Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Tubuh manusia memerlukan berbagai macam hal untuk dapat beraktivitas dengan baik. Salah
satunya adalah nutrisi. Nutrisi sangat dibutuhkan tubuh, karena dari nutrisi inilah tubuh mendapatkan
kekuatan untuk dapat bergerak sehingga manusia mampu melaksanakan aktivitasnya. Nutrisi dapat
tercukupi melalui makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Diantara berbagai macam zat yang dapat
mencukupi nutrisi kita, ada sebuah zat yang berperan aktif dalam gerak tubuh secara langsung, zat ini
adalah kalsium.
Kalsium merupakan bagian dari mineral utama penyusunan tulang. Berbicara tentang kalsium,
maka akan berkaitan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan tulang. Itu berarti kurangnya
konsumsi kalsium akan mengakibatkan berkurangnya kalsium didalam tulang yang jika tidak teratasi
dengan baik maka akan menimbulkan berbagai macam penyakit tulang. Kali ini, kelompok kami
diberikan kesempatan untuk membahas salah satu penyakit tersebut, yaitu osteomalacia.
Osteomalacia adalah salah satu penyakit yang akan terjadi ketika tulang kekurangan kalsium
akibat konsumsi kalsium yang tidak tercukupi. Dalam penyakit ini, penderita akan merasakan
kelemahan otot akibat dari perubahan yang terjadi yang membuat tulang kehilangan kepadatan dan
kekuatannya sehingga mudah retak atau patah. Faktor lain yang dapat menyebabkan penyakit ini
yaitu kekurangan vitamin D khususnya pada masa anak-anak dan remaja dimana pada saat tersebut
tulang mengalami pembentukan massa yang maksimal. Jadi dengan kata lain, ostemalacia adalah
keadaaan melunaknya tulang yang disebabkan karena kekurangan vitamin D dan kalsium. Untuk
mengenal penyakit Osteomalcia lebih dalam lagi, maka kami akan membahasnya dalam makalah ini.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum :
Untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem endokrin
1.2.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui apa itu Osteomalcia
Untuk mengetahui penyebab dari osteomalacia
Untuk mengetahui manifestasi klinis Osteomalacia
Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Osteomalacia
1.3 Manfaat
1.3.1 Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, dan dapat berguna
sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan.
1.3.2 Praktis
Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai penyakit Osteomalacia, untuk
selanjutnya dijadikan sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi
Osteomalasia, sering kali dikenal sebagai rakitis dewasa, merupakan gangguan metabolik
tulang yang ditandai dengan ketidakadekuatan atau hambatan mineralisasi matriks tulang
pada tulang padat dan tulang spons matur, menyebabkan pelunakan tulang (Praptiani:2012).
Osteomalasia (osteomalacia), adalah kelainan tulang dimana tulang menjadi lunak, lemah dan
rapuh, sehingga sangat mudah menjadi fraktur tulang (fragility fracture) (Tandra :2009).
Osteomalasia tulang yang lunak merupakan akibat gangguan pada mineralisasi matriks
osteoid. Hal ini menyebabkan deformitas tulang pada usia muda dan timbulnya nyeri pada
tulang (Rahmalia : 2005). Osteomalsia (tulang menjadi lunak) merupakan penyakit yang
terdapat mineralisasi tulang yang tidak adekuat (Asih :2000). Sehingga dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa osteomalasia adalah suatu penyakit akibat kekurangan
vitamin D yang menghasilkan terjadinya kekurangan atau kehilangan garam kalsium, yang
menyebabkan tulang menjadi semkain lembut, fleksibel, rapuh dan cacat. Hal ini ditandai
dengan mineralisasi cacat tulang, nyeri tulang, peningkatan kerapuhan tulang dan patah
tulang.
Anatomi yang berkaitan dengan penyakit osteomalacia adalah tulang dan kelenjar
paratiroid. Tulang berlaku seperti bank kimia yang menyimpan elemen-elemen untuk
penggunaan selanjutnya oleh tubuh. Tubuh dapat mengambil bahan kimia ini sesuai
kebutuhan. Sebagai contoh, tingkat minimum kalsium yang dibutuhkan dalam darah; bila
tingkatnya turun terlalu rendah, sensor kalsium menyebabkan kelenjar paratiroid melepaskan
sebagian parathormone ke darah, dan hal ini menyebabkan tulang melepaskan kalsium yang
dibutuhkan. Tulang mengandung sekitar 97% kalsium yang terdapat di dalam tubuh. Kalsium
tersebut berupa senyawa anorganik maupun garam-garam, terutama kalsium fosfat. Kalsium
akan dilepaskan ke darah bila dibutuhkan.
Bentuk tulang
Berdasarkan bentuk dan ukurannya tulang yang menyusun rangka tubuh manusiadibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu tulang pipa, tuulang pendek,tulang pipih, dan tulang tidak
beraturan
Tulang pendek
Tulang pendek merupakan tulang-tulang yang lebih kecil dan tidak ada
perbedaan yang nyata antara ukuran panjang dan lebarnya. Bentuk tulang pendek
seperti kubus, paku atau berbentuk bulat. Tulang pendek dapat bergerak bebas.
Tulang seperti ini ditemukan pada tulang telapak tangan dan kaki.
Tulang pipih
Tulang pipih merupakan tulang-tulang yang berbentuk lempengan-lempengan
pipih yang lebar. Tulang pipih berfungsi untuk melindungi struktur tubuh dibagian
bawahnya dan dapat ditemukan pada tulang pingul, belikat, dan tempurung kepala.
Fisiologi Tulang
Kelenjar Paratiroid
Paratiroid adalah 4 kelenjar kecil yang biasanya berada dibelakang tiroid. Kelenjar
paratiroid mensekresikan hormon paratiroid (PTH) yang mengatur kadar kalsium
dalam darah. Penurunan kalsium serum merangsang pelepasan PTH, PTH
meningkatkan kadar kalsium dengan metabolisme kalsium dari tulang, meningkatkan
arbsobsi kalsium dari usus, mempercepat reabsorpsi kalsium dari tubulus renalis.
Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila
kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penyakit oseomalacia ini dapat terjadi karena
penurunan asupan vitamin D, kalsium dan fosfat pada tulang, yang menyebabkan
tulang menjadi lunak dan rapuh sehingga tulang mudah mengalami pata tulang.
Kelenjar paratiroid ada 4 berada di belakang kelenjar tiroid, yang berfungsi untuk
menjaga tingkat normal kalsium (komponen struktural utama dari tulang yang
memberi kekakuan pada tulang). Hormon paratiroid memiliki pengaruh yang sangat
kuat pada sel-sel tulang.
2.3. Etiologi
Gambaran laboratorium dari osteomalasia akibat defisiensi vitamin D adalah kadar kalsium
serum rendah atau normal, hipofosfatemia, meningkatnya kadar alkalin fosfatase, kadar
osteokalsin serum normal, meningkatnya kadar hormon paratiroid serum (jika hipokalsemia
ada) dan rendahnya kadar 1,25 dihidroksi vitamin D (1,25-(OH)2D) di dalam serum. Pada
osteomalasia akibat defisiensi kalsium ekskresi kalsium urin menurun, kadar hormon
paratiroid meningkat, kadar 1,25 (OH)2 D normal dan kadar fosfor serum bisa rendah atau
normal. Osteomalasia akibat hipofosfatemia biasanya terjadi akibat hiperfosfaturia, dimana
didapatkan kadar osteokalsin, hormon paratiroid dan 25 hidroksi vitamin D (25-OH vitamin
D) adalah normal; kadar alkalin fosfatase biasanya meningkat, kadar fosfor serum dan 1,25
(OH)2 vitamin D adalah rendah dan ekskresi fosfor urin sangat tinggi. Pasien dengan asidosis
tubular renal tipe II memiliki gangguan reabsorpsi bikarbonat dan bermanifestasi asidosis
hipokalemia hiperkloremia dengan hipofosfatemia yang disebabkan oleh bertambahnya
fosfaturia. Rendahnya kadar 1,25 (OH)2 vitamin D pada beberapa pasien menjadi
konsekuensi dari abnormalitas metabolisme tubular proksimal. Pasien dengan asidosis tubular
renal dan sindrom Fanconi juga mengeksresikan banyak kalsium, magnesium, kalium, asam
urat, glukosa, asam amino dan sitrat. Osteomalasia akibat penggunaan aluminium pada pasien
dengan gagal ginjal kronik saat ini sudah jarang terjadi karena pembatasan penggunaan
pengikat fosfat yang mengandung aluminium untuk mengendalikan hiperfosfatemia dan
perbaikan metode untuk mempersiapkan larutan dialisat.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa osteomalasia dapat terjadi dari beberapa
penyebab, yaitu : defisiensi vitamin D yang didalamnya terjadi ketidakadekuatan asupan diet,
kurang pajanan sinar matahari, malabsorpsi : (bypass lambung, gangguan usus kecil, penyakit
kandung empedu, insifisiensi pankreatik kronik), gangguan ginjal atau hati, efek obat :
(isoniazid, rifampin, antikonvulsan). Deplesi fosfat yang didalamnya terjadi asupan tidak
adekuat, gangguan absorpsi akibat penggunaan antasid kronik, gangguan reabsorpsi tubular
ginjal akibat gangguan didapat atau genetik. Asidosis sistemik yang didalamnya terjadi
asidosis tubular ginjal, ureterosigmoidostomi, sindorm fanconi. Inhibitor mineralisasi tulang
yang didalamnya terjadi hipofasfatasia, natrium florida atau disodium etidronate (didronel)
intoksikasi aluminium. Serta gagal ginjal kronik dan malabsorpsi kalsium.
Manifestasi klinis dari osteomalasia terjadi keletihan dan kelemahan otot yang mungkin
menjadi tanfa awal defiseinsi vitamin D . selain itu manifestasi klinis dari osteomalasia juga
menyerupai gangguan reumatik, meliputi nyeri tulang yang mungkin samar dan general pada
pertama, menjadi lebih intens dengan aktivitas seiring dnegan perkembangan penyakit;
terjadi paling sering pada panggul; tulang panjang pada ekstremitas, spina, dan iga. Kesulitan
berganti posisi dari posisi berbaring ke posisi duduk dan dari posisi duduk ke posisi berdiri,
gaya berjalan bergoyang yang mungkin akibat nyeri dan kelemahan otot, kifosis dorsal yang
dapat terjadi pada kasus berat, fraktur patologis, mudah lelah, kelemahan proksimal dan
pelunakan periartikuler. Simptom ini membaik dengan terapi untuk mengoreksi gangguan
mineralisasi. Beberapa pasien dengan osteomalasia menunjukkan garis radiolusen kortikal
tipis (stress fracture) yang tegak lurus dengan tulang dan seringkali simetris. Pasien lain
memiliki fraktur lama pada kosta yang multipel dengan pembentukan kalus yang buruk.
2.5. Patofisiologis
Dua peneyebab utama osteomalasia adalah, yang pertama ketidakcukupan absorpsi kalsium
di usus karena kurangnya asupan kalsium atau defisiensi vitamin D, dan kedua peningkatan
kehilangan fosfor melalui urine (Porth & Matfin, 2009). Pada bentuk alaminya, vitamin D
didapat dari makanan tertentu dan radiasi ultraviolet matahari. Vitamin D mempertahankan
kadar serum kalsium dan fosfat normal untuk mineralisasi normal tulang. Defisiensi vitamin
D atau resistensi terhadap kerja mengganggu mineralisasi normal tulang, menyebabkan
peunakan tulang. Vitamin D tidak aktif ketika diapsorbsi dari usus atau disintesis dari pajanan
terhadap terhadap sinar ultraviolet. Agar vitamin D menjadi aktif, proses dua langkah harus
terjadi. Vitamin D (dan metabolitnya) dipindahkan dari darah ke hati, tempat vitamin D
diubah menjadi kalsidiol. Kutalsidiol kemudian ditransportasikan ke ginjal dan diubah
menjadi bentuk aktif, kalsitriol.
Bentuk aktif vitamin D diperlukan untuk absorpsi kalsium dan fosfor yang optimal dari usus.
Kalsium dan fosfor dipindahkan dari darah ke tulang untuk mineralisasi normal. Jika terdapat
kekurangan vitamin D, kalsium dan fosfor tidak diabsorpsi dari usus dan kadar kalsium dan
fosfor serum turun. Defisiensi mineral inipada gilirannya mengaktivasi kelenjar paratiroid,
dengan kehilangan kalsium dan fosfor dari tulang. Kehilangan kalsium dan fosfat yang
berlebihan dalam tulang mengganggu mineralisasi kalsium. Gangguan mineralisasi tulang
menyebaban abnormalitas ditulang spons dan tulang padat. Osteoid (bagian matriks yang
lunak dan tidak terkalsifikasi) terus menghasilkan terapi tidak mineralisasi. Penumpukan
abnormal tulang demineralisasi menyebabkan deformitas besar pada tulang panjang, spina,
panggul, dan tengkorak, menyebabkan tulang lunak dan tidak mampu menyangga beban dan
menekan atau membebani gerakan tubuh.
Jika penyebabnya kekurangan vitamin D, maka dapat disuntikkan vitamin D 200.000 IU per
minggu selama 4-6 minggu, yang kemudian dilanjutkan dengan 1600 IU setiap hari atau
200.000 IU setiap 4-6 bulan. Jika terjadi kekurangan fosfat (hipofosfatemia), maka dapat
diobati dengan mengkonsumsi 1,25 dihydroxy vitamin D.
2.7. Komplikasi
KONSEP ASKEP
3.1 Pengkajian
Riwayat kesehatan meliputi infomasi tentang aktivitas hidup sehari-hari,pola ambulasi, alat bantu
yang digunakan (misalnya kursi roda,tongkat, walker), dan nyeri (jika ada nyei tetapkan lokasi,derajat
nyeri,lama, faktor yang memperberat dan fakto pencetus) kram atau kelemahan.
Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis,teliti dan terarah. Data yang dikumpulkan meliputi data
subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
diasnotik.
Anamnesis
1. Data demografi : data ini meliputi nama,usia, jenis kelamin, tempat tinggal orang yang dekat
dengan klien.
2. Riwayat perkembangan : data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan pada
neonatus,bayi,prasekolah,remaja,dewasa,tua.
3. Riwayat sosial : data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Sseorang yang terpapar terus-
menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaan status kesehatan dapat dipengaruhi.
4. Riwayat penyakit keturunan : riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk menentukan
hubungan genetik yang perlu diidentifikasi misalnya (penyakit diabetes melitus yang
merupakan predisposisi penyakit sendi degeneratif,TBC,artritis,riketsia,osteomielitis dll).
5. Riwayat diet : identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini dapat
mengakibatkan stes pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadi instabilitas
ligamen,khsu pada punggung bagian bawah, kurangnya asupan kalsium dapat menimbulkan
fraktur karena adanya delkasifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari dan konsumsi
vitamin A,D, kalsium, serta protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi
muskuloskeletal.
6. Aktivitas kegiatan sehari-hari : identifikasi pkerjaan pasien dan aktivitas sehari-hari.
Kebiasaan membawah benda-benda berat yang dapat menimbulkan regangan otot dan
trauma lainya. Kurangnya melakukan aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur
atau trauma dapt timbul pada olahraga sepak bola dan hoki, sedangkan nyeri sendi tengan
dapat timbul akibat olahraga tenis. Pemakaian hak sepatu yang terlalu tinggi dapat
menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi dislokasi. Perlu di kaji pula
aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi apakah ada nyeri pada sendi, apakah menggunakan
alat bantu (kursi roda,tongkat ataupun walker).
7. Riwayat ksehatan masa lalu : data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang
adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap muskulokeletal, misalnya riwayat trauma
atau kerusakan tulang rawan, riwaya artritis osteomielitis.
8. Riwayar kesehatan sekarang : sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat trauma. Hal-
hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau berlahan. Timbulnya untuk
pertamakalinya atau berulang. Perlu ditanyakan pula tentang ada tidak gangguan pada sistem
lainnya kaji klien untuk mengungkapkan alasan klien emeriksa diri atau mengunjungi
fasilitas kesehatan, keluhan utama pasien dan ganngguan muskuloskeletal meliputi :
1) Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh
darah,sendi,fasia atau periosteum. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan
tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan
dengan fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi
aktivitas atau gerakan. Nyeri saat bergerak merupakan satu tanda masalah
persendian. Degenerasi panggul menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada
sendi tersebut. Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah
berjalan. Nyeri pada osteoartritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan
kapan nyeri makin meningkat pada pagi atau malam hari. Inflamasi pada bursa dan
tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan apakah nyeri hilang saat
istirahat. Apakah nyeri bisa diatasi dengan obat tersebut.
2) Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya
kekakuan tersebut dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberapa kondisi seperti
spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa kali sehari. Pada penyakit
degenerasi sendi sering terjadi kekakuan yang meningkat pada pagi setelah bangun
tidur (inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan suhu dan aktivitas. Suhu dingin
dan kurang aktivitas biasanya meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya
menurunkan spasmen otot.
3) Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai dengan
nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera pada otot. Penyakit
degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada awal serangan, tetepi
muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan istirahat dan meninggikan
bagian tubuh,ada yang dipasang gips. Identifikasi apakah ada padas atau kemerahan
karen tanda tersebut menunjukan adanya inflamasi,infeksi atau cedera.
4) Derformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba atau
bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin memburuk
dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu makin memburuk. Apakah klien
menggunakan alat bantu (kruk,tongkat dll).
5) Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh
tertentu. Apakah menurutnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri.
Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat bengkak,tumor atau fraktur
dapat menyebabkan menurunnya sensasi.
Pemeriksaan fisik
1. Adanya derformitas dan ketidak sejajaran yang dapat disebabkan oleh penyakit sendi
2. Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor tulang
3. Pendekatan eksteremitas, aputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar dengan anatomis
4. Angulasi abnormal pada tulang panjang. Gerakan pada titik buka sendi teraba krepitus pada
titik gerakan abnormal. Manunjukan adanya patah tulang
2. Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada). Sering terjadi pada lansia dengan
osteoporosis atau penyakit neuromuskular.
3. Lordosis (membbek, kurvantura tulang bagian pinggang yang berlebihan lordosis biasa di
temukan pada wanita hamil
Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepaskan untuk melihat seluruh
punggung,bkng dan tungkai. Pemeriksaan kurvantura tulang belakang dan kesimetrisan batang tubuh
dilakukan dari pandangan anterior,posterior,dan lateral. Dengan berdiri dibelakang pasien,perhatikan
setiab perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris. Kesimetrisan
bahu,pinggul dan kelurusan tulang belakang diperiksa pada posisi pasien berdiri tegak dan
membungkuk ke depan.
Pengkajian sistem persendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi baik aktif maupun
pasif,deformitas ,stabilitas dan adanya benjolan. Pemeriksaan sendi menggunakan alat goniometer.
Yaitu busur derajat yang yang dirancang khusus untuk evakuasi gerak sendi.
1. Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas grakan ini dianggap
terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh deformitas skeletal, patologi sendi,
kontraktur otot dan tendon sekitar.
2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus dipaksa adanya kelebihan cairan
dalam kapsulnya (efusi) pembengkakan dan inflamasi. Tempat yang sering terjadi efusi
adalah pada lutut.
Palapasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi informasi mengenai inegritas
sendi. Suara gemeletuk dapat menunjukan adanya ligamen yang tergelncir di antara tonjolan tulang.
Adanya krepitus karena permukaan sendi yang tidak rata di temukan pada pasien artritis. Jaringan
sekitar sendi terdapat benjolan yang khas di temukan pada pasien :
Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat artrofi otot di proksimal dan distal sendi sering terlihat
pada artritis reumatoid sendi lutut.
Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah pasisi, kekuatan dan koordianasi
otot,serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot menunjukkan berbagai kondisi
seperti polineuropati,gangguan elektrolit,miastenia grafis,poliomielitis dan distrofi otot.
Palpasi otot dilakukan ketika ekstremitasi rileks dan di gerakkan secara pasif. Perawat akan
merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat dapat diukur dengan minta pasien menggerakkan
ekstremitasdengan atau tanpa tahanan. Musalnya, otot bisep yang diuji dengan meminta klien
mluruskan dengan sepenuhnya kemudian fleksikan lengan melawan tahanan yang diberikan oleh
perawat. Tonis otot (konteksi ritmk otot)dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki dengan dorso-
fleksi kaki mendadak dan kuat,dan tangan dengan ekstensi pergelangan tangan.
Lingkaran ekstremitas harus diukur untuk membantu pertambhan ukuran akibat edema atau
perdarahan, penurunan akibat atrofi dan dibandingkan ekstremitas yang sehat. Pengukuran otot
dilakukan di lingkaran terbesar ektremitas pada lokasi yang sama, pada posisi yang sama dan otot
dalam keadaan istirahat.
3.3 Intervensi
KASUS
Contoh kasus :
Tn. M usia 48 tahun, masuk Rumah Sakit dengan keluhan utama nyeri tulang. Pasien
mengatakan pinggangnya nyeri yang dirasakan saat berjalan dan nyeri berkurang jika pasien
istirahat, nyeri dirasakan seperti tertekan benda berat dengan skala nyeri 8/10 dan mudah
lelah. Pasien mengatakan sebulan yang lalu pasien mengaku sudah pernah mengalami nyeri
tulang pinggang. Sampai dia izin kerja selama 2 hari di pabriknya. Pasien mengaku setelah
membeli obat setelan di toko terdekat dan beristirahat selama 2 hari sudah sembuh. Namun
beberapa hari setelah itu pasien mengaku mudah lelah, nafsu makan menurun, semakin kurus,
dan pasien merasakan tidak sekuat sebelumnya dan jika aktifitasnya berat pinggangnya nyeri
lagi. Keadaan seperti itu terus berulang sampai kemarin pasien merasa sudah tidak kuat
menahan nyeri pinggang dan akhirnya pada tanggal 18 mei 2015 pasien masuk rumah sakit.
Pemeriksaan Head to Toe didapati hasil, TTV : Tekanan Darah : 160/100 mmHg, Nadi :
110x/mnt, RR : 20 x/mnt, Suhu : 36,8 C, BB : 50 kg, TB : 165 cm. Cara berjalan seperti
bebek atau pincang.
4.1 Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Klien meliputi :
Nama : Tn. M
Umur : 48 tahun
Berat Badan : 50 kg
Tinggi badan : 165 cm
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : karyawan swasta
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Masuk RSU : 18 Mei 2015
Penanggung jawab : Istri Tn x
2) Keadaan Umum
- Kesadaran : Compos Mentis
3) Sistem Pencernaan
Mulut : kotor
Mukosa : kering
Tenggorokan : -
Abdomen : kembung
Peristaltik : 3 x/menit
BAB : 2 hari sekali
Nafsu makan : Menurun
Porsi makan : tidak habis
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboraturium
a. Darah lengkap
Leukosit : - ( N : 3.500 - 10.000 L )
Eritrosit : - ( N : 1,2 juta - 1,5 juta )
Trombosit : - ( N : 150.000 - 350.000/ L )
Hemoglobin : - ( N : 11,0 - 16,3 gr / dl )
Hematrokit : - ( N : 35,0 - 50 gr / dl )
3. Ds : Osteomalasia Hambatan
Pasien mobilitas fisik
mengatakan Perlunakan kerangka
mudah lelah tubuh
Pasien
mengatakan Berat badan dan tarikan
tidak sekuat tubuh
sebelumnya
Do: Tulang melengkung
Pasien berjalan
seperti bebek Resiko fraktur meningkat
atau pincang
Pasien tidak Hambatan mobilitas
bersemangat fisik
Gerakan pasien
terbatas
kekuatan otot : 5
544
4.4 Diagnosa Keperawatan
No
Data Tujuan Intervensi Rasional
.
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Mengetahui
dengan agens cedera tindakan keperawatan 2. Melakukan keadaan umum
biologis. Ditandai selama 3x24 jam pengkajian nyeri pasien
dengan : diharapkan masalah secara
Ds : nyeri akut teratasi komperhensif 2. Untuk membantu
Pasien Dengan Kriteria Hasil meliputi : lokasi, mengalihkan
mengatakan nyeri : karakteristik, pasien agar tidak
pada pinggang Ds: durasi, frekuensi, terfokus pada
seperti tertekan Pasien mengatakan kualitas dan faktor nyeri
benda berat. tidak lagi presipitasi
Pasien merasakan nyeri 3. Rencanakan 3. Berikan
mengatakan nyeri pada pinggang aktivitas untuk kesempatan pada
saat Pasien mendistraksi otot-otot untuk
bergerak/aktifitas mengatakan tidak pasien, seperti relaksasi
dan berkurang lagi merasa nyeri membaca,
saat istirahat. saat bergerak menonton televisi, 4. Membantu
Do : Do : dan kunjungan menurunkan
Pengkajian nyeri : P : Pasien keluarga nyeri serta
P : Terasa nyeri saat mengatakan tidak meningkatkan
berjalan dan nyeri lagi merasakan 4. Posisikan pasien istirahat
berkurang jika nyeri saat berjalan senyaman mungkin
istirahat. Q : Nyeri tidak sesuai keinginan
Q : Seperti tertekan lagi terasa seperti pasien
benda berat. tertekan benda
R : Pada pinggang berat 5. Kolaborasi
S : 8 (1-10) R : Tidak ada pemberian obat
T: Pada saat Nyeri pada bagian analgesik sesuai
beraktivitas. pinggang kebutuhan
Wajah meringis S : 2 (1-10)
TTV : T : Nyeri tidak lagi
TD : 160/100 mmHg dirasakan saat
N : 110x/mnt beraktivitas
RR : 20 x/mnt Wajah tampak
Suhu : 36,8 C rileks
5. Kolaborasi pemberian
obat analgesik sesuai
kebutuhan
2. Ketidakseimbangan nutrisi : 1. Mengobservasi TTV S : pasien mengatakan nafsu
kurang dari kebutuhan tubuh
Hasil : Hasil : TTV makan mulai meningkat
berhubungan dengan faktor TD : 140/80 mmHg
biologis. N : 100x/m O:
Ditandai dengan : SB : 36,8oC - Turgor kulit baik
Ds: RR : 20x/m - Klien menghabiskan setiap
Pasien mengatakan nafsu 2. Menjelaskan manfaat porsi yang diberikan
makannya menurun. makan bila dihubungkan - TTV
Pasien mengatakan semakin dengan kondisi pasien saat TD : 140/80 mmHg
kurus ini N : 100x/m
Do: Hasil : pasien dapat SB : 36,8 oC
Porsi makan tidak habis menerima penjelasan RR : 20x/m
BB 50 kg dengan baik - BB pasien meningkat dari
Kulit kering 3. Memberikan makanan 50kg menjadi 52kg
kulit jelek dalam keadaan hangat,
TTV : dalam porsi sedikit tapi A : masalah keperawatan
TD : 160/100 mmHg sering ketiddakseimbangan nutrisi
N : 110x/mnt Hasil : kurang dari kebutuhan tubuh
RR : 20 x/mnt 4. Melakukan dan belum teratasi
Suhu : 36,8 C mengajarkan perawatan
mulut sebelum dan P : intervensi 1, 3, 4, 6, 7, 8
sesudah makan - Observasi TTV
Hasil : membran mukosa - Berikan makanan dalam
pasien terlihat bersih keadaan hangat, dalam porsi
sebelum dan sesudah sedikit tapi sering
makan - Lakukan dan ajarkan
5. Menganjurkan pasien perawatan mulut sebelum dan
makanan yang disediakan sesudah makan
Rumah Sakit - Anjurkan pasien untuk
Hasil : Pasien melakukan mneghindari makanan yang
seperti yang dianjurkan mengandung garam
6. Menganjurkan pasien - Timbang BB pasien setiap
untuk mneghindari hari
makanan yang - Kolaborasi dengan ahli gizi
mengandung garam untuk pemenuhan nutrisi diet
Hasil : Pasien melakukan dan pemberian vitamin
seperti yang dianjurkan
7. Menimbang BB pasien
setiap hari
8. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk pemenuhan
nutrisi diet dan pemberian
vitamin
3. Hambatan mobilitas fisik 1. Melakukan latihan ROM S : pasien mengatakan badannya
berhubungan dengan intoleransi untuk sendi jika tidak terasa lebih kuat dari
aktivitas merupakan kontraindikasi, sebelumnya
Ditandai dengan : minimal satu kali setiap
Ds : pergantian tugas jaga. O :
Pasien mengatakan Tingkatkan dari pasif ke - wajah pasien nampak rileks
mudah lelah aktif sesuai toleransi. dan segar
Pasien mengatakan 2. Mengidentifikasi tingkat - pergerakan pasien terlihat
tidak sekuat fungsional dengan lebih baik
sebelumnya menggunakan skala
Do: mobilitas fungsional . A : masalah keperawatan
Pasien berjalan 3. Memberikan mobilisasi hambatan mobilitas fisik teratasi
seperti bebek atau progresif untuk
pincang keterbatasan kondisi P : intervensi dihentikan
Pasien tidak pasien
bersemangat 4. Mengajarkan pasien dan
Gerakan pasien anggota keluarga atau
terbatas teman tentang latihan
Kekuatan otot : 5 5 4 ROM, pemindahan,
4 inspeksi kulit, dan
program mobilitas
5. Rujuk ke ahli terapi fisik
untuk pengembangan
program mobilitas
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lawler W,dkk. Buku pintar Patologi untuk kedokteran gig. Jakarta : ECG (halaman 177) oleh
Jurnal Mulyana Ardi (20 juli 2016) (Farmakologi penerbit ECG halaman 568)