You are on page 1of 8

Tinjauan Pustaka

PERANAN ARTROSKOPI DI BIDANG RHEUMATOLOGI

Narakusuma Wirawan, Gede Kambayana


Divisi Rheumatologi Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
RSUP Sanglah Denpasar.

Pendahuluan
Dalam Rheumatologi, seperti halnya bagian subspesialis lain seperti
kardiologi dan gastroenterology, memiliki kopetensi prosedural diagnostik dan
terapeutik yang bersifat invasif. Prosedur itu meliputi injeksi obat-obatan
intraartikular, aspirasi cairan sendi untuk diagnostik, biopsi sinovium dan biopsi
otot. Intervensi terbaru yang bisa dikerjakan oleh seorang rheumatologis adalah
tindakan Artroskopi. Prosedur artroskopi adalah suatu prosedur menggunakan
sebuah kamera (scope) yang diinsersi ke dalam kavum sendi untuk visualisasi
langsung . Tindakan ini sebelumnya biasa dikerjakan oleh bedah ortopedi untuk
keperluan operasi. Namun dalam 1 dekade terakhir tindakan ini mulai bisa
dikerjakan rheumatologis. Tindakan arthroskopi yang dilakukan oleh
rheumatologis disebut medikal arthroskopi. Perbedaannya adalah pada medikal
artroskopi penggunaannya adalah sebatas untuk diagnostik sementara pada
surgikal artroskopi digunakan untuk repair ligamen atau tindakan intervensi lain.

Sejarah Artroskopi
Pada 1877, seorang dokter berkebangsaan jerman, Max Nitze
menggunakan sitoskopi yang menggunakan loop platinum untuk melihat bagian
dalam kandung kemih. Kemuadian teknologi endoskopi ini berkembang sehingga
pada 1912, dr Severdin Nordenthof menggunakan endoskopi untuk melihat ke
dalam cavum sendi lutut. Dr Kenji Takagi pada 1918 mengemukaan bahwa alat
yang digunakan saat itu (endoskopi) terlalu besar sehingga dimodifikasi sesuai
dengan ukuran sendi, Tahun 1921, dr eugene beucher menyempurnakan ukuran
tersebut hingga lahirlah istilah atroskopi. Sejak 1921 artroskopi mulai rutin
digunakan sebagai alat diagnostik dan terapeutik.

1
2

Artroskopi untuk Rheumatologist : Artroskopi Medis


Telah banyak teori yang membuktikan bahwa sinovium merupakan site primer
patologi dan manifestasi utama dari segala jenis artritis. Sehingga seorang
rheumatologist perlu mengetahui, mengnspeksi dan mengambil tindakan biopsi
terhadap jaringan sinovium. Artroskopi memberikan gambaran nyata visualisasi
sinovium dan sampling target jaringan abnormal secara makroskopis untuk
pemeriksaan patologis. Namun rheumatologist yang bisa mengerjakan tindakan
ini sangant sedikit karena kebanyakan program pendidikan rheumatologist tidak
memasukkan tindakan artroskopi di kurikulum. Survey internasional terhadap
rheumatologist di seluruh dunia, sudah ada 36 center (24 eropa, 10 di amerika dan
2 di australia) yang bisa mengerjakan artroskopi medis. Pada survey ini juga
didapatkan sendi lutut merupakan sendi paling sering yang dilakukan tindakan
artroskopi, diikuti pergelangan tangan, metacarpophalangeal, engkel, bahu dan
sendi siku. Komplikasi yang dilaporkan minimal dengan jumlah yang hampir
sama pada ortopedi literatur.

Indikasi dan keuntungan medical artroskopi


Artroskopi pada bidang rheumatologis memiliki indikasi dan benefit yang
ditampilakan pada tabel 1. Tujuan utama artroskopi oleh rheumatologist adalah
untuk penegakan diagnostik. Indikasinya terutama pada kasus yang secara klinis
tidak bisa mendapatkan kesimpulan diagnostik, misalnya pada psoriatik artritis,
pada kasus pembengkakan sendi pada pasien yang seudah mendapatkan terapi
antiinflamasi, atau pada kasus monoartritis, yang belum bisa ditegakkan setelah
pada anamnesis dan pemeriksaan penunjang tidak mengarahkan ke suatu kelainan
sendi teretentu. Atau secara ringkas artroskopi dapat memberikan korelasi
gambaran visualisasi makroskopis terhadap gejala dan tanda yang dialami pasien
disertai kemampuan untuk mengambil histologi jaringan sinovium. Adanya
artroskopi juga meningkatkan kualitas sampling jaringan sinovium dan bisa
menargetkan lokasi sinovium yang lebih tebal dibandingkan diambil secara blind.
Artroskopi juga memungkinkan pengambilan sample pada lokasi tertentu dari
sinovium, dan pengambilan dengan target lokasi spesifik tidak bisa dilakukan
dengan blind.
3

Gambaran Makroskopis Artroskopi


Secara makroskopis gambaran klinis awal sinovitis adalah peningkatan
vaskularisasi yang diikuti hipertropi dan pembentukan villus, seperti yang
diilustrasikan pada gambar 1. Pada Rheumatoid Artritis (RA), vili sinovium lebih
besar, berbentuk kubus dan pucat, edema dengan jumlah meningkat. Pola vaskuler
dari RA adalah lurus tidak berkelok. Pada lutut vili tersebut berproliferasi pada
atap suprapatelar sepanjang tepi femoral condilus, dibawah meniskus, dan di
dalam nidus intracondilar. Berbeda dengan RA, pada psoriatik artritis dan reaktif
artritis, mayoritas vaskularisasinya berkelok-kelok. Pada RA, panus yang
menempel dapat ditarik pada tepi artikular dengan menggunakan probe untuk
menunjukkan erosi kartilago hyaline dibawahnya. Sendi seringkali mengandung
cairan sinovium putih kental dengan banyak fragmen hyaline kecil-kecil yang
disebut rice bodies. Stdium lanjutan akan menunjukkan fibrilasi ulkus yang
ekstensif, seringkali berbentuk ireguler di atas condilus femoral dan
patelofemoral.
Gambaran Osteoartritis (OA) menunjukkan sinovium yang hipervaskuler
namun tidak proliferatif seperti pada gambaran RA. Perubahan yang khas ditandai
dengan fibrilasi, laserasi, dan hilangnya ketebalan dari kartilago yang normal.
Patela, condilus femoral sentral, dan plateau tibia merupakan tempat umum
perubahan ini. Hal ini akbibat dari sendi tersebut menahan beban dan terbentuk
laserasi kartilago hngga pembentukan osteofit.
Deposit kristal pada sinovium menandai penyakit gout dan pseudogout.
Pada gout, akan tampak gambaran seperti badai salju dengan endapat seperti
kapur tulis dengan jelas. Pada pseudogout, kristal seringkali berhubungan dengan
penyakit yang mendasari seperti OA, degenerasi meniscus atau trauma.
Sinovitis pigmented villonodular akan didapatkan sinovium yang nodular,
padat, prolifik, dengan cairan berwarna coklat kemerahan atau jingga. Artropati
hemofilia akan ditunjukkan dengan destruksi artikular ekstensif dengan sinovium
berwarna seperti hemosiderin. Chondromatosis sinovium akan ditandai dengan
endapan multipel kartilago yang bebas pada sendi.
4

Gambaran Mikroskopik Histopatologi Sinovium


Karakteristik histopatologi sinovium akan mengarahkan pada diagnosis
spesifik, seperti sarkoidosis atau dapat membantu untuk menurunkan jumlah
diagnosis banding. Pada studi sebelumnya dimana karakteristik membran sinovial
pada 25 pasien dengan RA, 13 dengan SLE, 17 dengan penyakit sendi degeneratif,
10 dengan artritis bakterial akut, 8 dengan gout dan 13 dengan pseudogout, yang
kemudian direview oleh histopatologist secara blinded, karakteristik mikroskopis
spesifik yang didapat adalah : ditemukan bakteri pada artritis infeksi, kristal pada
gout dan pseudogout, dan folikel limfoid pada kasus RA. Studi ini menyimpulkan
bahwa perubahan mikroskopis dengan menggunakan mikroskop cahaya tdak
dapat menyimpulkan penyakit secara spesifik tetapi dapat membantu untuk
mempersempit diagnosis banding. Suatu penelitian lain di india yang melibatkan
50 pasien dengan diagnosis kelainan sendi yang belum tegak. Setelah dilakukan
artroskopi 21 dari 50 pasien diagnosis dapat ditegakkan. Diagnosis tersebut adalah
gout pada 8 pasien, RA 5 pasien, Monoartritis TB 3 pasien, villonodular sinovitis
1 pasien, sinovial condromatosis 1 pasien, histoplasmosis 1 pasien, OA 1 pasien
dan septik artritis 1 pasien. 29 pasien sisanya hanya didapatkan sinovitis kronik
tanpa ada diagnosis spesifik, namun dengan diekslusinya etiologi gout dan septik
maka kondisiini memungkinkan untuk diterapi DMARD yang sesuai untuk artritis
yang undifferentiated.

Lapisan intimal dari sinovium normal yang baik untuk spesimen biopsi
adalah 2-3 lapisan dan harus meliputi jaringan ikat dan lemak, pembuluh darah,
infiltrat inflamasi dengan hanya sedikit makrofag yang tersebardan sel
mononuklear tanpa sel plasma. Histopatologi dari jaringan normal ini akan
ditunjukkan bahwa normal sinovium sedikit mengandung sitokin proinflamasi
namun jumlah sitokin reseptor antagonis IL1, suatu antagonis alami dari sitokin
IL-1 terdapat dalam jumlah yang cukup banyak.

Artroskopi berguna untuk mendiagnosis artritis infeksi , terutama pada


kondisi monoartritis. Satu dari beberapa jenis infeksi yang umum ditemuai adalah
artritis TB, terutama pada daerah yang endemis TB. Penggunaan artroskopi selain
menggambarkan kondisi sinovium dan permukaan kartilago secara makroskopis
5

ditunjang dengan pemeriksaan biopsi dengan diperolehnya patogen, dan juga


sebagai terapeutik dengan debridemen yang dipandu dengan artroskopi.
Artroskopi dengan pengambilan jaringan, memberikan informasi yang penting
terutama pada perkembangan diagnostik artritis inflamasi. Seperti perbedaan
inflamasi sinovium dengan antcitrulinated peptide antibody (ACPA) positif
versus ACPA negatif pada pasien RA, peningkatan MMP dan granenzim B pada
jaringan sinovium pada kasus RA aktif, peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi
seperti IL-1 pada sinovium pasien dengan RA dekstruktif yang memerlukan
operasi dan proses perhitungan kuantitatif ekspresi gen metaloproteinase.
Implikasi terapinya adalah pemakaian DMARD bisa digunakan lebih tepat sesuai
dengan gambaran artritis inflamasi yang didapat.

Artroskopi juga berguna pada OA lutut, selain sebagai diagnostik juga


sebagai untuk meredakan nyeri. Artroskopi berguna untuk mengidentifikasi
integritas kartilago, evaluasi anatomis kavum sendiapakah terbentuk plika, dan
menunjukkan gambaran sinovium makroskopis dan histologis. Sehingga bisa
ditentukan apakah harus dilakukan pendekatan pembedahan atau dengan
medikamentosa. Selain untuk penatalaksanaan artroskopi juga bisa untuk
memberikan gambaran perjalanan penyakit OA. Termasuk demonstrasi produksi
sitokin proinflamasi dan keadaan inflamasi kronik sinovium yang merupakan
tanda awal dari OA.

Prosedur Artroskopi

Keperluan dasar untuk artroskopi adalah ketersediaan ruangan operasi dan


prosedur harus dilakukan dengan kondisi asepsis yang ketat. Untuk tujuan
diagnostik pasien tidak harus rawat inap dan bisa dipulangkan setelah prosedur.

Instrument

Artroskopi adalah prinsipnya suatu sistem optik. Tiga dasar sistem optik yang
digunakan pada artroskopi : (i) sistem lensa klasik tipis, (ii) sistem lensa batang
dan (iii) Sistem graded index lens. Artroskopi fiber optik biasanya terdiri dari
sistem lensa batang yang dikelilingi oleh konduktor cahaya multipel glass fiber
6

yang dilapisi metal padat. Karakteristik optikal paling utama dari artroskopi
adalah arah pencitraan obyek.

Perangkat dasar penyusun sistem artroskopi terdiri dari artroskopi dengan 0


sampai 30 o, probe, gunting, forcep basket, garsping clamp. dan sistem irigasi.
Irigasi dan distensi sendi merupakan hal yang esensial yang harus dilakukan untuk
prosedur artroskopi. Distensi sendi dengan menggunakan normal salin atau ringer
laktat akan mengembangkan kapasitas internal cavum sendi dan memberikan
pencitraan yang lebih baik dari sendi. Prosesnya bisa dengan menggunakan irigasi
yang kontinyu atau distensi intermiten. Untuk diagnostik prosedur, penggunakan
torniket tidak dianjurkan. Untuk tujuan artroskopi medis atau biopsi sinovial,
anestesi lokal biasanya sudah cukup, anestesi general diindikasikan bila nyeri
berat dan juga pasien yang non kooperatif atau alergi anestesi lokal. Untuk
anestesi lokal, xilocaine merupakan jenis yang paling umum digunakan di
superfisial karena kerja pendek dan digunakan untuk anestesi kulit. Sementara
Bupivacaine (long acting) digunakan untuk anestesi menginfiltrasi cavum sendi.
Kerugian utama penggunaan anestesi lokal adalah adalah kesulitan dalam
prosedur operatif tambahan akibat idapatkannya lesi intraartikular yang
memerlukan tindakan repair atau debridement.

Lutut merupakan sendi yang paling umum untuk dikerjakan artroskopi. Prosedur
dilakukan dalam kondisi asepsis yang ketat. Alat untuk menyangga paha dan lutut
untuk memfiksasi area infiltrasi. Setelah kulit lutut dilakukan prosedur aseptik,
anestesi lokal diinjeksikan dan artroskopi diinsersikan melalui sisi anterolateral.
Lutut diobservasi secara sistematik mulai dari kantung suprapatelar, patela,
paracondilar, nodus intracondilar, meniskus dan permukaan tibial. Perhatian
khusus untuk pemeriksaan permukaan sinovium dan iregularitas kartilago. Pada
akhir inspeksi, biopsi sinovium bisa dikerjakan. Dilakukan irigasi pada sendi,
setelah artroskopi di angkat, luka incisi ditutup oleh perban tipis. Pasien bisa
pulang di hari yang samapasca tindakan. Latihan isometrik dan latihan ROM
ringan bisa dilakukan segera.
7

Kontraindikasi Artroskopi

Kontraindikasi artroskopi meliputi infeksi lokal pada kulit dan ankilosis komplit
sendi, sehingga sulit untuk dilakukan manuver. Pasien dengn koagulopati
hemofilia atau yan sedang mendapat terapi antikoagulan juga merupakan
kontraindikasi.

Komplikasi Artroskopi

Komplikasi artrskopi jarang terjadi dan meliputi :

1. Infeksi lokal sendi akibat sterilisasi yang mungkin kurang baik.


2. Injuri pada kartilago dan kapsula sendi. Injuri bisa dicegah dengan
meregangkan kavum sendi dengan irigasi normal salin. Sendi akan
sembuh, menimbulkan sedikit jaringan parut pada permukaan, yang mana
tidak menyebabkan gangguan fungsi sendi dalam waktu lama.
3. Hemarthosis dan artritis traumatik. Traumatik yang terjadi akibat
artroskopi biasanya berdurasi pendek. Pungsi dengan jarum aspirasi dapat
membuat pendarahan ringan pada sendi. Pendarahan ini bisa berhenti
sendiri dan bisa diminimalisasi dengan mencuci dengan normal salin
beberapa kali.
4. Inhibisi Quadricep. Meskipun inhibisi quadricep biasanya terjadi akibat
injury traumatik sendi lutut, komplikasi dari operasi lutut atau artritis lutut.
Derajat ringan inhibisi quadricep bisa terjadi pasca tindakan artroskopi.
5. Prosedur ini menggunakan peralatan yang multipel, komplikasi yang
terjadi akibat malfungsi alat bisa terjadi. Pencegahannya adalah dengan
selalu melakukan double check peralatan sebelum tindakan.

Pada penelitian prospektif lain mengenai komplikasi artroskopi, juga bisa


didapatkan komplikasi tambahan berikut yang mungkin terjadi : kejang, gout,
portal selulitis, nyeri ankle, drainase sendi yang tidak adekuat dan gejala
vasovagal.
8

Kesimpulan

Perbedaan utama antara artroskopi medis dan surgikal adalah pada tujuan
tindakan. Bila seorang ortopedist melakukan artroskopi surgikal untuk tindakan,
sementara rheumatologist melakukan medikal artroskopi untuk diagnostik dan
penelitian. Meskipun banyak penyakit sendi bisa dievaluasi secara klinis dan
laboratorium, medikal artroskopi bisa memberuiakan solusi diagnostik pada kasus
yang masih belum jelas, karena memberikan visualisasi sinovium langsung dan
bisa membantu untuk pengambilan biopsi. Artroskopi medis merupakan suatu
prosedur yang aman dengan aplikasi asepsis yang ketat. Tindakan ini akan
menjadi penunjang yang sangat berguna pada praktisi rheumatologist.

Daftar Pustaka

You might also like