You are on page 1of 8

LAPORAN PENDAHULUAN

NAPZA
I. Pengertian
Napza merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif atau
sering juga dikenal dengan istilah Narkoba yang merupakan singkatan dari
Narkotika, Psikotropika, dan Bahan berbahaya lainnya. Narkoba adalah
berupa senyawa-senyawa yang digunakan dalam dunia kesehatan dan bersifat
mempengaruhi kerja sistem otak karena obatnya bekerja pada system saraf.
Narkoba atau napza mempunyai pengaruh dari yang ringan sampai dengan
yang berat. Narkotika adalah zat atau obat, baik yang berasal dari tanaman,
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika merupakan
senyawa obat yang bekerja sentral (pada pusat dalam system saraf/ otak) dan
mampu mempengaruhi fungsi psikis/ kejiwaan. Zat adiktif adalah zat-zat atau
obat-obat yang dapat menimbulkan ketergantungan, selain ketiga jenis diatas.
Zat yang termasuk kategori ini yaitu inhalansia, nikotin, dan kafein (Handoyo,
2004).

Zat aditif ialah zat atau bahan yang apabila masuk kedalam tubuh manusia
akan mempengaruhi tubuh, terutama susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan perubahan aktivitas mental-emosional dan perilaku. Apabila
digunakan terus menerus dapat menimbulkan kecanduan.
Jenis-Jenis NAPZA
NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu:
1.1. Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis
yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau
mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang
menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus.
Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain,
morfin, amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun
1997 adalah zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).
Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:
1.1.1 Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat
dipakai sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi,
isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung
dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut
umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan
secara langsung karena terlalu berisiko. Contoh narkotika
alami yaitu seperti ganja dan daun koka.
1.1.2 Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan
proses yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan
penelitian sebagai penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya
yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstropropakasifen,
deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika sintetis dapat
menimbulkan dampak sebagai berikut:
1.1.2.1 Depresan yaitu membuat pemakai tertidur atau tidak
sadarkan diri.
1.1.2.2 Stimulan yaitu membuat pemakai bersemangat
dalam beraktivitas kerja dan merasa badan lebih
segar.
1.1.2.3 Halusinogen yaitu dapat membuat si pemakai jadi
berhalusinasi yang mengubah perasaan serta pikiran.
1.1.3 Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan
cara isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin,
morfin, kodein, dan lain-lain.
1.2 Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika
adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah:
stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena
merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah
amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine
sering disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan
stimulan lainnya adalah halusinogen yang dapat mengubah perasaan
dan pikiran sehingga perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika
seperti barbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan stimulan
yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran,
ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu
lama.
1.3 Zat Adiktif Lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan
lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai
sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi.
Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke
dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek
merusak fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999).
Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras
(minuman beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan A (kadar
ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras
golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur
malaga; dan minuman keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20%
sampai 55%) seperti brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai
0,5% dan hampir semua akan mengalami gangguan koordinasi bila
kadarnya dalam darah 0,10% (Marviana dkk. 2000). Zat adiktif lainnya
adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.

II. Tanda dan Gejala


Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga
sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan
zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat
berbeda pada jenis zat yang berbeda.
Tanda dan Gejala Intoksikasi Opiat Ganja Sedatif-Hipnotik Alkohol
amfetamine yaitu : eforia, mengantuk, bicara cadel, konstipasi, penurunan
kesadaran, mata merah, mulut kering, banyak bicara dan tertawa, nafsu
makan Meningkat, gangguan persepsi, pengendalian diri berkurang, jalan
sempoyongan, mengantuk, memperpanjang tidur, penurunan kemampuan
menilai, berkeringat, gemetar, cemas, depresi dan paranoid.
Sedangkan Tanda dan Gejala Putus Zat Opiat Ganja Sedatif-Hipnotik
Alkohol amfetamine yaitu : nyeri, mata dan hidung berair, perasaan panas
dingin, diare, gelisah, tidak bisa, tidur jarang ditemukan, cemas, tangan
gemetar, perubahan persepsi, gangguan daya ingat, tidak bisa tidur, cemas,
depresi, muka merah dan mudah marah.

III. Alasan Penyalahgunaan


Penyebab penyalahgunaan narkoba ada 2 faktor yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.
3.1 Faktor internal
3.1.1 Keluarga
Kurang perhatian dan komunikasi dari anggota keluarga akan
membuat seseorang merasa kesepian, tidak berguna, maka
seseorang akan lebih mudah merasa putus asa dan frustasi
sehingga menjadi lebih suka berteman dengan kelompok (geng)
yang terdiri dari teman-teman sebaya.
3.1.2 Ekonomi
Kesulitan mencari pekerjaan sering menimbulkan keinginan
untuk bekerja menjadi pengedar narkoba
3.1.3 Kepribadian
Kepribadian seseorang sangat berpengaruh terhadap
perilakunya. Apabila kepribadian seseorang kurang baik dan
mudah terpengaruh orang lain, maka akan lebih mudah
terjerumus kedalam jurang narkoba.
3.2 Faktor eksternal
3.2.1 Pergaulan
Teman sebaya mempunyai pengaruh yang cukup kuat untuk
menjerumuskan seseorang ke dalam lembah narkoba, biasanya
berawal dengan ikut-ikutan teman kelompoknya yang
mengkonsumsi narkoba.
3.2.2 Sosial atau Masyarakat
Faktor sosial masyarakat juga mempunyai peran penting
menjadi penyebab penyalahgunaan narkoba. Lingkungan
masyarakat yang baik, terkontrol, dan memiliki organisasi yang
baik akan dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba

IV Tahapan Penggunaan Napza


4.1 Tahap coba-coba
Pemakaian coba-coba ini dilakukan oleh seseorang yang sebelumnya
belum pernah mengkonsumsi narkoba. Biasnaya hal ini terjadi pada
remaja, yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Tentunya, ketika
pertama kali mencoba tidak langsung dengan dosis tinggi, alias dengan
dosis kecil. Namun jika hal ini dibiarkan maka akan sangat erbahaya,
karena bisa berefek pada ketergantungan.
4.2 Pola pemakaian sosial
Pola pemakaian narkoba untuk pergaulan. Biasanya ini terjadi karena
ingin diakui atau diterima kelompoknya. Mula-mula narkoba didapatkan
secara gratis atau dibeli dengan harga murah, namun lama-kelamaan
sipenderita sudah mulai ketergantungan, tentunya harga akan naik
berlipat-lipat.
4.3 Pola pemakaian situasional
Pola pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau stress.
Pemakaian narkoba ini dianggap sebagai cara untuk mengatasi masalah.
Pada tahap ini pemakai berusaha memperolah narkoba secara aktif.
4.4 Pola habituasi (kehabisan)
Pola ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering),
disebut juga penyalahgunaan narkoba. Terjadi perubahan pada faal tubu
dan gaya hidup. Teman lama berganti dengan teman pecandu. Ia menjadi
sensitif, mudah tersinggung, pemarah, dan sulit tidur atau berkosentrasi.
Sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-
citanya semula hilang. Kalau sekolah sering membolos dan prestasi
sekolahnya menjadi merosot. Lebih suka menyendiri daripada berkumpul
bersama keluarga
4.5 Pola ketergantungan
Ini adalah tingkatan yang sangat berbahaya. Si pemakai akan selalu
berupaya memperoleh narkoba dengan cara apapun tidak peduli cara
yang digunkannya itu baik atau buruk. Berbohong, menipu, mencuri, dan
tindakan kriminal lainnya bisa saja ia lakukan, asal ia bisa mendapatkan
obat terlarang itu. Pengguna sudah tidak dapat lagi mengontrol
penggunaan narkoba. Narkoba telah menjadi pusat kehidupannya.
Hubungan dengan keluarga, teman-temannya menjadi rusak berantakan.
.
V. Penanganan Masalah Napza
Penanganan atau penganggulangan masalah napza dilakukan mulai dari
pencegahan, pengobatan sampai pemulihan.
5.1 Pencegahan, yaitu:
5.1.1 Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang napza
5.1.2 Deteksi dini perubahan perilaku
5.1.3 Menolak tegas untuk mencoba (say no to drug) atau katakan
tidak pada narkoba.
5.2 Pengobatan
Terapi pengobatan bagi pasien napza, misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala
putus zat, dengan dua cara yaitu:
5.2.1 Detoksifikasi tanpa subsitusi
Pesien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti
menggunakan zat yang mengalami gejala putus zat tidak diberi
obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Pasien
hanya dibiarkan saja sampai gejala zat tersebut berhenti sendiri.
5.2.2 Detoksifikasi dengan subtitusi
Putau atau heroin dapat disubtitusi dengan memberikan jenis
opiate misalnya kodein, bufremorfin dan matadon. Detoksifikasi
hanya untuk membantu menghilangkan ketergantungan fisik dan
bukan psikologis, oleh sebab itu dilanjutkan upaya pemulihan.
5.3 Pemulihan
Pemulihan adalah upaya meningkatkan motivasi pasien untuk berhenti,
mengontrol keinginan pakai lagi, memperbaiki cara menyelesaikan
masalah dan merubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Waktu pemulihan
jangka pendek dapat dilakukan selama 3 bulan dan jangka panjangnya 2
tahun atau seumur hidup.
Macam-macam bentuk pemulihan:
5.3.1 Terapi keagamaan yaitu terapi yang dilakukan oleh mesyarakat
dengan pendekatan agama
5.3.2 Terapi psikososial, misalnya konseling, psikoterapi, terapi
kognitif dan prilaku, terapi kelompok, terapi keluarga dan terapi
lingkungan.
5.3.3 Terapi komunitas yaitu terapi yang dilakukan oleh sekelompok
konselor yang berhasil dari pecandu yang sudah berhenti
menggunakan putau atau heroin. Program terapi didalamnya
diterapkan terapi 12 langkah.

VI. Daftar Pustaka


1. Handoyo, I.L. 2004. Narkoba perlukah mengenalnya. Yogyakarta: PT. Pakar
Raya.
2 Hawari, Dadang. 2003. Penyelahgunaan dan ketergantungan NAPZA. FKUI:
Jakarta.
2. Joewana, Satya. 2003. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan
Zat Psikoaktif. EGC: Jakarta.
2. Keliat, A. Budi., Akemat., Subu. A. 2006. MODUL IC CMHN Manajeman
Kasus Gangguan Jiwa Dalam Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. World Health
Organization Indonesia.

Banjarmasin, 06 Mei 2017


Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

() (.)

You might also like