagi
mandi dan hygiene oral sampai pasien O: Pasien tampak dapat melakukan
benar-benar mampu melakukan perawatan perawatan gigi dan mulut.
diri. A : Tercapai
3. Mengajarkan pasien/keluarga
penggunaan metode alternatif untuk mandi
dan hygiene oral.
4. Mengolaborasikan dengan dokter dalam
pemberian sabun kesehatan yang baik
sebelum mandi, anjurkan mandi
menggunakan air hangat.

E. Evaluasi

Diagnosa Evaluasi Sumatif


Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik S: Pasien mengatakan nyeri
berkurang
O: Pasien tidak tampak kesakitan
dan meringis lagi. Skala nyeri 0
A: Tercapai
P: Hentikan Implementasi

18
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan S: Klien mengatakan manpu
pembengkakan berjalan
O: Klien dapat berjalan dengan
menggunakan langkah-langkah
yang benar.
A: Tercapai
P: Hentikan Implementasi
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan S: pasien merasa segar.
imobilitas fisik O: kulit pasien terlihat cerah
A: Tercapai
P: Hentikan Implementasi
Defisit perawatan diri berhubungan dengan S: Pasien mengatakan badannya
ketidakmampuan dalam melaksanakan akitivitas tidak lengket dan kulit tidak
kusam lagi
O : Pasien tampak bersih dan rapi,
Pasien tampak dapat melakukan
perawatan gigi dan mulut
A: Tercapai
P: Hentikan Implementasi

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit atau
memutar (keseleo). Sprain terjadi karena adanya benturan dari benda tumpul atau benda
tajam yang terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek
akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Penyebab terjadinya sprain adalah pemuntiran

19
mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan ligamen dengan menimbulkan
gerakan sendi di luar kisaran gerak normal.

B. Saran

Dengan diberikannya tugas ini penulis dapat lebih memahami dan mengerti tentang
bagaimana penyakit sprain dan dapat melakukan perawatan yang baik dan tepat serta
menegakkan asuhan keperawatan yang baik. Dengan adanya hasil tugas ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai bacaan untuk menambah wawasan dari ilmu yang telah didapatkan dan
lebih baik lagi dari sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/106915170/Makalah-Dislokasi-Sprain-Strain ( diakses pada 14


mei 2015 )

https://gexmirah27.wordpress.com/2013/03/07/makalah-sprain/ ( diakses pada 14 mei


2015 )

http://ariangelo-10.blogspot.com/2011/05/cedera-sprain.html?m=1 ( diakses pada 14 mei


2015 )

http://mzdana12.blogspot.com/2011/10/sprain.html?m=1 ( diakses pada 15 mei 2015 )

20
https://atoendwidyaningsih.wordpress.com/2011/09/30/konsep-sehat-dan-sakit-paradigma-
keperawatan-dan-caring/ ( diakses pada 14 mei 2015 )

http://911medical.blogspot.com/2007/06/konsep-sehat-sakit.html (diakses pada 15 mei 2015 )

http://www.academia.edu/9725129/Aspek_Sosial_Budaya_dalam_Kesehatan ( diakses pada


16 mei 2015 )

http://anggisidrakula.blogspot.com/p/keperawatan-transkultural-leiningers.html?m=1
( diakses pada 17 mei 2015 )

21

You might also like