You are on page 1of 14

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN RBD

1.1 Konsep Dasar Bunuh Diri


Faktor yang mempengaruhi bunuh diri menurut psikolog dari benefit Strategic HRD
Hj. Rooswita mengatakan, depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi timbul, karena
terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada puncaknya
memicu keinginan bunuh diri.
1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri hidupnya. (Keliat, 2009, hal. 180).
Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku
bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri. (Clinton, 1995, hal. 262).
Bunuh diri secara tradisional dipahami sebagai kegiatan mengakhiri kehidupan.
Bantuan dalam melakukan bunuh diri sangat berarti. Misalnya menyediakan obat atau
senjata. Tersedia untuk pasien sesuai dengan tujuan pasien. Pasien yang secara fisik
mampu, akan melakukan kegiatan utuk mengakhiri hidupnya sendiri. (Taylor, 1997, hal
790).
2. Tahapan pada bunuh diri
Menurut Keliat, 2009, hal. 180, Tahapan bunuh diri terdapat tiga macam perilaku
bunuh diri, yakni sebagai berikut;
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan, tolong jaga anak-anak saya karena saya
akan pergi jauh! atau segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri
hidupnya. tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien
umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah, sedih, marah, putus asa,
atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri
yang menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk
mati disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh
diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan diri. Walaupun dalam kondisi ini pasien
belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan
sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat yang tinggi.
3. Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
4. Intensitas Bunuh diri
Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1997, dikutip oleh
shivers, 1998,hal 475). Mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut SIRS (Suicidal
Intertion Rating Scale). , intensitas bunuh diri dengan skor 0-4 dijelaskan pada tabel
(Suicidal Intertion Rating Scale).
Skor Intensitas

0 Tidak ada ide bunuh diri yang lalu atau sekarang

1 Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam
bunuh diri
2
Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
3
Mengancam bunuh diri, misalnya : Tinggalkan saya sendiri atau saya
4 bunuh diri.

Aktif mencoba bunuh diri


5. Jenis bunuh diri
Menurut Yosep, 2010, hal 139, ada beberapa jenis jenis dari bunuh diri yaitu ;
a. Anomik
Bunuh diri yang diakibatkan factor stress dan juga akibat tekanan ekonomi. Factor
lingkungan yang penuh tekanan (stress full) seperti saat ini, tampaknya berperan
dalam mendorong orang untuk bunuh diri. Kemungkinan terjadinya bunuh diri
anomik ini tidak bisa diprediksikan.
b. Altruistic
Bunuh diri altruistic berkaitan dengan kehormatan seseorang, kemungkinan bunuh
diri bisa timbul karena gagal dalam melakukan suatu pekerjaan, ataupun karena
kejadian-kejadian lain yang berpengaruh pada kehormatan seseorang.
c. Egoistic
Jenis egoistic ini kecenderungannya semakin meningkat walaupun termasuk jenis
yang mudah di prediksi, perkiraan tersebut bisa dikenali dari cirri kepribadian serta
respon seseorang terhadap kegagalan. Orang ini umumnya suka meminta perhatian
untuk eksistensi dirinya dan sangat tergantung pada orang lain.
6. Respons protektif-diri dan perilaku bunuh diri
Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah kepada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung atau
tidak langsung. Perilaku destruktif-diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh
diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang
diinginkan. Lama perilaku berjangka pendek. (stuart,2006, hal 226)
Perilaku destruktif-diri tidak langsung meliputi setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian. Individu tersebut tidak
menyadari tentang potensial terjadi kematian akibat perilakunya dan biasanya akan
menyangkal apabila dikonfrontasi. Durasi perilaku ini biasanya lebih lama daripada
perilaku bunuh diri.
Rentang respons protektif-diri mempunyai peningkatan diri sebagai respons
paling adaptif, sedangkan perilaku destruktif-diri tidak langsung, pencederaan diri dan
bunuh diri merupakan respons mal adaptif. (Stuart, 2006, hal 227)
7. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart, 2006, hal. 228, lima domain faktor predisposisi yang menunjang
pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang siklus kehidupan adalah :
a. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
mengalami gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang membuat individu beresiko
untuk bunuh diri yaitu gangguan alam perasaan, penyyalah gunaan zat, dan
skizofrenia
b. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan risiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, implusif, dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini dan
berkurangnya dukungan sosisal merupakan faktor penting yang berhubungan dengan
bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keuarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting
untuk perilaku destruktif diri.
e. Faktor biokimia
Data menunjukan bahwa proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat
menimbulkan perilakuu destruktif diri. (Stuart, 2006, hal 228)
8. Stresor pencetus
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan dialami
individu. Pencetusnya seringkali berupakejadian kehidupn yang memalukan, seperti
masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan atau ancaman
pengurungan. Selain itu, dengan mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan
bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga dapat membuat individu
semkin rentan untuk melakukan perilaku destruktif-diri. (Stuart, 2006, hal 229)
9. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tingkat yang
bermakna. Oleh karena itu, perawat harus mengkaji faktor risiko bunuh diri yang
diketahui pada setiap individu dan menentukan makna setiap elemen ini terhadap
potensial perilaku bunuh diri. (Stuart, 2006, hal 229)
10. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif diri. Seringkali pasien ini secara sadar
memilih untuk bunuh diri. Kualitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas
hidup. Dilemma etis mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien untuk
berperilaku merusak diri. Tidak mudah untuk menjawab bagaimana mengatasi konflik
ini. Perawat harus menjawabnya sesuai dengan system keyakinannya sendiri. (Stuart,
2006, hal 230)
11. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah segala usaha yang diarahkan untuk menanggulangi
stress. Usaha ini dapat berorientasi pada tugas dan meliputi usaha pemecahan masalah
langsung. Dari sudut kedokteran dapat dikemukakan bahwa setidak-tidaknya orang yang
hendak melakukan bunuh diri egoistic atau anomik berada dalam keadan patologis.
Mereka semua mengalami gangguan fungsi mental yang bervariasi dari yang ringan
sampai yang berat.
Menurut Stuart, 2006, hal.230, mekanisme pertahanan ego yang berhubungan
dengan perilaku destruktif diri tidak langsung adalah :
1) Penyangkalan, mekanisme koping yang paling menonjol
2) Rasionalisme
3) Intelektualisasi
4) Regres
12. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan
darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan
terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan
urgensi suatu tindakan medis. Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial
tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan
bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat
dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan
gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga
gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro
konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI


1. Pengkajian
Asuhan keperawatan tingkah laku bunuh diri difokuskan pada pencegahan bunuh
diri. Pencegahan dapat dicapai karena semua individu ambivalen terhadap hidup dan tidak
ada seratus persen ingin mati. Pengkajian tingkah laku bunuh diri termasuk aplikasi
observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik, rencana
yang spesifik. (Krisanty dkk,2009, hal. 293)
a. Peran Perawat dalam Prilaku Mencederai Diri
1) Lingkungan dan upaya bunuh diri : perawat perlu mengkaji peristiwa yang
menghina atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan,
memberikan benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
2) Gejala : perawat mencatat adanya keputusan, celaan terhadap diri sendiri,
perasaan gagal dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi gelisah,
insomnia menetap, berat badan menurun, bicara lamban, keletihan, withdrawl.
3) Penyakit psikiatrik : upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan efektif, zat adiktif,
depresi remaja, gangguan mental lansia.
4) Riwayat psikpsosial : bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress
multiple (pindah, kehilangan, putus hubungan, masalah sekolah, krisis
disiplin),penyakit kronik.
5) Faktor kepribadian : impulsif, agresif, bermusuhan, kognisi negatif dan kaku,
putus asa, harga diri rendah, antisosial.
6) Riwayat keluarga : riwayat bunuh diri, gangguan efektif, alkoholisme.

b. Perilaku
1) Perilaku ketidakpatuhan
Individu sadar alasan tidak patuh, merupakan tindakan yang merugikan diri
sendiri. Telah diperkirakan bahwa sebagian dari pasien tidak patuh terhadap
rencana pengobatan kesehatan mereka. Perilaku yang berkaitan dengan
ketidakpatuhan terhadap pengobatan ditunjukkan dengan meremehkan keseriusan
terhadap masalah, adanya penyakit kronik yang ditandai dengan periode
asimtomatik, mencari muzizat penyakitnya, sering berganti petugas kesehatan
dann rasa bersalah yang mengganggu asuhan keperawatan.
2) Perilaku mencederai diri
Istilah lainnya self abuse, self-directed aggression, self-ham, self-inflicted injury,
self mutilation. Mencederai diri adalah suatu tindakan membahayakan diri sendiri
yang dilakukan dengan sengaja, tanpa bantuan orang lain. Bentuk mencederai diri
termasuk memotong atau membakar kulit, membenturkan kepala, mengkorek-
korek luka dan menggigit jari. Perilaku ini sering ditunjukkan pada klien retardasi
mental, psikotik dan gangguan kepribadian.
3) Perilaku bunuh diri
Semua bentuk perilaku bunuh diri baik ancaman, usaha atau perilaku bunuh diri
harus ditanggapi secara serius apapun tujuannya. Namun perhatian lebih
ditujukan ketika seseorang merencanakan atau mencoba dengan cara yang paling
mematikan seperti menembak diri, memotong urat nadi, menabrakkan diri ke
kendaraan dan atau terjun dari ketinggian. Cara yang kurang mematikan seperti
minum racun serangga dan menggantungkan diri, memberikan waktu untuk
mendapatkan pertolongan saat tindakan bunuh diri telah dilakukan. Berdasarkan
besar kemungkinan individu melakukan bunuh diri, maka bunuh diri di bagi 3
yaitu :
a) Ancaman bunuh diri (suicide threats) Merupakan peringatan verbal atau non
verbal bahwa seseorang tersebut mempertimbangkan bunuh diri. Individu
akan mengatakan bahwa hidupnya tidak akan lama lagi atau mungkin
menunjukkan respon non verbal dengan memberikan barang-barang yang
dimilikinya. Misalkan dengan mengatakan tolong jaga anakku karena saya
akan pergi jauh atau segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya. Perilaku ini
harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat ini. Ancaman
menunjukkan ambivalensi tentang kematian.
b) Percobaan bunuh diri (suicide attempts) Klien sudah melakukan percobaan
bunuh diri. Semua tindakan yang dilakukan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu dan dapat menyebabkan kematian, jika tidak
dilakukan pertolongan segera. Pada kondisi ini klien aktif mencoba bunuh diri
dengan berbagai cara seperti gantung diri, minum racun, memotong urat nadi
atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
c) Completed suicide. Terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar
mati mungkin akan mati, jika tidak ditemukan pada waktunya.
c. Faktor Prediposisi
Beberapa faktor prediposisi perilaku bunuh diri meliputi :
a. Diagnosa medis; gangguan jiwa
Diagnosa medis gangguan jiwa yang beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan
afektif, penyalahgunaan zat dan schizophrenia. Lebih dari90% orang dewasa
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa.
b. Sifat kepribadian
Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko bunuh diri yaitu suka bermusuhan,
impulsif, kepribadian anti sosial dan depresif.
c. Lingkungan psikososial
Individu yang mengalami kehilangan dengan proses berduka yang
berkepanjangan akibat perpisahan dan bercerai, kehilangan barang dan
kehilangan dukungan sosial merupakan faktor penting yang mempengaruhi
individu untuk melakukan tindakan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga
Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan konflik yang terjadi dalam
keluarga merupakan faktor penting untuk melakukan bunuh diri.
d. Stressor Pencetus
Bunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan yang dialami individu. Faktor
pencetus seringkali berupa peristiwa kehidupan yang memalukan seperti masalah
hubungan interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan,
ancaman penahanan dan dapat juga pengaruh media yang menampilkan peristiwa
bunuh diri.
e. Sumber Koping
Perlu dikaji adakah dukungan masyarakat terhadap klien dalam mengatasi masalah
individu dalam memecahkan masalah seringkali membutuhkan bantuan orang lain.
f. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku merusak diri tak langsung
adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi. Seseorang yang melakukan
tindakan bunuh diri adalah indiviidu telah gagal menggunakan mekanisme pertahanan
diri sehingga bunuh diri sebagai jalan keluar menyelesaikan masalah hidupnya.
Menurut Hasson dalam buku Krisanty dkk,2009, hal. 293, hal utama yang perlu dikaji
adalah tanda dan gejala yang dapat menentukan tingkat resiko dan tingkah laku
bunuh diri.
g. Pengkajian tingkat resiko Bunuh Diri

Perilaku atau Intensitas Resiko


NO
Gejala Rendah Sedang Tinggi
1 Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panic
2 Depresi Ringan Sedang Berat
3 Isolasi- Perasaan depresi Perasaan tidak berdaya,Tidak berdaya,putus
Menarik diri yang samar, tidak putus asa, menarik diriasa, menarik diri,
menarik diri protes pada diri sendiri
4 Fungsi sehari- Umumnya baik Baik pada beberapa Tidak baik pda semua
hari pada semua aktivitas aktivitas
aktivitas
5 Sumber Beberapa Sedikit Kurang
6 Strategi Umumnya Sebagian konstruktif Sebagian besar
koping konstruktif destruktif
7 Orang dekat Beberapa Sedikit atau hanya satu Tidak ada
8 Pelayanan Tidak, sikap positif Ya, umumnya Bersikap negative
psikiatri yang memuaskan terhadap pertolongan
lalu
9 Pola Hidup Stabil Sedang Tidak stabil
10 Pemakai Tidak sering Sering Terus menerus
alcohol/obat
11 Percobaan Tidak atau yang Dari tidak sampai Dari tidak sampai
bunuh diri tidak fatal dengan cara yang agak berbagai cara yag fatal
sebelumnya fatal
12 Disorientasi Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
dan
disorganisasi
13 Bermusuhan Tidak atau sedikit Beberapa Jelas atau ada
14 Rencana Samar, kadang- Sering dipikirkan,
Bunuh diri kadang ada pikiran, kadang-kadang ad aide
tidak ada rencana untuk merencanakan

Sumber : Hatton , Valente , Rink (1977), dikutip oleh Shiver (1986;472)

h. Masalah Yang Perlu dikaji


Masalah Data yang Perlu Dikaji
Keperawatan
Risiko Bunuh Subjektif:
Diri - Mengungkapkan keinginan untuk bunuh diri.
- Mengungkapkan keinginan untuk mati.
- Mengungkapkan rasa bersalah atau keputusasaan.
- Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
- Berbicara btentang kematian, menanyakan dosis obat yang
mematikan.
- Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
- Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
Objektif:
- Impulsif
- Menunjukkan Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya
menjadi sangat patuh).
- Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan
alkohol).
- Adanya penyakit fisik (kronis atau terminal).
- Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
- Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
- Status perkawinan tidak harmonis (mengalami kegagalan dalam
perkawinan).

4) Diagnosa Keperawatan
Menurut Yosef, 2010, 277, diagnosa keperawatan yang dapat diangkat dengan pasien resiko
bunuh diri yaitu :
a. Resiko Bunuh Diri.
b. Resiko mencederai diri.
c. Resiko Perilaku Kekerasan.
d. Resiko mutilasi diri.
STRATEGI PELAKSANAAN RBD
SP 1 pasien: Melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

Orientasi
Selamat pagiB! Masih ingat dengan saya? Bagaimana perasaan B hari ini? Jadi, B
merasa tidak perlu hidup di dunia ini. Apakah B merasa ingin bunuh diri?
Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi
keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Di sini saja yah?
Kerja
Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada
benda-benda yang membahayakan B.
Nah B karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.
Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,
untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga dan teman
yang sedang besuk. Jadi, usahakan B jangan pernah sendirian.
Terminasi
Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang
telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau
masih ada perasaan atau dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain.
Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri saya akan bertemu B lagi, untuk membicarakan cara
meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan di sini saja.

SP 2 Pasien: Meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri

Orientasi
Selamat pagi B! Bagaimana perasaan B saat ini?masih adakah dorongan mengakhiri
kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu, sekarang kita akan membahas tentang rasa
syukur atas pemberian tuhan yang B masih miliki. Mau berapa lama? Di mana?
Kerja
Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi
kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan yang
bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang baik
yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan selama ini.
Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.
Terminasi
Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa di sebutkan kembali apa-apa
saja yang B patuut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal baik dalam kehidupan B
jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B! Coba B ingat-ingat lagi hal-hal
lain yang B masih miliki dan perlu disyukuri! Nanti, jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi
masalah dengan baik. Di mana tempatnya? Baiklah.
Kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi suster ya!

SP 3 Pasien: Meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien isyarat


bunuh diri

Orientasi
Selamat siang, B. Bagaimana perasaanya?Masih ada keinginan bunuh diri?Apalagi hal-
hal positif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekatang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara
mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau berapa lama? Di sini saja, ya?
Kerja
Coba ceritakan situasi yang membuat B ingin bunuh diri. Selain bunuh diri, apalagi kira-
kira jalan keluarnya. Nah, coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian masing-masing cara
tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan! Menurut B cara
yang mana? Ya, saya setuju. B bisa coba! Mari kita buat rencana kegiatan untuk masa depan.
Terminasi
Bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatsi masalah yang B
akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, B menyelesaikan masalah dengan cara yang dipilih B
tadi. Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi disini untuk membahsa pengalaman B
menggunakan cara yang dipilih.

SP 1 Keluarga: Mengajarkan keluarga tentang cara melindungi anggota keluarga beresiko bunuh
diri (isyarat bunuh diri).

Orientasi
Selamat siang Pak, Bu! bagaimana keadaan anak Bapak/Ibu?
Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara melindungi
dari bunuh diri.
Di mana kita akan diskusi?
Bagaimana kalau di ruang wawancara?Berapa lama Bapak/Ibu punya waktu untuk
diskusi?
Kerja
Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?
Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunuh diri.
Pada umumnya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukkan tanda melalui percakapan
misalnya: Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya. Apakah B pernah
mengatakanny?
Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, sebaiknya Bapak/Ibu mendengarkan
ungkapan perasaan B secara serius.
Pengawasan terhadap B ditingkatkan, jangan biarkan B sendirian di rumah atau jangan
dibiarkan mengunci diri di kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala dan gejala tersebut, dan
ditemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah dengan
meningkatkan pengawasan dan beri dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan
bahwa Bapak/Ibu sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B!
Usahakan sedikitnya 5 kali sehari bapak dan Ibu memuji B dengan tulus. Tetapi kalau
sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang lain. Jika tidak
dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan
perawatan yang lebih serius.
Setelah kembali ke rumah, Bapak/Ibu perly membantu agar B terus berobat untuk
mengatasi keinginan bunuh diri.
Terminasi
Bagaimana Pak?Bu? Ada yang mau ditayakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-cara
merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?
Ya, bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri
segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang tentang cara-
cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.
Bagaimana Bapak/Ibu setuju? Kalau demikian, sampai bertemu lagi minggu depan di sini
dan di waktu yang sama.
SP 2 keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien resiko bunuh diri/isyarat bunuh diri

Orientasi
Selamat siang Pak, Buk, sesuai janji kita minggu lalu kita sekatang ketemu lagi.
Bagaimana Pak, Bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu
lalu?
Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya Pak, Bu?
Kita akan coba di sini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?
Berapa lama Bapak dan Ibu mau kita latihan?

Kerja
Sekarang anggap saya B, coba Bapak dan Ibu praktikkan cara bicara yang benar jika B
sedang mengalami perasaan ingin mati.
Bagus, betul begitu caranya.
Sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian kepada B.
Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan positif
sesuai jadwal?
Bagus sekali, ternyata Bapak Ibu sudah mengerti cara merawat B.
Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?
(Ulangi lagu semua cara diatas langsung kepada pasien.)
Terminasi
Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah kita berlatih cara merawat B dirumah?
Setelah ini coba Bapak dan Ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali Bapak Ibu
membesuk B.
Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi Bapak/Ibu datang kembali ke sini dan kita akan
mencoba lagi cara merawat B sampai Bapak/Ibu lancar melakukannya.
Jam berapa Bapak Ibu bisa kemari?
Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya Pak, Bu.
SP 3 Keluarga: Membuat percakapan pulang bersama keluarga pasien resiko bunuh diri.

Orientasi
Selamat siang Pak, Bu, hari ini B sudah boleh pulang, sebaiknya kita membicarakan jadwal
B selama di rumah. Berapa lama kita bisa diskusi? kita bicara di sini saja ya?
Kerja
Pak, Bu, ini jadwal B selama di rumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan di
rumah?
Tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktivitas maupun aktivitas maupun jadwal minum
obatnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B
selama dirumah. Misalnya, B terus-menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak gelisah dan
tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong Bapak/Ibu segera hubungi suster H
di Puskesmas Inderapuri, Puskesmas terdekat dari rumah Bapak/Ibu, ini nomor telepon
puskesmasnya (0651) 853xxx.
Selanjutnya suster H yang akan membantu perkembangan B.
Terminasi
Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum kelar? ini jadwal kegiatan harian B untuk di bawa
pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di Puskesmas Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke
puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan
administrasinya!
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,L.J., (1995), Buku saku diagnosa keperawatan, ; EGC : Jakarta.

Dalami, E., Suliswati, Rochimah, Suryanti, K., & Lestari, W., (2009), Asuhan keperawatan
klien dengan gangguan jiwa : CV.Trans Info Medika : Jakarta

Keliat,B.A., Panjaitan, R., & Helena, N., ( 2006), Proses keperawatan kesehatan jiwa, edisi 2,
EGC: Jakarta

Keliat,B.A & Akemat ( 2010), Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, EGC: Jakarta

Yosep, I., (2007), Keperawatan jiwa, Aditama : Bandung

You might also like